Anda di halaman 1dari 7

Terkena imbasnya.

Penggerak utama perubahan ini adalah kaum muda dengan ide idenya yang
cemerlang , keberanian menanggung risiko , kejelian menangkap dan menciptakan peluang ,
serta dipenuhi dengan motivasi , kreativitas, kecepatan , dan idealisme yang tinggi.

Oleh sebab itu, ekonomi baru , khususnya dunia bisnis di era bisnis di era digital ini ditandai
dengan fenomena – fenomena sebagai berikut :

Semua layanan dan produk kompetitif serta baru ini bisa diakses semua orang melalui
perangkat digital mereka. Semua informasi terkait jasa dan produk yang dijual bisa diakses
kapan saja , di mana saja, dan oleh siapa saja secara seketika melalui perangkat teknologi
(gadget) yang dimiliki.

Produk – produk dan jasa yang ditawarkan memiliki harga yang sangat kompetitif dan murah
dibanding barang barang yang dijual secara konvensional.

Dalam digital economy era semua berlomba – lomba menawarkan kemudahan , kecepatan,
dan kenyamanan kepada konsumen. Artinya , semua beralih paradigmanya menjadi customer
centric.

Era bisnis digital juga menawarkan pilihan atau perbandingan sehingga konsumen sungguh –
sungguh bisa menjadi raja. Mereka mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya dalam
memutuskan dan memilih produk mana yang akan dibeli.

Era bisnis digital juga memungkinkan semakin banyak orang terlibat bukan saja sebagai
konsumen, tetapi juga sebagai rantai produksi barang dan layanan. Pembeli bisa menjadi
penjual , penjual bisa menjadi pembeli, dan semua saling berkaitan membentuk hubungan yang
saling mengutungkan.
DIGITAL INSURANCE : A QUIET REVOLUTION

Era digital saat ini membuat atau lebih tepatnya lagi seperti memaksa pelaku industry asuransi
untuk memiliki para digma customercentric. Sejumlah analisis, antara lain dari The Digital
Insurer dan Capgemini menyebutkan bahwa tren penggunaan Internet dan mobile devices juga
memaksa industry asuransi melakukan perubahan perubahan signifikan. The digital Insurer
misalnya, bahkan menyebut tengah terjadi fenomena “quiet revolution” di dunia asuransi
sebagai imbas meluasbta penggunaan internet yang mengakibatkan perubahan perilaku
konsumen.

Hasil analisis Swiss Re yang dirujuk The Digital Insurer menyebutkan, kini konsumen asuransi
makin sering melakukan riset internet untuk menentukan produk yang hendak dibeli.
Kebutuhan akan informasi perbandingan produk asuransi meningkat. Ini yang menyebabkan
situs situs perbandingan produk asuransi menjadi pilihan utama riset konsumen.

Menurut analisis Swiss Re, tren saat ini , 60 persen masyarakat dunia masih menggunakan agen
konvensional atau asuransi yang dijual bank. Sementara , di Asia Pasifik , Timur Tengah , dan
Eropa Timur, penggunaan agen konvensional serta bancassurance masih cukup dominan (90
persen) . Meskipun demikian, tren penggunaan sarana internet untuk menelisik informasi
maupun pembelian polis asuransi digital secara umum terus meningkat.

Analisis di atas juga memperkirakan , peningkatan itu akan berlangsung lebih cepat dari yang
diperkirakan sebelumnya bila melihat tren pertumbuhan penggunaan internet dan smartphone
di kawasan AsiaPasifik dan belahan bumi lainnya.

Perusahaan – perusahaan asuransi kelas dunia pun tak tinggal diam. Mereka bukan sekedar
mencermati, namun juga sungguh sungguh meriset untuk menemukan kanal kanal distribusi
produk yang baru. Direct marketing secara online sudah mulai dilakukan, meski penjualan
dengan model tersebut belum sesignifikan dibanding melalui agen atau bank.

Namun penataan situs situs dengan informasi yang mudah diakses, kecepatan memberikan
respon, kehadiran di social media, semuanya sudah menjadi tuntutan sales force yang melek
teknologi. Dengan kata lain, perusahaan perusahaan asuransi tidak bisa tinggal diam
menghadapi perubahan perilaku konsumen.

Kita patut bersyukur bahwa perkembangan industry perasuransian telah meningkat setiap
tahunnya sejalan dengan meningkatnya insurance minded di kalangan masyarakat. Masyarakat
kita mulai memahami bahwa asuransi merupakan bagian dari kegiatan manajemen risiko yang
memberikan jaminan dan proteksi terhadap harta benda serta jiwa seseorang , kata ketua OJK
Mulaiman Darmansyah Haddad (Pikiran Rakyat , 8 November 2015).

Dari hasil survel literasi keuangan yang dilakukan oleh OJK pada tahun 2013 diketahui bahwa
baru 18 persen masyarakat Indonesia yang memahami produk asuransi. Semantara itu , baru 12
persen masyarakat Indonesia yang sudah memanfaatkan produk asuransi. Temuan masalah
berikutnya adalah rendahnya aksesbilitas dan distribusi produk asuransi di tengah – tengah
masyarakat. Fakta di lapangan , kehadiran kantor kantor asuransi di daerah daerah masih
tergolong rendah.

Kapasitas pemasaran produk asuransi pun masih terbatas karena masing masing menggunakan
model pemasaran konvensional , yakni dengan memanfaatkan kantor cabang/ kantor
pemasaran yang jumlahnya juga masih terbatas. Dari pemapara di atas, kita bisa lihat bahwa
memang penetrasi industry asuransi ke masyarakat kita masih rendah.
PENOPANG PERKEMBANGAN ASURANSI DIGITAL DI INDONESIA

Tren Asuransi digital saat ini juga tengah melanda Indonesia. Sebagaimana sudah disinggung si
muka, prospel perkembangan asuransi digital sudah tidak terbantahkan. Di sisi lain,
pertumbuhan industry asuransi Indonesia juga terus positif. Tak pelak lagi, asuransi digital pun
akan mengikuti arah perkembangan tersebut. Bahkan , ada kemungkinan akan melaju lebih
cepat dari yang pernah dibayangkan semula.
TREN PERUSAHAAN ASURANSI GO DIGITAL

Berbagai analisis yang sudah kita bedah di bab – bab sebelumnya menegaskan , tren asuransi
digital sudah tak terbendung lagi. Ini sangat dipahami oleh sejumlah perusahaan asuransi
nasional maupun internasional yang beroperasi di Indonesia. Itu sebabnya, saat ini perusahaan
– perusahaaan tersebut sudah mulai menginvestasikan dana yang besar untuk bertransformasi
dengan menambah channel distribusi melalui asuransi digital. Perusahaan – perusahaan ini juga
tengah bekerja keras membekali sales force mereka dengan paradigm baru asuransi di era
digital. Termasuk di dalamnya mengenalkan system digital melalui digital aplikasi aplikasi untuk
mempermudah konsumen membeli produk mereka.

Bagaimanapun, tren asuransi digital sudah tidak bisa dibendung lagi. Togar pasaribu, direktur
Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan, sejumlah anggota AAJI telah
mulai go digital secara bervariasi. Mereka menerapkan system digitalisasi dalam hal penawaran
produk asuransi hingga cara mengisi polis. Rekrutmen agen secara online juga dilakukan ,
termasuik penjualan produk- produk asuransi melalui website hingga pengiriman polis secara
digital (kontan.co.id, 24 Maret 2016).

Masih Menurut Togar, perusahaan perusahaan asuransi di Indonesia mulai gencara


mempromosikan penggunaan layanan digital dalam proses berasuransi. Memang , layanan
asuransi digital menurutnya belum sepopuler layanan keuangan digital di bank. Walaupun
begitu, di prediksi kedepannya akan semakin banyak yang menggunakan layanan asuransi
digital.

Dengan layanan digital, biaya operasional seperti biaya kurir, transportasi, hingga biaya cetak
polis dapat terpangkas hingga 50% . Tentu saja ini akan menguntungkan nasabah karena biaya
premi yang lebih murah dibanding layanan konvensional. Saya optimistis di masa mendatang
pembelian produk asuransi secara digital akan menjadi pilihan masyarakat. Kuncinya edukasi ke
masyarakat , kata Togar.

Asuransi Sinar Mas (ASM) ternyata jauh jauh hari juga sudah bersiap menyambut tren asuransi
digital. Mereka sudah mulai menggunakan media online untuk keperluan promosi dan informasi
ke pelanggan. Tahun 2016, mereka bergerak lebih maju lagi dengan menyiapkan pelatihan –
pelatihan khusus bagi para agen untuk menyambut tren asuransi digital. Asuransi Sinar Mas
sudah menyiapkan mobile application e- partner bagi para agennya untuk mendukung fungsi
pencetakan polis secara online, mengetahui status pembayaran polis , dan melakukan
komunikasi dengan petugas ASM.

Paparan di atas menggambarkan , industri asuransi di Indonesia sudah mengarahkan


pandangannya kepda tren asuransi digital. Memang sudah cukup banyak perusahaan asuransi
yang aware dengan tren tersebut, dan kemudian menyiapkan diri sedini mungkin. Sebagian lagi
menganggap , belum perlu melakukan langkah – langkah , dan lebih memilih untuk menunggu
perkembangan berikutnya. Apa pun pilihan sikapnya , menurut saya semua pihak memang
harus menyiapkan diri dan menata strategi untuk menghadapi tren asuransi digital. Jangan
sampai perubahan ke depan yang sangat mungkin berlangsung lebih cepat lagi makin tak
terkejar ketika kita tidak bersiap sejak sekarang.
ASURANSI DIGITAL : MASA DEPAN ASURANSI DUNIA

Asuransi digital bila dirumuskan secara sederhana adalah produk asuransi yang dalam
prosesnya mulai dari pencarian informasi , pemilihan produk, perencanaan assessment of risk /
underwriting, negosiasi, tanda tangan kontrak , pembayaran , hingga klaim dilakukan dengan
menggunakan perangkat elektronik / digital (smartphone, tablet, laptop, dll) . Memang untuk
produk – produk tertentu ada sebagian proses yang harus dilakukan secara konvensional ,
namun secara keseluruhan asuransi digital lebih menumpukan prosesnya pada penggunaan
mekanisme elektronik (perangkat lunak / aplikasi )

Apakah produk – produk asuransi digital sama dengan produk – produk asuransi konvensional ?
Boleh dibilang produk – produknya sama atau hamper sama, akan tetapi yang membedakan
barangkali kemasan , nama, dan terutama sekali mekanisme atau system penjualannya. Produk
– produk asuransi digital sepanjang mekanisme penjualan dan proses – prosesnya bisa
dilakukan secara online atau menggunakan system digital. Itu sebabnya, saat ini sejumlah
perusahaan membuka distribution channel melalui system digital. Mereka juga terus
menyiapkan sales force untuk belajar memahami tren asuransi ini, termasik belajar
menggunakan perangkat – perangkat teknologi untuk mendukung proses penjualam asuransi
dengan system digital .

Anda mungkin juga menyukai