Hingga saat ini, sebagian besar mekanisme metilasi DNA telah di cirikan pada sel
induk embrio. Walaupun percobaan model in vitro memprediksi fungsi metilasi DNA dalam
pembelahan sel, namun sel induk embrio belum cukup untuk dijadikan model dalam
mempelajari metilasi DNA pada sel saraf postmitotik. Namun, terdapat 2 cara mempelajari
metilasi DNA pada sel saraf postmitotik.
Model kedua, Dnmt langsung di hilangkan (knocked out) menggunakan sistem cre/loxP,
melibatkan promotor spesifik di otak (Fan dkk,2001; Golshani dkk,2005; Nguyen dkk, 2007; Hutnick
dkk, 2009; Feng dkk,2010). Tidak seperti inhibisi farmakologi, metode kedua ini membuat peneliti
dapat mempelajari peran Dnmt spesifik pada sel saraf subpopulasi. Dnmt dibutuhkan pada
diferensiasi sel saraf normal. Oleh sebab itu, untuk mempelajari peran Dnmt pada otak dewasa, cre
harus melibatkan promotor spesifik postmitotik otak seperti CamKIIα(Fan dkk,2001; Golshani
dkk,2005; Nguyen dkk, 2007; Hutnick dkk, 2009; Feng dkk,2010).
Pada sel saraf postmitotik, baik penghilangan Dnmt1 dan Dnmt3a akan mengarah pada
perubahan metilasi DNA, ekspresi gen, plastisitas sinapsis, atau kepribadian (Feng dkk, 2010).
Knockout ganda dapat mengurangi metilasi DNA yang menyebabkan defisit plastisitas sinapsis,
sebagai tambahannya dalam belajar dan mengingat/memori. Walaupun belum ditemukan peran
bagian Dnmt1 dan Dnmt3a pada sel saraf posmitotik, metilasi DNA telah berulangkali
memperlihatkan perannya dalam belajar dan ingatan pada otak orang dewasa.
Penelitian terkini memperlihatkan bahwa aktivitas sel saraf in vitro mengatur ekspresi Bdnf
(Mrtinowich dkk, 2003). Depolarisasi sel saraf membuat demetilasi promotor Bdnf, melepaskan
kompleks represor MeCP2 dan meningkatkan ekspresi Bdnf(Mrtinowich dkk, 2003). Aktivitas tetap
pada sel saraf, seperti yang terjadi selama stimulasi elektrokonvulsif atau latihan, mengaktifkan
metilasi DNA dan demetilasi dengan melibatkan beberapa gen diotak. Bagaimanapun, perubahan
pada metilasi DNA tidak selamanya berhubungan dengan perubahan ekspresi gen yang diobservasi
setelah aktivitas meningkat (Guo dkk,2011a). Karenanya, walaupun metilasi DNA dan demetilasi
dipengaruhi oleh aktivitas sel saraf, metilasi DNA juga berfungsi dalam pengaturan protein lainnya
dan mekanisme epigenentika, yang seluruhnya menentukan ekspresi gen.
Golongan protein lain yang bekerja bersama metilasi DNA dalam mengatur ekspresi gen
pada sistem saraf pusat adalah kelompok protein berikatan dengan metil (methil-binding protein).
Protein terikat metil secara terus menerus terekspresi pada sistem saraf pusat dewasa dan kadang
bertindak sebagai represor yang mengenali dan mengikat sitosin yang termetilasi (Nan dkk,1998; Ng
dkk, 1999; Sarraf dan Stancheva, 2004). Karenanya, ketika metilasi dihilangkan sebagi hasil dari
aktivitas sel saraf, tidak heran jika MBD kadang dilepaskan dari promotor (Mrtinowich dkk, 2003).
Bagaimanapun, peran dari protein terikat metil tidaklah sederhana. MBD, seperti MeCP2 yang
mengalami modifikasi posttranslasi, mengubah kemampuannya dalam berikatan dengan DNA (Zhou
dkk, 2006; Tao dkk,2009). Fosforilasi dari MeCP2 diinduksi oleh aktivitas sel saraf dan menghasilkan
perubahan pada ekspresi gen. Ketika fosforilasi MeCP2 dihambat, pembentukan sinaps, plastisitas
sinaps, serta belajar dan memori dipengaruhi. (Cohen dkk, 2011; Li dkk,2011). Seperti fosforilasi
yang secara normal merupakan modifikasi jangka pendek, aktivitas terkait-fosforilasi dapat untuk
sementara melepaskan MeCP2 dari promotor, membuat urutan gen dapat diakses untuk demetilasi.
Dilain pihak, metilasi DNA dan demetilasi dapat bertanggujawab pada perubahan jangka panjang
dari ekspresi gen yang mengatur plastisitas sinaps juga belajar dan memori.