PENDAHULUAN
Salah satu strategi Pembangunan Kesehatan Nasional dalam rangka menuju Indonesia
Sehat 2010 adalah menerapkan pembangunan kesehatan yang berwawasan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Artinya, setiap upaya program harus berdampak positif dalam
membentuk perilaku sehat dan lingkungan sehat. Padahal tidak semua orang bisa bergaya
hidup sehat. Menurut penelitian, ada empat gaya hidup sehat yang harus dijalankan yaitu
berhati-hati dengan makanan (diet), menghindari alkohol, olahraga, dan menghentikan
kebiasaan merokok. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian terhadap lebih dari 1.500 orang
berusia 70-90 tahun yang berasal dari 11 negara Eropa, ternyata mereka yang menjalankan
empat gaya hidup sehat itu memiliki kondisi kesehatan yang positif. Untuk itu orang harus
meminimalkan konsumsi alkohol dan menghindari rokok . Rokok secara luas telah menjadi
salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Adapun penyebab utama kematian para
perokok itu adalah kanker, penyakit jantung, paru-paru, dan stroke. Selain kanker juga
menyebabkan gangguan stress di ruang perkantoran. Betapapun diungkapkan berbagai
kalangan peneliti tentang berbagai bahaya rokok untuk kesehatan, tetapi para perokok
seakan-akan tidak peduli terhadap hasil berbagai penelitian itu. Penelitian terbaru yang
melibatkan 34.439 orang dan dipublikasikan oleh British Medical Journal menunjukkan,
merokok membuat seseorang tidak panjang umur. Jika dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok, usia para perokok rata-rata lebih pendek 10 tahun dan menghabiskan uang
jutaan dolar. Merokok, minum alkohol, mengendarai kendaraan tanpa sabuk pengaman,
seks yang tidak aman khususnya mereka yang hidupnya hanya untuk bersenang-senang
(having fun) merupakan risky behavior yaitu perilaku berisiko tinggi mengalami kecacatan
dan kematian dini. Penyakit dan kematian dini akibat rokok di banyak negara terbukti
meningkat dari waktu ke waktu. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Hari
tanpa tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei tidak menyurutkan perokok
untuk mengurangi kebiasaannya. Sebagian perokok di Indonesia telah menganggap bahwa
merokok adalah suatu kebutuhan yang tidak bisa dielakkan, sehingga merokok adalah hal
biasa bagi kaum muda. Penampilan bagi kaum muda menjadi modal utama dalam bergaul
tidak saja dengan sesama jenis, tetapi juga dengan lawan jenis. Merokok merupakan cara
untuk bisa diterima secara sosial. Jadi, sebagian dari mereka yang merokok disebabkan
tekanan teman-teman sebayanya. Walaupun ada juga yang merokok disebabkan melihat
orang tuanya yang merokok .Pada dasarnya, perokok pemula biasanya diawali dengan rasa
mual, batuk, dan perasaan tidak enak lainnya, tetapi tetap saja mereka merokok meskipun
sebenarnya mereka cukup well-informed terhadap bahaya merokok. Merokok adalah
membakar tembakau kemudian dihisap asapnya baik menggunakan rokok maupun
menggunakan pipa. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui dua
komponen. Pertama, komponen yang lekas menguap berbentuk gas. Kedua, komponen
yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap
rokok yang dihisap dapat berupa gas sejumlah 85 persen dan sisanya berupa partikel. Asap
yang dihasilkan rokok terdiri dari asap utama (main stream smoke) dan asap samping (side
stream smoke). Asap utama adalah asap tembakau yang dihisap langsung oleh perokok,
sedangkan asap samping adalah asap tembakau yang disebarkan ke udara bebas, sehingga
dapat terhirup oleh orang lain yang dikenal sebagai perokok pasif. Asap rokok yang dihisap
itu mengandung 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis daya kerja terhadap tubuh.
Beberapa bahan kimia yang terdapat dalam rokok mampu memberikan efek yang
mengganggu kesehatan, antara lain karbonmonoksida, nikotin, tar, dan berbagai logam
berat lainnya. Karbonmonoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah dan
membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Nikotin adalah obat perangsang (stimulus
drug) yang bisa memberikan rangsangan, ketagihan, perasaan senang sekaligus
menenangkan. Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada
paru-paru. Karena itu seseorang akan terganggu kesehatannya apabila merokok terus-
menerus. Hal itu disebabkan nikotin dalam asaprokok yang dihisap.Menghentikan perilaku
merokok bukanlah usaha mudah, terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Hasil survei yang
dilakukan oleh LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), dari 375 responden
yang dinyatakan 66,2 persen perokok pernah mencoba berhenti merokok, tetapi mereka
gagal. Kegagalan ini ada berbagai macam; 42,9 persen tidak tahu caranya; 25,7 persen sulit
berkonsentrasi dan 2,9 persen terikat oleh sponsor rokok. Sementara itu, ada yang berhasil
berhenti merokok disebabkan kesadaran sendiri (76 persen), sakit (16 persen), dan tuntutan
profesi (8 persen).
Di Indonesia, terapi berhenti merokok melalui bagian berhenti merokok atau smoking
cessation section belum banyak dikenal. Padahal melalui bagian tersebut seseorang akan
mendapat terapi berdasarkan tahap demi tahap serta konseling dari para ahli. Pelayanan
kesehatan untuk berhenti merokok lebih banyak didasarkan pada pengalaman orang lain.
Dalam studi Antropologi Kesehatan, Kleinman membagi pelayanan kesehatan dalam tiga
sektor dimana ketiga sektor itu saling tumpang-tindih dan saling berhubungan. Sektor
popular (the popular sector) menunjuk pada orang awam, tidak professional, dan bukan
spesialis. Pilihan terapi digunakan oleh orang-orang umumnya tidak membayar dan tanpa
konsultasi baik kepada pengobat tradisional maupun medis modern. Penyembuhan biasanya
dilakukan sendiri dan nasihat dari teman, tetangga, teman kerja, dan kerabat. Sektor rakyat
(the folk sector) pelayanan kesehatan umumnya terdapat pada masyarakat non-Barat yang
dilakukan oleh penyembuh yang sakral/sekuler atau campuran keduanya. Sedangkan sektor
professional (the professional sector) dikenal sebagai pelayanan kesehatan biomedis
(biomedicine atau allopathy) yaitu Medis Barat seperti dokter dan paramedis. Masalah
rokok juga menjadi persoalan sosial ekonomi, karena 60 persen dari perokok aktif atau
sebesar 84,84 juta orang dari 141,44 juta orang adalah mereka berasal dari penduduk
miskin atau ekonomi lemah yang sehari-harinya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan
pokoknya. Selain itu, dengan berkurangnya hari bekerja yang disebabkan sakit, maka rokok
menurunkan produktivitas pekerja. Dengan demikian, jumlah pendapatan yang diterima
berkurang dan pengeluaran meningkat untuk biaya berobat. Aspek sosial akibat rokok yaitu
mempengaruhi keluarga, teman, dan rekan kerja dalam satu kantor. Seseorang yang bukan
perokok bila terus-menerus terkena asap rokok dapat menderita dampak risiko paling besar
yaitu terkena penyakit jantung. Para perokok dapat juga menyebabkan bau nafas tidak
sedap, warna kecoklatan pada kuku dan gigi, serta bau tidak enak pada rambut dan pakaian.
Selain itu, merokok juga menyebabkan penurunan kecantikan yaitu keriput pada kulit lebih
mudah terlihat, sehingga terkesan lebih tua dari usia yang sebenarnya. Karena itu, perilaku
untuk tidak merokok di tempat umum atau ruangan tertutup adalah suatu kebiasaan baru
dalam proses belajar yang perlu untuk terus dilanjutkan. Ditinjau dari segi moral, perokok
yang kecanduan terkadang mengambil atau meminta uang ayahnya, tetangganya, atau
temannya untuk membeli rokok. Berdasarkan data yang terdapat di pengadilan, 95 persen
pelaku tindakan kriminal adalah para perokok 13, sehingga negara harus menanggung biaya
hidup para tahanan di penjara. Sebenarnya Negara dan masyarakat telah melupakan bahwa
mereka kehilangan uang sebanyak Rp 20.000.000.000.000,00 per tahun bukan hanya ulah
para perokok, melainkan juga akibat gangguan kesehatan yang disebabkan rokok; yang
sebenarnya dapat diinvestasikan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Orang yang
merokok satu bungkus satu hari seharga Rp 2.500,00 - Rp 3.000,00 dapat menghabiskan
uang sebesar Rp 1.000.000,00 per tahun. Apalagi orang yang merokok empat bungkus
dalam satu hari, maka uang yang dikeluarkan bisa berjuta-juta rupiah dalam satu tahun.
