Anda di halaman 1dari 14

PENYIMPANAN BUAH-BUAHAN DAN PRODUK

HORTIKULTURA

Desi Windari (05031181520074)


Happy Dolorosa Parhusip (05031281520061)
Okki Muhammad Pamungkas (050312815200
Pinasthika Swidya (05031281520063)
Angraini (05031281520060)
Christian Madona (0503181520058)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayuran merupakan produk
hortikultura yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan
mineral. Buah-buahan dan sayuran biasanya dimanfaatkan oleh manusia dalam keadaan
masih segar. Produk hortikultura ini ketika pascapanen sangat mudah mengalami
kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan dan kerusakan
yang cepat. dan sayuarn segar sudah menjadi bagian dari makanan manusia sejak
mulainya sejarah manusia itu sendiri. Akan tetapi, pentingnya nutrisi dari buah dan
sayuran secara penuh baru dicermati hanya beberapa waktu belakangan. Pada sisi lain,
bagi masyarakat dengan pola pengaturan makanan yang secara total vegerarian, apakah
dengan alasan kepercayaan atau ekonomi, adalah sangat tergantung pada buah dan
sayuran untuk bisa bertahan hidup. Dengan bantuan ilmu nutrisi moderen, pandangan
terhadap buah dan sayuran sekarang ini meningkat secara drastis, dan para professional
di bidang kesehatan, khususnya di negara telah berkembang, secara aktif menganjurkan
peningkatan konsumsi buah dan sayuran dan membatasi konsumsi daging. Nilai nutrisi
buah dan sayuran pertama kali dicermati pada awal abad ke-17 di Inggris. Salah
satunya adalah kemampuan buah jeruk menyembuhkan penyakit radang perut akibat
kekurangan vitamin C, yang pada saat itu diderita para angkatan laut Inggris. Kapten
angkatan laut tersebut mengetahui adanya penyembuhan dengan mengkonsumsi jeruk
dan mampu Produk pascapanen hortikultura merupakan struktur yang masih hidup
walaupun telah terpisah dari tanaman induknya, dimana sebelum dipanen dan pada saat
pascapanen produk pascapanen tersebut masih melakukan reaksi-reaksi metabolisme
dan masih mempertahankan sistem fisiologis sebagaimana saat masih melekat pada
tanaman induknya. Reaksi-reaksi metabolisme ini akan memicu kerusakan produk
hortikultura dengan cepat. Kerusakan pascapanen buah-buahan dan sayuran relatif
masih tinggi dimana menurut Kader (1985), kerusakan pascapanen buah-buahan dan
sayuran bisa mencapai 5 - 25 % pada negara-negara maju dan 20 - 50 % pada negara-
negara berkembang. Penanganan pascapanen hasil hortikultura bertujuan
mempertahankan kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, buah
keriput, umbi berwarna hijau (greening), dan terlalu matang. Penyimpanan pada suhu
dingin akan menekan enzim respirasi agar aktivitasnya serendah mungkin sehingga laju
respirasinya kecil serta dapat menurunkan sensitifitasnya terhadap gas etilen dan
mengurangi kehilangan air sehingga produk terjaga kesegarannya. Penanganan
pascapanen buah-buahan dan sayuran segar dapat dilakukan dengan pengendalian suhu
dan kelembaban relatif pada ruang penyimpanan. Kedua kriteria ini akan menghambat
kehilangan air dari produk. Kehilangan air dari produk sering diasosiasikan dengan
kehilangan mutu, karena adanya perubahan visual seperti pelayuan, pengkerutan, dan
dapat terjadi perubahan tekstur. Ruang penyimpanan buah-buahan dan sayuran pada
saat ini yang tersedia hanya untuk mengatur suhu saja, biasanya pengaturan ini hanya
bisa suhu dingin, sedang, dan sangat dingin, sedangkan setiap buah-buahan dan sayuran
memerlukan suhu yang berbeda-beda untuk jenis dan varietas yang berbeda.

1.1 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah mengetahui cara penanganan pasca panen produk segar
hortikultura ditinjau dari beberapa aspek.

