Anda di halaman 1dari 18

Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku

Menyimpang Seksual

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini perilaku remaja telah menjadi sorotan utama di masyarakat.


Sayangnya, perilaku-perilaku yang menjadi sorotan bukanlah perilaku yang positif,
melainkan perilaku yang negatif atau biasa kita sebut perilaku menyimpang.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan


sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan
yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di masyarakat.

Perilaku menyimpang yang marak di kalangan remaja saat ini ialah perilaku
menyimpang seksual. Masa remaja merupakan masa dimana individu mempunyai
rasa keingintahuan yang tinggi. Rasa ingin tahu yang tinggi memang baik, namun
jika tidak diimbangi dengan faktor-faktor lain, maka rasa ingin tahu tersebut dapat
berdampak negatif.

Dalam hal ini diperlukan peran kedua orang tua untuk memberikan contoh
kepada anaknya. Seorang anak pasti perlu figure yang mereka jadikan “kiblat”
(acuan) dan role model (contoh) untuk menunjang tumbuh kembang dirinya1. Maka
pola asuh orang tua haruslah benar. Dimana ayah berperilaku sebagai laki-laki dan
ibu berperilaku sebagai wanita, agar mereka mampu mendeskripsikan banyak hal
yang berkaitan dengan perilaku dan sesuai dengan identitas gender.

1
http://harmonisa.com/faktor-penyebab-perilaku-penyimpangan-seksual/
Kurangnya pengetahuan tentang juga seksual dapat menjadi penyebab
terjadinya perilaku menyimpang, seperti yang dijelaskan sebelumya. Remaja
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ketika mereka tidak memiliki pengetahuan
yang cukup maka mereka tidak akan bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Sehingga perlu adanya pendidikan seks di sekolah dengan tujuan, agar
pelajar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak diinginkan dan sekaligus sebagai
tindakan preventif.2

Pengaruh lingkungan dan pergaulan, dua hal ini juga dapat menjadi
penyebab perilaku menyimpang seksual remaja. Hal yang harus diperhatikan
adalah bagaimana lingkungan di sekitarnya dan bagaimana pergaulannya. Saat ini
pergaulan bebas juga sering kita jumpai. Pergaulan bebas juga sebenarnya baik
untuk remaja sebagai cara untuk mendapatkan teman. Tapi bebas pun harus ada
batasnya harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Sebagai remaja yang hidup di zaman ini, kita harus mengetahui penyebab-
penyebab terjadinya perilaku-perilaku seksual, agar kita terhindar dari perilaku
tersebut dan menyelamatkan generasi-generasi muda selanjutnya untuk menjadi
penerus Bangsa yang memajukan Indonesia.

B. Identifikasi Masalah
Perilaku menyimpang seksual yang dilakukan oleh para remaja saat ini
disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Rasa ingin tahu yang tinggi tanpa diimbangi pengetahuan yang benar
2. Pola asuh orang tua yang salah
3. Kurangnya pendidikan seksual di sekolah
4. Lingkungan yang tidak baik

2
http://m.kompasiana/com/chumairadewi/pentingnya-pendidikan-seks-bagi-pelajar-di-era-
globalisasi/
5. Pergaulan anak yang bebas
C. Pembatasan Masalah
Masalah Penelitian dibatasi pada:
 Pola asuh orang tua
(X) Pola asuh orang tua, diukur dengan tingkat kepedulian dan gaya
pengasuhan yang diterapkan orang tua pada anaknya.
(Y) Perilaku menyimpang seksual, diukur dari output atau pola perilaku yang
di lakukan seorang anak.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :
Apakah pola asuh orang tua yang salah dapat menyebabkan perilaku
menyimpang seksual yang dilakukan remaja?
E. Manfaat Penelitian
 Peneliti
Untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh pola asuh orang tua
terhadap perilaku menyimpang seksual.
 Orang tua
Orang tua mengetahui pola asuh atau perilaku-perilaku yang salah dan
dapat berdampak negatif untuk perkembangan anak. Dapat mengetahui
bagaimana pergaulan yang dapat berpengaruh negative bagi anaknya
 Anak/Remaja
Mengetahui bagaimana pergaulan bebas dapat berakibat buruk bagi
mereka. Dapat membedakan perilaku-perilaku mana yang dapat ditiru dan
tidak dapat ditiru, serta dapat terhindar dari perilaku menyimpang seksual.
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Perilaku Menyimpang Seksual
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya3

Penyimpangan seksual merupakan salah satu bentuk perilaku


menyimpang dan melanggar norma-norma dalam kehidupan masyarakat.
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan seksual tidak sewajarnya.

