Anda di halaman 1dari 18

FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT YANG

DIGUNAKAN PADA SYSTEM SYARAF PUSAT

“KEJANG DAN NYERI”

DISUSUN OLEH :

1. Ayinuha Khairunnisa Meilasari


2. Dwi Lintang Pujiningrum
3. Rena Farhah

Tingkat 1B

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG

PRODI KEPERAWATAN BOGOR

2015/2016
KEJANG

1. DESKRIPSI
Kejang adalah suatu kejadian paroksismal yang disebabkan oleh lepas muatan
hipersinkron abnormal dari suatu kumpulan neuron SSP. Kejang demam (kejang tonik-klonik
demam) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai
>38° C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial.
Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d. 5 tahun. Paling sering
pada anak usia 17-23 bulan.

Klasifikasi internasional terhadap kejang: (Smeltzer, Susanna, 2002)

1. Kejang parsial (kejang yang dimulai setempat)


- Kejang parsial sederhana (gejala-gejala dasar, umumnya tanpa gangguan
kesadaraan)
- Kejang parsial kompleks (dengan gejala komplek, umumnya dengan gangguan
kesadaran).
- Kejang parsial sekunder menyeluruh.
2. Kejang umum/generalisata (simetrik bilateral, tanpa awitan local)
- Kejang tonik-klinik
- Absence
- Kejang mioklonik (epilepsy bilateral yang luas)
- Kejang atonik
- Kejang klonik
- Kejang tonik

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)


- Kejang berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)
- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam menurut proses terjadinya:

1. Intrakranial:
- Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler.
- Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
- Kongenital: disgenesis, kelainan serebri.
2. Ekstrakranial:
- Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
- Toksik: intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat.
- Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.

2. TANDA DAN GEJALA


Gejala Umum:
1. Kejang umum biasanya diawali dengan kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10
s.d. 15 menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia: pada bayi frekuensi sering di atas 150-200 per menit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan system vena:
- Hepatomegali
- Peningkatan tekanan vena jugularis

Gejala sesuai klasifikasinya:

Kejang Karakteristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah; fokus disatu bagian
tetapi dapat menyebar kebagian lain.
1. Parsial Sederhana - Dapat bersifat motorik (gerakan abnormal unilateral), sensorik
(merasakan, membaui, mendengar sesuatu yang abnormal),
automik (takikardia, bardikardia, takipneu, kemerahan, rasa
tidak enak diepigastrium), psikik ( disfagia, gangguan daya
ingat)
2. Parsial Komplek Dimulai sebagai kejang parsial sederhana; berkembang menjadi
perubahan kesadaran yang disertai oleh:
- Gejala motorik, gejala sensorik, otomatisme (mengecap-
ngecapkan bibir, mengunyah, menarik-narik baju)
- Beberapa kejang parsial kompleks mungkin berkembang
menjadi kejang generalisata.
- Biasanya berlangsung 1-3 menit.

3. PATOFISOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks cerebrum kemungkinan besar bersifat
epileptogenik, sedangkan lesi di cerebelum dan batang otak umumnya tidak memicu
kejang.
Di tingkat membran sel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-
aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit,
yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan
berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron.
Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat; lepas muatan listrik sel-
sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat,
demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan
cerebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami
deplesi selama aktivitas kejang.
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan
struktural. Belum ada faktor patologi yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal
pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai diantara kejang. Fokus kejang
tampaknya sangat peka terhadap asetil kolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik; fokus-
fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.

4. OBAT PILIHAN
A. PROFIL FARMAKOLOGIK
KARBAMAZEPIN
KLASIFIKASI
Antikonvulsan

B. INDIKASI
 Profilaksis kejang tonik-klonik, kejang campuran dan kejang parsial kompleks.
 Penatalaksanaan nyeri pada neuralgiatrigeminus.
Penggunaan tidak resmi : bentuk lain nyeri neuralgia.
C. KERJA OBAT DAN INFORMASI UMUM
Menurunkan transmisi sinaps pada SSP.
Efek Terapeutik : Pencegahan kejang, penurunan nyeri pada neuralgia trigeminus.

FARMAKOKINETIK
Absorpsi : Diabsorpsi secara perlahan dari saluran GI namun menyeluruh. Absorpsi
terhadap bentuk suspensi mengakibatkan pencapaian kadar puncak yang lebih tinggi
dan lebih awal serta kadar terendah yang lebih rendah dibandingan bentuk tablet.
Distribusi : Didistribusikan secara luas. Menembus barier darah otak. Menembus
plasenta dan masuk ke ASI.
Metabolisme dan Ekskresi : Dimetabolisme secara luas oleh hati.
Waktu Paruh: 14-30 jam atau lebih lama.