1.2 Manfaat
Memberikan informasi cara atau penganan pasca panen produk hortikultura
ditinjau dari beberapa aspek.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 . Rancangan Perencanaan


Karakteristik alami produk buah dan sayur segar pascapanen adalah adanya
berbagai macam bentuk stress yang dialami produk segar tersebut begitu dilepaskan
dari tanaman induknya atau dilepaskan dari kondisi normal lingkungan hidupnya.
Kebutuhan manusia akan produk segar yang bermutu dan masih layak untuk
dikonsumsi, menuntut pengelolaan stress yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
produk tersebut masih mampu mempertahankan hidupnya yang direfleksikan dalam
bentuk kesegarannya dan perubahan minimal mutu nutrisinya. Pengelolaan stress ini
juga dilakukan untuk memperpanjang masa simpan dan masa pasar. Pengendalian suhu
adalah cara yang paling penting untuk menjaga mutu produk buah dan sayur
pascapanen. Dengan pengendalian suhu yang baik maka segala aktivitas dalam produk
yang menuju pada kerusakan atau kematian dapat diperlambat. Perlakuan perlakuan
pascapanen adalah hanyalah prosedur tambahan untuk mengoptimalkan pengaruh suhu
terhadap penghambatan kerusakan pada produk. Walaupun perlakuan pascapanen (di
luar perlakuan suhu) secara sendiri mampu menghambat perubahan-perubahan spesifik
pada produk, namun hambatan tersebut tidaklah seoptimal bila digabungkan dengan
pengendalian suhu.
Pengelolaan suhu dapat dibagi menjadi dua fase. Pertama adalah fase
pendinginan untuk melepaskan panas lapang, dan kedua adalah menjaga produk pada
suhu optimum selama penyimpanan dan pendistribusiannya. Kebanyakan produk,
terutama yang mempunyai laju respirasi sangat tinggi, memerlukan pendinginan segera
setelah panen dilakukan untuk memaksimumkan retensi mutu dan masa simpan.
Pengelolaan suhu yang baik mulai dari panen dan berlanjut pada periode
pendistribusiannya akan mampu lebih memaksimalkan retensi mutu dan masa simpan.
Suhu optimal akan bervariasi untuk masing-masing jenis produk.Umumnya, semakin
rendah suhu, sampai tidak menimbulkan kerusakan, semakin besar pula pengaruhnya
terhadap: Laju respirasi, laju kehilangan air , aktivitas patologi, aktivitas insekta,
pertumbuhan dan perkembangan pascapanen, dan produksi etilen.
2.2 Rancangan Fungsional
Banyak cara untuk mendinginkan produk setelah panen. Teknik pendinginan
dapat menggunakan udara, air, evaporasi air, dan es sebagai coolant. Tabel 1
menunjukkan lima cara pendinginan produk dengan spesifikasi produknya.

