Anda di halaman 1dari 6

PENGARUH PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN


MASALAH MATEMATIK SISWA MTS

Zaky Ahmad Haidar


STKIP Siliwangi Bandung

ABSTRAK
Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai
jantungnya matematika, artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam
matematika.Matematika sebagai salah satu bidang studi harus mampu menjadi salah satu sarana untuk
meningkatkan daya nalar siswa dan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan matematika untuk
menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah. Berbagai macam pendekatan dan model pembelajaran
yang berpeluang meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, salah satunya adalah pendekatan
kontekstual dengan setting model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa MTs yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan yang menggunakan pembelajaran biasa. Populasi
yang diambil adalah siswa MTs dengan sampel kelas VIII I sebagai kelas Kontrol dan Kelas VIII J sebagai kelas
eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan rancangan
atau desain kelompok kontrol dengan postes saja (The Posttest Only Control Group Design). Berdasarkan
pengolahan data pada penelitian ini disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa MTs
yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik
daripada yang menggunakan pembelajaran biasa.

Kata kunci : Pemecahan Masalah Matematik, Pendekatan Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.

PENDAHULUAN digemari oleh siswa terkait dengan kegunaannya.


Matematika adalah ilmu dasar yang diberikan Kenyataannya, keluhan dan kekecewaan terhadap
pada setiap jenjang kependidikan. Perkembangan hasil yang dicapai siswa dalam matematika hingga
matematika telah menunjukan perkembangan yang kini masih sering diungkapkan. Umumnya siswa
sangat pesat dari waktu ke waktu. Pendidikan menyatakan matematika merupakan pelajaran yang
matematika pada jenjang pendidikan dasar sulit dan membosankan, tidak menarik, dan bahkan
mempunyai peranan yang sangat penting, sebab penuh misteri. Ini disebabkan karena mata pelajaran
jenjang ini merupakan pondasi yang sangat matematika dirasakan sukar, gersang dan tidak
menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan dan tampak kaitannya dengan kehidupan sehari–hari
kepribadian anak. Ruseffendi (1988) menyatakan (Mohamad Soleh, 1998).
bahwa, “Matematika adalah suatu pelajaran yang Matematika sebagai salah satu bidang studi
tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang harus mampu menjadi salah satu sarana untuk
paling mudah hingga yang paling rumit, dengan meningkatkan daya nalar siswa dan dapat
demikian pengajaran matematika tersusun meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan
sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu matematika untuk menghadapi tantangan hidup
mendasari pengertian yang selanjutnya”. dalam memecahkan masalah. Hasil observasi
Cornelius (Abdurrahman, 1999) menyatakan menunjukan bahwa pembelajaran matematika di
bahwa, “Ada banyak alasan tentang perlunya siswa kelas masih didominasi oleh guru, yakni guru sebagai
belajar matematika, yaitu matematika merupakan sumber utama pengetahuan. Hal ini dilakukan
sarana berpikir yang jelas dan logis, sarana karena guru mengejar target kurikulum untuk
memecahkan masalah kehidupan sehari–hari, sarana menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar
mengenal pola–pola hubungan generalisasi dalam kurun waktu tertentu. Guru juga lebih
pengalaman, sarana mengembangkan kreativitas dan menekankan pada siswa untuk menghafal konsep–
sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap konsep, terutama rumus–rumus praktis yang bisa
perkembangan budaya”. digunakan oleh siswa dalammenjawab ulangan
Mengingat begitu pentingnya matematika di umum atau ujian nasional, tanpa melihat secara
sekolah seperti yang disebut diatas, seharusnya nyata manfaat materi yang diajarkan dalam
matematika merupakan salah satu pelajaran yang kehidupan sehari–hari.
1
2

Dengan demikian, siswa akan semakin kelompok mempunyai nomor masing-masing.


beranggapan bahwa belajar matematika itu tidak ada Selanjutnya siswa secara aktif mendiskusikan
artinya bagi kehidupan mereka, abstrak dan sulit pelajaran dalam kelompok untuk saling membantu
dipahami. Semua itu pada akhirnya akan bermuara dalam memahami materi pelajaran, dan akhirnya
pada rendahnya prestasi belajar matematika siswa. setiap siswa harus siap untuk menyelesaikan tugas
Dalam proses pembelajaran selama ini, guru yang diberikan guru sesuai dengan nomor yang
menerapkan strategi klasikal dengan metode ceramah dipanggil oleh guru, sehingga tertanam belajar
dimana guru sebagai pusat kegiatan dan siswa matematika secara bermakna, efektif dan efesien.
dibiarkan pasif. Hal tersebut berpengaruh terhadap Selanjutnya pendekatan kontekstual merupakan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. pembelajaran yang dapat mengaitkan konten
Menurut Ruseffendi (1984), “Kemampuan kurikulum yang dipelajari siswa dengan konteks
pemecahan masalah penting, bukan saja bagi mereka kehidupan nyata. Dengan demikian pembelajaran
yang dikemudian hari akan mendalami matematika yang sesuai dengan nafas KBK adalah pembelajaran
tetapi juga mereka yang menerapkannya, baik dalam kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah suatu
bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari- pembelajaran yang berupaya mengaitkan materi yang
hari”. dipelajari siswa dengan pengalaman siswa.
Dengan diberlakukannya kurikulum baru di Pembelajaran kontekstual tidak mengharuskan siswa
sekolah diharapkan dapat membenahi model mengafal fakta-fakta, tetapi mendorong siswa
pembelajaran yang selama ini dilakukan sehingga mengkontruksi pengetahuan pengetahuan dalam
dapat menjadikan siswa bersikap aktif, kreatif, dan benak siswa sendiri (Depdiknas, 2002). Dalam
inovatif dalam menanggapi setiap pelajaran yang pembelajaran ini, siswa di dorong membuat
diajarkan. Pemahaman siswa tentang pelajaran yang hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
diajarkan dapat terlihat dari sikap aktif, kreatif dan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
inovatif siswa dalam menghadapi pelajaran tersebut. anggota keluarga dan masyarakat. Proses
Keaktifan siswa akan muncul jika guru memberikan pembelajaran kontekstual berlangsung secara alamiah
persoalan kepada siswa agar mau mengembangkan dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami,
pola pikirnya, mau mengemukakan ide-ide dan lain- bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
lain. Pembelajaran kontekstual menekankan pada tingkat
Siswa dapat berfikir dan menalar suatu berpikir yang tinggi yaitu berpikir divergen (kreatif).
persoalan matematika apabila telah dapat memahami Dari uraian tersebut diatas jelas terlihat bahwa
persoalan matematika tersebut sehingga dapat pendekatan kontekstual, kemampuan pemecahan
memecahkan masalah matematika tersebut. Suatu masalah matematika dan pembelajaran kooperatif
cara pandang siswa tentang persoalan matematika berkaitan erat. Kemampuan pemecahan masalah
ikut mempengaruhi pola pikir tentang penyelesaian dapat dikembangkan dari pendekatan pembelajaran
yang akan dilakukan. Dalam pembelajaran kontekstual, karena dalam pendekatan pembelajaran
matematika, diperlukan suatu metode atau model kontekstual siswa dibiasakan untuk memecahkan
pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran masalah sehari-hari yang dekat dengan keseharian
dapat tercapai sekaligus meningkatkan kemampuan siswa yang berkaitan dengan materi yang diajarkan
pemecahan masalah siswa. Salah satu cara untuk dan dalam pembelajaram kooperatif siswa akan
meningkatkan kemampuan berpikir siswa adalah secara aktif mendiskusikan pelajaran dalam
dengan memberikan sejumlah keterampilan problem- kelompok untuk saling membantu dalam memahami
solving (memecahkan masalah). Keterampilan materi pelajaran, dan akhirnya setiap siswa harus siap
menyelesaikan masalah tersebut akan dicapai siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru
jika dalam pembelajaran guru mengkondisikan siswa sesuai dengan nomor yang dipanggil oleh guru,
untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya dan sehingga tertanam belajar matematika secara
memfasilitasi siswa untuk melakukan aktivitas bermakna, efektif dan efesien.
belajar yang melibatkan pemecahan masalah. Penulis melaksanakan penelitian ini dengan
Untuk memecahkan masalah tersebut, penulis maksud untuk menelaah pengaruh pembelajaran
merasa perlu melakukan penelitian dengan dengan pendekatan kontekstual dengan setting model
menerapkan pendekatan kontekstual dengan setting pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap
model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
matematika. Salah satu metode pembelajaran MTs.
berdasarkan model pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head KAJIAN TEORI DAN METODE
Together (NHT), dimana guru mengkondisikan siswa 1. Pemecahan Masalah Matematik
dalam kelompok-kelompok dan setiap anggota
3