Mereka yang sudah ketagihan (ketergantungan) rokok apabila pemakaiannya dihentikan,
mucullah “sindrom putus rokok” dengan gejala-gejala seperti mudah tersinggung, cemas,
dan gangguan konsentrasi.
II. ADIKSI TEMBAKAU
TEMBAKAU
Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika, di mana
bangsa pribumi menggunakannya dalam upacara adat dan untuk pengobatan. Tembakau
digunakan pertama kali di Amerika Utara, tembakau masuk ke Eropa melalui Spanyol
(Basyir 2006). Pada awalnya hanya digunakan untuk keperluan dekorasi dan kedokteraan
serta medis saja. Setelah masuknya tembakau ke Eropa tembakau menjadi semakin populer
sebagai barang dagangan, sehingga tanaman tembakau menyebar dengan sangat cepat di
seluruh Eropa, Afrika, Asia, dan Australia .
Mulai abad ke-15, konsumsi tembakau terus tumbuh. Pada abad ke-18, tembakau telah
diperdagangkan secara internasional dan menjadi bagian dari kebudayaan sebagian besar
bangsa di dunia. Lalu pada abad ke-19 orang – orang Spanyol memperkenalkan cerutu ke
Asia lewat Fhilipina dan kemudian ke Rusia dan Turki sehinga rokok mulai menggantikan
penggunaan tembakau pada pipa, tembakau kunyah dan hirup. Dengan cara itulah,
tembakau menyebar ke negara – negara lainnya.
Pada tahun 2003, dalam menanggapi pertumbuhan penggunaan tembakau di negara
berkembang, World Health Organization (WHO) berhasil mengumpulkan 168 negara untuk
menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau. Konvensi ini
dirancang untuk mendorong penegakan hukum yang efektif di semua negara. Tanaman
tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis atau Spanyol pada abad
ke-16. Menurut Rhupius, tanaman tembakau pernah dijumpai di Indonesia tumbuh
dibeberapa daerah yang belum pernah di jelajahi oleh bangsa Portugis atau spanyol.
Klasifikasi Tembakau
Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol
"tabaco" dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa
Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan daun-daun pada tumbuhan ini
(Bartolome De La Casas) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis pipa berbentuk y untuk
menghirup asap tembakau, tetapi tembakau umumnya digunakan untuk mendefinisikan
tumbuhan obat-obatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang
dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis tumbuhan. Kata tobacco
(bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan
sejenis yang berasal dari Amerika Tembakau ialah sejenis tumbuhan herbal dengan
ketinggian kira-kira 1.8 meter (6 kaki) dan besar daunnya yang melebar dan meruncing
dapat mencapai sekurang-kurangnya 30 sentimeter (1 kaki) yang ditanam untuk
mendapatkan daunnya. Daun dari pohon ini sering digunakan sebagai bahan baku rokok,
baik dengan menggunakan pipa maupun digulung dalam bentuk rokok atau cerutu. Daun
tembakau dapat pula dikunyah atau dikulum, dan ada pula yang menghisap bubuk
tembakau melalui hidung. Selain untuk dikonsumsi, tembakau digunakan juga sebagai
pestisida organik dan, dalam bentuk tartrat nikotin, digunakan dalam beberapa obat-obatan.
Jenis Tembakau
Ada beberapa jenis tembakau yakni :
1. Tembakau Cerutu yang terdiri dari :
a. Tembakau Deli, digunakan sebagai pembungkus dalam industri rokok cerutu.
b. Tembakau Vorstenlanden, digunakan sebagai pembalut / pengisi rokok cerutu.
c. Tembakau Besuki, digunakan sebagai pembalut / pengisi rokok cerutu dan daunnya dapat
digunakan sebgai pembungkus rokok.
2. Tembakau Pipa. Tembakau ini khusus digunakan untuk rokok pipa dan bukan
pembuatan rokok cerutu dan rokok kretek.
3. Tembakau Sigaret. Tembakau ini digunakan umtuk bahan baku pembuatan rokok sigaret,
baik rokok putih maupun rokok kretek.
4. Tembakau Asli / Rejangan. Tembakau ini disebut juga tembakau rakyat, dimana
tembakau ini diolah dengan direjang lalu dikeringkan dengan penjemuran matahari.
Tembakau rakyat digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok kretek atau lainnya.