D. KONTRA INDIKASI DAN PERHATIAN


Dikontraindikasikan pada : Hipertensi, Depresi sumsum tulang.
Gunakan secara hati-hati pada : Penyakit jantung, penyakit hati, pria lansia
yangmengalami hipertropi prostat, peningkatan tekanan intraokuler, kehamilan dan
laktasi(keamanan penggunaan belum ditetapkan).

E. REAKSI MERUGIKAN DAN EFEK SAMPING


SSP : vertigo, mengantuk, keletihan, ataksia, psikosis.
Mata dan THT : penglihatan kabur, opasitas, kornea.
Resp : pneumonitis.
KV : gagal jantung kongestif, sinkop, hipertensi, hipotensi.
GI : hepatitis.
GU : enggan berkemih, retensi urin.
Derm : ruam, urtikaria, fotosensitivitas.
Hemat : anemia aplastik, agranulositosis, trombositopenia, leukopenia, leukosistosis,
eosinofilia.
Lain-lain : demam, menggigil, limpadenopati.
F. INTERAKSI
Obat-obat :
 Dapat menurunkan efektivitas glukokortikoid, doksisiklik, felbamat, quinidin,
warfarin, kontrasepsi oral, barbiturat, benzodiazepin, dan antikolvusan lain.
 Penggunaan bersama (dalam 2 minggu) inhibitor MAO dapat mengakibatkan
hiperpiseksia, hipertensi, kejang, dan kematian,.
 Verapamil, diklazem, propoksifen, atau eritromisin dapat meningkatkan kadar
dan menyebabkan toksisitas.
 Dapat memperbesar risiko hepatotoksisitas akibat ksoniazid
 Simetidin dapat meningkatkan kadar darah dan risiko toksisitas.
 Felbamat menurunkan kadar karbamazepin tetapi meningkatkan kadar
metabolit aktif.

G. RUTE DAN DOSIS

Antikolvusan

 PO (Dewasa) : dimulai dengan 200 mg dua kali sehari (tablet) atau 100 mg empat kali
sehari (suspensi); ditingkatkan 200 mg/hari sampai kadar terapeutik tercapai.
Rentangnya adalah 800-1200 mg/hari dalam dosis terbagi tiap 6-8 jam. Tidak lebih dari 1
g/hari untuk usia 12-15 tahun. Tablet lepas lambat diberikan 1-2 kali sehari.
 PO (Anak 6-12 tahun) : 100 mg bid (tablet) atau 50 mg qid (suspensi) meningkat
sampai kadar terapeutik didapat (rentang 400-800 mg/hari, tidak lebih dari 1 g/hari.
Tablet lepas lambat diberikan 1-2 kali sehari.

SEDIAAN
 Tablet: 200 mg
 Tablet kunyah 100 mg, 200 mg
 {Tablet lepas lambat: 200 mg, 400 mg,}
 Suspensi oral: 100 mg/5 ml
WAKTU/PROFIL KERJA OBAT (efek antidepresan)

AWITAN PUNCAK DURASI


PO 2-4 hari 2-12 jam Tidak diketahui

5. IMPLIKASI KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
- Kejang : Kaji lokasi, durasi, dan karakteristik kejang.
- Neuralgia Trigeminus : Kaji adanya nyeri pada wajah. Minta pasien
mengidentifikasi stimulus-stimulus yang dapat menyebabkan nyeri tersebut
(makanan dingin atau panas, selimut, sentuhan pada wajah).
- Pertimbangan Tes Lab : Pantau HSD, termasuk jumlah trombosit, retikulosit, dan
zat besi serum setiap minggu selama 3 bulan pertama dan setiap bulan sesudahnya,
untuk adanya bukti abnormalitas sel darah yang fatal. Pengobatan harus dihentikan
jika terjadi depresi sumsum tulang.
* Tes fungsi hati, urinalisis, dan BUN harus dilakukan secara rutin. Dapat
menyebabkan peningkatan kadar AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin serum,
BUN, protein urin, dan glukosa urin.
*Tes fungsi tiroid dan konsentrasi kalsium dalam serum dapat menurun.
*Dapat menyebabkan hasil tes kehamilan positif palsu dengan tes yang menentukan
human chorionic gonadotropin (HCG).
- Toksisitas dan Overdosis : kadar darah serum harus dipantau secara rutin selama
terapi. Rentang kadar terapeutik adalah 6/12 mcg/ml.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN POTENSIAL

 Resiko tinggi cidera (indikasi, efek samping).


 Nyeri kronik (indikasi).
 Kurang pengetahuan sehubungan dengan program pengobatan (penyuluhan
pasien/keluarga).
C. IMPLEMENTASI
 Informasi umum : Implementasikan tindakan kewaspadaan terhadap kejang sesuai
indikasi.
 PO : Berikan obat bersama makanan untuk meminimalkan iritasi lambung. Tablet
dapat digerus jika pasien sulit menelan.

D. PENDIDIKAN KESEHATAN PASIEN/KELUARGA

 Informasi umum : Intruksikan pasien untuk meminum karbamazepin selama 24 jam,


sesuai petunjuk. Jika ada satu dosis yang terlewat, minumlah segera di saat ingat
kecuali jika sudah dekat dengan jadwal dosis berikutnya. Beritahu dokter jika dosis
yang terlewat lebih dari satu. Pengobatan harus dihentikan secara bertahap untuk
mencegah kejang dan status epileptikus.
A. Dapat menyebabkan pusing atau mengantuk. Anjurkan pasien untuk tidak mengemudi
kendaraan atau melakukan aktivitas-aktivitas lain yang memerlukan kewaspadaan
sampai respons terhadap obat diketahui.
 Instruksikan pasien untuk segera memberitahu dokter jika terjaditerjadi demam, sakit
tenggorokan, ulkus di mulut, mudah memar, petekiae, perdarahan yang tidak biasa,
nyeri abdomen, menggil, feses bewarna pucat, urin bewarna gelap, atau ikterik.
 Anjurkan pasien untuk tidak mengkomunikasikan alkohol atau depresen SSP lain
bersama obat ini.
 Peringatan pasien untuk memakai tabir surya dan pakaian pelindung guna mencegah
reaksi fotosensitivitas.
 Beritahu pasien bahwa sering berkumur, higine oral yang baik dan permen karet atau
tanpa gula dapat membantu mengurangi mulut kering. Pengganti saliva juga dapat
digunakan. Konsultasikan pada dokter gigi jika mulut kering berlangsung . 2 minggu.
 Anjurkan pasien untuk menggunakan kontrasepsi nonhormonal saat mengkonsumsi
karbamazepin.
 Intruksikan pasien untuk memberi tahu dokter atau dokter gigi mengenai program
pengobatan sebelumnya dilakukan tindakan atau pembedahan.
 Tekankan pentingnya menjalani pemeriksaan lab lanjutan dan pemeriksaan mata
untuk memantau efek samping.
 Kejang : Anjurkan pasien untuk selalu membawa identitas yang menjelaskan tentang
penyakit dan program pengobatan.
E. EVALUASI

Respons klinis terhadap terapi diindikasikan dengan:

- Tidak adanya atau menurunnya aktivitas kejang.


- Penurunan nyeri neuralgia trigeminus. Pasien dengan neuralgia trigeminus harus
dievaluasi ulang setiap 3 bulan untuk menentukan dosis efektif minimum.
NYERI

1. DESKRIPSI
Nyeri adalah suatu proses dinamik, yaitu hubungan fisiologi antara rangsangan
nyeri dan keluaran sensorik respon nyeri dapat mengalami modifikasi seiring dengan
waktu, sifat sistem saraf ini disebut “plastisitas”. Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan
kerusakan tersebut.
Pada sebagian besar pasien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cedera atau
rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai (berbahaya). Pada kasus
cedera atau proses proses mencederai, nyeri memiliki fungsi protektif, memicu respon
terhadap stres berupa penarikan, melarikan diri, atau imobilisasi bagian tubuh (misalnya,
menarik jari tangan dari kompor panas). Namun, apabila fungsi protektif ini sudah
selesai, nyeri yang berlanjut dapat memperlemah pasien, karena sering disertai oleh suatu
respon stres berupa meningkatnya rasa cemas, denyut jantung, tekanan darah, dan
kecepatan pernafasan.

