ABSTRAK
Kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum dalam pembelajaran matematika, bahkan sebagai
jantungnya matematika, artinya kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam
matematika.Matematika sebagai salah satu bidang studi harus mampu menjadi salah satu sarana untuk
meningkatkan daya nalar siswa dan dapat meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan matematika untuk
menghadapi tantangan hidup dalam memecahkan masalah. Berbagai macam pendekatan dan model pembelajaran
yang berpeluang meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, salah satunya adalah pendekatan
kontekstual dengan setting model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa MTs yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan yang menggunakan pembelajaran biasa. Populasi
yang diambil adalah siswa MTs dengan sampel kelas VIII I sebagai kelas Kontrol dan Kelas VIII J sebagai kelas
eksperimen. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan menggunakan rancangan
atau desain kelompok kontrol dengan postes saja (The Posttest Only Control Group Design). Berdasarkan
pengolahan data pada penelitian ini disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa MTs
yang menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik
daripada yang menggunakan pembelajaran biasa.
Kata kunci : Pemecahan Masalah Matematik, Pendekatan Kontekstual, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT.
Polya (1985) menyatakan bahwa, “Pemecahan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual nyata siswa dan mendorong siswa membuat
yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaiaan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki”. Pendapat tersebut konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
didukung oleh pernyataan Branca (Sumarmo, 1994), bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran
kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
umum dalam pembelajaran matematika, bahkan bekerja dan mengalami, bukan mentransfer
sebagai jantungnya matematika, artinya kemampuan pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses
pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
dalam matematika. Karena untuk memperkuat dimilikinya pengalaman
Dalam pembelajaran matematika, guru sangat belajar yang aplikatif bagi siswa, diperlukan
dianjurkan untuk menerapkan model-model pembelajaran yang lebih banyak memberikan
pembelajaran pemecahan masalah. Menurut Wahab kesempatan kepada siswa untuk mencoba,
(2007), model pembelajaran pemecahan masalah melakukan, dan mengalami sendiri (learning to do),
adalah strategi yang dapat mendorong dan bahkan sekedar pendengar yang pasif sebagaimana
menumbuhkan kemampuan anak dalam menemukan penerima terhadap semua informasi yang
dan mengolah informasi. Yamin (2008) menyatakan disampaikan guru”.
strategi atau model pembelajaran pemecahan masalah Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah
adalah strategi yang merangsang berfikir dan membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya,
menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada
pendapat yang disampaikan siswa. Guru disarankan memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas
melihat jalan fikiran yang disampaikan siswa, sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk
pendapat siswa, serta memotivasi siswa untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas
mengeluarkan pendapat mereka dan guru tidak boleh (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan
tidak menghargai pendapat siswa sekalipun pendapat sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran
siswa tersebut salah menurut guru. Selanjutnya guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan
Rusman (2010) menyatakan bahwa, “Pemecahan kontekstual. Dengan demikian, pembelajaran akan
masalah yang efektif dalam setting dunia nyata lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan
melibatkan penggunaan proses kognitif, meliputi lingkungan masyarakat (bukan dekat dari segi fisik),
perencanaan penuh untuk berpikir, berpikir secara akan tetapi secara fungsional apa yang dipelajari di
menyeluruh, berpikir secara sistematis, berpikir sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi dan
analitis berpikir, analogis dan berpikir sistem. permasalahan kehidupan yang terjadi di
Beberapa indikator pemecahan masalah dapat lingkungannya (keluarga dan masyarakat). (Rusman:
diperhatikan dari paparan Sumarmo (2010 : 8), 2010).
adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi unsur- Kenneth (2001), CTL adalah pembelajaran yang
unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan memungkinkan terjadinya proses belajar diman siswa
kecukupan unsur yang diperlukan; (2) merumuskan mengguanakan pemahaman dan kemampuan
masalah matematika atau menyusun model akademiknya dalam berbagai konteks dalam dan luar
matematika; (3) menerapkan strategi untuk sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat
menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan simulative ataupun nyata, baik sendiri-sendiri
masalah baru) dalam atau di luar matematika; (4) maupun bersama-sama.
menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai Sedangkan menurut Yoyo (2006), CTL adalah
permasalahan asal; dan (5) menggunakan matematika konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
secara bermakna. antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
2. Pendekatan Kontekstual nyata siswa dan mendorong siswa membuat
Menurut Sugiyanto (2009), pendekatan hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan
kontekstual (Contextual Teaching and penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Learning/CTL) adalah sebuah sistem pengajaran yang Sugiyanto (2009) menyatakan bahwa “Untuk
cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menciptakan kondisi tersebut diperlukan strategi
menghubungkan muatan akademis dengan konteks belajar baru yang lebih memberdayakan siswa.
dari kehidupan sehari-hari siswa. Rusman (2010) Sebuah strategi belajar yang tidak mengharuskan
menyatakan bahwa, “Pendekatan kontekstual siswa menghafal fakta-fakta, tetapi sebuah strategi
(Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
4
60
50
40
nilai P–Value = 0,409 dan P–Value = 0,500
30 keduanya lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka 𝐻0
20
10
diterima artinya varians data tersebut homogen
5 Karena kedua kelas berdistribusi normal dan
homogen, maka selanjutnya dilakukan uji perbedaaan
1
30 40 50 60 70 80 90 100 110 duarata-rata (uji-t) nilai postes kelas eksperimen dan
tes akhir eksperimen
kelas kontrol dengan hasil sebagai berikut:
Gambar 1.1
Output Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen Two-Sample T-Test and CI: tes akhir
eksperimen; tes akhir kontrol
Berdasarkan gambar di atas, dengan mengambil
taraf signifikansi α = 0,05 dan dari hasil pengujian Two-sample T for tes akhir eksperimen vs
tes akhir kontrol
diperoleh P – Value > 0,150 sehingga dapat
disimpulkan bahwa P – Value > α maka H0 diterima N Mean StDev SE
dan H1 ditolak. Artinya sampel berdistribusi normal. Mean
tes akhir eksperimen 30 69,6 15,4
uji normalitas postes kelas kontrol 2,8
Normal
99
tes akhir kontrol 30 68,3 14,7
Mean
StDev
68,27
14,70
2,7
95 N 30
KS 0,134
90
P-Value >0,150 Difference = mu (tes akhir eksperimen) - mu
80 (tes akhir kontrol)
70
Estimate for difference: 1,33
Percent
60
50 95% lower bound for difference: -5,15
40
30
T-Test of difference = 0 (vs >): T-Value =
20 0,34 P-Value = 0,366 DF = 58
10 Both use Pooled StDev = 15,0316
5
Gambar 1.3
1 Output Uji Perbedaan Dua Rata-rata Data Postes
30 40 50 60 70 80 90 100 110
tes akhir kontrol
Dari gambar di atas terlihat bahwa P – Value =
Gambar 1.2 0,336, hal ini menunjukan bahwa P – Value > α,
Output Uji Normalitas Postes Kelas Kontrol artinya hasil tes akhir kemampuan pemecahan
. masalah matematik pada kelas eksperimen yang
Berdasarkan gambar di atas, dengan mengambil menggunakan pendekatan kontekstual dengan setting
taraf signifikansi α = 0,05 dan dari hasil pengujian model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head
diperoleh P–Value > 0,150 sehingga dapat Together lebih baik dibandingkan kelas kontrol yang
disimpulkan bahwa P –Value > α maka H0 diterima menggunakan pembelajaran biasa.
dan H1 ditolak. Artinya sampel berdistribusi normal.
Karena kedua kelas berasal dari populasi yang KESIMPULAN
berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji Kesimpulan hasil penelitian adalah kemampuan
homogenitas. Berikut ini disajikan hasil uji pemecahan masalah matematik antara siswa MTs
homogenitas tes akhir dari kelas eksperimen dan yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan
kelas kontrol. kontekstual dengan setting model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together lebih baik
dibandingkan siswa yang mendapat pembelajaran
biasa.
6