Penyimpangan perilaku seksual juga ikut berpotensi menghinggapi


anak-anak dan remaja pelaku pergaulan bebas. Usia yang terlalu dini
mengenal seks membuat mereka ingin mencoba-coba, penasaran, ingin tahu
seputar aneka perilaku seksual seperti yang di pertontonkan di film atau
majalah porno. Mental yang masih lemah, jiwa labil mendorong anak dan
remaja melakukan hal-hal yang diluar kebiasaan, sementara mereka sendiri
tidak sadar bahwa itu adalah penyimpangan. Pengaruh pergaulanpun ikut
menentukan, dimana kadang awalnya hanya mencoba-coba, lama-kelamaan
menjadi ketagihan dan terbiasa.

Bentuk-bentuk penyimpangan seksual antara lain sebagai berikut:

1) Homoseksual, yaitu perilaku seksual yang cenderung tertarik pada


seseorang yang berjenis kelamin sama atau sejenis. Pria yang
melakukan tindakan seksual demikian disebut Homoseks atau Gay,

3
Sarlito Wirawan Sarwono. Psikologi Remaja. PT. Raja Grafinda Remaja, Jakarta, 2010, hal.142.
sedangkan lesbian adalah sebutan bagi wanita yang berbuat perilaku
serupa.
2) Transeksual, yaitu perilaku seseorang yang cenderung mengubah
karakteristik seksualnya. Hal tersebut menyangkut konflik batiniyah
mengenai identitas diri yang bertentangan dengan identitas sosial.
Contohnya, seorang laki-laki yang ingin menjadi perempuan, demikian
sebaliknya. Biasanya, perilaku seksual ini lebih disebabkan oleh
pengaruh lingkungan sosial, seperti orang sekitar atau pola
pengasuhnya.
3) Sadomasokisme, Sadisme adalah kepuasan seksual yang diperoleh bila
mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti
atau menyiksa pasangannya, sedangkan masokisme merupakan
kebalikan dari sadisme, yaitu seseorang sengaja membiarkan dirinya
disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.
4) Ekshibisme, yaitu perilaku seksual yang memperoleh kepuasan seksual
dengan cara memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain sesuai
kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik, dan menjerit ketakutan maka
ia akan semakin terangsang. Kondisi tersebut sering terjadi pada pria.
5) Voyeurisme, yaitu perilaku seksual yang memperoleh kepuasan seksual
dengan cara mengitip atau melihat orang lain yang sedang telanjang,
mandi, bahkan berhubungan seksual. Setelah mengintip, ia tidak
melakukan tindakan lebih lanjut dari yang diintipnya.
6) Fetishisme, yaitu perilaku seksual yang disalurkan melalui
bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau
benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksualnya.
Namun, ada juga yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-
benda favoritenya, kemudian melakukan hubungan seksual yang
sebenarnya dengan pasangan tersebut.4

Perilaku menyimpang seksual sudah berkembang sedemikian rupa


diberbagai belahan dunia, termasuk di negara Indonesia. Perilaku seks bebas
yang berkembang dari budaya barat sudah menjadi bagian dari pola hidup
generasi muda di negara kita. Dari tahun ke tahun, data remaja yang
melakukan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar Lima persen pada
tahun 1980-an menjadi dua puluh persen pada tahun 2000.