2. TANDA DAN GEJALA


Gejala klinis bergantung pada lokasi herniasi dan variasi anatomi individual.
Diagnosis herniasis diskus antarvertebra sering dibuat hanya berdasarkan anamnesis dan
dikonfirmasi saat pemeriksaan fisik. Perasat-perasat untuk evaluasi seperti mengangkat
tungkai dan berjalan jinjit atau diatas tumit juga bermanfaat untuk membuat diagnosis.
Radiografi mungkin normal atau memperlihatkan tanda-tanda distorsi susunan tulang
belakang (umumnya disebabkan oleh spasme otot); radiologi juga bermanfaat untuk
menyingkirkan kausa lain nyeri punggung, misalnya spondilolistesis (selipnya ke arah
depan bagian anterior suatu segmen vertebra dari segmen dibawahnya, biasanya di L4
atau L5), tumor medula spenalis, atau tonjolan tulang.

3. PATOFISIOLOGI

 Nyeri diawali dgn kerusakan jaringan (tissue damage), dimna jaringan tbh yg
cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory neurotransmitters), (histamine
dan bradykinin) sbg vasodilator yg kuat -> edema, kemerahan dan nyeri dan
menstimulasi pelepasan prostaglandins
 Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik, ->
proses transmisi (transmission) yakni ketika energi listik mengenai nociceptor
dihantarkan melalui serabut saraf A dan C dihantarkan dengan cepat ke substantia
gelatinosa di dorsal horn dari spinal cord -> ke otak melalui spinothalamic tracts ->
thalamus dan pusat-pusat yg lbh tinggi termsk reticular formation, limbic system, dan
somatosensory cortex
 Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses informasi dr
pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan nyeri -> individu mulai
menyadari nyeri.
 Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh melepaskan
neuromodulator, seperti opioids (endorphins and enkephalins), serotonin,
norepinephrine & gamma aminobutyric acid -> menghalangi /menghambat transmisi
nyeri & membantu menimbulkan keadaan analgesik, & berefek menghilangkan nyeri.

Rentang Nyeri
4. OBAT PILIHAN

A. PROFIL FARMAKOLOGIK

OKSIMORFON
Numorphan

KLASIFIKASI
Analgesik opioid (agonis)

B. INDIKASI

Digunakan untuk penatalaksanaan nyeri sedang hingga berat

Sebagai suplemen anestesia

C. KERJA OBAT DAN INFORMASI UMUM

 Berikatan dengan reseptor opiat di SSP.


 Mengubah persepsi dan respons terhadap stimulus nyeri, sekaligus
mengakibatkan SSP menyeluruh.
 Efek Terapeutik : Mengurangi nyeri.

FARMAKOKINETIK

Absorpsi : Diabsorpsi dengan baik setelah pemberiaan secara IM, SC, atau rektal.
Distribusi : Diistribusikan secara luas menembus plasenta dan memasuki ASI.
Metabolisme dan Ekskresi : Sebagian besar dimetabolisme oleh hati.
Waktu Paruh: 2, 6-4 jam.

D. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN

Dikontraindikasikan pada : Hipersensitivitas, kehamilan atau laktasi (hindari


penggunaan kronik) Anak-anak < 12 tahun.

Gunakan secara hati-hati pada : Trauma kepala, peningkatan tekanan intrakranial,


penyakit ginjal, hati, atau paru yang parah,
hipotiroidisme, insufisiensi adrenal, alkoholisme,
pasien lansia atau pasien lemah (dianjurkan untuk
mengurangi dosis), nyeri abdomen yang tidak
terdiagnosis, hipertrofi prostat.

E. PERHATIAN

REAKSI MERUGIKAN DAN EFEK SAMPING

SSP : Sedasi, konfusi, sakit kepala, euforia, perasaan melayang, mimpi yang tidak
biasa,
disforia, halusinasi, pusing.
Mata dan THT : miosis, diplopia, penglihatan kabur.
Resp : depresi pernapasan.
KV : hipotensi ortostatik.
GI : mual, muntah, konstipasi, mulut kering.
GU : retensi urin.
Derm : berkeringat, kemerahan.
Lain-lain : toleransi, ketergantungan fisik, ketergantungan psikologis.

INTERAKSI

Obat-obat :
- Gunakan dengan sangat hati-hati pada pasien yang menerima inhibitor MAO (dapat
mengakibatkan reaksi yang tidak terduga- kurangi dosis awal oksikodon sampai 25 %
dosis biasa).
- Depresi SSP tambahan dengan alkohol, antihistamin, dan sedatif/ hipnotik.
- Pemberian analgesik opioid antagonis parsial dapat memicu gejala putus obat pada
pasien dengan ketergantungan fisik Nalbufin atau pentazosin dapat mengurangi efek
analgesia dari obat ini.

RUTE DAN DOSIS

Dosis yang lebih besar mungkin digunakan selama terapi kronik.


Analgesia-Nyeri sedang sampai berat
- SC, IM (Dewasa) : 1-1,5 mg tiap 3-4 mg sesuai kebutuhan.
- IV (Dewasa) : 0,5 mg tiap 3-6 jam sesuai kebutuhan, tingkatan sesuai kebutuhan.
-Rekt (Dewasa) : 5 mg tiap 4-6 jam sesuai kebutuhan
Analgesia selama Persalinan
- IM (Dewasa) : 0,5-1 mg.

SEDIAAN

 Injeksi: 1 mg/ml, 1,5 mg/ml

WAKTU/PROFIL KERJA OBAT (efek analgesik)


AWITAN PUNCAK DURASI
IM 10-15 menit 30-90 menit
IV 5-10 menit 15-30 menit 3-4 jam
SC 10-20 menit Tidak Diketahui
Rekt 15-30 menit 120 menit 3-6 jam

5. IMPLIKASI KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
- Kaji jenis, lokasi, dan intensitas nyeri sebelum dan 60 menit setelah pemberian.
- Kaji tekanan darah, nadi, dan frekuensi tempat sebelum dan secara periodik selama
pemberian.
- Penggunaan jangka panjang dapat mengakibatkan ketergantungan dan toleransi fisik
dan psikologis. Hal ini jangan sampai menghambat pasien untuk menerima analgesia
yang adekuat. Sebagian besar pasien yang menerima oksikodon untuk alasan medis
tidak mengalami ketergantungan psikologis. Dosis yang semakin tinggi mungkin
dibutuhkan untuk meredakan nyeri pada jangka panjang.
- Kaji fungsi defekasi secara rutin. Perubahan asupan cairan dan serat, pelunakan dan
laksatif dapat meminimalkan konstipasi.
Pertimbangan Tes Lab : Dapat ditingkatkan kadar amilase dan lipase plasma.
Teksisitan dan Overdosis : jika terjadi overdosis nalokson (Narean) adalah anti
dotumnya.
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN POTENSIAL
 Nyeri (indikasi).
 Perubahan persepsi sensorik penglihatan, pendengaran (efek samping).
 Risiko tinggi cidera (efek samping).

C. IMPLEMENTASI

 Informasi Umum : Jelaskan manfaat terapeutik dari obat ini sebelum pemberian
untuk meningkatkan efek analgesik.
 Pemberian yang teratur lebih efektif daripada pemberian yang dilakukan bila perlu.
Analgesik lebih efektif jika diberikan sebelum nyeri tambah parah.
 Pemberian bersama analgesik nonopioid dapat menambah efek analgesik dan
memungkinkan dosis yang lebih rendah.
 Pengobatan harus dihentikan secara bertahanp setelah penggunaan jangka panjang
untuk mencegah gejala putus obat.
 Rekt : Supositoria harus disimpan dalam lemario pendingin.
 IV Langsung : Diberikan tanpa diencerkan selama 2-3 menit.
 Kompatibilitas Y-Site : glokopirolat, hidroksizin, ranitidin.

D. PENDIDIKAN KESEHATAN PASIEN/KELUARGA

 Beritahu pasien tentang bagamana dan kapan meminta obat pereda nyeri.
 Obat ini dapat menyebabkan mengantuk atau pusing. Anjurkan pasien untuk meminta
bantuan saat berambulasi atau merokok. Peringatan pasien untuk tidak mengendarai
kendaraaan atau melakukan aktivitas lain yang memerlukan kewaspadaan sampai
respons terhadap obat diketahui.
 Anjurkan pasien untuk melakukan perubahan posisi secara perlahan guna
meminimalkan hipotensi ortostatik.
 Anjurkan pasien untuk tidak mengkonsumsi alkohol atau depresan SSP lain
bersamaan dengan pengobatan ini.
 Anjurkan pasien untuk miring, batuk, dan menarik napas dalam setiap 2 jam untuk
mencegah atelektasis.
E. EVALUASI

Efektivitas terapi ditunjukan dengan :

- Berkurangnya keparahan nyeri tanpa perubahan yang berarti pada tingkat kesadaran atau
status pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Vol 2. Jakarta: EGC

Deglin, Judith Hopfer. 2004. Pedoman Obat Untuk Perawat, Edisi 4. Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta: Penerbit Mediaction

https://qittun.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai