BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wanita merupakan makhluk bio psiko sosio cultural dan spiritual yang unik. Wanita juga
memiliki masa – masa dalam kehidupannya, antara lain; masa dalam kandungan, masa bayi, masa
kanak- kanak, masa pubertas, dan masa menopause.
Proses penuaan yang dialami oleh wanita berlangsung semenjak lahir. Proses tersebut
menimbulkan perubahan yang signifikan pada wanita, mulai dari fisik hingga mental. Perubahan
tersebut membuat para wanita merasa tidak nyaman bahkan kawatir dalam menyikapi karena
kurangnya pengetahuan yang dimiliki. Gejala – gejala penuaan atau sering disebut dengan
menopause tidak menyebabkan kematian. Menopause hanya merupakan tanda berakhirnya masa
reproduksi wanita atau disfungsi organ reproduksi wanita. Disfungsi organ reproduksi tersebut
mengakibatkan terganggunya produksi hormone bagi wanita, yaitu hormone estrogen. Hormone
estrogen yang dihasilkan oleh sel folikuler akan terganggu, siklus ovulasi juga terhenti.
Menopause secara sederhana didefinisikan terhentinya haid atau menstruasi yang biasanya
dialami wanita normal setiap bulannya. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yaitu men (bulan)
dan pausis (berhenti). Wanita yang sudah menginjak masa menopause, tidak mengalami haid
selama 12 bulan berturut – turut.
Usia menopause berkisar antara 45 – 55 tahun. Di negara maju, usia menopause seorang
wanita berkisar pada usia 51 tahun, pada negara sedang berkembang usia menopause lebih awal
yaitu berkisar pada usia 48 – 50 tahun. Perubahan kehidupan ini mengakibatkan hormon-hormon
yang mengatur siklus menstruasi kadang-kadang tidak seimbang sehingga menimbulkan sindroma
menopause sebagai suatu tanda dari tubuh seorang wanita, yang menggambarkan mengenai apa
yang sedang terjadi dalam kehidupan setengah baya.
Menopause menyebabkan terhentinya produksi hormone estrogen yang akan menimbulkan
masalah pada sistim urogenital wanita. Keluhan sistim urogenital tersebut menyebabkan gangguan
psikis dan psikososial. Sehingga membuat para wanita menopause terganggu dalam kegiatan
sehari – hari.
Oleh karena itu, supaya wanita dapat hidup sehat dan kreatif meskipun dalam masa
menopause, dilakukan hormone replacement therapy atau terapi sulih hormone yang
mengkombinasikan estrogen dan progesterone atau hanya estrogen saja.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan pengertian terapi sulih hormone ?
2. Mengetahui Epidemiologi terapi sulih hormone ?
3.
4. Mengetahui Indikasi pemakaian terapi sulih hormone ?
5. Mengetahui kontraindikasi pemakaian terapi sulih hormone ?
6. Mengetahui komplikasi terapi sulih hormone ?
7. Mengetahui konseling terapi sulih hormone ?
C. Tujuan Masalah
Mengetahui pengaruh terapi kombinasi estrogen dan progesterone terhadap kualitas hidup
wanita postmenopause.
BAB II
PEMBAHASAN
A. MENOPAUSE
1. Definisi
Menopause adalah berhentinya menstruasi secara permanen akibat tidak bekerjanya folikel
ovarium. Sehingga untuk menentukan onset dilakukan secara retrospektif, yaitu dimulai dari
amenorea spontan sampai 12 bulan kemudian. Menopause merupakan kegagalan ovarium,
ditandai dengan tidak adanya estrogen, progesteron, dan androgen ovarium.
Istilah yang sering digunakan untuk membagi masa klimakterik:
1. Premenopausal : <2 bulan sebelum menstruasi terakhir
2. Perimenopausal: 2-12 bulan sejak menstruasi terakhir. Merupakan waktu dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur sebelum terjadi amenore, bisa terjadi bisa tidak. Beberapa ahli
menyebutkan bahwa istilah perimenopause meliputi wanita pada usia 45-65 tahun.
3. Postmenopausal: >12 bulan sejak menstruasi terakhir.
Sebuah kepustakaan menyebutkan bahwa masa klimakterik berlangsung selama 30 tahun
(usia 35-65 tahun), dan dibagi menjadi 3 bagian untuk kepentingan klinis, yaitu: klimakterik awal
(35-45 tahun), perimenopause (46-55 tahun) dan klimakterik akhir (56-65 tahun).
KLIMAKTERIUM
Klimakterik Awal
Perimenopause
35
65
55
45
Klimakterik Akhir
Gambar 1. Masa Klimakterium
B. Gejala
Keluhan-keluhan pada wanita perimenopause muncul akibat suatu proses alami dari
penuaan. Proses penuaan menyebabkan proses degenerasi sel-sel tubuh termasuk di dalamnya
adalah organ ovarium. Fungsi ovarium yang menurun menyebabkan penurunan produksi hormon
seks yaitu estrogen dan progesteron. Proses degenerasi ini menyebabkan penurunan sistem
imunologi dan fungsi sel sehingga mempengaruhi sistem aktivitas siklik ke hipotalamus dan
hipofisis. Penurunan fungsi hipotalamus dan hipofisis mempengaruhi kerja saraf parasimpatis dan
sistem saraf sentral yang pada akhirnya menimbulkan gangguan pada neurovegetatif,
neurofisiologis, neuromotorik, dan sistem metabolik yang secara klinis muncul sebagai gejala
perimenopause.
Berkurang atau hilangnya estrogen dapat menyebabkan gejala vasomotor, gangguan tidur,
gangguan mood, depresi, atrofi saluran kemih dan vagina, serta meningkatnya risiko kelainan
kronis seperti osteoporosis, penyakit kardiovaskular dan penurunan fungsi kognitif. Gejala
vasomotor merupakan keluhan terbanyak yang dilaporkan pasien. Dasar perubahan patofisiologi
tersebut berkaitan dengan defisiensi estrogen yang mekanismenya telah banyak diketahui.
2. Epidemiologi
Penggunaan sulih hormon di Indonesia masih sangat terbatas.19 Berbeda dengan negara
barat, keluhan yang lebih sedikit dan penerimaan masyarakat terhadap menopause, faktor
pendidikan, sosial, ekonomi mempengaruhi jumlah pemakaian sulih hormon di Indonesia
khususnya dan negara Asia umumnya.
4. Indikasi
Berdasarkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh North American Menopause
Society (NAMS), indikasi primer pemberian terapi sulih hormon adalah adanya keluhan menopause
seperti gejala vasomotor berupa hot flush dan gejala urogenital. Di Indonesia, terapi sulih hormon
diberikan hanya pada pasien menopause dengan keluhan terkait defisiensi estrogen yang
mengganggu atau adanya ancaman osteoporosis dengan lama pemberian maksimal 5 tahun.
5. Kontra Indikasi
The American College of Obstetrics and Gynaecologists menetapkan kontra indikasi
penggunaan terapi sulih hormon, sebagai berikut:
a. Kehamilan
b. Perdarahan genital yang belum diketahui penyebabnya
c. Penyakit hepar akut maupun kronik atau Penyakit trombosis vaskular
d. Pasien menolak terapi
Kontra indikasi relatif
a. Hipertrigliseridemia
b. Riwayat tromboemboli
c. Riwayat keganasan payudara dalam keluarga
d. Gangguan kandung empedu
e. Mioma uteri
The Hong Kong College of Obstreticians and Gynaecologists14 menyebutkan beberapa
kontra indikasi absolut terapi sulih hormon, yaitu karsinoma payudara, kanker endometrium,
riwayat tromboemboli vena dan penyakit hati akut.