2.2.1 Room Cooling


Cara pendinginan ini secara luas digunakan walaupun hanya memberikan pola
pendinginan tidak seragam dan lambat. Di dalam room cooling, ditempatkan produk
yang dikemas atau curah. Pendinginan dicapai melalui konduktivitas termal. Panas di
dalam produk dan di dalam kemasan harus dialirkan melalui sel-sel yang saling
berhubungan dalam produk ke luar produk dan selanjutnya melalui
permukaanpermukaan produk dalam kemasan ke permukaan kemasan. Panas kemudian
harus melalui dinding kemasan sebelum dapat diambil keluar oleh udara dingin yang
tersirkulasi dalam ruang pendingin. Ada tiga faktor yang menentukan laju pendinginan.
Pertama, fisiologi dan struktur produk yang akan menentukan laju dan jumlah
konduktivitas panas.Kedua, ukuran kemasan atau wadah curah yang menentukan waktu
yang dibutuhkan untuk menghantarkan panas dari pusat kemasan atau wadah ke udara
dingin tersirkulasi.Ketiga, metode penyusunan kemasan atau palet dan penempatannya
dalam ruang pendingin yang secara langsung mempengaruhi jumlah udara yang
tersirkulasi di sekitar setiap wadah atau kemasan.
2.2.2 Forced-Air Cooling
Cara ini banyak digunakan, mudah, tidak mahal untuk diinstal pada ruang
pendingin yang sudah ada dan sesuai untuk ragam produk buah dan sayur dan kemasan
yang luas. Udara dingin sebagai coolant, namun udara dingin ini didihembuskan
melalui kemasan atau wadah curah, mengkondisikan kontak langsung dengan produk.
Cara ini dibantu dengan kipas besar yang mampu mensirkulasikan udara yang banyak
dan cepat. Cara umum forced-air cooling yang digunakan adalah forced-air tunnel.
Dua barisan kemasan di atas palet disusun sejajar dan pada salah satu ujung tunnel
ditempatkan exhaust fan. Udara dingin dihisap oleh fan kemudian dihembuskan
melalui tumpukan-tumpukan kemasan sehingga ke luar dari kemasan. Udara yang ke
luar dari kemasan ini dalam kondisi hangat karena mengambil panas produk yang
dilalui sebelumnya. Udara hangat ini ditarik oleh kipas selanjutnya disirkulasikan
melalui evaporator untuk kembali didinginkan. Udara dingin ini kembali dihisap oleh
exhaust fan dan dihembuskan melalui tumpukan tumpukan kemasan untuk mengambil
panas.
2.2.3 Hydrocooling
Cara ini menggunakan air dingin sebagai coolant. Karena air sebagai konduktor panas
yang sangat baik, sistem ini mampu menurunkan suhu produk (35oC) menjadi
mendekati suhu penyimpanan (50C) secara cepat (15-45 menit). Waktu pendinginan
dipengaruhi oleh: 1)Ukuran dan densitas produk.Secara umum, produk yang besar dan
padat membutuhkan waktu pendinginan yang lebih lama dibandingkan produk yang
lebih kecil dan berpori. 2) Metode pengemasan yang digunakan. Kemasan membatasi
penggunaan cara ini, karena sistem ini membutuhkan kemasan yang tahan terhadap air.
Kebanyakan kemasan yang digunakan adalah karton boks yang tidak toleran dengan air,
sehingga tidaklah umum digunakan untuk kemasan karton, terkecuali kemasan tersebut
dilapisi dengan lilin yang cukup tebal. Kebanyakan hydrocooling dilaksanakan dengan
wadah curah sebelum dikemas lebih lanjut. Ada dua tipe hydrocooler, yaitu shower
hydrocooler dan immersion hydrocooler. Shower hydrocooler adalah dengan cara
menyemprotkan air pada produk secara statis maupun dengan menggerakan produk
melalui pancuran-pancuran air dingin secara otomatis. Immersion hydrocooler sering
merupakan salah satu tahapan operasi di bangsal pengemasan. Atau dengan kata lain
adalah merupakan salah satu bagian operasi di dalam bangsal pengemasan. Produk di
atas ban berjalan atau konveyor dimasukkan ke dalam air dingin untuk mencapai suhu
dingin yang diinginkan. Pertama, produk yang sudah di dalam peti dimasukkan ke
dalam ruang dan dihujani dengan air dingin (tipe batch). Kedua, produk ditempatkan di
atas konveyor yang berjalan dalam air dingin (tipe kontinyu). Air dingin diatur suhunya
oleh koil pendingin. Cara lain yang sederhana yang dapat dilakukan oleh petani-petani
kecil adalah pendinginan dengan menggunakan air es (liquid ice cooling). Es balok
dipecahkan menjadi bagian-bagian yangkecil halus dan dicampurkan dengan air.
Produk dapat dimasukkan ke dalam cairan es, atau cairan es tersebut dituangkan ke
dalam kemasan yang di dalamnya ada produk, atau air es diinjeksikan ke dalam
kemasan.
2.2.4. Vacuum Cooling
Pendinginan dengan cara ini dicapai melalui penguapan air. Vacuum adalah
menurunkan tekanan udara dalam ruang sampai 4.6 mm Hg di mana pada kondisi ini air
menguap (menguap dari produk) pada suhu 00C. Produk dikemas dan ditempatkan
dalam ruang yang kuat dengan bentuk umum seperti tangki minyak. Di dalam tangki
tersebut terdapat koil yang mengkondensasikan uap air dari produk menjadi air yang
selanjutnya dikeluarkan melalui kran. Tangki ini harus betul-betul kuat dan kedap
udara. Cara pendinginan ini baik dilakukan untuk produk yang mempunyai rasio luas
permukaan dan volume tinggi seperti selada. Produk lain yang dapat didinginkan
dengan cara ini adalah seladri batang, wortel, jagung manis, bunga kol dan kapsikum
sangat cepat dengan waktu pendinginan sekitar setengah jam untuk sekitar empat
tumpukan palet. Suhu dapat diturunkan sampai mendekati optimalnya (00C) setelah
setengah jam panen. Untuk produk yang sangat ringkih, metode pendinginan ini
menghasilkan retensi mutu yang sangat baik dan memaksimalkan masa simpan.

2.2.5 Package Icing


Metode ini ditentukan oleh jumlah es yang digunakan dalam kemasan. Jumlah
es yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk beragam, tergantung pada produknya.
Karena perbedaan suhu antara es dengan produk adalah tinggi, maka awalnya akan
terjadi pendinginan yang cepat. Laju pendinginan akan menurun nyata karena es
mencair. Handenburg et al (1986) menyebutkan bahwa untuk mendinginkan produk dari
350C ke 20 0C membutuhkan es yang mencair sama dengan 38% dari berat produk.
Produk harus tahan kontak dengan es. Brokoli, jagung manis, radish, eschallots,
parsley, kol, wortel, brussel sprout dapat dikemas dengan es. Brokoli dari Queensland
contohnya, dikemas dalam boks atau kotak polistiren di dalamnya berisi es. Produk
sebelumnya didinginkan dengan forced-air cooling. Jika tidak dilakukan pre-cooling
sebelum dikemas dengan es dalam kotak polistiren, maka es akan cepat meleleh karena
panas respirasi yang dihasilkan produk. Cara yang biasanya dilakukan untuk menangani
brokoli di Australia: Panen ditempatkan dalam wadah besar atau kecil ,dinginkan
dengan forced-air cooling atau room cooling,dikemas ke dalam polistiren esky atau
kemasan kotak karton dengan lapisan plastik polietilen, meambahkan es (sekitar 4 kg)
di atas produk dalam kemasan (top-icing).

2.3 Analisis Teknis


Pada masing masing alat pada proses pendinginan memiliki kelebihan dan
kelemahan masing-masing. Pada room cooling, Kelebihan utama sistem ini adalah
kemampuan refrigerasi berlangsung dalam jangka waktu relatif lama. Kipas yang lebih
kecil dapat digunakan dibandingkan dengan forcedair cooling. Biaya operasional dan
instalasi lebih rendah. Kekurangan utama cara ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk
mendinginkan produk relatif lama. Pada kebanyakan produk yang hangat, jumlah
kemunduran yang terjadi sebelum terjadi penurunan suhu yang berarti adalah cukup
memakan biaya, bila dilihat dari mutu produk. Kemunduran ini akan semakin
diperbesar oleh penyusunan produk dalam kemasan yang ketat. Pada Metode
haircooling, Cara pendinginan ini sesuai untuk berbagai jenis buah dan sayuran.
Kebanyakan sayuran daun, sayuran akar, sayuran batang, dan sayuran buah dapat
dihydrocooling. Produk seharusnya: Tahan terhadap pembasahan , tidak rusak bila kena
klorin dalam air, dan tidak peka terhadap kerusakan fisik dari aksi benturan air bila
disemprot, salah satu cara dari hydrocooling. Pada vacuum cooling, Alat ini cukup
mahal, namun memberikan kelebihan yaitu, pertama, pendinginan sangat cepat dengan
waktu pendinginan sekitar setengah jam untuk sekitar empat tumpukan palet. Suhu
dapat diturunkan sampai mendekati optimalnya (00C) setelah setengah jam panen.
Untuk produk yang sangat ringkih, metode pendinginan ini menghasilkan retensi mutu
yang sangat baik dan memaksimalkan masa simpan. Kedua, Air yang menguap dari
setiap sel dalam produk hampir seragam. Kehilangan air didistribusikan pada setiap sel
dari produk. Komentar sering diberikan bahwa selada yang didinginkan dengan cara ini
lebih renyah dibandingkan dengan cara forced-air cooling dengan jumlah kehilangan
airnya sama. Keuntungan ketiga adalah penggunaan vacuum cooling dapat dilakukan
terhadap produk yang dikemas, yang di dalamnya terdapat bahan pengemas internal.

2.4. ANALISA FINANSIAL


1. Asumsi Dasar

1. Umur ekonomis Penyimpanan Jeruk Pontianak adalah 15 tahun.

2. Kapasitas produksi adalah sebagai berikut:

2.2. Kebutuhan bahan baku : 20 ton /hari

2.3. Jam operasi : 20 jam

2.4. Hari operasi : 25 hari/ bulan atau 300 hari/tahun

3. Sumber dan struktur permodalan berasal dari pinjaman bank dan modal sendiri dengan

perbandingan 70 : 30 yaitu sebesar Rp 3.850.000.000 modal pinjaman dengan perkiraan

bunga sebesar 20 % dan Rp 1.650.000.000 modal sendiri

4. Harga bahan baku dan produk akhir sebagai berikut:

4.2. Harga GKP : Rp 4.250/kg

4.3. Harga Jeruk Kelas AB : Rp 8.000/kg

4.4. Harga Jeruk Kelas C : Rp 7.000/kg

4.5. Harga Jeruk Kelas D : Rp. 6.500/kg

5. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (straight-line method} yang

disesuaikan dengan umur ekonomi masing masing modal tetap. Perincian umur

ekonomis dan persentase penyusutan pertahun modal tetap

6. Perkiraan Produk 40 : 25 : 20 : 15 yaitu Jeruk Kualiatas AB : Jeruk Kualitas C : Jeruk

Kualitas D : Jeruk Kualitas E.


2. Break Event Point

1. BEP untuk Volume Produksi

Total biaya produksi (Rp)


BEP =
Harga jual GKG (Rp/Kg)

Rp. 669.230.100.600
BEP =
Rp. 4.250 /Kg

BEP = 157.465.906 kg

2. BEP Pendapatan
𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏
Qi =
𝒑𝒆𝒏𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏−𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏

𝑹𝒑 𝟖𝟐𝟓.𝟗𝟑𝟔.𝟎𝟒𝟎
= 𝑹𝒑 (𝟕𝟐.𝟏𝟔𝟓.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎−𝟒𝟒.𝟔𝟏𝟓.𝟑𝟒𝟎.𝟎𝟒𝟎

= 0.03

Jadi pendapatan pada titik impas = 0.03 x Rp 72.165.000.000


= Rp 2.164.950.000
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN
Penanganan pascapanen hasil hortikultura bertujuan mempertahankan kondisi
segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki selama
penyimpanan.Perlakuan pascapanen yang mampu menghambat perubahan-perubahan
spesifik pada produk, dioptimal dengan pengendalian suhu. Teknik pendinginan dapat
menggunakan udara, air, evaporasi air, dan es sebagai coolant. Alat untuk
mendinginkan produk holtikultura adalah Room cooling, Forced-Air Cooling
Hydrocooling, Vacuum Cooling dan Package Icing .Vacuum Cooling memiliki
kelebihan lebih banyak dibanding alat lainnya namun dari segi biaya mahal.Pada analisa
finansial dari pembuatan gedung penyimpanan jeruk, memperlihatkan adanya
keuntungan dari pembuatan gedung tersebut, keuntungan sudah diperoleh pada akhir
tahun ke-2 dan gudang penyimpanan jeruk dapat digunakan dalam waktu 15 tahun.

3.2. SARAN
Menurut penulis, masih banyak yang harus dikembangkan dalam penyimpanan
produk hortikultura sehingga perlu dilakukan analisa lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Emi Y. Sagas1, Frans Wenur2, Lady C.Ch.E. Lengkey. 2010.Kajian
Penggunaan Kotak Pendingin Menggunakan Hancuran Es untuk Distribusi Pak Choi
(brassica rapa). Jurnal Teknologi Pertanian.[onlie].Vol V.No1,Hal 98-100

Hardenberg, R. E., Watada, A. E. and Wang, C. Y. 1986. The Commercial


Storage of Fruits, Vegetables, Florist and Nursery Stocks. USDA Agric. Handbook No.
66. USDA Washington.

Nofrianti D., Oelviani R. 2015. Kajian Teknologi Pascapanen Sawi


(Brassica juncea, L.) Dalam Upaya Mengurangi Kerusakan dan Mengoptimalkan Hasil
Pemanfaatan Pekarangan. Jurnal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi dan Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.

Pratiwi, S. F. 2006. Kajian Penggunaan Hancuran Es Untuk Penyimpanan


Dingin Bawang Daun. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi.
Manado.
Ubis S. 2015. Penyimpanan Dingin Sayur Sawi Hijau (Brassica Juncea L)
Menggunakan Kotak Pendingin Sederhana. Jurnal Fakultas Pertanian. Universitas Sam
Ratulangi. Manado.

Utama, I M. S., L. P. Nocianitri, and I. A. R. Pratiwi Puja . 2007. The


Effects of Water Temperatures and Length of Immersion Times on Various Types of
Leavy Vegetables During Crisping Process. Journal of Agritrop Vol 26
Utama, I M. S.; Gunadnya, I B.P. ; and Mahendra, M. S. . 2001. The effect of
impact and fruit harvesting indexes on the quality of mangosteen fruit. Buletin of
Keteknikan Pertanian (Agricultural Engineering), Dept.of Agric. Engineering, IPB-
Bogor, Vol 15, No. 1.
LAMPIRAN

ANALISIS FINANSIAL
PENYIMPANAN HORTIKULTURA

3. Asumsi Dasar

7. Umur ekonomis Penyimpanan Jeruk Pontianak adalah 15 tahun.


8. Kapasitas produksi adalah sebagai berikut:
8.2. Kebutuhan bahan baku : 20 ton /hari
8.3. Jam operasi : 20 jam
8.4. Hari operasi : 25 hari/ bulan atau 300 hari/tahun
9. Sumber dan struktur permodalan berasal dari pinjaman bank dan modal sendiri
dengan perbandingan 70 : 30 yaitu sebesar Rp 3.850.000.000 modal pinjaman
dengan perkiraan bunga sebesar 20 % dan Rp 1.650.000.000 modal sendiri
10. Harga bahan baku dan produk akhir sebagai berikut:
10.2. Harga GKP : Rp 4.250/kg
10.3. Harga Jeruk Kelas AB : Rp 8.000/kg
10.4. Harga Jeruk Kelas C : Rp 7.000/kg
10.5. Harga Jeruk Kelas D : Rp. 6.500/kg
11. Biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus (straight-line method}
yang disesuaikan dengan umur ekonomi masing masing modal tetap. Perincian
umur ekonomis dan persentase penyusutan pertahun modal tetap
12. Perkiraan Produk 40 : 25 : 20 : 15 yaitu Jeruk Kualiatas AB : Jeruk Kualitas C :
Jeruk Kualitas D : Jeruk Kualitas E.
4. Break Event Point
1. BEP untuk Volume Produksi

Total biaya produksi (Rp)


BEP =
Harga jual GKG (Rp/Kg)

Rp. 669.230.100.600
BEP =
Rp. 4.250 /Kg

BEP = 157.465.906 kg

2. BEP Pendapatan

𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏


Qi = 𝒑𝒆𝒏𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂𝒂𝒏 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏−𝒃𝒊𝒂𝒚𝒂 𝒕𝒊𝒅𝒂𝒌 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒑𝒆𝒓𝒕𝒂𝒉𝒖𝒏

𝑹𝒑 𝟖𝟐𝟓.𝟗𝟑𝟔.𝟎𝟒𝟎
= 𝑹𝒑 (𝟕𝟐.𝟏𝟔𝟓.𝟎𝟎𝟎.𝟎𝟎𝟎−𝟒𝟒.𝟔𝟏𝟓.𝟑𝟒𝟎.𝟎𝟒𝟎

= 0.03

Jadi pendapatan pada titik impas = 0.03 x Rp 72.165.000.000


= Rp 2.164.950.000

Anda mungkin juga menyukai