Arif Nugraha
Abstrak
1. Latar Belakang
Secara tidak langsung, akhir dari Perang Dunia II telah melahirkan dua
kekuatan besar dunia yaitu negara yang dianggap paling dominan dan memiliki
andil yang besar bagi kemenangan blok sekutu di Perang Dunia II, yaitu Amerika
Serikat dan Uni Soviet. Perang Dingin sendiri merupakan perang yang terjadi
selama 45 tahun dengan tensi yang sangat tinggi di antara dua
negara superpower tetapi mereka tidak terlibat konflik militer secara langsung
(Carruthers 2001, 61) sehingga Perang Dingin disebut jugaPsy War atau Perang
Urat Syaraf dimana dua kekuatan itu tidak saling berhadapan langsung melainkan
berada di belakang negara-negara yang berkonflik sebagai contoh ketika terjadi
Perang Korea, Korea Selatan didukung oleh AS sedangakan Korea Utara didukung
1
;http://duniabaca.com/faktor-penyebab-terjadinya-perang-dingin.html diakses pada 12
September 2016
oleh Uni Soviet atau ketika terjadi insiden Teluk Babi dan konflik di Afghanistan,
kedua negara tersebut berusaha untuk meraih kemenangan lewat negara yang
didukungnya2. Ada nya 2 blok yang di akibatkan oleh Perang Dingin, menjadi
landasan politik luar negeri Indonesia.
2
Carruthers, Susan L., (2001) “International History 1900-1945,” in Baylis, John & Smith, Steve
(eds.), The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press, pp. 51-73.
3
Alami, Atiqah Nur, 2008. ”Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia”, dalam Ganewati
Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik Domestik. Jakarta:
P2P LIPI dan Pustaka Pelajar, hlm. 28
4
Alami Atiqah Nur, hlm 28
5
Alami Atiqah Nur, hlm 29
tersendiri dalam mengatasi persoalan internasional. Namun, dalam hal ini Indonesia
tidak dapat dikatakan sebagai negara yang netral posisinya. Sikap netral yang
dimaksud ini adalah sikap netral yang anti sosial, namun sikap ini tidak sesuai
dengan yang dilakukan Indonesia karena Indonesia menjadi anggota PBB6. Hal ini
kemudian ditegaskan oleh Hatta karena Indonesia tidak dihadapkan pada suatu
pilihan dalam hubungan negara-negara yang sedang berperang, melainkan
Indonesia mengambil sikap tersebut untuk memperkokoh dan memperjuangkan
perdamaian7. Sedangkan, aktif dalam artiannya menjelaskan mengenai adanya
partisipasi Indonesia dalam menjaga perdamaian dan meredakan ketegangan yang
terjadi diantara kedua blok tersebut. Politik luar negeri Indonesia yang berdasarkan
prinsip bebas aktif ini juga tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 alinea keempat. Dalam alinea tersebut dijelaskan bahwa Indonesia menentang
segala bentuk penjajahan dan ikut melaksanakan ketertiban dunia8.
Dari uraian yang telah disampaikan, dalam tulisan ini penulis berusaha
untuk menganalisa bagaimana implementasi politik luar negeri bebas aktif
Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia dengan pendekatan power. Dalam
menganalisa dari permasalahan tersebut, penulis akan menggunakan Hard Power
dan Soft Power.
6
Hatta, Mohammad, 1953, Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta, Tintamas, hlm.
12
7
Alami hlm 43-44
8
Alami hlm 44-45
2. Kerangka Teoritis
A. Power
9
Scott Burchil dan Andrew Linklater, (1996), Teori-Teori Hubungan Internasional, Bandung: Nusa
Media, hlm. 242.
10
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 13.
11
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani hlm 13
12
Baylis, Wirtz, Cohen dan S. Gray, (2002), Strategy in the Contemporary World: An Introduction
to Strategic Studies, New York: Oxford, hlm. 7.
13
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani hlm 13
14
Richard Ned Lebow, (1994), Long Peace, The End of the Cold War, and the Failure of Realism,
International Organization. Vol.48. No.2, hlm. 249-277. Dalam Anak Agung Banyu Perwita dan
Yanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan Internasional, Bandung: Remaja
Rosdakarya, hlm. 13.
mencakup kekuatan militer melainkan tingkat teknologi yang dikuasai,
sumber daya alam, bentuk pemerintahan dan kepemimpinan politik dan
ideologi.
15
Dahl, Robert A., (1970), Modern Political Analysis, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 2
ed. Dalam Joshua S. Goldstein, (2004), International Relations, Washington, D. C.: American
University, hlm. 73.
16
Bruce Russett, Harvey Starr, David Kinsella, (2010), World Politics The Menu for Choice,
Wadsworth: Cengange Learning, hlm. 106.
17
Martin Griffiths & Terry O’Callaghan, (2002), International Relations: The Key Concepts,
London:Routledge, hlm. 253.
capacity of action”18. Mereka pun menyatakan bahwa, power, like money,
is instrumental, to be used primarily to achieving or defending other goals,
which could include prestige, territory, or security”19. Mereka menyatakan
power, seperti uang, merupakan instrumen, yang digunakan mendapatkan
atau mempertahankan tujuan, dimana termasuk harga diri, wilayah, dan
keamanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara dapat
menggunakan pengaruh, persuasi atau memberikan reward ancaman, dan
penggunaan kekuatan (use of force).
18
Martin Griffiths & Terry O’Callaghan hlm 253
19
Martin Griffiths & Terry O’Callaghan hlm 253
20
Joshua S. Goldstein, (2004), International Relations, Washington, D. C.: American University,
hlm. 73.
21
Daniel S. Papp, (1984), Contemporary International Relations: Framework for Understanding,
New York: Macmillan Publishing Company, hlm. 355.
(kepentingan nasional) yaitu harga diri (prestige), wilayah, dan keamanan;
menggunakan pengaruh, persuasi, memberikan reward, ancaman, dan
penggunaan kekerasan (use of force) melalui kekuatan militer dansanksi
ekonomi sehingga membuat negara lain bertindak apa yang tidak
diinginkannya.
Hard Power
Di dalam power politics terdapat dua jenis power yaitu hard power
dan soft power. Dari definisi mengenai power di atas, secara implisit telah
menjelaskan mengenai penggunaan power oleh suatu aktor terhadap aktor
lain. Adapun penggunaan hard power tersebut seperti paksaan dan sanksi.
Namun untuk lebih mengetahui mengenai hard power, berikut merupakan
definisi-definisi mengenai hard power.
22
Foreignaffairs, (2009, Juli/Agustus), “Get Smart: Combining Hard and Soft Power,”
http://www.foreignaffairs.com/articles/65163/joseph-s-nye-jr/get-smart di akses pada 12
September 2016
23
Internationalthenews, (2013, 28 November), “Power: hard, soft and smart,”
http://www.thenews.com.pk/Todays-News-9-216746-Power-hard-soft-and-smart di akses pada
12 September 2016
24
Christian Wagner, (2005), From Hard Power to Soft Power? Ideas, Interaction, Institutions, and
Wagner melihat bahwa pola dari penggunaan hard power seperti intervensi
militer, diplomasi yang bersifat paksaan, dan sanksi ekonomi. Penjelasan
lebih lengkap mengenai hard power diberikan oleh Daryl Copeland dalam
artikel yang berjudul “Hard Power Vs Soft Power” menjabarkan mengenai
definisi, tujuan tehnik, nilai, ethos dari hard power. Adapun penjabaran
Copeland mengenai hard power seperti,
25
Themark, (2010, 2 Februari) “Hard Power Vs. Soft Power)
Soft Power
Soft power adalah salah satu konsep yang diusung oleh Joseph S.
Nye selain smart power. Soft power adalah sebuah istilah yang mulai
banyak digunakan untuk mengartikan atau menjelaskan sebuah proses relasi
dan realisasi kekuasaan. Makna soft power sendiri dapat dilihat dari istilah
‘soft’ yang berarti ‘lunak’ atau ‘halus’ dan ‘power’, yakni suatu kemampuan
untuk melakukan segala sesuatu dan mengontrol pihak lain, untuk
membuatnya melakukan sesuatu yang belum tentu ingin mereka lakukan
(“an ability to do things and control others, to get others to do what they
otherwise would not”)26. Sehingga, soft power dapat didefinisikan sebagai
sebuah kemampuan suatu negara untuk mempengaruhi perilaku negara lain
dengan cara persuasif daripada dengan koersi atau maupun imbalan. Soft
power ini bersumber dari kebudayaan, nilai-nilai yang dianut dan elemen-
elemen intangible lainnya yang menjadi daya tarik:
“ Soft power is the ability to get what you want through attraction rather
than through coercion or payments”27 – Joseph Nye
Menurut Nye, soft power suatu negara bertumpu pada tiga sumber:
“budaya (di tempat-tempat menarik bagi orang lain), nilai-nilai politik
(ketika mereka hidup di dalam dan di luar negeri), dan kebijakan luar negeri
(saat orang lain melihat negara ini memiliki kepemilikan yang sah atas suatu
kebijakan politik dan otoritas.)”28. Suatu negara dapat memperoleh hasil
yang diinginkan dalam politik dunia karena negara-negara lain mengagumi
nilai-nilainya, meniru contohnya, bercita-cita untuk meningkatkan
kemakmuran dan keterbukaan negaranya. Dalam pengertian ini penting
juga untuk mengatur agenda dan menarik pihak lain dalam politik dunia,
dan bukan hanya untuk memaksa mereka berubah dengan ancaman
kekuatan militer atau sanksi ekonomi tetapi juga dengan soft power.
26
J.S. Nye, Jr., ‘Soft Power’, dalam Foreign Policy, Twentieth Anniversary, No. 80, Autumun 1990,
hlm. 154
27
J.S. Nye, Soft Power and Higher Education, Harvard University, 2008, hlm. 11,
<http://net.educause.edu/ir/library/pdf/ffp0502s.pdf>
28
J.S. Nye, Jr., hlm. 154
Beberapa bentuk soft power antara lain ialah ideologi, teknologi,
pendidikan, dan kebudayaan. Dengan demikian, dalam mengejar
kepentingan nasionalnya negara tidak pernah bisa bertindak sendirian. Ia
membutuhkan aktor-aktor lain seperti agen-agen swasta, institusi
keagamaan dan pendidikan, serta perusahaan transnasional yang bergerak
dalam bisnis perdagangan, komunikasi dan informasi, seni, dan budaya
(interdependence).
B. Pembahasan
Meski Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Perang Dunia II berakhir, isu
perdamaian dunia masih belum dapat di wujudkan. Masih banyak terjadi konflik
antar negara di dunia. Konflik masih terjadi di negara-negara berkembang atau
negara dunia ke 3 yang terletak di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Sudah
menjadi kewajiban negara-negara lain dunia, organiasasi Internasional seperti PBB
tak terkecuali Indonesia untuk berperan dalam menjaga perdamaian tersebut.
Seperti politik luar negeri bebas aktif Indonesia yang tidak memihak kepada
siapapun tetapi tetap aktif berpartispasi di kancah Internasional. Hal ini pun
tercantum pada Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea keempat. Dalam
alinea tersebut dijelaskan bahwa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan
29
J.S. Nye, SOFT POWER : The Means to Succes in World Politics, Public Affairs, New York, 2004,
hlm. 1
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia30. Sehingga, dalam pembahasan ini penulis
akan mencoba menganalisa bagaimana implementasi dari politik luar negeri
Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia. Untuk menganalisa permasalahan
tersebut penulis akan membaginya dalam dua sub. Pertama, penulis akan
menganalisa implementasi polugri31 Indonesia melalui pendektan Hard Power.
Kedua, penulis akan menganalisa implementasi polugri Indonesia melalui
pendektan Soft Power.
30
Alami hlm 44-45
31
Polugri = Politik Luar Negeri
32
Internationalthenews, (2013, 28 November), “Power: hard, soft and smart,”
http://www.thenews.com.pk/Todays-News-9-216746-Power-hard-soft-and-smart di akses pada
12 September 2016
33
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-Indonesia-dalam-Pasukan-
Misi-Perdamaian-PBB.aspx di akses pada 12 September 2016
kontribusi dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Sedangkan dalam konteks nasional, keterlibatan tersebut merupakan sarana
peningkatan profesionalisme individu dan organisasi yang terlibat secara
langsung dalam penggelaran operasi internasional.
34
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-Indonesia-dalam-Pasukan-
Misi-Perdamaian-PBB.aspx
35
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-Indonesia-dalam-Pasukan-
Misi-Perdamaian-PBB.aspx
B. Peran Indonesia dalam NPT
36
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/pengaturan-perlucutan-senjata-dan-
non-proliferasi-di-bidang-senjata-pemusnah-massal.aspx di akses pada 12 September 2016
bahwa NPT telah mampu mencegah proliferasi horizontal senjata-senjata
nuklir, namun belum sepenuhnya berhasil mencegah proliferasi secara
vertikal.Oleh karena itu, Indonesia meminta agar seluruh negara pihak pada
NPT, termasuk negara-negara nuklir, terikat pada komitmen untuk tidak
mengembangkan senjata nuklir, baik secara vertikal maupun horizontal
(non-proliferation in all its aspects)37.
37
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/pengaturan-perlucutan-senjata-dan-
non-proliferasi-di-bidang-senjata-pemusnah-massal.aspx
2. Pendekatan Soft Power
38
http://www.gresnews.com/berita/politik/170612-pelaksanaan-bali-democracy-forum-dan-
demokrasi-di-indonesia/0/ di akses pada 12 September 2016
39
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3138 di akses pada
12 September 2016
diselenggarakan seminar, localkarya, roundtables dan research
presentations40.
40
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3138
B. Multi Track Diplomacy
41
McDonald, J. W., & Bendahmane, D. R. Conflict Resolution: Track Two Diplomacy.
Washington, DC: US. Government Printing Office. 1987. Hal 10-14
42
Lusianti, Leni Putri dan Faisyal Rani. 2012. Model Diplomasi Indonesia Terhadap UNESCO Dalam
Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009. Jurnal Ilmu Hubungan
Intrnasional antar bangsa Vol. 1 No.2.
Diplomasi budaya ini juga termasuk ke dalam strategi soft power
Indonesia yang berusaha mencapai kepentingannya melalui seni budaya, di
mana batik dipromosikan ke negara-negara lain, baik melalui antar
perwakilan pemerintah maupun antar warga sipil (people to people) untuk
menarik minat masyarakat dunia terhadap batik, yang juga bertujuan untuk
membangun hubungan persahabatan yang baik melalui obyek budaya
tersebut. Hal ini akan berpengaruh positif tidak hanya dari segi
memperkenalkan budaya asli, tapi juga dari segi ekonomi di mana batik
akan dipromosikan sebagai komoditas ekspor yang dapat meningkatkan
pendapatan negara dan kesejahteraan masyarakat, serta dapat mendukung
promosi pariwisata Indonesia.
43
http://www.umy.ac.id/indonesia-miliki-peran-penting-dalam-perdamaian-dunia.html di akses
pada 12 September 2016
C. Penutup
1. Kesimpulan
Berakhirnya Perang Dunia I, Perang Dunia II dan juga Perang Dingin tidak
dapat menjamin terciptanya perdamaian dunia. Masih banyak terjadi konflik –
konflik pada negara dunia ketiga bahkan negara maju. Setiap negara memiliki
kewajiban untuk menjaga perdamaian dunia, tak terkecuali Indonesia. Hal ini telah
di lakukan Indonesia sejak meletusnya Perang Dingin, ketika dunia dibagi menjadi
dua bagian yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni Soviet)
Indonesia lebih memilih tidak berpihak kepada keduanya dan membuat gerakan
non blok. Meskipun tidak berpihak pada blok tertentu Indonesia tetap aktif
berpartisipasi di kancah internasional.
Agung Banyu P, Anak dan Yanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 13.
Alami, Atiqah Nur, 2008. ”Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia”, dalam
Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran Politik
Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar, hlm. 28-45
Baylis, Wirtz, Cohen dan S. Gray, (2002), Strategy in the Contemporary World: An
Introduction to Strategic Studies, New York: Oxford, hlm. 7
Carruthers, Susan L., (2001) “International History 1900-1945,” in Baylis, John & Smith,
Steve (eds.), The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford University Press, pp.
51-73.
Hatta, Mohammad, 1953, Dasar Politik Luar Negeri Republik Indonesia, Jakarta,
Tintamas, hlm. 12
Dahl, Robert A., (1970), Modern Political Analysis, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall,
2 ed. Dalam Joshua S. Goldstein, (2004), International Relations, Washington, D. C.:
American University, hlm. 73.
Griffiths, Martin & Terry O’Callaghan, (2002), International Relations: The Key Concepts,
London: Routledge, hlm. 253.
J.S. Nye, Soft Power and Higher Education, Harvard University, 2008, hlm. 11,
<http://net.educause.edu/ir/library/pdf/ffp0502s.pdf>
J.S. Nye, SOFT POWER : The Means to Succes in World Politics, Public Affairs, New
York, 2004, hlm. 1
Lusianti, Leni Putri dan Faisyal Rani. 2012. Model Diplomasi Indonesia Terhadap
UNESCO Dalam Mematenkan Batik Sebagai Warisan Budaya Indonesia Tahun 2009.
Jurnal Ilmu Hubungan Intrnasional antar bangsa Vol. 1 No.2.
Ned Lebow, Richard, (1994), Long Peace, The End of the Cold War, and the Failure of
Realism, International Organization. Vol.48. No.2, hlm. 249-277. Dalam Anak Agung
Banyu Perwita danYanyan Mochamad Yani, (2005), Pengantar Ilmu Hubungan
Internasional, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 13
Russett, Bruce, Harvey Starr dan David Kinsella, (2010), World Politics The Menu for
Choice, Wadsworth: Cengange Learning, hlm. 106.
S. Goldstein, Joshua, (2004), International Relations, Washington, D. C.: American
University, hlm. 73.
Wagner, Christian, (2005), From Hard Power to Soft Power? Ideas, Interaction,
Institutions, and Images in India’s South Asia Policy, Heidelberg: Universitats bibliothek
Heidelberg.
Sumber Internet
Foreignaffairs, (2009, Juli/Agustus), “Get Smart: Combining Hard and Soft Power,”
http://www.foreignaffairs.com/articles/65163/joseph-s-nye-jr/get-smart di akses pada 10
September 2016
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-Indonesia-dalam-
Pasukan-Misi-Perdamaian-PBB.aspx di akses pada 12 September 2016
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/Partisipasi-Indonesia-dalam-
Pasukan-Misi-Perdamaian-PBB.aspx di akses pada 12 September 2016
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/isu-khusus/Pages/pengaturan-perlucutan-senjata-
dan-non-proliferasi-di-bidang-senjata-pemusnah-massal.aspx di akses pada 12 September
2016
http://www.gresnews.com/berita/politik/170612-pelaksanaan-bali-democracy-forum-dan-
demokrasi-di-indonesia/0/ di akses pada 12 September 2016
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3138 di akses
pada 12 September 2016
http://www.umy.ac.id/indonesia-miliki-peran-penting-dalam-perdamaian-
dunia.html di akses pada 12 September 2016