6. Cara Pemberian
Sulih hormon dapat berisi estrogen saja atau kombinasi dengan progesteron. Pilihan rejimen
yang digunakan bergantung pada riwayat histerektomi. Untuk wanita yang tidak menjalani
histerektomi, umumnya diberikan kombinasi dengan progesteron untuk mengurangi risiko terjadinya
keganasan pada uterus.
a. Rejimen I, yang hanya mengandung estrogen
Rejimen ini bermanfaat bagi wanita yang telah menjalani histerektomi. Estrogen diberikan setiap
hari tanpa terputus.
b. Rejimen II, yang mengandung kombinasi antara estrogen dan progesteron.
1) Kombinasi sekuensial: estrogen diberikan kontinyu, dengan progesteron diberikan secara
sekuensial hanya untuk 10-14 hari (12-14 hari) setiap siklus dengan tujuan mencegah terjadinya
hiperplasia endometrium. Lebih sesuai diberikan pada perempuan pada usia pra atau
perimenopause yang masih menginginkan siklus haid.
2) Estrogen dan progesteron diberikan bersamaan secara kontinyu tanpa terputus. Cara ini akan
menimbulkan amenorea. Pada 3-6 bulan pertama dapat saja terjadi perdarahan bercak. Rejimen ini
tepat diberikan pada perempuan pascamenopause.
7. Bentuk Sediaan
Sediaan sulih hormon yang terdapat di Indonesia adalah:
1. Estrogen, dalam bentuk 17β estradiol, estrogen ekuin konjugasi (CEE), estropipat, estradiol
valerat dan estriol.
2. Progestogen, seperti medroksi progesteron asetat (MPA), didrogesteron, noretisteron,
linesterenol.
3. Sediaan kombinasi estrogen dan progestogen sekuensial seperti 2 mg estradiol valerat + 10 mg
MPA, 2 mg estradiol valerat + 1 mg siproteron asetat, 1-2 mg 17β estradiol + 1 mg noretisteron
asetat.
4. Sediaan kombinasi estrogen dan progestogen kontinyu seperti 2 mg 17β estradiol + 1 mg
noretisteron asetat.
5. Sediaan yang bersifat estrogen, progesteron dan androgen sekaligus, yaitu tibolon
6. Sediaan plester maupun krim yang berisi estrogen berupa 17β estradiol.
7. Sediaan estrogen dalam bentuk krim vagina yang berisi estriol.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hormone Replacement Therapy (HRT) atau Terapi Sulih Hormon (TSH) adalah perawatan
medis yang menghilangkan gejala-gejala pada wanita selama dan setelah menopause untuk
menggantikan hormone yang kurang kadarnya karena tidak diproduksi secukupnya lagi akibat
kemunduran fungsi organ-organ endokrin hormone.
Dari hasil penelitian diketahui 10% kandungan mineral pada tulang wanita tersebut telah
menurun disbanding wanita yang haidnya masih teratur, dengan demikian dianjurkan supaya HRT
sudah dimulai 4-5 tahun sebelum menopause, bila gangguan jangka panjang seperti osteoporosis
dan penyakit kardiovaskuler hendak dicegah. Terapi ini harus berlangsung bertahun-tahun yaitu
10-15 tahun sesudah menopause bahkan ada yang mengajnurkan seumur hidup, karena dapat
disangsikan daya cegah estrogen akan menghilangkan bila substitusinya dihentikan dan proses
pengeroposan tulang yang akan dilanjutkan.
Adapun strategi yang dilakukan sebagai berikut.
1. Terapi selama 2-3 tahun untuk menghilangkan gejala akut, sesudah itu dihentikan. Bila gejala
kembali kambuh terapi diulang dan diteruskan sampai tidak berulang lagi di bawah pengawasan
dokter.
2. Terapi jangka panjang paling sedikit selama 5 tahun mungkin sampai 10-15 tahun ditujukan untuk
mencegah gejala menahun menopause seperti osteoporosis dan penyakit jantung koroner.
3. Untuk menghindari timbul kembali symptom yang akut, penghentian terapi dilakukan secara
bertahap yaitu dengan menurunkan dosisnya