Polya (1985) menyatakan bahwa, “Pemecahan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual nyata siswa dan mendorong siswa membuat
yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki”. Pendapat tersebut konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
didukung oleh pernyataan Branca (Sumarmo, 1994), bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
umum dalam pembelajaran matematika, bahkan bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
sebagai jantungnya matematika, artinya kemampuan pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses
pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
dalam matematika. Karena untuk memperkuat dimilikinya pengalaman
Dalam pembelajaran matematika, guru sangat belajar yang aplikatif bagi siswa, diperlukan
dianjurkan untuk menerapkan model-model pembelajaran yang lebih banyak memberikan
pembelajaran pemecahan masalah. Menurut Wahab kesempatan kepada siswa untuk mencoba,
(2007), model pembelajaran pemecahan masalah melakukan, dan mengalami sendiri (learning to do),
adalah strategi yang dapat mendorong dan bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana
menumbuhkan kemampuan anak dalam menemukan penerima terhadap semua informasi yang
dan mengolah informasi. Yamin (2008) menyatakan disampaikan guru”.
strategi atau model pembelajaran pemecahan masalah Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah
adalah strategi yang merangsang berfikir dan membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya,
menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
pendapat yang disampaikan siswa. Guru disarankan memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
melihat jalan fikiran yang disampaikan siswa, sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
pendapat siswa, serta memotivasi siswa untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
mengeluarkan pendapat mereka dan guru tidak boleh (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan
tidak menghargai pendapat siswa sekalipun pendapat sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran
siswa tersebut salah menurut guru. Selanjutnya guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
Rusman (2010) menyatakan bahwa, “Pemecahan kontekstual. Dengan demikian, pembelajaran akan
masalah yang efektif dalam setting dunia nyata lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan
melibatkan penggunaan proses kognitif, meliputi lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik),
perencanaan penuh untuk berpikir, berpikir secara akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di
menyeluruh, berpikir secara sistematis, berpikir sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan
analitis berpikir, analogis dan berpikir sistem. permasalahan kehidupan yang terjadi di
Beberapa indikator pemecahan masalah dapat lingkungannya (keluarga dan masyarakat). (Rusman:
diperhatikan dari paparan Sumarmo (2010 : 8), 2010).
adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi unsur- Kenneth (2001), CTL adalah pembelajaran yang
unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan memungkinkan terjadinya proses belajar diman siswa
kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan mengguanakan pemahaman dan kemampuan
masalah matematika atau menyusun model akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar
matematika; (3) menerapkan strategi untuk sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat
menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan simulative ataupun nyata, baik sendiri-sendiri
masalah baru) dalam atau di luar matematika; (4) maupun bersama-sama.
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai Sedangkan menurut Yoyo (2006), CTL adalah
permasalahan asal; dan (5) menggunakan matematika konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
secara bermakna. antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
2. Pendekatan Kontekstual nyata siswa dan mendorong siswa membuat
Menurut Sugiyanto (2009), pendekatan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
kontekstual (Contextual Teaching and penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Learning/CTL) adalah sebuah sistem pengajaran yang Sugiyanto (2009) menyatakan bahwa “Untuk
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menciptakan kondisi tersebut diperlukan strategi
menghubungkan muatan akademis dengan konteks belajar baru yang lebih memberdayakan siswa.
dari kehidupan sehari-hari siswa. Rusman (2010) Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan
menyatakan bahwa, “Pendekatan kontekstual siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi
(Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
4