5. Tembakau Asepan yakni tembakau yang daunnya diolah dengan cara pengasapan,
tembakau ini digunakan untuk rokok lintingan (tembakau dilinting dengan kertas rokok
halus).
Produk-produk tembakau digunakan secara luas oleh masyarakat dan produksi komersial
mengacu kepada 3 tipe atau jenis sediaan tembakau sebagai berikut:
1. Gulungan tembakau (rolls of tobacco) yang dibakar dan dihisap (rokok), contohnyaadalah
bidi, cigar, cigarette.
2. Pipa (pipes), termasuk pipa air.
3. Sediaan oral (oral preparations) untuk digunakan dengan cara mengunyah, didiamkan di
dalam mulut, contohnya adalah snuff, snus, betel quid.
TREN MEROKOK
Penggunaan tembakau, baik dalam bentuk merokok dan tidak merokok, adalah merupakan
masalah umum di seluruh dunia. Tembakau dalam masyarakat tradisional Indonesia, di
samping digunakan sebagai bahan dasar (utama) rokok, juga antara lain dipergunakan
sebagai susur dalam kegiatan mengunyah sirih pada beberapa kelompok masyarakat di
Indonesia (misal, di Jawa). Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan, penggunaan
tembakau sebagai bahan dasar rokok menjadi masalah sendiri khususnya fungsi paru,
karena zat utama nikotin yang dikandungnya yang menurut berbagai ahli kesehatan
(khususnya dokter) dan dari berbagai literatur di bidang kesehatan dan kefarmasian
dikategorikan sebagai zat adiktif. Di samping itu, nikotin sebagai zat adiktif juga
dikategorikan sebagai bahan kimia berbahaya.
Apabila tembakau sebagai bahan dasar rokok kemudian dibakar (melalui kegiatan
merokok) maka akan menimbulkan akibat langsung maupun tidak langsung terhadap
kesehatan si perokok (perokok aktif) dan lingkungan si perokok secara tidak langung
(perokok pasif). Lebih cepat berhenti merokok lebih baik. Sebagai contoh, berhenti
merokok pada usia 45 tahun dapat memperbaiki fungsi paru dan mencegah kecacatan.
Sekalipun berhenti merokok dilakukan pada usia lebih lanjut (misal 65 tahun), fungsi paru
masih berpotensi untuk menjadi lebih baik dan umur harapan hidup diperpanjang.
Gambar
Fungi Paru pada Perokok yang Berhenti Merokok dan Bukan Perokok
PREVALENSI
Peninjauan sistematis dari 139 studi tentang prevalensi merokok pada saat ini ditemukan
bahwa lebih dari 1,1 miliar orang perokok di seluruh dunia, dengan sekitar 82 Persen
perokok yang berada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Prevalensi merokok
tertinggi di Eropa dan Asia Tengah, di mana 35 Persen dari semua orang dewasa adalah
perokok. Sementara prevalensi merokok keseluruhan terus meningkat dibanyak Negara
berpenghasilan rendah dan menengah, di negara berpenghasilan tinggi telah mengalami
penurunan.
Biaya ekonomi dan sosial yang ditimbulkan akibat konsumsi tembakau terus meningkat
dan beban peningkatan ini sebagian besar ditanggung oleh masyarakat miskin. Angka
kerugian akibat rokok setiap tahun mencapai 200 juta dolar Amerika, sedangkan angka
kematian akibat penyakit yang diakibatkan merokok terus meningkat. Di Indonesia, jumlah
biaya konsumsi tembakau tahun 2005 yang meliputi biaya langsung di tingkat rumah
tangga dan biaya tidak langsung karena hilangnya produktifitas akibat kematian dini, sakit
dan kecacatan adalah US $ 18,5 Milyar atau Rp 167,1 Triliun. Jumlah tersebut adalah
sekitar 5 kali lipat lebih tinggi dari pemasukan cukai sebesar Rp 32,6 Triliun atau US$ 3,62
Milyar tahun 2005 (1US$ = Rp 8.500,-)
Jumlah perokok di seluruh dunia kini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya
berada di negara berkembang. Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok
terbesar di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak pada
makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka kematian akibat
rokok. Rokok membunuh 1 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia, dengan angka kematian
dini mencapai 5,4 juta jiwa pada tahun 2005. Tahun 2030 diperkirakan angka kematian
perokok di dunia akan mencapai 10 juta jiwa, dan 70% diantaranya berasal dari negara
berkembang. Saat ini 50% kematian akibat rokok berada di negara berkembang. Bila
kecenderungan ini terus berlanjut, sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok, yang
setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan umur hidup (lost life) sebesar 20 sampai
25 tahun.
Hampir 80% perokok mulai merokok ketika usianya belum mencapai 19 tahun. Pada usia
yang rawan ini, remaja berhadapan dengan gencarnya iklan dan citra yang dijual oleh
industri tembakau, sementara kemampuan untuk menilai dan mengambil keputusan dengan
benar belum dimiliki. Umumnya orang mulai merokok sejak muda dan tidak tahu resiko
mengenai bahaya adiktif rokok.
Keputusan konsumen untuk membeli rokok tidak didasarkan pada informasi yang cukup
tentang risiko produk yang dibeli, efek ketagihan dan dampak pembelian yang dibebankan
pada orang lain.
Pemerintah perlu membuat peraturan yang melindungi anak dan remaja dari upaya agresif
industri tembakau yang menjaring mereka sebagai konsumen jangka panjangnya dan
merusak generasi sekarang maupun mendatang. Upaya perlindungan anak dan remaja dari
bahaya merokok untuk mengurangi akses mereka terhadap rokok yaitu antara lain dengan
menaikkan harga rokok, melarang penjualan rokok kepada anak-anak kurang dari 18 tahun
dan melarang penjualan rokok batangan.
Merokok menimbulkan beban kesehatan, sosial, ekonomi dan lingkungan tidak saja bagi
perokok tetapi juga bagi orang lain. Perokok pasif terutama bayi dan anak-anak perlu
dilindungi haknya dari kerugian akibat paparan asap rokok. Keluarga miskin yang tidak
berdaya melawan adiksinya dan mengalihkan belanja makanan keluarganya serta biaya
sekolah dan pendidikan anak-anaknya untuk membeli rokok perlu mendapatkan intervensi
pemerintah. Belum lagi beban keluarga perokok dan pemerintah untuk menanggung biaya
sakit akibat penyakit yang berhubungan dengan tembakau dan hilangnya produktifitas dan
sumber nafkah keluarga karena kematian dini.
1. Peningkatan cukai
Pengendalian tembakau tidak merugikan perekonomian negara, namun justru
memberikan dampak positif. Beberapa studi dengan menggunakan data Indonesia,
menyimpulkan bahwa peningkatan 10% cukai tembakau akan menurunkan konsumsi
rokok sebesar 1% - 3% dan meningkatkan penerimaan negara dari cukai tembakau
sebesar 7% – 9%. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan akan rokok bersifat inelastis,
dimana besarnya penurunan konsumsi rokok lebih kecil daripada peningkatan harganya.
Hal ini juga memperlihatkan bahwa rokok adalah barang yang menimbulkan kecanduan
bagi pemakainya. Di samping itu, penurunan konsumsi rokok akan meningkatkan
penerimaan negara dari cukai tembakau. Hasil studi ini membuktikan bahwa
peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai tembakau adalah win win solution
karena dia akan menurunkan konsumsi rokok, walau bersifat inelastis, dan pada saat
yang sama akan berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari cukai tembakau.
Tabel
Dampak Peningkatan 10% Cukai Tembakau Terhadap Konsumsi Rokok Dan
Penerimaan Negara dari Cukai Tembakau
% Penurunan % Kenaikan
Studi
Konsumsi Penerimaan
De Beyer and Yurekli, 2000 2,0 8,0
Djutaharta et al, 2005 0,9 9,0
Adioetomo et al, 2005 3,0 6,7
Sunley, Yurekli, Chaloupka, 2000 2,4 7,4
Catatan :
HJE diestimasi sebagai proporsi dari harga jual
Elastisitas harga rendah, menengah, dan tinggi adalah -0,29, -0,4, dan -0,67 berdasarkan
urutan estimasi hasil studi yang terbaik.
Undang undang No. 39 tahun 2007 tentang cukai memaparkan tentang filosofi kebijakan
cukai di Indonesia. Disitu dinyatakan bahwa cukai adalah pungutan negara yang dikenakan
terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat dan karakteristik sebagai berikut:
a) Konsumsinya perlu dikendalikan
b) Peredarannya perlu diawasi
c) Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan
hidup
d) Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan
Dari latar belakang ini, dapat disimpulkan bahwa kebijakan cukai di Indonesia dibuat untuk
mengendalikan konsumsi rokok. Oleh karena itu, sistem cukai tembakau dan tingkat cukai
yang berlaku haruslah mampu untuk mengendalikan konsumsi rokok.
Sebagai tambahan, UU No. 39 tahun 2007 juga mengamanatkan bahwa cukai hasil
tembakau di Indonesia maksimal sebesar 57% dari Harga Jual Eceran atau 275% dari
harga jual pabrik. Namun, tingkat cukai hasil tembakau ini masih jauh lebih rendah dari
tingkat cukai yang direkomendasikan oleh WHO yaitu minimal 2 per 3 dari harga jualnya.
Tabel
Tingkat Cukai Rokok dan Harga Rokok Lokal di Beberapa Negara,
Tobacco Atlas 2009
Vietnam
Indonesia
China
Korea, Rep of
Singapore
Australia
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Tax per pack (USD per pack) Price not Devoted to Tax (USD per pack)
Sistem cukai tembakau yang rumit diperkirakan akan menimbulkan beberapa implikasi
seperti:
a) Timbulnya pabrik rokok skala kecil yang dikenai cukai paling rendah.
b) Praktek subkontrak dari perusahaan rokok besar ke perusahaan kecil.
c) Tertahannya tingkat produksi rokok di skala yang lebih kecil yang dikenai cukai lebih
rendah.
d) Lebarnya rentang harga jual eceran di tingkat konsumen.
Keempat implikasi ini akan mengurangi efektifitas kebijakan cukai tembakau dalam
mengendalikan konsumsi rokok.
Tabel
Penerimaan Cukai Hasil Tembakau, 1990-2008, Indonesia
% Cukai hasil
Cukai Hasil Total Penerimaan
tembakau terhadap
Tahun Tembakau Pemerintah
total penerimaan
(Rp. Triliun) (Rp. Triliun)
Pemerintah
1990/1991 1,71 42,19 4,1
1991/1992 1,7 42,58 4
1992/1993 2,12 48,86 4,3
1993/1994 2,47 56,11 4,4
1994/1995 2,65 66,42 4
1995/1996 3,45 73,01 4,7
1996/1997 4,06 87,6 4,6
1997/1998 4,89 108,18 4,5
1998/1999 7,45 152,87 4,9
1999/2000 10,11 142,2 5
2000 13,8 205,34 6,7
2001 18,3 301,08 6,1
2002 23,08 298,6 7,73
2003 26,4 341,4 7,73
2004 28,64 407,9 7,02
2005 32,65 493,9 6,61
2006 36,96 636,2 5,81
2007 43,48 706,1 6,16
2008 49,92 959,5 5,2
Sumber : Nota Keuangan 1990-2007 dan Bea Cukai 2009
UU Kesehatan No. 36/ 2009 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat
Adiktif bagi Kesehatan
Undang-Undang Kesehatan ini disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin, 14 September
2009, menyatakan bahwa tembakau adalah zat adiktif.
Pasal 113
(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk
yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif
yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau
masyarakat sekelilingnya.
(3) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan.
Pasal 114
Pasal 115
(1) Kawasan Tanpa Rokok antara lain:
Pasal 116
Pasal 199
(2) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar kawasan tanpa rokok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda paling banyak
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
RPP Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan merupakan
turunan dari UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. UU tersebut pada pasal 113 memberikan
mandat bahwa zat adiktif harus diamankan karena membahayakan kesehatan dan
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (pasal 116) selambat-lambatnya satu tahun (pasal
202). Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 116 Undang-undang No. 36/2009 tentang
Kesehatan, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk Tembakau
sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan yang bertujuan untuk mencegah dan menanggulangi
dampak buruk penggunaan produk tembakau bagi kesehatan individu dan masyarakat.
Yang diatur dalam Pasal 3 Rancangan Peraturan Pemerintah ini adalah:
1. Informasi kandungan kadar nikotin dan tar (pasal 5)
2. Produksi dan penjualan produk tembakau (pasal 6 – 9)
3. Iklan, promosi dan sponsor produk tembakau (pasal 10 – 12)
4. Kemasan dan pelabelan produk tembakau (pasal 13 – 21)
5. Penetapan kawasan tanpa rokok (pasal 22 – 23)
Peran serta masyarakat baik secara individu, kelompok atau lembaga dibutuhkan dalam
rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Pembinaan atas penyelenggaraan
pengamanan produk tembakau sebagai zat adiktif bagi kesehatan dilaksanakan melalui
pemberian informasi dan edukasi serta pengembangan kemampuan masyarakat untuk
berperilaku hidup sehat. Sementara Pengawasan peraturan ini dilakukan oleh menteri,
kepala badan dan instansi terkait sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Undang Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah & Retribusi Daerah
Ada 4 (empat) jenis Pajak baru bagi Daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang sebelumnya
merupakan pajak pusat dan pajak Sarang Burung Walet sebagai Pajak kabupaten/kota serta
Pajak Rokok yang merupakan Pajak baru bagi Provinsi (Pasal 2).
Untuk meningkatkan akuntabilitas pengenaan pungutan, dalam Undang-undang ini
sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan
dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai
penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan
dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda sarana transportasi umum, dan Pajak
Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan
penegakan hukum.
Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah.
Pasal 94
Hasil penerimaan Pajak provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 sebagian
diperuntukkan bagi kabupaten/kota di wilayah provinsi yang bersangkutan dengan
ketentuan :
Hasil penerimaan Pajak Rokok diserahkan kepada kabupaten/kota sebesar 70% (tujuh
puluh persen).
Pasal 29
Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok
diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional.
Pasal 31
STRATEGI MPOWER
Monitor penggunaan tembakau dan dampak yang ditimbulkannya harus diperkuat untuk
kepentingan perumusan kebijakan. Saat ini 2/3 negara berkembang di seluruh dunia
tidak memiliki data dasar penggunaan tembakau pada anak muda dan orang dewasa.
Hampir 2/3 perokok tinggal di 10 negara dan Indonesia menduduki posisi ketiga.
Asap rokok tidak hanya berbahaya bagi orang yang menghisap rokok tetapi juga orang
di sekitarnya (perokok pasif). Lebih dari separuh negara di dunia, dengan populasi
mendekati 2/3 penduduk dunia, masih membolehkan merokok di kantor pemerintah,
tempat kerja dan di dalam gedung. Perlindungan terhadap asap tembakau hanya efektif
apabila diterapkan Kawasan Tanpa Rokok 100%.
Tiga dari 4 perokok di seluruh dunia menyatakan ingin berhenti merokok namun
bantuan komprehensif yang tersedia baru dapat menjangkau 5% nya. Bantuan yang
dapat diberikan adalah: 1) Pelayanan konsultasi bantuan berhenti merokok yang
terintegrasi di pelayanan kesehatan primer; 2) Quitline: Telepon layanan bantuan
berhenti merokok yang mudah diakses dan cuma-cuma; 3) Terapi obat yang murah
dengan pengawasan dokter.
Walaupun sebagian besar perokok tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan, namun
kebanyakan dari mereka tidak tahu apa bahayanya. Karena itulah, pesan kesehatan
wajib dicantumkan dalam bentuk gambar.
Dengan menaikkan cukai tembakau, harga rokok menjadi lebih mahal. Hal ini
merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan pemakaian tembakau dan
mendorong perokok untuk berhenti.
Strategi MPOWER harus dilaksanakan secara keseluruhan untuk mencapai hasil yang
efektif.
III. KESIMPULAN
1. Penggunaan tembakau, baik dalam bentuk merokok dan tidak merokok, adalah
merupakan masalah umum di seluruh dunia
2. Penggunaan tersebar luas karena harga yang relatif terjangkau, pemasaran yang
agresif, kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahaya yang ditimbulkan dan
inkonsistensi kebijakan publik mengenai pengendalian tembakau
3. Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disepakati World Health
Organisation bertujuan untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang
terhadap gangguan kesehatan, dampak sosial, lingkungan dan ekonomi karena
konsumsi tembakau dan paparan pada asap tembakau
4. Paket Intervensi Kebijakan “Cost-Effective”: MPOWER, untuk mengendalikan
tembakau( WHO, 2008), yaitu:
- Monitor Penggunaan Tembakau dan Pencegahannya
- Perlindungan terhadap Asap Tembakau
- Optimalkan Dukungan untuk Berhenti Merokok
- Waspadakan Masyarakat akan Bahaya Tembakau
- Eliminasi iklan, Promosi dan Sponsor terkait Tembakau
- Raih Kenaikan Cukai Tembakau
harus dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan