Anda di halaman 1dari 12

Seni Tradisi Joged Bumbung...

(64 – 75)

SENI TRADISI JOGED BUMBUNG


DIANTARA TONTONAN ESTETIK DAN ETIK
oleh
I Nyoman Winyana

Abstract
Joged Bumbung art is one of the performing arts that grew in the middle of an agrarian
society. Transformed into art popular among certain people because of the courage
sekaa joged tube which grows in the village Sinabun, Sawan, Buleleng, bringing the
concept of aesthetic form influenced by the culture banalistik. Mystake against
establishment ethical values in society makes the issue joged bumbung art considered
ethical tarnish art.
This research departs from the results of qualitative research conducted by relying
on field data. The method is applied rooted in primary and secondary data where the
data collected is done through audiance directly with the creators or performers.
The result showed that the tube joged sekaa art can be realized because in hold
market principles that lead to cultural capital. It affects the actions of the offender to be
outside the path of the growing aesthetic earlier. At certain population groups joged art
tube Sinabun (drilling) became popular, but on the other hand gave rise to action skiptis
because they can contaminate Joged art culture tube.

Keywords: Joged art Bumbung Sinabun, Ethics and Aesthetics

Abstrak
Seni joged bumbung adalah salah satu seni pertunjukan yang tumbuh di tengah
tengah masyarakat agraris. Menjelma menjadi seni popular di kalangan masyarakat
tertentu karena keberanian sekaa joged Bumbung yang tumbuh di Desa Sinabun,
Sawan, Buleleng, membawa pada konsep bentuk estetika yang dipengaruhi oleh budaya
banalistik. Kenorakan dalam melawan kemapanan nilai etika yang ada di tengah-tengah
masyarakat membuat isu seni joged bumbung dianggap menodai etika seni.
Tulisan ini berangkat dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan dengan
mengandalkan data lapangan. Metode yang diterapkan bersumber pada data primer dan
sekunder di mana data yang terkumpul dilakukan melalui wewancara langsung dengan
kreator atau pelaku seni.
Hasilnya menunjukan bahwa sekaa seni joged bumbung itu dapat terwujud
karena di dalam pengkemasannya memegang prinsip pasar yang mengarah pada budaya
kapital. Hal itu mempengaruhi tindakan para pelaku untuk berada di luar jalur estetika
yang berkembang sebelumnya. Pada kelompok masyarakat tertentu seni joged bumbung
Sinabun (ngebor) menjadi popular namun di sisi lain memunculkan tindakan skiptis
karena dianggap dapat mencemari budaya seni Joged bumbung.

Kata Kunci ; Seni joged Bumbung Sinabun, Etika dan Estetika

I. Latar Belakang terminology yang selama ini digunakan.


Ikhtisar dasar yang hendak Pengkajian ulang ini kemudian menggeser
dikembangkan dalam postmodernisme berbagai otoritas yang secara hegemonik
adalah perlunya pengkajian dan membelenggu peluang pilihan
pembacaan ulang atas berbagai pengetahuan manusia. Suatu asumsi yang

Vidya Samhita Jurnal Penelitian 64


Seni Tradisi Joged Bumbung... (64 – 75)

menarik adalah bahwa masyarakat kebenaran pengetahuan yang diakuinya


postmodern dihadapkan dengan sebagai pilihan. Kosekuensi
banyaknya tawaran (alternative) akan
logisnya bahwa kebenaran pengetahuan Tulisan ini merupakan hasil
tidak lagi bersifat homology (kesatuan) penelitian yang dilakukan dengan
melainkan paralogy (keragaman)”, pendekatan kualitatif sehingga data yang
(Santoso;2013,321) digunakan di dalamnya lebih menekankan
pada ulasan penjelasan kalimat secara
Pengetahuan kebenaran dalam verbal tanpa mengurangi logika berpikir
penikmatan seni khususnya seni tradisi deduktif-induktif. Data yang digunakan
telah mengalami pembagian ruang waktu bersumber pada pemilihan informan yang
yang sangat tajam. Terjadinya perubahan memiliki keterlibatan langsung maupun
itu diakibatkan oleh semakin berhasilnya data hasil olahan tulisan yang ada
kapital dan teknologi masuk ke ranah sebelumnya sebagai data primer. Analisis
kehidupan masyarakat. Hal itu kemudian dan pengecekan kembali hasil penelitian
berdampak pada tindakan budaya ini dirumus dan disusun sesuai dengan
termasuk pada pengkaburan perilaku aturan baku pelaporan yang bersifat
sosial masyarakat di dalam menikmati ilmiah.
dunia hiburan, terkadang terlepas dari
ikatan nilai normative yang ada. Dalam Konsep dan pendekatan Teoritik
dunia tontotan tradisi nilai etika menjadi Etika, merupakan cabang ilmu
tolok ukur bagi kebermaknaan seni itu filsafat yang mengurai persoalan nilai, dan
sendiri. Bagaimana etika itu bisa norma. Nilai sendiri memiliki pemahaman
mempengaruhi penikmat dalam standar yang dijadikan suatu tolok ukur
mengapresi karya seni. Bagaimana pula yang dapat memberikan tingkatan yang
keterkaitan etika dan norma di dalam berguna di dalam kehidupan manusia.
konteks seni tradisi joged bumbung dalam Bernilai juga dapat dikatakan berharga
pandangan masyarakat Hindu di Bali. secara hukum nominal namun juga dapat
Kajian ini di dasarkan pada isu dikatakan berguna di dalam kehidupan
yang menyesatkan tentang seni joged manusia. Nilai itu muncul karena adanya
bumbung yang telah dijadikan media di kebutuhan bersama yang menjadikan
dalam mencari populeritas di mana di sesuatu objek menjadi pusat kebutuhan
dalamnya telah menghina keberadaan seni yang sama-sama dibutuhkan sehingga
joged sendiri dan menjatuhkan nilai-nilai objek dimaksud menjadi bernilai. Jika saja
yang menjunjung tinggi nilai etika dan jumlah yang dibutuhkan itu berkecukupan
estetika masyarakat Hindu di Bali. Kajian maka objek menjadi bernilai rendah
ini bertujuan untuk memberikan demikian sebaliknya. Nilai atas kehidupan
pemahaman dalam perspektif kekinian adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan
yang mungkin selama ini telah ditafsir keterpenuhan dari kebutuhan hidup
secara bebas. Penegakan pemahaman ini manusia. Nilai itu dapat muncul karena
penting untuk dapat dijadikan unsur kebutuhan biologis manusia sebagai
pertimbangan tindakan yang harus mahluk dapat diberikan oleh suatu objek
diperhatikan guna menjaga stabilitas sehingga manusia merasakan
moral di dalam kehidupan masyarakat keterpenuhan yang membuat manusia
Hindu Bali umumnya. Tulisan ini didasari merasa puas, senang, damai, dan nyaman.
oleh hasil penelitian yang dilakukan di Semakin tinggi nilai yang diberikan untuk
Desa Sinabun, Sawan Buleleng. memenuhi kepuasan yang dirasakan oleh
indera manusia maka semakin tinggi pula
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 65
harga yang dikandungnya. Nilai sangat keharmonisan kehidupan sosial namun
dipengaruhi oleh budaya material juga dianggap penting untuk membangun
sehingga di dalam transaksinya nilai beradaban manusia dalam hal moral dan
sering kali dipahami sebagai alat barter pekerti. Dalam konteks kehidupan
yang sangat menentukan di dalam manusia secara tegas masyarakat Hindu
kehidupan manusia modern. Nilai juga dipilahkan dalam tiga katagori hubungan
memiliki ukuran secara metafisik artinya yang dikenal dengan Tri Hita Karana
hanya dapat dirasakan seperti perbuatan (tiga hubungan). Dalam konteks alam
baik, perbuatan amal, perbuatan jujur, makro masyarakat Bali telah dipolakan
memberi nilai yang hanya dapat diukur pada hukum tata ruang yang disebut tri
menurut rasa yang dimiliki antara subjek mandala yaitu parahyangan (ruang suci),
dan objek. Etika merupakan aturan pawongan (ruang kehidupan), dan
tingkah laku yang dibenarkan menurut palemahan, (ruang penjaga kehidupan).
hubungan sosial yang mengandung norma Di dalam konsep manusia berpikir
baik yang dituliskan maupun tidak yang masyarakat Hindu terpolakan dalam
menyangkut persoalan sopan dan tidak pemikiran sekala (nyata) dan niskala (tak
sopan, jujur dan tidak jujur, hormat dan nyata), di dalam konteks kehidupan
tidak hormat dalam tujuannya untuk masyarakat dipolakan dalam pemikiran
memberi penghargaan kepada sesama alam mahluk (bhur), alam manusia
subjek yang saling berhubungan. (bwah), dan alam dewa (swah). Dalam
Norma merupakan perilaku yang konteks seni terbelah menjadi seni wali
berhubungan dengan tindakan manusia (sakral), wewali (antara sakral dan
yang berkaitan dengan boleh dan tidak profan), walih-walihan (profan).
boleh, baik dan tidak baik yang dijadikan Pengetahuan yang telah
patokan menurut ukuran masing-masing diwariskan kepada generasi umat Hindu di
kelompok. Bisa jadi apa yang dikatakan Bali itu kemudian di dalam
baik dalam episentrum ruang dan waktu implementasinya melahirkan kebudayaan
akan berbeda pada masing-masing baik yang sifatnya tangible maupun
kelompok sesuai dengan kesepakatan baik intangable. Salah satu kebudayaan yang
secara langsung maupun tidak langsung. dihadirkan itu adalah seni atau kesenian
Dalam kaitannya dengan agama misalnya joged bumbung.
seringkali norma dihubungkan dengan Joged bumbung secara
konsep-kosep lokalitas yang mewarnai terminology kata terdiri dari joged yang
norma itu sendiri. Katakanlah untuk secara lugas berarti gerak, dinamis, dan
agama Hindu dalam perilaku dikenal menari. Bumbung adalah kata yang
istilah suba dan asubakarma (perilaku diambil dari bahasa daerah yang berarti
atau perbuatan baik dan perbuatan tidak bambu. Dalam konteks seni, joged
baik), ada konsep manacika (berpikir yang bumbung merupakan bentuk kesenian
benar), wacika (berkata yang baik), kayika yang memadukan antara seni tabuh
(berbuat yang baik). Dalam arti yang luas dengan tari. Perpaduan kedua unsur itu
konteks norma berperan untuk menghasilkan pertunjukan di mana
menumbuhkan masyarakat menjadi lebih permainan yang dikembangkan
manusiawi di dalam menjaga hubungan membolehkan penonton yang tertarik
yang sangat penting di dalam kehidupan untuk turut menari di saat pementasan seni
manusia sebagai mahluk sosial. joged berlangsung.
Pengenalan norma di dalam kehidupan Dalam kehidupan seni joged
manusia tidak saja menjadi pusat bumbung tidak terlepas perannya dalam
perhatian masyarakat untuk menjaga konteks sosial, sehingga seni joged yang
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 66
sudah dibuat apalagi diterima oleh keindahan itu kemudian memunculkan
masyarakat dianggap telah memenuhi kata “seni” yang berarti khusus yang
syarat umum baik secara unsur estetika hanya dapat dilakukan oleh orang-orang
maupun secara etika. Dalam terpilih yang mampu menangkap kekuatan
perkembangannya apa yang sudah mapan imajinatif menjadi karya yang mampu
dalam budaya masyarakat tidak selamanya dinikmati oleh orang lain.
mampu dijaga, hal itu disebabkan oleh Selanjutnya faktor yang menjadi
adanya perubahan pola tindakan dalam unsur penting di dalam pengolahan seni
kelompok tertentu. Perubahan itu mulai menyangkut persoalan ruang dan
mungkin saja tidak lagi sesuai dengan waktu. Ruang dipahami tidak hanya
pola tindakan lama sehingga kemungkinan sebagai bidang namun pengisian ruang
terjadi ketegangan sosial karena adaptasi menjadi hal penting di dalam seni. Waktu
sangat terbuka. adalah persoalan dinamika yang juga
Ketegangan dalam konteks seni menjadi unsur penting di dalam
joged bumbung merupakan salah satu pengelolaan seni untuk melahirkan
persoalan yang menarik dikaji karena keindahan. Hal penting dalam estetika
sebagai bentuk budaya khususnya seni, adalah bentuk dan isi. Bentuk dipahami
karya itu merupakan hasil dari tindakan sebagai realita yang berada di luar diri
seniman dalam hubungan sosial yang manusia sedang isi adalah bagian yang
mencoba untuk mendobrak kemapanan terdalam dari sisi manusia. Kedua hal itu
nilai yang sudah terjadi sebelumnya. Hal dihubungkan oleh rasa yang memiliki
itu terjadi sebagai akibat dari tindakan sifatnya yang halus, emosional, keras,
seniman dalam menyikapi perubahan kasar, agung. Isi dalam karya seni
budaya yang dirasa telah dipengaruhi oleh mengikat bentuk dengan menyampaikan
faktor ekonomi. pesan dan juga mengkomunikasikan
kepada orang lain. Daya yang dicurahkan
II. Pembahasan di dalam proses seni mengalami
Dalam konteks definitive seni penyusunan pola struktur dengan
joged bumbung termasuk dalam seni memainkan ruang (bentuk) dan juga
profan namun demikian ada juga seni waktu (dinamika) dengan memadukan
joged bumbung yang termasuk dalam seni pola rasa sehingga menghasilkan pola
sakral. Dalam tulisan ini yang menjadi ruang yang lebih besar dan ber-isi,
bahasan pokok adalah seni profan dalam (Sutrisno, 1993;25-34).
tradisi seni joged terkait dengan etika dan Dalam konteks sosial fungsi seni
estetika. Pendekatan kajian ini tidak dapat hadir sebagai bentuk yang
menggunakan teori estetika yang mandiri. Seni tidak dapat berdiri sendiri,
mengungkap bahwa kehadiran seni dalam hal itu adalah sifat alamiah yang
kehidupan manusia dimulai dari hal-hal berhubungan dengan manusia sebagai
yang bersifat alamiah. Memandang subjek kehidupan. Demikian juga dengan
keindahan itu berada di luar lingkup seni joged bumbung, bahwa kehadiran
manusia sehingga manusia hanya seni ini tidak lepas dari orientasi sistem
dikatakan dapat meniru keindahan yang kapital yang mempengaruhi tindakan para
telah tercipta oleh alam. Keindahan yang kreator untuk mencoba membuka
tercipta dalam perkembangannya kesempatan dalam seni profan.
mengalami perubahan paradigma di mana Sinabun merupakan Desa yang
keindahan mulai mempertanyakan terletak di Desa Sawan Kabupaten
manusia sebagai peran penting dalam Buleleng, menarik di mata budayawan
mencipta keindahan. Proses penciptaan karena para pemerhati itu termasuk yang
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 67
menyayangi budaya Bali yang sudah pembenaran perlu dikomunikan agar
terkenal mulai terusik oleh loncatan diperoleh pemahaman baru dan
perubahan yang terjadi di dalam tradisi pemahaman yang telah disepakati
seni joged Bumbung yang dikenalkan sebelumnya.
dengan membawa nama desa Sinabun.
Mengapa pemerhati budaya mulai terusik Tari dalam seni joged bumbung
oleh kreatifitas sekaa joged dari Sinabun. Media gerak menjadi sangat
Menjawab persoalan itu tampaknya harus penting dalam suatu bentuk tari. Bali
dimulai dari keadaan sekaa joged sudah memiliki pola pakem tari yang
bumbung Sinabun itu sendiri. khas. Mengapa gerak ini menjadi penting
Awal mula sekaa joged itu dimulai untuk pembahasan bentuk seni joged, hal
dari ketersediaan potensial kreator yang itu tidak terlepas dari konsumsi indah
ada di desa Sinabun. Membetuk organisasi yang dibutuhkan agar mampu menghibur
joged bumbung dengan tujuan menambah dan laris diperjualkan. Atas dasar konsep
penghasilan yang memungkinkan indah itu kemudian menjadikan pakem
dikerjakan di malam hari. Bentuk pola gerak tarian Bali mengalami
pertunjukan yang diolah di dalam komodifikasi. Perubahan seperti apa yang
pertunjukan menarik untuk dibahas dalam terjadi tampaknya dianggap sebagai suatu
kontek etika dan estetik. proses untuk saling memahami satu sama
Secara bentuk estetika maka seni lainnya. Kreator yang bertindak
joged bumbung dapat dilihat dari gerak memenuhi selera yang telah mengarah
tari dan musikal termasuk fashion dan pada rasa pemenuhan kepuasan penikmat
pakaian yang digunakan dalam telah mulai dianggap sebagai gangguan
pementasan. Dari sisi isi maka dapat dalam kelanggengan estetika seni joged
dilihat dari etika yang terselubung Bali.
membungkus bentuk seni joged bumbung. Dalam perjalanannya awal mula
Hal itu disebabkan karena setiap karya tari pergaulan seperti seni joged bumbung,
yang dibuat tidak saja memiliki bentuk karakteristik gerak senantiasa mengikuti
namun di dalamnya juga terkandung isi pola pemikiran masyarakat yang
yang mampu dikomunikasikan berkembang pada masanya. Katakan saja
(Djelantik,1992;45). pada masa budaya agraris seni gerak tari
Dalam perkembangannya seni joged berorientasi pada estetikanya yang
joged Desa Sinabun menunjukan berpedoman pada konsep dasar yang
kekhususannya yang istimewa bagi sangat kuat terikat pada bentuk agem
beberapa kelompok masyarakat. Hal yang dengan pola gerakan pinggul yang
mengejutkan telah dilakukan dalam memenuhi kreteria gerakan ke samping,
budaya seni joged bumbung. Akan tetapi mencolek hanya pada bagian belakang
perubahan yang dilakukan lebih banyak pinggul. Melakukan permulaan dengan
mendapat sorotan yang negative. Hal itu mengambil struktur pola agem kiri dan
benar di satu sisi namun di sisi lain juga kanan disertai dengan pola ulap-ulap
patut diperhitungkan mengapa (gerakan memperhatikan atau seolah
keseronokan dalam seni joged bumbung memandang dengan sudut perhatian yang
bisa diterima sekelompok masyarakat. lebih terfokus). Rupa-rupanya gerakan
Ini adalah suatu paradigma yang seperti itu sudah dianggap klise dan tidak
perlu mendapat perhatian agar mudah untuk menjualnya. Gerakan yang
pemahaman tentang apa yang benar dan muncul sebagai bentuk perubahan yang
salah jelas dimengerti oleh karena itu dianggap menjanjikan dapat digambarkan
maka dialektik dalam mencari mengoyak nilai normative di atas
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 68
panggung pertunjukan telah diubah menari. Kontak tubuh secara dekat tidak
menyerupai tari striptis yang mengarah pernah dikembangkan. Pakaian yang
pada kepuasan seksualitas. menunjukan ciri lokalitas dengan kain
Dalam kacamata gender di mana kamen penutup kaki dan pinggul dan
persoalan eksploitasi tubuh dan pelecehan bagian pinggang terlilit oleh kain panjang
terhadap harga diri wanita dianggap tabu. dengan dandanan hiasan ala penari Bali.
Pelecehan dan penistaan terjadi di sudut Etika yang dikembangkan berukuran
ruang pertunjukan. Pertama, eksploitasi ruang dalam perbedayaan imajinatif
wanita sebagai simbol penting dalam gerakan tari dan pengisian dinamika yang
konsep seni pertunjukan seni joged berbentuk dengan isian candaan yang
Sinabun ditempatkan sebagai objek yang menggoda dengan menghindari hal-hal
sangat mudah dipermainkan. Terjadinya tabu, tetap memperhatikan kepuasan
penguasaan atas tubuh wanita dikatakan dalam prime etika agama yang jelas.
telah dipraktikan secara tidak sadar oleh Gaya kedua adalah pertunjukan
wanita sendiri sebagai unsur pelaku seni joged yang mengandalkan agresifitas
(agency) dalam tindakan yang didominasi gerakan seksual dengan memberi dan
oleh kekuasaan. Agen-agen yang bermain merangsang lawan penari untuk saling
di dalam seni joged bumbung meliputi beradu sampai batas kekuatan kesopanan
pengontrak, pemimpin sekaa,(Wirawan, dan etika publik terkoyak. Beberapa
2014;292-295). Hal itu terjadi karena bagian masih tetap sama pada pola tari
adanya ketidaksadaran atau kesadaran Bali namun ketika proses keterlibatan
palsu yang muncul pada penari joged penonton dilakukan mulailah aksi itu
secara individual dan kelompok (pada dijadikan ajang untuk menunjukan
masyarakat termasuk sekaa) yang bermain keprofesionalan penari dalam batas-batas
sebagai akibat dampak ekonomi yang yang sudah tidak jelas antara menari
bermain di dalamnya. Kenyataan yang dengan merangsang. Di beberapa daerah
terjadi konsep gender yang menempatkan di Bali gaya joged kedua sering
wanita sebagai mahluk alamiah secara diberhentikan di tengah-tengah
genetic memiliki naluri seks telah pertunjukan. Lumrah hal itu terjadi karena
dimanfaatkan demi kepentingan kepuasan masyarakat mungkin lebih memberi
penikmat secara berlebihan telah dilakoni perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
tanpa sadar. Ini adalah sebuah kenyataan tabu. Dengan kenyataan seperti itu
di mana estetika dalam seni joged kehadiran seni joged tipe kedua seperti
bumbung mengalami perubahan akibat yang diurai di atas telah memberi
tekanan ekonomi. Diterima atau tidak perbedaan secara simbolik terhadap
penurunan kadar estetika seni joged yang keberadaan masyarakat sebagai wadah
berkembang tidak lagi murni sebagai atau ruang di dalam seni pertunjukan seni
estetika untuk estetika. joged itu berkembang. Artinya
Kenyataan ini memberi petunjuk kesepahaman masyarakat terhadap konsep
bahwa kesadaran rendah masyarakat di estetika seni tari ada yang memiliki
dalam menikmati bentuk keindahan perlu kesadaran tinggi dan ada pula yang
digaris bawahi. Seni joged bumbung memahami setengah bentuk di samping
memiliki dua versi, pertama adalah tidak memiliki kepedulian terhadap
pertunjukan joged yang menekankan pada dampak yang akan terjadi sehingga
gaya atau ciri dari perpaduan antara pembiaran terhadap gerakan tari yang
keahlian menari duet (berdua), dengan tidak memenuhi nilai etika dianggap
fokus untuk saling menggoda satu sama sebagai hal yang biasa menggoda menjadi
lainnya lewat keahlian atau ketrampilan dibenarkan di hadapan publik.
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 69
Dalam persoalan ini seperti dalam (pementasan). Setelah disanggupi atau
konsep dualitas dari Giddens memberikan mendapat persetujuan, kedatangan
pentujuk bahwa standarisasi di dalam pengupah selanjutnya membawa tanda
suatu pemaknaan (penafsiran) terhadap kepastian dengan memberi bentuk
kebudayaan dapat dilakukan dengan makanan khas tradisional (kawisan), berisi
menghilangkan pemikiran dualisme yang nasi, sate, lawar, dan lainnya yang dibuat
cenderung memilah secara tegas gaya- dalam bungkusan atau kemasan tradisi.
gaya yang muncul di dalam masyarakat. Pemberian makanan khas ini oleh
Pemikiran dualitas yang menerima suatu pengupah merupakan bentuk tanda jadi
keperbedaan sebagai bentuk budaya yang yang memiliki etika yang sangat dalam,
sama-sama patut diberi apresiasi, pertama dilihat dari pengupah adalah
demikian Giddens dalam utusan dari kelompok masyarakat bukan
(Priyono.2002;11). Kenyataannya untuk perorangan, sehingga tidak lagi ada
pertunjuk seni joged tipe kedua masih saja kekuatiran pembatalan. Dalam sistem
eksis pada beberapa kelompok masyarakat upah tidak terjadi proses tawar menawar
walau di beberapa kelompok tertentu juga harga yang dipatok, sekaa atau seniman
terjadi penolakan. percaya pengupah memahami berapa
jumlah upah (uang yang harus diberi).
Sistem Transaksi Pertunjukan Seni Seniman tidak pernah melakukan proses
Joged Bumbung di Sinabun tawar menawar inilah tradisi yang sering
Mulai dari sistem kontrak telah terjadi. Dalam budaya kapital mungkin ini
menunjukan bukti perubahan yang terjadi adalah salah satu budaya fatalism yang
pada model pemasaran kesenian dimiliki seniman tradisi.
tradisional. Masa lalu soal kontrak Tampaknya peribahasa lain lubuk
mengontrak tidak lazim ditemukan dalam lain ikannya mungkin patut
sistem seni tradisi. Kenyataannya dalam diperhitungkan, bahwa di lain tempat
tradisi seni joged yang dilakukan adalah budayapun berbeda kebiasaan namun
sistem upah (sesari). Setelah melakukan berkaca dari budaya yang terjadi di masa
atraksi kelompok sekaa seni diberi upah lalu tampaknya sekaa Joged di Desa
berupa uang, makanan berkecukupan, Sinabun lebih memilih transaksi yang
akomodasi (penjemputan). Perubahan lebih terbuka. Transaksi yang terjadi sama
yang ditemukan dalam seni joged di sekali tidak menganut sistem tertutup
Sinabun adalah sistem kontrak yang seperti yang dilakukan di wilayah
dilakukan oleh sekaa kepada penari yang masyarakat adat sebut saja di wilayah
dianggap potensial. dikontrak untuk ikut Gianyar atau kabupaten lainnya di Bali.
bergabung dalam sekaa dimanfaatkan Transaksi yang dipilih sudah mengaju
untuk kepentingan populeritas sekaa. Hal pada sistem dagang dengan menjadikan
ini mungkin terjadi pada sekaa gabungan aktor (seniman) sebagai barang. Hal itu
(bon-an) yang kemungkinan anggotanya dapat dikatakan demikian karena setelah
tidak berasal dari satu desa. kontrak yang dilakukan pada aktor,
Bagi masyarakat adat yang ada di pemenuhan atas permintaan pengontrak
Bali sistem atur-aturan dalam upahan hampir pasti mendapat pelayanan. Bahkan
terhadap kelompok seni sudah dilakukan bila pelayanan atas pertunjukan yang
secara mentradisi. Setiap pengupah disuguhkan itu (seni joged bumbung itu)
pertama-tama akan melakukan lobi mampu memberi kepuasan tidak tertutup
menjelaskan alasan dan juga memastikan kemungkinan terjadi tawaran kembali
tempat dan waktu termasuk kesediaan pada sang aktor untuk diberi upah
sekaa untuk melakukan ayah-ayahan tambahan. Fakta ini menunjukan bahwa
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 70
pengaruh transaksi terbuka merupakan bergoyang menyerupai adegan seks
bentuk yang berciri kapital telah dengan goyang mengarah berhadapan
mempengaruhi tindakan masyarakat di dengan penonton. Goyang pinggul dalam
mana pemilik modal memiliki kuasa gerakan tari Bali sudah diperhitungkan
untuk mengatur upah sesuai modal tenaga menurut nilai etika dengan meniadakan
dan keahlian yang diberikan. gerakan pinggul ke arah depan penonton,
Menarik untuk melihat tindakan di samping karena dianggap menantang
yang dilakukan di dalam sistem transaksi birahi juga terkesan pulgar artinya tidak
pertunjukan seni joged bumbung di Desa perlu ditutup-tutupi. Kedua gerakan
Sinabun. Pertama karakteristik pengupah kontak tubuh (mencium, memeluk,
kemungkinan besar memberi pengaruh berhimpitan) secara estetik tidak pernah
terhadap terjadinya pembongkaran budaya dikembangkan dalam pakem tari Bali.
sistem upah yang dianggap sebagai etika Bahkan jikapun ada gerakan pinggul maka
di dalam sistem transaksi masyarakat Bali yang dilakukan akan mengarah ke
mulai ditinggalkan. Kemungkinan budaya samping mengikuti perspektif dua dimensi
transaksi yang ada tidak terkait dengan dari arah depan penonton. Jika
masyarakat adat sehingga pola-pola diperhatikan dari arah sampingpun tidak
masyarakat adat tidak terbawa dalam terjadi distorsi gerakan karena sudut
proses transaksi. simbolik seks pada wanita berada di
Dalam panggung pertunjukan bagian depan. Logika ini merupakan
terjadi hegemoni oleh penguasa kepada budaya yang memberi apresiasi terhadap
kaum papa (penari). Kenyataan yang ajaran norma yang sering dituliskan di
terselubung cantik di dalam dandanan dalam kitab agama Hindu yang menyebut
yang fashionable, gerakan yang gemulai alat vital sebagai lobang dosa tidak patut
dan terkadang menantang urat, dengan untuk didekati. Apalagi gerakan itu harus
alunan dinamika musikal yang sangat dikonsumsi publik secara pulgar tanpa
energik melebur seluruh ketabuan yang adanya bentuk sensor masyarakat. Inilah
ada menjadi pembenaran diakui penari yang dianggap sebagai sumber konflik di
bukan lagi persoalan etika (struktur) dalam budaya adiluhung. Kekuatiran atas
seperti yang digambarkan Giddens dan rusaknya budaya Bali telah tergerus
teori strukturasi, namun dikatakan hal itu menjauh dari konsep ajeg Bali yang
sebagai bentuk curahan total dalam menginginkan pelestarian budaya patut
berkesenian. Suatu bentuk pembenaran direnungkan dan direkonstruksi.
yang tidak dipahami secara sungguh-
sungguh dari makna seni itu sendiri. Seni Pakaian dan Fashion Seni Joged
itu adalah permainan demikian Aritoteles Bumbung
memberi difinisinya. Suatu bentuk Pakaian dan fashion dalam tari
permainan yang mengandung isi dan merupakan hal yang secara tidak langsung
bentuk yang mampu menggerakan mengusung nilai etika dan estetika. Dalam
pengalaman seseorang dan bersifat adi konteks etika substansial kebutuhan
luhung (kebenaran total). Dalam pakaian yang fashionable mutlak ada
kontekstual agama Hindu seni sangat untuk mendukung penampilan.
diilhami oleh spirit siwan (benar), satyam Konsepnya sangat dekat dengan sifat
(jujur), sundaram (suci). feminimisme (lemah lembut, pasif,
Beberapa contoh gerakan yang kontras). Merunut perkembangan seni
dianggap sebagai bentuk kuasa atas diri pakaian yang dalam istilah tari sering
perempuan menurut pertunjukan seni menggunakan kata “busana”, mungkin
joged adalah gerakan pinggul yang karena selain pakian juga menyangkut
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 71
asseoris lainnya. Pakaian lebih dipahami sangat nyaman untuk berkembangnya
sebagai pakaian sehari-hari sedangkan berbagai bentuk produk kapital. Mulai
busana (kostum) sering memiliki konotasi dari perias muka, assesoris sampai garmen
panggung pertunjukan. (kain) yang berharga. Perubahan tampilan
Ada dua gaya yang berkembang di (cassing) itu hanya untuk memenuhi satu
dalam kostum tari joged bumbung. hal yang esensial yakni pembangkitan
Pertama, kostum yang memilih gairah yang ujungnya berakhir pada
penggunaan ikat pinggang panjang seksualitas dengan menjauhkan manusia
sebagai menutup dada dengan kain kamen dari sifat alamiahnya.
sebagai penutup pinggul, dengan assesoris Secara estetika pemenuhan
kepala berupa mahkota (gegelung). Kedua tampilan memang penting dibuat
menggunakan pakaian kebaya dengan menakjubkan memenuhi keunggulan
selendang yang hanya melilit di bagian dalam hal bahan dan juga desain termasuk
pinggang saja disertai kain kamen yang harga sebagai simbol kemenangan pada
melilit menutup pinggul dan kaki. Kedua yang cantik menarik, namun di sisi lain
bentuk gaya di atas dikenakan dengan kesenangan itu juga menimbulkan kesan
azas nilai etika kesantunan dengan lilitan yang sebaliknya menjadi murahan karena
penutup kaki dan pinggul tidak boleh produk yang mirip dan serupa dengan
lebih tinggi dari lutut. kebaya yang harga yang lebih rendah dengan mudah
digunakan juga tidak memperlihatkan diperoleh (imitasi). Substansi cantik
mode yang terbuka, assesoris kepala mungkin harus memberi perimbangan
menggunakan papusungan. asseoris lain yang mengandung nilai unity (keutuhan)
yang menjadi simbol feminimis adalah sebagaimana konsep estetika, menekankan
kipas tangan, rias wajah disesuaikan pada bentuk dan isi secara seimbang, dari
dengan wanita cantik. sisi warna kulit, bentuk badan, termasuk
Perubahan yang dilakukan dalam jenis muka dan juga itensitas kekuatan
seni joged di Sinabun dalam hal kostum yang terjadi saat dilakukan pertunjukan
adalah menggabungkan kedua mode menjadi pertimbangan penting dalam
menjadi satu gaya. Nilai etika kesantunan menunjukan kecantikan yang alami,
mulai mengalami keterkoyakan dengan (Djelantik,1992; 45).
mengangkat kain penutup kaki dan Tidak pernah terbayangkan cantik
pinggul di atas lutut. Terkadang yang ala orang Bali masa lalu bersahaja dengan
paling mengenaskan sengaja tidak kibasan rambut panjang terurai seperti
memakai pelindung dalam sehingga ketika yang dilukiskan seniman lukis Antony
penari melakukan pose jongkok serta Blanco sudah tidak dapat lagi disaksikan.
merta memamerkan vital sebagai daya Sebuah lompatan budaya menuju bentuk
tarik. Hal yang tidak pernah terjadi cantik secara modern yang semakin
sebelumnya, kehebohan yang didukung menglobal. Gemulai wanita Bali yang
penuh oleh lekuk tubuh yang tipis. warna mengusung sesaji semakin memiliki ruang
memilih warna-warna kontras yang tajam yang sempit terkungkung oleh dunia
mengundang perhatian. kapital yang mengungkung mereka dalam
Dalam hal ini eksploitasi tubuh keterulangan selama dibutuhkan.
telah dipengaruhi budaya plastis terlihat Kini lahir wanita-wanita tanpa
glamor bagai pelayan SPG yang sering identitas yang jelas mengaku penari Bali
nongkrong di mal-mal besar. Kenorakan padahal sesungguhnya hanya pelayan kafe
ini jika dipandang dari sisi gender dapat yang disewa untuk menjadi penari joged.
dikatakan telah mengalami komodifikasi Pantas saja perilaku gerak sensual yang
di mana tubuh telah menjadi media yang diperlihatkan sama sekali tidak
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 72
menunjukan kecanggungan dalam menari. dalam pementasannya kelengkapan
Hal itu memang dibenarkan oleh instrumen lainnya yang menyertai adalah
pengelola sekaa joged, jika tidak demikian kendang cengceng kecil, suling, dan gong.
maka sekaa joged bumbung yang Bahkan dalam perkembangan terakhir
dikembangkan tidak akan mendapat adopsi struktur gending (lagu) bergaya
perhatian, artinya uangpun tidak akan pop mulai mempengaruhi gaya komposisi
mampu diraih. Secara tidak langsung gending joged.
dilihat dari pengenaan pakaian dan Jika dibandingkan dengan bunyi
fashionnya sudah tidak kuno bahkan gamelan perunggu atau metal karakteristik
melewati kebiasaan wanita Bali pada bunyi dari instrumen bambu memang
umumnya. Delema aktor (seniman) dalam terdengar lebih merdu, alami, seolah-olah
mengakali dunia yang semakin mengarah sangat cocok dimainkan untuk hal-hal
pada kapitalis semakin kehilangan akal yang romantik. Karakteristik gesit,
dan nurani. Masyarakatpun terbuai oleh bergairah, dinamis, justru diperlihatkan
kesenangan sesaat yang dianggap sebagai oleh instrumen kendang. Sesuai dengan
kesempatan untuk mencari keterbebasan fungsinya kendang seolah memberi
dari himpitan kapital yang semakin detakan untuk merangsang terjadinya
mencengkeram kehidupan. Padahal pola-pola gerakan dinamis bahkan
faktanya dibalik peristiwa seni tari joged sensual.
yang disebut “ngebor” terkandung bahaya Sifat musik di dalam tari joged
yang juga sama besarnya terhadap bumbung adalah mempengaruhi penari di
kehidupan mentalitas generasinya. samping juga bahkan dominasi musik
mengikat tari juga dimainkan, namun
Musik joged bumbung tidak selamanya hal itu dilakukan karena
Pertanyaannya adalah mengapa terkadang taripun memberi tanda untuk
bambu menjadi pilihan dalam pertunjukan mengatur para pemusik untuk
seni joged. Seolah-olah estetika bambu mematuhinya. Kerja sama di dalam
menunjukan nilai rendah yang sangat pementasan untuk menghasilkan harmoni
primitive, murah, dan mudah diperoleh. sangatlah penting. Tanpa kerja sama
Secara struktur musikal trend tabuh atau kemungkinan keindahan yang utuh tidak
lagu (gending) joged merupakan akan pernah dapat disampaikan kepada
transformasi dari struktur pengecet. penonton.
Struktur gending yang paling umum Peranan penabuh (yang
dimainkan dalam gending-gending tabuh memainkan instrumen) lebih banyak
gamelan tari. Struktur tersebut biasanya pegang kendali dalam pertunjukan seni
terdiri dari bagian kawitan, pepeson, joged. Walau dapat dikatakan itu terjadi
pengawak, pengecet, dan pendramaan. dibelakang layar, artinya dalam konteks
Sebelum gending tarian dimulai pertunjukan pola gending telah diberi
biasanya dilakukan tetabuhan semacam patokan yang sangat dikendalikan kapan
gending selamat datang yang menandai berhenti menabuh sehingga penaripun
pertunjukan segera dimulai. Gending yang memahami perannya sebagai penari telah
memiliki laras (kunci) selendro dimainkan selesai. Tidak dapat dikatakan
dengan struktur kekebyaran. Suatu bentuk mendominasi karena dalam berkesenian
gending yang memanfaatkan kebebasan hal itu bukanlah seperti politik yang
ekspresi dalam struktur penataan karena memainkan dominasi karena ada motifasi
fungsinya murni musik sebagai musik. lain dibelakangnya.
Secara utuh gamelan joged Tanda-tanda pola gending
bumbung tidak berdiri sendiri karena di dipengaruhi oleh karakteristik kapital
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 73
adalah terjadi pemontongan-pemotongan Penonton memang tidak memiliki
struktur yang lebih panjang menjadi kekhususan karena pakaian yang
pendek. Biasanya struktur pengawak dari dikenakan juga beragam, ada pakaian
bagaian gending lebih banyak tidak sehari-hari, ada juga pakaian adat. Secara
dimainkan. Hal itu biasanya tidak disukai pentas penari joged telah menyiapkan satu
oleh penonton karena dianggap lambat kain yang diikat dipinggang tanda
dan panjang. Kesenangan yang sifatnya kesertaan dalam menari yang diikatkan
instan dalam diri penonton mempengaruhi langsung oleh penari joged. Inilah bentuk
keadaan struktur gending. Konsep kekhasan yang diperlihatkan untuk
penonton adalah raja yang patut dipuaskan memberi hormat kepada penonton yang
menjadi pegangan dasar untuk melihat terlibat menari (ngibing).
peluang pasar selanjutnya. kembali dapat
dikatakan bahwa tindakan dalam musik Unsur Dramatik
seni jogedpun tidak terhindar dari hukum Walaupun seni joged bumbung
kapital. umumnya adalah tarian namun di sisi lain
bentuk pertunjukannya juga dikemas
Penonton Seni Joged Bumbung dalam bentuk adegan cerita. Seolah-olah
Satu-satunya pertunjukan di Bali menggambarkan dua pasang sejoli dari
yang memberi keterlibatan penonton di mulai memberi perhatian, berpacaran
dalam suatu pementasan adalah seni joged sampai pada bentuk peminangan. Cerita
bumbung. Selain menonton, penonton ini dibalut dalam adegan romatis
juga mendapat kesempatan untuk saling (godaan), kecemburuan, pertengkaran, dan
beradu keahlian menari di atas panggung, diakhiri dengan ending harmoni dengan
mengisi panggung dengan kreativitas pergi bersama menunggang kuda bahkan
menari yang mampu memberikan seolah-olah naik kendaraan. Dalam
kegairahan suasana penonton. Dalam hal adegan sama sekali tidak menggunakan
ini fungsi dari penonton tidak saja untuk bahasa percakapan, yang digunakan
menghadapi penari joged namun di balik adalah bahasa tubuh seperti tindakan
itu menjadikan dirinya sebagai pusat mencolek tanda menyukai satu sama
perhatian yang mampu mengubah suasana lainnya, menunjuk dengan ujung telunjuk
menjadi lebih menghibur merupakan tanda marah, mengambil selendang
keberhasilan yang selalu diharapkan menutup wajah tanda sedih. Seringkali
penonton lainnya. dalam adegan posisi wanita berada di
Hiburan yang dianggap terjadi di bawah bayang-bayang kaum laki,
atas panggung bisa saja datang karena terkadang situasi itupun di balik dengan
kekakuan penari dari pihak penonton yang harapan masyarakat menyadari
tidak terbiasa menari namun punya kemapanan yang patut dibongkar bahwa
keberanian menentukan harga diri wanitapun bisa menyiksa laki. Adegan
dihadapan teman sejawat yang turut yang antagonis ini adalah modal yang
menonton. Hiburan juga datang dari sering dimainkan untuk mempengaruhi
keunggulan penari joged mengatasi keadaan agar penonton menjadi tertawa
persoalan penari, penonton yang dan terhibur.
kemungkinan memiliki mental yang
kurang agresif dari penari, sehingga Sakralisasi dalam seni Joged Bumbung
perasaan kurang percaya diri bahkan Dalam kesakralan ini tindakan
merasa terkalahkan di atas panggung manusia adalah memiliki keyakinan yang
sering muncul. sangat kuat atas kebenaran yang
mendominasi manusia sehingga rela
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 74
melakukan sesuatu di luar batas pemikiran konsep banalitas secara terang-
realitas. bagia sekaa joged di Sinabun terangan menjadi permintaan
keyakinan itu tetap ada, mungkin karena sekelompok masyarakat sebagai
agama yang dianut sangat kuat sehingga bentuk komodifikasi dalam
hal-hal yang berbau relegi masih tetap mempertahankan kehidupan seni
menyertai tindakan sekaa. yang berujung pada ekonomi
Dalam setiap pementasan kapital.
keterlibatan mangku atau orang yang
memiliki pekerjaan dalam bidang sesaji IV. Daftar Bacaan
masih difungsikan untuk melancarkan Barker Chris, 2000, “ Cultural Studies,
pertunjukan. Dalam pemikiran sekaa Teoeri dan Praktek”,
memberi data bahwa setiap tempat yang Penerbit PT. Bintang
dikunjungi selalu memiliki situasi dan Pustaka ; Yogjakarta.
ruang yang berbeda yang tidak serta merta Djelantik, 1992. “Pengantar Filsafat
dapat difungsikan dengan baik. Biasanya Keindahan dan kesenian”,
untuk menetralkan keadaan itu mereka Penerbit STSI Denpasar;
meyakini bahwa pemangku dengan sesaji Denpasar.
yang diyakini mampu mengurangi tingkat Ibrahim, Edy Subandi Editor,1997,
kesalahan karena etika untuk meminta ijin “Life Style Ecstasy”,
pada sang penguasa tempat dan waktu Penerbit Jalasutra IKAPI;
telah dilakukan. Entah tindakan seperti itu Bandung.
berhubungan ataupun tidak dengan Lubis Akhyar Yusuf, 2014, “Filsafat
kelancaran pertunjukan tidak pernah harus Ilmu Klasik Hingga
dipertanyakan kembali. Jadi dengan Kontemporer, Penerbit PT.
demikian dalam totalitas kapital yang Raja Grafindo Persada;
menpengaruhi kehidupan sekaa dalam Jakarta.
setiap nafasnya keyakinan akan kekuatan Priyono, Herry, 2002. “Anthony
yang ada di luar batas kemampuan Giddens sebuah
manusia masih dipercaya ada Pengantar”, Penerbit
penangkalnya lewat tindakan relegi. Kepustakaan popular
Gramedia; Jakarta.
III. Penutup Santoso Listiyono, Dkk,2014, “Seri
Akhirnya tulisan ini harus Pemikiran Tokoh
ditutup dengan kesimpulan bahwa Epistimologi Kiri”,Penerbit
pertama pertunjukan sekaa joged AR-RUZZ Media;
bumbung sinabun secara estetika Yogjakarta.
memberikan ruang kreatif Sutrisno SJ, FX. Mudji, dkk., 1993.
yang diwarnai oleh pengaruh “Estetika Filsafat
budaya kapital tidak saja dari sisi Keindahan”, Penerbit
struktur namun budaya tersebut Kanisius IKAPI;
juga memberikan ruang baru pada Yogyakarta.
bentuk-bentuk ironis yang
dipertemukan dengan nilai etika.
Hal itu dapat diperhatikan dari
unsur-unsur yang membetuk
struktur di dalam seni joged
bumbung. Kedua, kehadiran joged
bumbung yang mengarah pada
Vidya Samhita Jurnal Penelitian 75

Anda mungkin juga menyukai