Peningkatan data pelaku penyimpangan seksual jelas didasari oleh arus


budaya negatif dari barat arus informasi yang tidak tersaring, tanggung
jawab yang kurang, dan ilmu serta pengetahuan yang dangkal khususnya
mengenai pendidikan seksual. Selain itu, faktor lingkungan dan keluarga
juga besar pengaruhnya terhadap perilaku menyimpang seksual

Pengetahuan terhadap dampak negatif seksual menjadi sangat penting


guna membendung perilaku menyimpang seksual, pada dasarnya dampak
dari penyimpangan perilaku seksual dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu :

 Aspek Medis: dari aspek medis penyimpangan seksual memiliki banyak risiko
dan konsekuensi. Misalnya, terkena penyakit menular seksual (PMS) . selain
itu, seks bebas dapat mengakibatkan infeksi, infertilisas dan kanker mulut
rahim (cervix). Penyakit menular seksual yang umum dikenali adalah sebagai
berikut
1. Penyakit Cbylamydia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Cbylamydia
Tracbomatis. Penyakit ini menyebabkan kesulitan dan rasa sakit ketika
buang air kecil. Penyakit ini juga ditularkan pada bayi ketika proses
persalinan

4 Taufiq Rohman Dhohiri, Sosiologi 1, Tim Yudhistira, Jakarta, 2007, hlm 109.
2. Penyakit kencing nanah atau gonore. Penyakit ini sangat mudah
menular dan disebabkan oleh bakteri Neisseria Gonorrboeae. Penyakit
ini ditunjukkan dengan keluarnya nanah dari saluran kencing yang
terasa membakar. Penyakit ini bisa menimbulkan kemandulan dan
dapat menular pada bayi ketika proses persalinan
3. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Penyakit ini
disebabkan oleh HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS
melumpuhkan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya dari infeksi dan berbagai penyakit.
Penularannya melalui hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi,
kontak dengan darah yang terkontaminasi (melalui jarum suntik,
transfusi darah, luka dan sebagainya), dan dari ibu ke janin yang
dikandungnya.

 Aspek Sosial Psikologis


penyimpangan perilaku seksual akan berpengaruh pada aspek sosial-psikologis.
Biasanya pelaku seks bebas memiliki perasaan dan kecemasan tertentu.
Secara mental kualitas pelaku seks bebas cenderung rendah, bahkan memburuk.
Mereka tidak memiliki etos kerja, rendah diri, dan tidak sanggup berkompetisi
(bersaing).5

2. Pola Asuh Orang Tua


Apakah yang disebut pola asuh itu? Pada dasarnya pola asuh dapat
diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak.
Banyak ahli mengatakan pengasuhan anak (child rearing) adalah bagian
penting dan mendasar, menyiapkan anak untuk menjadi masyarakat yang
baik (Fine, 1973). Terlihat bahwa pengasuhan anak meninjuk kepada

5 Irwansyah, Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan,PT Grafika Media Pratama,Bandung,hlm 186
pendidikan umum yang diterapkan pengasuha terhadap anak berupa suatu
proses interaksi antara orang tua (pengasus) dengan anak (yang diasuh).
Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti dari mencukupi kebutuhan
makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu
mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat. 6

Salah satu aspek penting dalam hubungan orang tua dan anak adalah
gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua. Studi klasik tentang
hubungan orang tua dan anak yang dilakukan oleh Diana Baumrind, 1972
(dalam Lerner & Hultsch, 1983) merekomendasikan tiga tipe pengasuhan
yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah laku sosial
anak, yaitu otoritatif, otoriter, dan permisif.

1) Pengasuhan Otoritatif (authoritative parenting)

adalah salah satu gaya pengasuhan yang memperlihatkan


pengawasan ekstra ketat terhadap tingkah laku anak-anak, tetapi mereka
juga bersikap responsif, menghargai dan menghormati pemikiran,
perasaan serta mengikutsertakan anak dalam pengambilan keputusan.
Anak-anak prasekolah dari orang tua yang otoritatif cenderung lebih
percaya pada diri sendiri, pengawasan diri sendiri, dan mampu bergaul
baik dengan teman-teman sebayanya. Pengasuhan otoritatif juga
diasosiasikan dengan rasa harga diri tinggi (high self-esteem), memiliki
moral standar, kematangan psikososial, kemandirian, sukses dalam
belajar dan bertanggung jawab secara sosial.

