Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Departemen Komunitas di Puskesmas Dinoyo

OLEH:
NUR FITRI ARIANI S
115070207113016
NIM PROFESI. 150070300113040

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

A. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan Akut adalah pross inflamasi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal ( mikoplasma ) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan sesuatu atau
semua bagian saluran pernafasan. ( Wong L. Donna, 2003 ; 458 ).
ISPA adalah infeksi primer nasofaring dan hidung yang sering mengenai bayi dan anak.(
Ngastiyah, 1995 ; 12 ).

B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah virus dan alergi. Masa menular beberapa jam sebelum
gejala timbul sampai 1 – 2 hari sesudah gejala hilang. Komplikasi timbul akibat invasi sekunder
bakteri patogen seperti : pneumokokus, streptokokus, Haemophilus influenzae atau stafilokokus.
Masa tunasnya adalah 1 – 2 hari, dengan faktor predesposisi kelelahan, gizi buruk,
anemia, dan kedinginan. Pada ummnya penyakit teradi pada waktu pergantian musim (
Ngastiyah, 1995 ; 12 ).

C. Fisiologis
Fisiologis dari Respirasi

Konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik



Chemo Reseptor pada cabang aorta dan karotid merangsang medula

Impuls melalui spina cord ke otot intercostalis kontraksi

Paru – paru mengembang

Inhalasi

Dibawa ke alveoli

Difusi O2 dan CO2
Pernafasan pertama dari hidung menghirup O2 dan mngeluarkan CO2, dari sini
konsentrasi O2 menurun CO2 dan H+ naik, setelah itu chemoreseptor pada cabang aorta dan
karotid merangsang medula dari situ melalui Impuls spina cord ke otot respiratory untuk
berkontraksi, dan diafragma melengkung ke otot inrcostalis kontraksi dan paru – paru dapat
mengembang dan terjadi inhalasi, setelah itu dibawa ke alveoli dan dufusi O2 dan CO2 melalui 2
jalan ; yang pertama melalui CO2 dibuang via jalan nafas ( ekhalaisi / elspirasi ), dan yang kedua
: melalui O2 larut dalam plasma dan Diikat Hb setelah itu diabawa sampai sel dan dapat berdifusi
O2 dan CO2 lagi

D. Patofisiologis
ISPA disebabkan oleh virus dan alergi dari sini dapat menyebabkan inflamasi dan
edema mukosa hidung. Dari inflamasi dapat meyebakan peningkatan produksi sekret sehingga
timbul ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekresi dihidung, inflamasi juga
menyebabkan proses infeksi sehingga timbul hipertermi b/d proses aktivasi virus, inflamasi pada
mukosa hidung. Edema mukosa hidung menyebabkan meningkatkan mediator – mediator nyeri
sehingga dapat meningkatkan prostaglandin di hipotalamus sehingga menyebabkan gangguan
rasa nyaman nyeri telan b/d proses inflamasi, edema di mukosa hidung.

E. Klasifikasi
ISPA meliputi : Sinusitis, Rhinitis, Pharyngitis, tonsilitis dan laringitis.
1) Pharyngitis
adalah proses peradangan pada tenggorokan, etiologi : virus dan bakteri ( misal : hemolytic
stertcocy, Staphylococci, neisseria gonnorhoeae ), penularannya : transmisi droplet dengan
masa inkubasi waktu beberapa jam – hari, pemeriksaan : Ditemukan membran mukosa
meradang atau hiperemi dan edema dengan post nasal drips serta tonsil membesar.
Manifestasi klinis : disfagia, demam, batuk kering, plak putih pada amandel, tenggorokan
edema atau hiperemi ( Ngastiyah ; 1995, 16 ).

2) Sinusitis
adalah radang sinus yang ada di sekitar hidung, dapat berupa sinusiotis maksilaris atau
sinusitis frontalis. Sinusitis dapat berlangsung akut atau kronik ; ia dapat mengenai anak
yang sudah besar, saat sinus parnasal sudah berkembang. Sinusitis pada anak tersering
dijumpai pada anak umur 6 – 11 tahun ( Ngastiyah ; tahun 1995, hal 15 ).
3) Laringitis
adalah radang pada laring yang disertai batuk keras, suara serak, sesak nafas dan stridor
disebabkan karena kuman Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridans,
pneumokokus, dan Haemofilus influenza ( Ngastiyah ; 1995, 20 ).

F. Manifestasi Klinis
1) Demam :
Tidak ada pada bayi baru lahir, paling besar pada usia 6 bulan sampai 3 tahun, suhu dapat
mencapai 39,5º – 40,5 ºC bahkan dengan infeksi ringan. Kecenderungan untuk mengalami
peningkatan suhu disertai infeksi pada keluarga tertentu, dapat mencetuskan kejang febris.
( Wong L, donna ; 2003 ; 462 ).
2) Sumbatan Nasal :
Pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan mukosa dan eksudasi.
Dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi, dapat menyebabkan otitis media
dan sinusitis.
3) Keluaran nasal :
Sering menyertai infeksi pernafasan, mungkin encer dan sedikit ( rinorea ) atau kental pada
purulen bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi berhubungan dengan gatal. Dapat
mengiritasi bibir atas dan kulit sekitar hidung ( Wong L, Donna ; 2003 ; 462 ).
4) Batuk :
Gambaran umum dari penyakit pernafasan dapat menjadi bukti hanya selama fase akut,
dapat menetap selama beberapa bulan setelah penyakit muncul ( Wong L, Donna ; 2003 ;
462 ).
5) Bunyi pernafasan :
Bunyi yang berhubungan dengan penyakit pernafasan : batuk, suara sesak, mengorok,
stridor, mengi ( Wong L, Donna ; 2003 ; 462 ).

G. Pemeriksaan Penunjang
1) X – Ray pada sinus :
Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi masalah – masalah struktur,
malformasi rahang.
2) CT – Scan sinus :
Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan etmoidal.
3) Darah Lengkap :
Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi. ( Marilyn Dongoes ; 2001, 4 )

H. Penatalaksanaan
Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis, misalnya
ekspektoransia untuk mengatasi bauk, sedatif untuk menenangkan pasien, dan anti peiretik untuk
menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi sangat sukar diobati. Penghisapan lendir
hidung tidak efektif dan sering menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran
sekret adalah dengan membaringkan bayi tengkurap. Pada anak besar dapat diberikan tetes
hidung larutan efedrin 1 %, bila ada infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang
produktif ( pada bronkoinfeksi dan trakeitis ) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein,
karena menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret hingga dapat
meyebabkan bronkopneumonia. Selain pengobatan tersebut, terutama yang kronik, dapat
diberikan pengobatan dengan penyinaran ( Ngastiyah, 1995 ; 13 ).
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Diagnosa Keperawatan. Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.

Hall & Guyton. ( 1997 ). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC ; Jakarta.

Mansjoer, Arief. ( 2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius ; Jakarta.

Muscari, Mary E. ( 2005 ). Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. EGC ; Jakarta.

Ngastiyah. ( 1997 ). Perawatan Anak Sakit. EGC ; Jakarta.

Wong, Donna L. ( 2003 ). Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. EGC ; Jakarta

Anda mungkin juga menyukai