dibenak mereka sendiri. Melalui strategi CTL, siswa 4. Diskusi Masalah


diharapkan belajar mengalami bukan menghafal”. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
Contextual Teaching and Learning (CTL) bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
merupakan pembelajaran yang dimulai dengan sajian bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau
yang terkait dengan dunia nyata siswa (Daily Live pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Modelling), sehingga akan terasa manfaat dari materi Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
yang akan disajikan, motivasi belajar muncul, dunia spesifik sampai yang bersifat umum.
pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi 5. Memanggil Nomor Anggota Atau Pemberian
kondusif, nyaman dan menyenangkan. Prinsip Jawaban
pembelajaran kontekstual adalah aktifitas siswa, Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan
siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
menonton dan mencatat, dan pengembangan sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban
kemampuan sosialisasi. Melalui pendekatan kepada siswa di kelas.
pembelajaran kontekstual, mengajar bukanlah 6. Memberi Kesimpulan
transformasi pengetahuan dari guru kepada Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban
siswadengan menghapal sejumlah konsep-konsep akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan dengan materi yang disajikan.
tetapi ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif
untuk mencari kemampuan bias hidup (life skill) dari tipe NHT sebagaimana dijelaskan oleh Hill (Tryana,
apa yang dipelajarinya (Rusman, 2010). 2008) bahwa model NHT dapat meningkatkan
3. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT prestasi belajar siswa, mampu memperdalam
NHT pertama kali dikenalkan oleh Kagan pamahaman siswa, menyenangkan siswa dalam
(1993). Ada beberapa macam pembelajaran belajar, mengembangkan sikap positif siswa,
kooperatif, salah satunya pembelajaran kooperatif mengembangkan sikap kepemimpinan siswa,
tipe Numbered Head Together. Number Head mengembangkan rasa ingin tahu siswa,
Together (NHT) adalah suatu Model pembelajaran meningkatkan rasa percaya diri siwa,
yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa mengembangkan rasa saling memiliki, serta
dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi mengembangkan keterampilan untuk masa depan.
dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan
di depan kelas. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Menurut Kagan (1993) model pembelajaran Karena dalam penelitian ini menggunakan
NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk rancangan atau desain kelompok kontrol dengan
saling berbagi informasi, mendengarkan dengan postes saja (The Posttest Only Control Group
cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, Design) maka langsung melakukan analisis data hasil
sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. postes kelas eksperimen dan kontrol:
Ibrahim (2000) mengembangkan langkah-langkah
NHT menjadi enam langkah sebagai berikut : Tabel. 1.1
1. Persiapan Deskriptif Data Postes
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan Postes
pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran Tes
N St.
Kelas Min Max Mean
(SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan Dev
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Eksperimen 30 48 100 69,6 14,75
2. Pembentukan Kelompok Kontrol 30 40 92 68,3 14,96
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan SMI = 100
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Guru membagi para siswa menjadi beberapa 1. Analisis Data Postes
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok uji Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis sebagai
dan nama kelompok yang berbeda. berikut:
3. Tiap Kelompok Harus Memiliki Buku Paket H0 : Data berdistribusi normal.
atau Buku Panduan HA : Data berdistribusi tidak normal.
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok Kriteria : Jika P–Value ≥ 0,05 maka data berdistribusi
harus memiliki buku paket atau buku panduan agar normal.
memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru.
5

Uji Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan Tabel. 1.2


Software Minitab 16 for Windows dengan output Hasil Uji Homogenitas Postes
sebagai berikut: Test
Method P-
uji normalitas postes kelas eksperimen
DF1 DF2 Statistic
Value
Normal
F Test
99 29 29 1,09 0,409
Mean 69,6 (normal)
StDev 15,35
95 N 30 Levene's
90
KS
P-Value
0,109
>0,150
Test (any 1 58 0,00 0,500
80 continuous)
70
Berdasarkan data tersebut ,dapat terlihat bahwa
Percent

60
50
40
nilai P–Value = 0,409 dan P–Value = 0,500
30 keduanya lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka 𝐻0
20

10
diterima artinya varians data tersebut homogen
5 Karena kedua kelas berdistribusi normal dan
homogen, maka selanjutnya dilakukan uji perbedaaan
1
30 40 50 60 70 80 90 100 110 duarata-rata (uji-t) nilai postes kelas eksperimen dan
tes akhir eksperimen
kelas kontrol dengan hasil sebagai berikut:
Gambar 1.1
Output Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen Two-Sample T-Test and CI: tes akhir
eksperimen; tes akhir kontrol
Berdasarkan gambar di atas, dengan mengambil
taraf signifikansi α = 0,05 dan dari hasil pengujian Two-sample T for tes akhir eksperimen vs
tes akhir kontrol
diperoleh P – Value > 0,150 sehingga dapat
disimpulkan bahwa P – Value > α maka H0 diterima N Mean StDev SE
dan H1 ditolak. Artinya sampel berdistribusi normal. Mean
tes akhir eksperimen 30 69,6 15,4
uji normalitas postes kelas kontrol 2,8
Normal
99
tes akhir kontrol 30 68,3 14,7
Mean
StDev
68,27
14,70
2,7
95 N 30
KS 0,134
90
P-Value >0,150 Difference = mu (tes akhir eksperimen) - mu
80 (tes akhir kontrol)
70
Estimate for difference: 1,33
Percent

60
50 95% lower bound for difference: -5,15
40
30
T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value =
20 0,34 P-Value = 0,366 DF = 58
10 Both use Pooled StDev = 15,0316
5
Gambar 1.3
1 Output Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes
30 40 50 60 70 80 90 100 110
tes akhir kontrol
Dari gambar di atas terlihat bahwa P – Value =
Gambar 1.2 0,336, hal ini menunjukan bahwa P – Value > α,
Output Uji Normalitas Postes Kelas Kontrol artinya hasil tes akhir kemampuan pemecahan
. masalah matematik pada kelas eksperimen yang
Berdasarkan gambar di atas, dengan mengambil menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting
taraf signifikansi α = 0,05 dan dari hasil pengujian model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
diperoleh P–Value > 0,150 sehingga dapat Together lebih baik dibandingkan kelas kontrol yang
disimpulkan bahwa P –Value > α maka H0 diterima menggunakan pembelajaran biasa.
dan H1 ditolak. Artinya sampel berdistribusi normal.
Karena kedua kelas berasal dari populasi yang KESIMPULAN
berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji Kesimpulan hasil penelitian adalah kemampuan
homogenitas. Berikut ini disajikan hasil uji pemecahan masalah matematik antara siswa MTs
homogenitas tes akhir dari kelas eksperimen dan yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan
kelas kontrol. kontekstual dengan setting model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together lebih baik
dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran
biasa.
6

DAFTAR PUSTAKA Persada. (Online).


Abdurrahman, M. (1999). Pendidikan Bagi Anak http://mtkstkip.blogspot.com/2012/08/kemampu
Berkesulitan Belajar. Jakarta : Rineka Cipta. an-pemecahan-masalah.html.
Depdinas. (2002). Pendekatan Kontekstual Yoyo. (2006). Pendekatan Kontekstual (Contextual
(Contextual Teaching and Learning). Jakarta : Teaching and Learning). Banyumas : Dinas
Dirjen Dikdasmen. Pendidikan. (Online).
Ibrahim (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : http://sharewithlinggar.blogspot.com/2013/03/pe
Universitas Negeri Surabaya Press. ndekatan-pembelajaran-kontekstual.html?m=1.
Kagan, S. (1993). Cooperative learning. San
Clemente: Resources for Teachers. (Online).
http://jalt.org/pansig/PGL2/HTML/Nakagawa.ht
m.
Keneth, H. R. (2001). Contextual Teaching and
Learning for Understanding Trough Integration
of Academic and Technical Education. Dalam
Forum Vol.16, No.2. (Online).
http://www.ciera.org/library/archive/2001-
04/0104parwin.htm.
Polya, G. (1985). How to Solve It . A New Aspect
of Mathematical Method (2nd ed). Princeton,
New Jersey : Princeton University Press
Ruseffendi, E.T. (1984). Dasar-Dasar Matematika
Modern untuk Guru. Bandung : PT. Tarsito.
____________. (1988). Pengantar Kepada
Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika
untuk Meingkatkan CBSA. Bandung : PT.
Tarsito.
Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Soleh, M. (1998). Pokok-Pokok Pengajaran
Matematika Sekolah. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. (Online).
http://ekoyulisarwono.blogspot.com/2011/11/me
ngkaji-sosok-guru-matematika-yang.html?m=1
Sugiyanto. (2009). Model-Model Pembelajaran
Inovatif. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru
Rayon 13 FKIP UNS Surakarta. (Online).
http://sharewithlinggar.blogspot.com/2013/03/pe
ndekatan-pembelajaran-kontekstual.htm.
Sumarmo, U. (2010). (Online). Tersedia:http//adi-
galoga.blogspot.com/2010/02/proposal-peneliti
an.html. (28 Februari 2013).
Tryana. (2008). Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Numbered Head Together untuk
Meningkatkan Prestasi dan Motivasi Belajar
Biologi Siswa Kelas VII SMP Miftahul Huda
Kecamatan Ngadirejo Pacitan. (Online).
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/blog/attachmen
t/456/ARTIKEL.doc.
Wahab, A. A. (2007). Metode dan Model-Model
Mengajar IPS. Bandung : Alfabeta. (Online).
http://mtkstkip.blogspot.com/2012/08/kemampu
an-pemecahan-masalah.html
Yamin, M. (2008). Taktik Pengembangan
Kemampuan Individual Siswa. Jakarta : Gaung

Anda mungkin juga menyukai