6Wiwit wahyuning, mengkomunikasikan moral kepada anak,PT Elex Media Komputido Kelompok
Gramedia,Jakarta,hlm 126
2) Pengasuhan Otoriter (authoritarian parenting)

Adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak


untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Orang tua yang otoriter
menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang
besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua
otoriter juga cenderung bersikap sewenang-wenang dan tidak
demokratis dalam membuat keputusan, memaksakan peran-peran atau
pandangan-pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan
kekuasaan sendiri, serta kurang menghargai pemikiran dan perasaan
mereka. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga
pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa
canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan
diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah
dibandingkan dengan anak-anak lain.

3) Pengasuhan Permisif (permissive parenting)

Gaya pengasuhan permisif dapat dibedakan dalam dua bentuk,


yaitu:

 Pengasuhan Permissive-indulgent

Yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat


dalam kehidupan anak, tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali
atas mereka. Pengasuhan permissive indulgent diasosiasikan
dengan kurangnya kemampuan pengendalian diri anak, karena
orang tua yang permissive-indulgent cenderung membiarkan anak-
anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan
akibatnya anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku
mereka sendiri dan selalu mengharapkan agar semua kemauannya
dituruti.
 Pengasuhan Permissive-Indifferent

Yaitu suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat tidak


terlibat dalam kehidupan anak. Anak-anak yang dibesarkan oleh
orang tua yang permissive-indifferent cenderung kurang percaya
diri, pengendalian diri yang buruk, dan rasa harga diri yang
rendah.7

B. Hasil Penelitian yang Relevan


Berdasarkan jurnal yang dipublikasikan oleh Chitra Yuanita, Ika Herani,
dan Unita Werdi Rahajeng, dengan judul “Hubungan Pola Asuh Orang Tua
Dengan Sikap Anak Terhadap Perilaku Seks Pranikah”, dicantumkan
pengertian pola asuh permisif.
Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola perilaku orang tua dalam
berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang
ingin dilakukan tanpa mempertanyakannya. Kebebasan diberikan penuh dan
anak diijinkan untuk memberikan keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa
pertimbangan orang tua dan berperilaku menurut apa yang diinginkannya tanpa
ada control dari orang tua (Harlock,2006).
Menurut Santrock (2002) membagi pola asuh permisif menjadi dua,
yaitu:
a. Pola asuh permisif indifferent (tidak peduli).
Pola asuh dimana orang tua sangat tidak ikut campur dalam
kehidupan remaja.
b. Pola asuh permisif indulgent (memanjakan)
Pola asuh dengan gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terikat
.dalam kehidupan anak-anak mereka.

7 Samsunuwiyati Ma’rat, Psikologi Perkembangan,Pt Remaja Rosdakarya, Jakarta, hlm 144


Perilaku seks pranikah adalah segala yang didorong oleh hasrat seksual
yang dilakukan oleh dua orang, pria dan wanita diluar perkawinan yang sah.
Baumrind (2004) mengatakan bahwa perilaku seksual pranikah yang dilakukan
oleh para remaja lebih cenderung disebabkan terlalu longgarnya pengawasan
dan aturan-aturan yang diterapkan oleh orang tua.

Berdasarkan penelitian “Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua


dengan Perilaku Seksual Siswa SMA Negeri 3 Kupang” tahun 2012.
Djiwandono (2008) menjelaskan bahwa perilaku yang tidak sesuai dengan
tugas perkembangan remaja pada umumnya dipengaruhi orang tua. Tuagas
perkembagan remaja disini mencakup bagaimana mereka bergaul dengan
teman sebayanya, kepatutan seks, hubungan keluarga, dan penampilan diri
mereka.

Prasetya dalam Anisa (2005) menjelaskan bahwa pola asuh permisif


atau biasa disebut pola asuh penelantaran, yaitu dimana orang tua lebih
memprioritaskan kepentingan sendiri, perkembangan kepribadian ana
terabaikan, dan orang tua tidak megetahui apa dan bagaimana kegiatan anak
seha-harinya. Hal ini menyebaban anak bebas untuk berbuat semaunya karena
tidak ada yang mengontrol setiap kegiatan yang dilakukannya.

Baumrind dalam Nuraeni (2006) menjelaskan bahwa pola asuh otoriter


orang tua cenderung menetapkan standar mutlak yang harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa,
memerintah, dan menghukum. Dalam hal ini orang tua dengan pola asuh toriter
menganggap kalau masalah seks adalah masalah yang tabu untuk dibicarakan.

Baumrind dalam Nuraeni (2006) menjelaskan bahwa pola asuh


demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan
tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Hasil penelitian Nursal (2007)
dan Marbun (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pola asuh
orang tua demokratis dengan perilaku seksual.

C. Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini membahas tentang pengaruh pola asuh orang tua.
Studi klasik tentang hubungan orang tua dan anak yang dilakukan oleh Dina
Baumrind, 1972 (dalam Lerner & Hultsch, 1983) merekomendasikan tiga tipe
pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam tingkah
laku sosial anak, yaitu otoritatif, otoriter, dan permisif. Dan dalam pengasuhan
pengasuhan permisif indulgent dan pengasuhan permisif indifferent.
Dari ketiga tipe ini memiliki pengaruh tersendiri kepada perilaku
seksual anak. Ada yang membuat pengaruh dan ada yang tidak mempengaruhi
perilaku seksual anak. Seperti pola asuh otoritatif tidak berpengaru pada
perilaku seksual anak, sedangkan pola asuh otoriter dan permisif berpengaruh
terhadap perilaku seksual anak.

D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan,
maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Penerapan pola pengasuhan otoritatif cenderung tidak menyebabkan pada
perilaku menyimpang seksual anak.
2. Penerapan pola pengasuhan otoriter dapat menyebabkan perilaku
menyimpang seksual anak.
3. Penerapan pola pengasuhan permisif dapat menyebabkan perilaku
menyimpang seksual anak.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku
penyimpangan seksual

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD di Kota Pangkal Pinang, Pulau Bangka


Belitung. Agar penelitian ini sesuai dengan apa yang diharapkan, maka
penulis membatasi ruang lingkup penelitian, yaitu di SDN 39 Pangkal Pinang
di Gabek Satu, Gabek, Pangkal Pinang.

2 Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih 1 bulan. Mulai


bulan Mei sampai dengan Juni 2018.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi (Sugiyono, 2006: 117) diartikan sebagai wilayah generalisasi
yang terdiri atas : objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.

2. Sampel
Sampel (Sugiyono, 2006: 118) adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Populasi dalam penelitian Pengaruh Perilaku Orang Tua terhadap Perilaku
Menyimpang Seksual di SDN 39 Pangkal Pinang di Gabek Satu, Gabek,
Pangkal Pinang. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa dan
siswi yang ada pada SDN 39 Pangkal Pinang. Mulai dari kelas 4 SD sampai
dengan 6 SD. Perincian anggota populasi seperti pada tabel berikut:

No Kelas Jumlah Kelas Jumlah Siswa Sampel

1 4 SD 1 36 15

2 5 SD 1 34 17

3 6 SD 1 30 18

Total 3 Kelas 100 Siswa 50 Sampel

Pemilihan anggota sempel dalam penelitian ini menggunakan teknik acak


(Random). Dari jumlah populasi di atas diketahui bahwa di SDN 39 Pangkal Pinang di
Gabek Satu, Gabek, Pangkal Pinang., terdapat 3 kelas dan 100 siswa.

Sempel dalam penelitian ini ditentukan dari jumlah siswa di SDN 39 Pangkal
Pinang. Seperti yang kita ketahui Jumlah populasi di SDN 39 Pangkal Pinang sebanyak
100 siswa, untuk penarikan sempel ini tidak semua populasi penulis gunakan
melainkan dibatasi jumlah siswanya. Pada kelas 4 SD, penulis mengambil 15 siswa,
kelas 5 SD dengan 17 siswa dan kelas 6 SD mengambil 18 siswa. Alasan pengambilan
jumlah sempel berbeda dikarenakan, dilihat melalui tingkat rasa keingintahuan yang
tinggi.
D. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapat dari kuesioner atau angket, sedangkan data
sekunder didapat melalui dokumentasi.

1. Kuesioner
Pengertian metode angket atau kuesioner menurut Arikunto (2002: 200)
“Angket atau kuesioner adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi 49
atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 142)
“Angket atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab”. Berupa daftar pertanyaan atau
angket tertulis.Sampel yang sesuai dengan karakteristik diberi kuesioner
mengenai masalah penelitian.
Melalui kuesioner ini nantinya akan didapat data interval yang nantinya
diinterpretasikan. Adapun alasan pemilihan kuesioner adalah kuesioner
dapat dijadikan secara serentak kepada banyak responden dan dapat
dijawab langsung mengenai informasi dirinya.

2. Dokumentasi

Data sekunder diperoleh melalui dokumnetasi lokasi penelitian, yaitu


SDN 39 Pangkal Pinang. Dokumentasi ini digunakan untuk
mengumpulakan data yang nantinya akan menjadi informasi penting
mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Data sekunder ini tidak
diikutsertakan dalam proses interpretasi data.
E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian (Suharsimi Arikunto 2010) adalah alat bantu yang


dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.

Definisi Konseptual

1. Pola asuh orang tua

Pola asuh (Latifah, 2008) adalah pola interaksi antara anak dengan
orang tua meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan
lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang,
perlindungan, dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku
dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan
kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak
dalam pendidikan karakter anak.
Pola asuh (Handayani, 2008) adalah konsep dasar tentang cara
memperlakukan anak. Perbedaan dalam konsep ini adalah ketika anak
dilihat sebagai sosok yang sedang berkembang, maka konsep pengasuhan
yang diberikan adalah konsep psikologi perkembangan. Ketika konsep
pengasuhan mempertahankan cara-cara yang tertanam di dalam masyarakat
maka konsep yang digunakan adalah tradisional.
Pola asuh menurut Baumrind (dalam Papalia, 2008) orang tua tidak
boleh menghukum anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus
mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang
kepada anak. Orang tua melakukan penyesuaian perilaku mereka terhadap
anak, yang didasarkan atas perkembangan anak karena setiap anak memiliki
kebutuhan dan mempunyai kemampuan yang berbeda-beda.
2. Perilaku menyimpang seksual

Perilaku menyimpang seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran


seksual, (Junaedi, 2010) yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan
pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin
heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan partner yang
belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual
dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum.

Periaku menyimpang seksual (Abdullah, 2008) adalah aktivitas seksual


yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan
tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunakan obyek seks yang tidak wajar.

Perilaku menyimpang seksual (Farhan, 2002) adalah pemenuhan nafsu


biologis dengan cara dan bentuk yang menyimpang dari syariat, fitrah dan
akal sehat.

Definisi Operasional

Konseptual dari 3 ahli

Operasional kesimpulan dari penulis


Daftar Pustaka
Dhohiri, Taufiq Rohman. 2007. Sosiologi 1. Jakarta: Tim Yudhistira.

Irwansyah. 2008. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan. Bandung: PT


Grafika Media Pratama.
Ma’rat, Samsunuwiyati. 2007. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafinda
Remaja.

Wahyuning Wiwit.2010. Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak, Jakarta: PT Elex


Media Komputido Kelompok Gramedia.
Chumairadewi. Pentingnya Pendidikan Seks Bagi Pelajar di Era Globalisasi. Diambil
dari: http://m.kompasiana/com/chumairadewi/pentingnya-pendidikan-seks-bagi-
pelajar-di-era-globalisasi/ (15 Desember 2016)

http://harmonisa.com/faktor-penyebab-perilaku-penyimpangan-seksual/

Anda mungkin juga menyukai