Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIK

Disusun oleh :

IRVAN ARISANDI

NPM. 2016727072

Kelas 3B Transfer

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017 - 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Segala puji dan syukur kita haturkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kita dapat menunaikan kewajiban sebagai manusia yang taat kepada-Nya.
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul yang
menunjukkan jalan kebenaran kepada seluruh umat manusia.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi kewajiban SP Mata Kuliah “Keperawatan


Medikal Bedah 3” dengan bahan kajian: Asuhan Keperawatan pasien dengan Gagal Ginjal
Kronik. Kelompok juga menyampaikan terima kasih atas bimbingan Dosen Koordinator MK,
Wati Jumaiyah, M.Kep,Sp.KMB karena bimbingannya penulis mampu menyelesaikan
makalah ini walaupun jauh dari kesempurnaan. Tak lupa, kritik dan saran yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi penyempurnaan makalah ke depan.

Akhir kata, besar harapan tugas ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita
tentang Asuhan Keperawatan pasien dengan Gagal Ginjal Kronik. Semoga Allah SWT selalu
meridhai segala usaha kita. Amin.

Billahi Taufik Wal Hidayah, Wassalamu’alaikum, warahmatullah wabarakatuh.

Jakarta, Februari 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra
sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml
darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung
(5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks,
sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai
masalah kesehatan masyarakat utama.
Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga
dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami
komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan
penyakit pembuluh darah perifer.
Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya
desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas,
penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.
Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan
pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal
kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi,
dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu,
upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif
terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko
untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.
3
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gagal ginjal kronik dan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik.
b. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem perkemihan.
2) Untuk mengetahui konsep dasar gagal ginjal kronik
3) Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik.

3. Manfaat
Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami pengertian
dan asuhan keperawatan dari gagal ginjal kronik. Dan dapat mencegah terjadinya penyakit
tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu bertindak
sesuai dengan asuhan keperawatan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan atau sistem urinaria, adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
dan menyerap zat-zat yang masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).

Susunan Sistem Perkemihan atau Sistem Urinaria :


1) Ginjal
Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di
belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada
dinding abdomen.
Bentuknya seperti biji buah kacang merah (ercis), jumlahnaya ada 2 buah kiri
dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal
±200 gram. Dan pada umumnya ginjal laki – laki lebih panjang dari pada ginjal wanita.
Satuan struktural dan fungsional ginjal yang terkecil di sebut nefron. Tiap – tiap
nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen vaskuler terdiri atas
pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerolus dan kapiler peritubuler yang mengitari
tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsul Bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu
tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus pengumpul dan lengkung
Henle yang terdapat pada medula.
Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis
viseral (langsung membungkus kapiler golmerlus) yang bentuknya besar dengan
banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk
kapiler secara teratur sehingga celah – celah antara pedikel itu sangat teratur.
Kapsula bowman bersama glomerolus disebut korpuskel renal, bagian tubulus
yang keluar dari korpuskel renal disabut dengan tubulus kontortus proksimal karena
jalannya yang berbelok – belok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula
tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa Henle atau loop of Henle, karena membuat
lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai
tubulus kontortus distal.

5
Gambar 2.1 Organ Ginjal
a. Bagian-bagian Ginjal
Bila sebuh ginjal kita iris memanjang, maka aka tampak bahwa ginjal terdiri dari tiga
bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal
(pelvis renalis).
2) Kulit Ginjal (Korteks)
Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang
disebut nefron. Pada tempat penyarinagn darah ini banyak mengandung kapiler-kapiler
darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut glomerolus. Tiap glomerolus dikelilingi
oleh simpai bownman, dan gabungan antara glomerolus dengan simpai bownman
disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara
glomerolus dan simpai bownman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk
kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh
yang merupakan lanjutan dari simpai bownman yang terdapat di dalam sumsum ginjal.
3) Sumsum Ginjal (Medula)
Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal.
Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila renis,
mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks di dalamnya
disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris – garis karena
terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara pyramid
terdapat jaringan korteks yang disebut dengan kolumna renal. Pada bagian ini
berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bownman. Di
dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah
dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses.

6
4) Rongga Ginjal (Pelvis Renalis)
Pelvis Renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar.
Sabelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga
disebut kaliks mayor, yang masing – masing bercabang membentuk beberapa kaliks
minor yang langsung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung
urine yang terus kleuar dari papila. Dari Kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke
pelvis renis ke ureter, hingga di tampung dalam kandung kemih (vesikula urinaria).

b. Fungsi Ginjal:
1) Mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme yang mengandung nitrogennitrogen,
misalnya amonia.
2) Mengekskresikan zat-zat yang jumlahnya berlebihan (misalnya gula dan vitamin) dan
berbahaya (misalnya obat-obatan, bakteri dan zat warna).
3) Mengatur keseimbangan air dan garam dengan cara osmoregulasi.
4) Mengatur tekanan darah dalam arteri dengan mengeluarkan kelebihan asam atau basa.

c. Peredaran Darah dan Persyarafan Ginjal


Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria
renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris
kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang
menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerolus dan dikelilingi leh
alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan
kapilerdarah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk
ke vena kava inferior.

Ginjal mendapat persyarafan dari fleksus renalis (vasomotor) saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf inibarjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas
ginjal yang merupakan senuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2(dua) macam hormon
yaitu hormone adrenalin dan hormn kortison.

2) URETER
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) panjangnya ± 25-30 cm dengan penampang ± 0,5 cm.
7
Gambar 2.2 Organ Perkemihan

Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam rongga
pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari :
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap 5 menit sekali yang
akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung kemih (vesika urinaria). Gerakan
peristaltik mendorong urin melalui ureter yang dieskresikan oleh ginjal dan disemprotkan
dalam bentuk pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Ureter
berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus psoas dan dilapisi oleh
pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada tempat ureter terjadi pada tempat ureter
meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan pembuluh sekitarnya mempunyai
saraf sensorik.

8
3) VESIKA URINARIA (Kandung Kemih)
Kandung kemih dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet, terletak di
belakang simfisis pubis di dalam ronga panggul. Bentuk kandung kemih seperti kerucut
yang dikelilingi oleh otot yang kuat, berhubungan ligamentum vesika umbikalis
medius. Bagian vesika urinaria terdiri dari :
a. Fundus, yaitu bagian yang mengahadap kearah belakang dan bawah, bagian ini terpisah
dari rektum oleh spatium rectosivikale yang terisi oleh jaringan ikat duktus deferent,
vesika seminalis dan prostat.
b. Korpus, yaitu bagian antara verteks dan fundus.
c. Verteks, bagian yang maju kearah muka dan berhubungan dengan ligamentum vesika
umbilikalis.
Dinding kandung kemih terdiri dari beberapa lapisan yaitu, peritonium (lapisan sebelah
luar), tunika muskularis, tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam).

4) URETRA
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi
menyalurkan air kemih keluar. Pada laki-laki uretra berjalan berkelok-kelok melalui
tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus tulang pubis kebagia
penis panjangnya ± 20 cm.
Uretra pada laki – laki terdiri dari :
a. Uretra Prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling dalam), dan lapisan
submukosa. Uretra pada wanita terletak dibelakang simfisis pubisberjalan miring sedikit
kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita terdiri dari Tunika
muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa merupakan pleksus dari vena-vena, dan
lapisan mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas
vagina (antara klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran ekskresi.

9
B. Konsep Gagal Ginjal Kronik (GGK)
1. Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindroma klinis yang disebabkan oleh
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun berlangsung progresif dan cukup
lanjut. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (Price, 2012). Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Di mana kemampuan
tubuh gagal untuk memepertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Brunner & Suddart, 2014).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah suatu penyakit yang
menyebabkan gangguan fungsi ginjal sehingga terjadi penurunan filtrasi ginjal dan
proses ini berlangsung progresif dan ireversibel.

Gambar 2.3 Ginjal Normal dan Ginjal Kronik

2. Klasifikasi
Klasifikasi stadium pada pasien dengan GGK ditentukan oleh nilai laju filtrasi
glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus

10
yang lebih rendah. Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI) (2002)
mengklasifikasikan PGK dalam 5 (lima) stadium:

Tabel 2.1 Stadium Gagal Ginjal

3. Etiologi
Gagal ginjal kronik dapat timbul dari hampir semua penyakit. Apapun sebabnya, dapat
menimbulkan perburukan fungsi ginjal secara progresif. Di bawah ini terdapat beberapa
penyebab gagal ginjal kronik (Price, 2012) :
a. Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan – perubahan
stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama organ ini adalah
jantung, otak, ginjal dan mata. Pada ginjal adalah akibat aterosklerosis ginjal akibat
hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis begina. Gangguan ini merupakan akibat
langsung dari iskemia renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan
berlubang – lubang dan berglanula. Secara histologi lesi yang esensial adalah
sklerosis arteri arteri kecil serta arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen.
Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi
tubulus, sehingga seluruh nefron rusak.
b. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang
diakibatkan karena adanya pengendapan kompleks antigen antibody. Reaksi
peradangan diglomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi
peningkatan aliran darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan
filtrasi glomerulus. Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui

11
glomerulus. Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu : 1) Gomerulonefritis Akut,
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. 2)
Glomerulonefritis Kronik, Glomerulonefritis kronik adalah pradangan yang lama
dari sel-sel glomerulus.
c. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Nefritis lupus disbabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang terperangkap
dalam membrane basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Perubahan yang
paling dini sering kali hanya mengenai sebagian rumbai glomerulus atau hanya
mengenai beberapa glomerulus yang tersebar.
d. Penyakit Ginjal Polikistik
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal
normal akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan
fungsi ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK).
e. Pielonefritis
Pielonefritis adalah infeksi yang terjadi pada ginjal itu sendiri. Pielonefritis itu
sendiri dapat bersifat akut atau kronik. Pielonefritis akut juga bias terjadi melalui
infeksi hematogen. Pielonefritis kronik dapat terjadi akibat infeksi berulang-ulang
dan biasanya dijumpai pada individu yang mengidap batu, atau repluks vesikoureter.
f. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah penyebab tunggal ESRD yang tersering, berjumlah 30%
hingga 40% dari semua kasus. Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi
ginjal dalam bentuk. Nefropati diabetik adalah istilah yang mencakup semua lesi
yang terjadi diginjal pada diabetes melitus. Riwayat perjalanan nefropati diabetikum
dari awitan hingga ESRD dapat dibagi menjadi lima fase atau stadium:
1) Stadium 1 : (fase perubahan fungsional dini) ditandai dengan hifertropi dan
hiperfentilasi ginjal, pada stadium ini sering terjadi peningkatan GFR yang
disebabkan oleh banyak factor yaitu, kadar gula dalam darah yang tinggi,
glucagon yang abnormal hormone pertumbuhan, efek rennin, angiotensin II
danprostaglandin.
2) Stadium 2 : (fase perubahan struktur dini) ditandai dengan penebalan membrane
basalis kapiler glomerulus dan penumpukan sedikit demi sedikit penumpukan
matriks mesangial.
3) Stadium 3 : (Nefropati insipient)
12
4) Stadium 4 : (nefropati klinis atau menetap)
5) Stadium 5 : (Insufisiensi atau gagal ginjal progresif)
4. Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan karena adanya penyakit yang terdapat pada ginjal,
sehingga mengakibatkan kegagalan ginjal. Maka lama kelamaan jumlah nefron
mengalami kerusakan bertambah. Dengan adanya peran dan fungsi ginjal maka hasil
metabolisme protein akan berkumpul didalam tubuh, penurunan fungsi ginjal
mengakibatkan pembuangan hasil sisa metabolisme gagal yang dimulai dengan
pertukaran didalam pembuluh darah tidak adekuat karena ketidak mampuan ginjal
sebagai penyaring, Nitrogen) menumpuk dalam darah. Akibatnya ginjal tidak dapat
melakukan fungsinya lagi yang menyebabkan peningkatan kadar serum dan kadar
nitrogen ureum, kreatin, asam urat, fosfor meningkat dalam tubuh dan menyebabkan
terganggunya fungsi ginjal dan organ organ tubuh lain.

Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium satu
dinamakan penurunan cadangan ginjal. Pada stadium ini kreatin serum dan BUN
dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala). Gangguan fungsi
ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR. Stadium dua dinamakan insufisiensi
ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari
normal. Pada tahap ini BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan
poliuria diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urine normal
sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang diminum.

Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia, sekitar 90% dari massa
nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh. Nilai GFR nya hanya 10%
dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar 5-10 ml/menit. Penderita biasanya
ologuri (pengeluaran urien kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomelurus
uremik. Fungsi ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh.

5. Manifestasi Klinis
Stadium paling dini pada PGK terjadi kehilangan daya cadang ginjal, dan LFG masih
normal atau meningkat, mengakibatkan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif
13
ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin, manifestasinya antara lain
(LeMone, 2017) :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari : diabetes melitus, infeksi traktus urinarius,
batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES),
dll.
b. Sindrom uremia : lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-
kejang, koma.
c. Gejala komplikasi : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis
metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi akibat pendarahan saluran
cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia : biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunya dieresis
4) Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada GGK.
5) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal
(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

14
9) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph yang menurun,
BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya
disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
b. Radiologi
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal ( adanya batu atau
adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena proses diagnostic akan memperburuk
keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
c. Intra Vena Pielografi (IVP) : Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
d. USG : Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat.
e. EKG : Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)

7. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka
penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi,
penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan
adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin (Black &
Hawks, 2014).
a. Penatalaksanaan medis
1) Cairan yang diperbolehkan adalah 500 sampai 600 ml untuk 24 jam atau dengan
menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml,
maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
2) Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak cukup
memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
3) Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung
alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
4) Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume
intravaskuler.
5) Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak
memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau
dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini
memerlukan gejala.
15
6) Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai
pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium
pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien harus diet rendah kalium
kadang-kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
7) Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia
rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali
seminggu.
8) Transplantasi ginjal.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan
dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya. Elektrolit yang perlu
diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg
dalam waktu 24 jam.

c. Penatalaksanaan Diet
1) Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
2) Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
3) Lemak diberikan bebas.
4) Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam
folat.
5) Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan
makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika
terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai
biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

8. Komplikasi
A. Hiperkalemia : Tingginya kandungan kalium di dalam darah. Dan tingginya
kandungan kalium di dalam darah dapat menimbulkan kematian mendadak, jika
tidak ditangani dengan serius.
B. Perikarditis, efusi pericardial : Akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis
yang tidak adekuat.
C. Hipertensi
D. Anemia
16
E. Penyakit tulang : Akibat kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D
abnormal
F. Dehidrasi
G. Kulit : pruritus
H. Gastrointestinal : mual, muntah, anoreksia, dan dada seperti terbakar, bau nafas
menyerupai urin
I. Endokrin
 Laki laki : kehilangan libido, impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas
sperma
 Wanita : kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilisasi
 Anak anak: retardasi pertumbuhan
 Dewasa : kehilangan massa otot
J. Neurologis dan Pisikatri : kelelahan,kehilangan kesadaran, koma, iritasi neurologis
(tremor, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot kejang)

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung
biaya.
2. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah secara tiba-tiba atau
berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi keluhan, obat apa
yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai
tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia),
mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada
kulit.
3. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa meliputi
palliative, provocative, quality, quantity, region, radiaton, severity scala dan time.
Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onet penurunan urine output, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya
nafas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana saja
klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatn apa.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji
adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-

18
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang sama.
Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya
riwayat infeksi system perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas
dan penyakit menular pada keluarga.

6. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
a) Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat.
b) Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat.
c) TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah terjadi
perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.

Pemeriksaan Fisik :
1. Pernafasan B1 (breath)
Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon uremia didapatkan adanya
pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
2. Kardiovaskuler B2 (blood)
 Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya friction
rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda dan gejala
gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi,
nyeri dada dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema penurunan
perfusiperifer sekunder dari penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan
gangguan kondisi elektrikal otot ventikel.
 Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia
sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.

19
 Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan sesak nafas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang
timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
3. Persyarafan B3 (brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri
otot.

4. Perkemihan B4 (bladder)
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido berat.
5. Pencernaan B5 (bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau mulut
ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering di
dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6. Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk
saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium
pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya
kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer
dari hipertensi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut Doenges, 2012 :
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatn bendungan atrium kiri
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet
berlebih dan retensi cairan dan natrium.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.

20
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic,
sirkulasi, sensasi, penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas, akumulasi ureum dalam
kulit.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah
dan prosedur.
7. Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan
dialysis, koping maladaptive.
8. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan bendungan atrium kiri.
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi keperawatan, tidak
terjadi gangguan pertukaran gas. Kriteria hasil : Pasien dapat memperlihatkan ventilasi
dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal :
 PH = 7,35 -7,45
 PO2 = 80-100 mmHg
 Saturasi O2 = > 95 %
 PCO2 = 35-45 mmHg
 HCO3 = 22-26mEq/L
· BE (kelebihan basa) = -2 sampai +2
- Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji status pernafasan, catat 1. Takipneu adalah mekanisme
peningkatan respirasi atau perubahan pola kompensasi untuk hipoksemia dan
nafas. peningkatan usaha nafas.
2. Suara nafas mungkin tidak sama
2. Catat ada tidaknya suara nafas dan atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
adanya bunyi nafas tambahan seperti karena peningkatan cairan di permukaan
crakles, dan wheezing. jaringan yang disebabkan oleh

21
peningkatan permeabilitas membran
alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya
mukus pada jalan nafas
3. Kaji adanya cyanosis. 3. Selalu berarti bila diberikan oksigen
(desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum
cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat
dinilai pada mulut, bibir yang indikasi
adanya hipoksemia sistemik, cyanosis
perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
4. Observasi adanya somnolen, adalah vasokontriksi.
confusion, apatis, dan ketidakmampuan 4. Hipoksemia dapat menyebabkan
beristirahat iritabilitas dari miokardium.
5. Berikan istirahat yang cukup dan
nyaman 5. Menyimpan tenaga pasien,
Kolaboratif : mengurangi penggunaan oksigen.
6. Berikan humidifier oksigen dengan
masker CPAP jika ada indikasi. 6. Memaksimalkan pertukaran oksigen
secara terus menerus dengan tekanan
9. Berikan obat-obat jika ada indikasi yang sesuai
seperti steroids, antibiotik, bronchodilator 9. Untuk mencegah gngguan pola
dan ekspektorant. napas

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan menurun


Tujuan : setelah diberikan intervensi selama 3 x 24 jam mempertahankan sirkulasi perifer
tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan 1. dengan mobilisasi meningkatkan

22
mobilisasi sirkulasi darah.
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang 2. meningkatkan melancarkan aliran
dapat meningkatkan aliran darah: darah balik sehingga tidak terjadi
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari oedema.
jantung (posisi elevasi pada waktu 3. kolestrol tinggi dapat mempercepat
istirahat), hindari penyilangkan kaki, terjadinya arterosklerosis, merokok dapat
hindari balutan ketat, hindari penggunaan menyebabkan terjadinya vasokontriksi
bantal, di belakang lutut dan sebagainya. pembuluh darah, relaksasi untuk
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor- mengurangi efek dari stres.
faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi 4. pemberian vasodilator akan
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
kebiasaan merokok, dan penggunaan obat sehingga perfusi jaringan dapat
vasokontriksi. diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain darah secara rutin dapat mengetahui
dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan perkembangan dan keadaan pasien.
gula darah secara rutin dan terapi oksigen.

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urine, diet


berlebih dan retensi cairan dan natrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawaan selama 3 x 24 jam klien dapat mempertahankan
berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria Hasil :
a. Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.
b. BB stabil.
c. TTV dalam batas normal (RR: 16-24 x/menit; N: 60-100 x/menit; TD: 120/80;
T: 36,5-37,5 0C)
d. Tidak ada edema
e. Turgor kulit baik
f. Membran mukosa lembab

Intervensi Rasional
Mandiri :

23
a. Identifikasi faktor penyebab a. Untuk menentukan tindakan
keperawatan
b. Batasi masukan cairan b. Pembatasan cairan akan
menentukan berat tubuh ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi.
c. Anjurkan klien untuk melakukan c. Agar tidak terjadi imobilitasi
aktifitas pergerakan seperti berdiri,
meninggikan kaki
d. Kurangi asupan garam, pertimbangkan d. Agar tidak terjadi peningkatan
penggunaan garam pengganti natrium

HE :
e. Jelaskan pada pasien dan keluarga e. Pemahaman meningkatkan
tentang pembatasan cairan. kerjasama pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan
f. Bantu pasien dalam menghadapi f. Kenyamanan pasien meningkatkan
ketidaknyamanan akibat pembatasan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
cairan.
Kolaborasi :
g. Berikan diuretik g. Diuretik bertujuan untuk
g. furosemide, spironolakton, menurunkan volume plasma dan
hidronolakton menurunkan retensi cairan di jaringan
h. Adenokortikosteroid,golongan sehingga menurunkan resiko terjadinya
prednisone edema paru.Adenokortikosteroid,
golongan predison digunakan untuk
menurunkan proteinuri.
Observasi :
h. Kaji status cairan dengan menimbang h. Pengkajian merupakan dasar dan
berat badan perhari, keseimbangan data dasar berkelanjutan untuk
masukan dan pengeluaran, turgor kulit dan memantau perubahan dan mengevaluasi
adanya edema, distensi vena leher. intervensi.
i. Kaji tanda tanda vital i. Untuk mengetahui kondisi pasien

24
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa mulut.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat mempertahankan
masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Tidak ada keluhan anoreksia, nausea.
- Porsi makan dihabiskan
- BB meningkat
Intervensi Rasional
Mandiri :
a. Berikan makanan dalam porsi kecil a. Memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
tapi sering meminimalkan rasa mual dan muntah
b. Beri nutrisi dengan diet lunak, tinggi b. Memenuhi kebutuhan nutrisi adekuat
kalori tinggi protein
HE :
c. Anjurkan kepada orang tua c. Menambah selera makan dan dapat
klien/keluarga untuk memberikan menambah asupan nutrisi yang
makanan yang disukai dibutuhkan klien
d. Anjurkan kepada orang tua d. Dapat meningkatkan asam lambung
klien/keluarga untuk menghindari yang dapat memicu mual dan muntah dan
makanan yang mengandung gas/asam, menurunkan asupan nutrisi
pedas
Kolaborasi :
e. Berikan antiemetik, antasida sesuai e. Mengatasi mual/muntah,
indikasi menurunkan asam lambung yang dapat
memicu mual/muntah

Observasi : f. Untuk mengetahui perubahan nutrisi


f. Kaji kemampuan makan klien klien dan sebagai indikator intervensi
selanjutnya

25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel, dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Penyebab : Infeksi misalnya pielonefritis kronik, Penyakit peradangan misalnya
glomerulonefritis, Penyakit vaskuler hipertensif, Gangguan jaringan
penambung, Gangguan kongenital dan herediter, Penyakit metabolik dan Nefropati
toksik.
Tanda dan gejala : Wajah terlihat pucat, oedema anasarka,malaise, nafas terasa
sesak, gatal-gatal, keluar darah dari hidung, turgor kulit kering, rambut kusam dan
kemerahan dan tremor.

B. Saran
Diharapkan dapat memahami konsep asuhan keperawatan gagal ginjal kronik dan dapat
menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik,
khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem urinari dan mampu
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

26
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Edisi 8 Buku 3 Bahasa Indonesia. Elsevier.

Brunner & Suddarth. (2014). Textbook of Medical – Surgical Nursing. 13th edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

LeMone, Priscilla., Burke, Karen M., dan Bauldoff, Gerene. (2017). Medical Surgical
Nursing: Critical Thinking in Patient Care. Edisi Bahasa Indonesia, alih bahasa Wuri
Praptini, dkk. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai