Anda di halaman 1dari 4

KERANGKA ACUAN

PEMERIKSAAN MOBILE VCT


DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTARAJA
TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN
Perkembangan epidemi HIV-AIDS dan IMS di dunia telah menyebabkan HIV-AIDS
menjadi masalah global dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Dalam rangka mempercepat akselerasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia,
sangatlah penting untuk memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta
pengobatan dimana keduanya merupakan komponen penting dan saling melengkapi.
Berdasarkan laporan UNAIDS 2006 menunjukkan bahwa orang dengan HIV/AIDS yang
hidup 39,4 juta orang, dewasa 37,2 juta penderita,anak-anak dibawah usia 15 tahun berjumlah 2,3
juta penderita.Sedangkan di kawasan Asia Pasifik terjadi peningkatan yang cukup tajam,
termasuk di Indonesia. (Pedoman pengembangan jejaring layanan dukungan, perawatan dan
pengobatan HIV/AIDS Dep-Kes RI Ditjen P2PL 2007)
Berdasarkan laporan situasi perkembangan HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan
30 Juni 2010, secara komulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 21.770 kasus yang
berasal dari 32 provinsi dan 300 kabupaten/kota. Cara penularan kasus AIDS komulatif
dilaporkan melalui hubungan seks heteroseksual (49,3%), Injecting Drug User atau IDU
(40,4%), hubungan seks sesama lelaki (3,3%), dan perinatal (2,7%). (Rencana operasional
promkes dalam pengendalian HIV-AIDS,Kemenkes RI 2011 ).
Kecenderungan menunjukkan bahwa Indonesia dalam waktu dekat akan beresiko
mengalami epidemi yang lebih besar. Peningkatan kasus penularan HIV di kalangan kelompok
beresiko di beberapa daerah di Indonesia menjadi salah satu indikator potensi kenaikan yang
cukup mengkhawatirkan. Dan ditambah ketidaktahuan akan perilaku beresiko tinggi penularan
HIV dan IMS serta tidak pedulinya memeriksakan diri karena belum ada keluhan menyebabkan
penularan IMS dan HIV akan semakin meningkat dan membongkar kasus-kasus HIV yg ada di
bawah akan sulit dilakukan.
II. LATAR BELAKANG
Program penanggulangan IMS dan HIV/AIDS telah berjalan di Indonesia kurang lebih
selama 20 tahun sejak ditemukannya kasus AIDS yang pertama pada 1987. Jumlah kasus
kumulatif HIV/AIDS di Bali mencapai 13.621kasus sampai dengan februari 2016, dimana
sebagian besar kasus terdapat di Denpasar sebanyak 5.333 (40 %) kasus. Hingga kini program
penanggulangan telah berkembang pesat meliputi pencegahan hingga pengobatan, perawatan dan
dukungan. Perkembangan program ini menunjukkan pula pemahaman yang lebih baik para
penyelenggara dan pelaksana program terhadap persoalan IMS dan HIV/AIDS serta
berkembangnya ragam, besaran dan percepatan respon untuk mengatasinya.
Akan tetapi penularan virus HIV terus meningkat, estimasi yang dibuat belum bias
tercapai, ini menyatakan bahwa masih ada kasus-kasus yang belum terungkap. Kurangn
disadarinya risiko penularan IMS dan HIV/AIDS oleh kelompok beresiko serta rendahnya
kesadaran untuk mengetahui status HIVnya yang ditunjukkan dengan masih cukup besarnya
kasus AIDS yang ditemukan pada stadium lanjut di Rumah Sakit sehingga menyebabkan
tingginya tingkat kematian kasus AIDS merupakan isu strategis yang digunakan sebagai sasaran
respon pengendalian epidemi HIV dan AIDS.
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai penyakit menular ini melalui
pendidikan dan advokasi masyarakat menjadi hal yang utama. Tujuannya untuk mencegah
penyebaran epidemi ini lebih luas lagi. Kalau tidak, maka stigma, diskriminasi dan ketidaktahuan
akan tetap menjadi kendala bagi upaya penanggulangan lebih jauh.
Infeksi Menular Sexual (IMS) merupakan satu diantara penyebab penyakit utama di dunia dan
telah memberikan dampak luas pada masalah kesehatan, sosial ekonomi di banyak negara. Pada
tahun 1991, WHO telah mempublikasikan suatu rekomendasi penatalaksanaan pasien IMS yang
bersifat paripurna, yang secara luas berkaitan dengan; upaya pengnggulangan, pencegahan dan
program-program perawatan untuk IMS dan infeksi HIV.
Keberadaan virus HIV dan AIDS telah menarik perhatian dunia terhadap penanggulangan
dan pemberantasan IMS. Terdapat kaitan erat antara penyebaran IMS dan penularan HIV, baik
IMS yang ulseratif maupun non ulseratif, telah terbukti menularkan HIV melalui hubungan
sekual.
Sebagian besar kasus HIV dan AIDS terjadi pada kelompok perilaku beresiko tinggi
yang merupakan kelompok yang dimarjinalkan, maka program-program pencegahan
danpengendalian HIV dan AIDS memerlukan pertimbangan keagamaan, adat-istiadat dan norma-
norma masyarakat yang berlaku disamping pertimbangan kesehatan. Penularan dan penyebaran
HIV dan AIDS sangat berhubungan dengan perilaku beresiko, oleh karena itu pengendalian harus
memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh tehadap perilaku tersebut. Pekerja seks baik
langsung maupun tak langsung (seperti : kafe,spa,dll) adalah salah satu kelompok resiko tinggi
penularan virus HIV. Mengingat waktu kerja mereka lebih banyak di malam hari dan istirahat di
siang hari maka jadwal untuk memeriksakan diri mereka sangat jarang dilakukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka sangat diperlukan layanan mobile klinik IMS dan
VCT untuk mengakomodir kebutuhan kelompok resiko seperti ini. Sehingga perkembangan
HIV/AIDS di Kota Denpasar akan bias ditekan. Pengungkapan kasus sedini mungkin sehingga
sesegera mungkin dapat ditanggulangi sekaligus membantu pencegahan penularan kepada
masyarakat lain.

III. TUJUAN
1. Memperluas upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS pada ibu hamil.
2. Mempermudah masyarakat untuk mendapatkan akses ke semua layanan baik informasi,
edukasi, terapi atau dukungan psikososial
3. Meningkatkan penemuan kasus sedini mungkin
4. Meningkatkan upaya pemberian terapi sesegera mungkin
5. Meningkatkan kualitas layanan VCT dan IMS di Puskesmas

IV. CARA KEGIATAN


1. Petugas klinik VCT/IMS puskesmas merencanakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan
populasi kunci diluar gedung .
2. Petugas klinik VCT menginformasikan kepada petugas laboratorum untuk melaksanakan
pemeriksaan diluar gedung dan diluar jam kerja.
3. Petugas laborat dan Petugas VCT/IMS melaporkan ke kepala puskesmas.
4. Petugas membuat surat perintah tugas dari kepala puskesmas dan membawa daftar lokasi.
5. Petugas laboratorium menyiapkan alat dan reagen pemeriksaan.
6. Petugas VCT melakukan konselor dan meminta persetujuan pasien untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium.
7. Petugas laborat mengambil spesimen pasien setelah pasien menandatangani inform consed.
8. Petugas melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur parameter pemeriksaan
laboratorium yang diminta.
9. Petugas laboratorium membawa limbah sisa pemeriksaan ke puskesmas untuk dilakukan
pemisahan dan pengolahan limbah.
10. Petugas laboratorium menulis hasil pemeriksaan di form hasil pemeriksan dan di register
pasien VCT/IMS.
11. 11.Petugas mengirim hasil ke petugas klinik VCT/IMS yang meminta pemeriksaan.

V. PESERTA
a. Tokoh kunci tempat yang akan di mobile
b. Petugas/ Tim dari Puskesmas
c. Petugas Lapangan
d. Ibu hamil

VI. TEMPAT
Posyandu

VII. WAKTU
Kegiatan ini dilakukan setiap bulan dari bulan januari sampai dengan bulan desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai