Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker serviks atau yang sering disebut kanker leher rahim merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human

Papiloma Virus(HPV). HPV menyerang kulit dan membran mukosa pada manusia dan hewan. Kanker serviks

ditandai dengan tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher rahim. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat,

tiap tahun sekitar 15.000 kasus kanker serviks (leher rahim) ditemukan di Indonesia. Indonesia menjadi negara

dengan jumlah kasus kanker serviks tertinggi di dunia (World Health Organization, 2013). Berbagai metode klinis

dikembangkan dalam bidang kedokteran dalam upaya diagnosis dini kanker serviks agar dapat ditangani lebih cepat

sehingga pasien dapat tertolong. Beberapa metode deteksi dini kanker serviks adalah pap smear, IVA, IVAB dan uji

DNA HPV. Uji DNA HPV saat ini merupakan metode dengan akurasi paling tinggi karena dilakukan uji genotipe HPV

yang ada dalam tubuh manusia. Saat ini berbagai teknik telah dikembangkan untuk mendukung uji DNA HPV. Maka

dari itu, pengembangan teknik uji DNA HPV terkini perlu dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui teknik yang tepat

dalam deteksi dini kanker serviks.

B. Permasalahan

Permasalahan yang dikaji adalah pengembangan teknik uji DNA HPV dalam diagnosis kanker serviks di Indonesia.

Perbedaan metode tersebut selalu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Selain itu, pentingnya

diketahui bagaimana mekanisme dari metode uji DNA HPV dan spesifikasi kerjanya dalam diagnosis kanker serviks.

C. Tujuan

Makalah ini disusun untuk mempelajari pengembangan metode uji DNA HPV dalam deteksi kanker serviks pada

manusia.

II. PEMBAHASAN

A. Kanker Serviks
Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan kelainan siklus sel khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk

tumbuh tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal), menyerang jaringan biologis di dekatnya dan

bermigrasi ke jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah atau sistem limfatik, disebut metastasis. Salah satu

jenis kanker yang banyak diderita oleh wanita di dunia adalah kanker serviks atau sering disebut kanker leher rahim.

Kanker ini terjadi pada serviks yang menghubungkan uterus dengan vagina (Novel dkk., 2009a). Kanker serviks

biasanya terjadi pada wanita di bawah usia 50 tahun.Untuk mendeteksi penyakit ini secara dini, lakukan tes pap

mulai pada usia 21 tahun dan selanjutnya tiap 3 tahun sekali jika hasilnya normal. Pada usia 30 tahun, tes pap harus

dikombinasikan dengan tes HPV setiap 5 tahun sekali sampai usia 65 tahun.Gejalanya adalah pendarahan abnormal

pada vagina, seperti pendarahan setelah berhubungan seks, setelah menopause, timbulnya bercak darah ketika

menstruasi, nyeri ketika berhubungan seks dan gejala lainnya (Nuswantara, 2008). Menurut Monk dan Tewari

(2008), stadium kanker serviks meliputi stadium 0 sampai IV. Pada stadium 0, terjadi karsinoma in situ, yaitu kanker

yang masih terbatas pada lapisan epitel mulut rahim dan belum punya potensi menyebar ke tempat atau organ

lain.Stadium I, karsinoma yang masih terbatas di serviks, belum mencapai uterus. Stadium I-A terbatas di serviks dan

hanya dapat didiagnosis dengan mikroskop. Stadium I-B terbatas di serviks, secara klinis sudah terlihat lebih besar

dari IA2. Stadium II, karsinoma yang masih terbatas di serviks belum mencapai uterus, atau mencapai 1/3 bagian

bawah vagina. Pada stadium II-A menyebar melewati serviks, termasuk 2/3 atas vagina, tetapi tidak termasuk

jaringan di sekitar uterus. Stadium II-B invasi ke parametrium. Stadium III, karsinoma yang sudah menyebar ke

dinding pelvis atau melibatkan 1/3 bawah vagina atau menyebabkan kerusakan ginjal. Stadium III-A menyebar ke 1/3

bawah vagina, tetapi belum mencapai dinding pelvis. Stadium III-B menyebar ke dinding pelvis, hidronefrosis atau

ginjal yang tidak berfungsi. Stadium IV, kanker sudah menyebar. Stadium IV-A menyebar sampai melibatkan mukosa

kandung kemih dan rektum. Stadium IV-B menyebar ke organ yang jauh, misalnya ginjal, tulang, paru-paru. Gambar

1. Stadium perkembangan kanker serviks pada tubuh wanita (Monk and Teawari, 2008).

B. Metode Pemeriksaan
Kanker Serviks Beberapa metode pemeriksaan kanker leher rahim selain Tes Pap telah dikenal, antara lain

kolposkopi, servikologi, Pap Net (dengan komputerisasi), Tes molekul DNA- HPV, juga metode skrining yang lebih

sederhana, yaitu inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) dan inspeksi visual dengan asam asetat dan pembesaran

gineskopi (IVAB). Dua metode yang familiar digunakan untuk deteksi kanker serviks adalah pap smeardan uji HPV.

Pap smear (juga dikenal sebagai tes Pap) adalah suatu tindakan medis yang mana mengambil sampel sel dari

serviks (leher rahim) seorang wanita (serviks merupakan bagian ujung dari uterus yang masuk ke dalam vagina),

kemudian dioleskan pada slide. Sel tersebut diperiksa dengan mikroskop untuk mencari lesi prakanker atau

perubahan keganasan (Nuswantara, 2008). Tindakan pap smear sangat mudah, cepat dan tidak atau relatif kurang

rasa nyerinya. Pemeriksaan ini spesifitas dan sensitifitasnya tidak terlalu tinggi, sehingga ada beberapa wanita

berkembang menjadi kanker leher rahim meskipun secara teratur melakukan pemeriksaan test Pap. Sensitivitas dan

Spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98% (Nuswantara,2008). Tes HPV digunakan untuk mencari keberadaan

DNA atau RNA dari tipe HPV risiko tinggi pada sel leher rahim. Tes-tes ini kadang-kadang dapat mendeteksi infeksi

HPV sebelum kelainan sel yang jelas. Tes yang paling umum mendeteksi DNA dari tipe HPV risiko tinggi, tetapi tidak

dapat mengidentifikasi jenis tertentu atau jenis yang hadir. Tes lain adalah spesifik untuk DNA dari HPV tipe 16 dan

18, dua jenis yang menyebabkan sebagian besar kanker terkait HPV. Tes ketiga dapat mendeteksi DNA dari

beberapa tipe HPV risiko tinggi dan dapat menunjukkan apakah HPV-16 atau HPV-18 hadir. Sebuah tes keempat

mendeteksi RNA dari tipe HPV risiko tinggi yang paling umum (Nuswantara,2008). Kelebihan metode tes HPV

dibandingkan pap smearadalah materi yang diuji adalah materi genetik virus penyebab kanker serviks sehingga hasil

yang diperoleh lebih akurat. Namun kelemahan uji HPV, pada wanita dengan hasil pap smearnegatif namun uji HPV

positif, ada 2 kemungkinan yang terjadi. Pertama, kemungkinan wanita tersebut menderita tumor atau kanker serviks.

Kedua, wanita tersebut terinfeksi HPV namun dapat hilang nantinya tanpa menimbulkan tumor maupun kanker.

Walaupun begitu, sampai saat ini uji HPV merupakan metode yang paling akurat dalam diagnosis keberadaan

kanker serviks.

C. Teknik Molekuler
Uji DNA HPV Karena akurasinya lebih baik dibandingkan metode analisis laboratorium lainnya, uji DNA HPV banyak

dipilih di bidang kedokteran. Saat ini ada beberapa macam teknik pengujian DNA HPV dalam tubuh manusia. Uji

DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV atau lr-HPV dengan menggunakan teknik HC II atau dengan metode

PCR, uji DNA HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System, Multiplex HPV

Genotyping Kit, dan Linear Array HPVGenotyping Test. 1. Metode PCR dan Elektroforesis PCR (Polymerase Chain

Reaction)atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode enzimatis untuk memperbanyak secara eksponensial

suatu sekuen nukleotida tertentu secara in vitro. PCR pertama kali dikembangkan oleh Kary Mullispada tahun 1985

seorang peneliti dari CETUS Corporation. PCR dapat melipat memperbanyak molekul DNA dan memisahkan gen-

gen. Kelebihan metode ini adalah suhu yang dapat tinggi dan rendah dengan cepat selain itu PCR juga bekerja

dengan komponen yang jumlahnya sedikit. Pada tahun 1990 Tingdan Manostelah mengembangkan suatu metode

deteksi HPV dengan PCR. Metode tersebut dikembangkan dengan mengidentifikasi suatu daerah homologi di dalam

genotipe HPV yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer untuk amplifikasi. Daerah homologi

tersebut panjangnya 20-25 pasangan basa dan diketahui setelah dilakukan perbandingan urutan nukleotida HPV-6,

HPV-11, HPV-16, HPV18, dan HPV-33 terutama pada daerah ORF E1 dan L1 (Yuwono, 2006). Gambar 2. Alat PCR

(Polymerase Chain Reaction)(Yuwono, 2006). Prinsip kerja PCR dan elektroforesis yaitu (1) isolasi DNA sampel dari

bahan klinis atau dari jaringan yang disimpan pada paraffin, (2) proses amplifikasi DNA yang telah diisolasi, proses

amplifikasi sendiri terbagi tiga tahapan yaitu denaturasi, annealing, dan elongasi. Tahapan denaturasi terjadi pada

suhu 97oC. Pada proses ini terjadi denaturasi linearisasi DNA. Tahap kedua adalah penempelan primer atau

annealingpada DNA target yang akan diperbanyak, membutuhkan suhu sekitar 55oC. Tahap ketiga adalah elongasi

(polimerisasi) membutuhkan suhu 72oC agar siklus polimerisasi lebih optimal, (3) hasil amplifikasi dideteksi

menggunakan alat elektroforesis pada gel agarosa, teknik elektroforesis adalah teknik yang memisahkan molekul-

molekul bentuk, muatan netto, dan berat molekulnya dalam sebuah medan listrik pada medium padat atau semipadat

(Yuwono, 2006). Gambar 3. Hasil amplifikasi yang dideteksi menggunakan PCR pada pemeriksaan HPV (Yuwono,

2006). Metode PCR dan elektroforesis hanya digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya DNA HPV di dalam

sel epitel yang dicurigai terinfeksi HPV, sulit untuk menentukan genotipe HPV yang menginfeksi.
Prosesgenotypingdengan metode PCR dan elektroforesis memerlukan waktu yang cukup lama, karena hanya

menggunakan satu kontrol positif untuk satu genotipe HPV saja, umumnya HPV-16 atau HPV-18. Pada gambar 2

dapat dilihat nomor 1 sd.11, nomor 1 dan 2 merupakan kontrol negatif dan kontrol positif genotipe HPV-16. Nomor 3-

11 adalah sampel-sampel yang positif terinfeksi, ke-9 sampel menunjukkan sinyal yang sama dengan nomor 2,

menunjukkan bahwa ke-9 sampel tersebut positif terinfeksi HPV, namun tidak cukup untuk menentukan genotipe

HPV dalam setiap sampelnya. Gambar 2. Hasil amplifikasi yang dideteksi menggunakan PCR pada pemeriksaan

infeksi HPV. 2. Metode Hybrid Capture System(HC-II) Hybrid Capture System(HC-II) adalah metode pemeriksaan

hibridisasi dengan teknologi terbaru di bidang biologi molekuler. Teknik HC-II memeriksa pada kondisi lebih awal

yaitu kemungkinan seseorang terinfeksi HPV sebelum virus tersebut membuat perubahan pada serviks yang

akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kanker serviks. HC-II telah diakui dunia serta disahkan oleh FDA (Food and

Drug Administration)Amerika Serikat (Castle et al,2002). HC-II memiliki keakuratan yang tinggi dalam mendeteksi

infeksi HPV karena mampu mendeteksi keberadaan DNA HPV dalam jumlah yang sangat kecil. Teknik HC-II adalah

antibody capture / solution hybridization / signal amplication assayyang memakai deteksi kualitatif

chemiluminescenceterhadap DNA HPV, secara umum HC-II ialah teknik berbasis DNA-RNA yang dapat mendeteksi

secara akurat dan cepat dengan sensitivitas 98% dan spesifisitas HC-II 98% (Castle et al,2002). Prinsip kerja HC-II

yaitu menghancurkan protein kapsid virus HPV dalam sampel yang telah dimasukkan ke dalam botol sampel yang

telah disediakan. Setelah kapsid dirusak, tahap berikutnya adalah mendenaturasi DNA untai ganda menjadi untai

tunggal dengan menambahkan larutan denaturasi. Denaturasi merupakan langkah awal prosedur untuk

mengeluarkan DNA (release DNA)target dari sel. Kemudian hibridisasi antara DNA virus dengan probeRNA

menghasilkan DNA-RNA hybridyang ditangkap oleh antibodi yang kemudian akan bereaksi dengan antibodi kedua.

Antibodi kedua ini bertindak sebagai sinyal amplifikasi, makin banyak hibrid DNA-RNA yang tertangkap pada dinding

capture platemaka makin banyak pula antibodi kedua yang dapat mengenali hibrid DNA-RNA. Kuantitas antibodi

yang terikat pada hibrid DNA-RNA diukur dengan menambahkan zat chemiluminescentsehingga menghasilkan sinyal

chemiluminescent. Sinyal ini akan ditangkap oleh alat luminometer yang dihubungkan dengan komputer (Novel dkk.,

2009b). Gambar 4.
Prinsip kerja HC-II (1) DNA yang sudah terdenaturasi, (2) hibridisasi DNA Virus dengan probeRNA, (3) hibrid DNA-

RNA berikatan antibodi spesifik, (4) ikatan antibodi dengan hibrid DNA-RNA akan bereaksi dengan alkaline

phosphatase, (5) reaksi ini menghasilkan sinyal chemiluminescent, (6) sinyal amplifikasi dalam bentuk emisi cahaya,

diukur Luminometer, (7) pengukuran tersebut tersambung dengan perangkat komputer menghasilkan nilai RLU

(Relative Light Unit)(Castle et al,2002). Penentuan nilai positif uji DNA HPV didasarkan pada perbandingan sampel

dengan rata-rata RLU/PV, jika perbandingan RLU/PC (relative light unit/posirif kontrol) melebihi nilai ambang positif

maka spesimen dinyatakan positif terhadap tes DNA HPV[9]. Penentuan konsentrasi ambang DNA HPV yang akan

berpeluang terbentuknya kanker leher rahim adalah sangat penting. Digenemenetapkan nilai ambang positif sebesar

1.0 RLU/PC[2,4,9]. Bila dibandingkan dengan PCR, HC-II memiliki ketepatan 92-94% terhadap teknik pemeriksaan

sitologi/histologi, waktu yang lebih singkat, tidak terdapat atau hanya sedikit kontaminasi, dan disertai dengan probe.

ProbeA untuk melacak DNA lr-HPV seperti HPV-6, HPV-11, HPV-42, HPV-43, dan HPV-44, sedangkan probe B

untuk melacak 13 tipe DNA hr-HPV yaitu HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-45, HPV-51,

HPV-52, HPV-56, HPV-58, HPV-59, dan HPV-68. Namun HC-II tidak dapat digunakan untuk menentukan genotipe

HPV karena tes ini hanya memperkirakan secara kuantitatif jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya (

Novel dkk., 2009b). 3. Metode Multiplex HPV Genotyping Kit Metode Multiplex HPV Genotyping Kitadalah metode

yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV. Multiplex HPV Genotyping Kitdapat medeteksi 24 genotipe HPV :

HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45,

HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-66, HPV-68, HPV-70, HPV-73, dan HPV-82. Prinsip

kerja Multiplex HPV Genotyping Kityaitu (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi

kemudian di amplifikasi menggunakan PCR yang telah diberi label biotin pada primer sehingga DNA yang

diperbanyakpun akan terlabel biotin. Biotin penting dalam proses deteksi hasil hibridisasi. Primer akan

mengamplifikasi DNA β-globin manusia dan DNA ke-24 HPV, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan

probespesifik dari ke-24 genotipe HPV, pada proses hibridisasi ini diperlukan sejumlah DNA untai tunggal, untuk

mendenaturasi DNA untai ganda menjadi DNA untai tunggal pada metode ini menggunakan suhu tinggi sehingga

DNA akan terdenaturasi, (4) kemudian proses deteksi menggunakan Luminex analyzersehingga produk PCR akan
terdeteminasi oleh Phycoerythrin fluorescens (Novel dkk, 2011). 4. Metode DNA-HPV Micro Array Metode DNA-HPV

Micro Arrayadalah metode yang digunakan untuk mengetahui genotipe HPV. DNA-HPV Micro Array dapat

mendeteksi 24 genotipe HPV : HPV-6, HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-33, HPV-34, HPV-35, HPV-39,

HPV-40, HPV-42, HPV-43, HPV-44, HPV-45, HPV-51, HPV-52, HPV-53, HPV-54, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-

66, HPV-68, dan HPV-70.

Prinsip kerja DNA-HPV Micro Array : (1) ekstraksi sel untuk mengisolasi DNA, (2) DNA yang telah diisolasi kemudian

diamplifikasi menggunakan PCR, (3) hasil amplifikasi dihibridisasi menggunakan probe spesifik dari ke-24 genotipe

HPV menggunakan sejumlah DNA untai tunggal, (4) kemudian proses deteksi sehingga akan terlihat genotipe-

genotipe HPV pada sampel yang diperiksa. Gambar 5. Hasil deteksi genotipe HPV. 5. Linear Array HPV Genotyping

Test Metode ini sudah digunakan pada banyak penelitian mengenai HPV, di RS Kanker Dharmais digunakan untuk

diagnosis infeksi HPV penyebab kanker serviks dan kutil. Teknik ini adalah salah satu teknik terbaru di dunia

molekuler untuk mendeteksi HPV. Kelebihan teknik ini adalah dapat diketahuinya tipe HPV yang menginfeksi,

apakah tipe lr-HPV atau hr-HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks. Linear Array HPV Genotyping Testmampu

mendeteksi 37 genotipe HPV baik hr-HPV maupun lr-HPV secara bersamaan. Ke-37 genotipe HPV yaitu HPV-6,

HPV-11, HPV-16, HPV-18, HPV-26, HPV-31, HPV-33, HPV-35, HPV-39, HPV-40, HPV-42, HPV-45, HPV-51, HPV-

52, HPV-53, HPV-54, HPV-55, HPV-56, HPV-58, HPV-59, HPV-61, HPV-62, HPV-64, HPV-66, HPV-67, HPV-68,

HPV-69, HPV-70, HPV-71, HPV-72, HPV-73, HPV-81, HPV-82, HPV-83, HPV-84, HPV-IS39, dan HPV-CP6108 (Van

Hamont et al., 2006). Gambar 6. Perangkat diagnostik Linear Array HPV Genotyping Test(1) PCR N9700, (2) reagen,

(3) typing tray, dan (4) Linear Array HPV Genotyping Strip (Novel dkk., 2009a). Prinsip kerja Linear Array HPV

Genotyping Testterbagi menjadi 4 tahap. Tahap pertama ekstrasi DNA dari sampel menggunakan Amplilute Liquid

Media Extration Kit, ekstraksi dimulai dengan melisis jaringan menggunakan buffer ATL, merusak protein dengan

Proteinase K, merusak RNA dengan RNase sehingga akan diperoleh DNA yang diinginkan. Tahap kedua yaitu

amplifikasi DNA menggunakan PCR TC9700. Prinsip dasar PCR pada metode Linear Array HPV Genotyping

Testadalah enzim AmpliTaq GlodDNA polymerasememperbanyak sekuen spesifik yang dimulai dengan pelekatan

primer dan menyatukan dNTP-dNTP yang berlangsung dalam reaksi termal (Novel dkk, 2009a). Proses pra-
denaturasi dan denaturasi DNA membutuhkan suhu 95oC, penempelan atau annealing membutuhkan suhu 55oC.

Suhu 55oC adalah suhu hasil optimasi agar primer tidak salah menempel (mispriming). Proses

elongasimembutuhkan waktu 1 menit dan suhu 72oC, hal tersebut sesuai dengan teori bahwa untai DNA tunggal

yang disintesis oleh Taq polimerase membutuhkan suhu 72oC. Tahap ke tiga yaitu hibridisasi DNA, pada proses ini

diperlukan sejumlah DNA untai tunggal sehingga DNA hasil amplifikasi harus didenaturasi menjadi DNA untai

tunggal. Salah satu perlakuan untuk memecah ikatan hidrogen antar basa nitrogen adalah dengan penambahan

senyawa alkali seperti NaOH yang terdapat pada larutan pendenaturasi. Hibridisasi asam nukleat mempunyai dua

unsur utama yaitu DNA target dan pelacak. DNA target yaitu DNA yang telah terdenaturasi. Pelacak yang digunakan

memiliki urutan spesifik untuk 37 genotipe HPV (Novel dkk., 2009a). Gambar 7. Mekanisme hibridisasi dan deteksi

pada metode LA HPV GT : (a) membran nilon pada strip, (b) pelacak yang berada di atas membran, (c) DNA hasil

amplifikasi, (d) larutan hibridisasi, (e) DNA yang sudah terlabel biotin, (f) biotin label non radioaktif, (g) streptavidan

yang berikatan dengan biotin dan horseradish-peroxidase, (h) H2O2 dan TMB (Van Hamont et al., 2006). Pada tahap

ke empat, prinsipnya DNA akan berikatan dengan pelacak yang menempel pada membran nilon bermuatan. DNA

sudah diberi label biotin sehingga ikatan antara pelacak dan DNA akan terdeteksi dan menghasilkan sinyal. Sinyal

tersebut akan ditangkap oleh streptavidin-horseradish peroxidasemenandakan bahwa ikatan pelacak dan DNA

berhasil. Streptavidin-horseradish peroxidaseakan berikatan dengan H2O2 dan TMB (Tetramethylbenzine). Ikatan ini

akan menghasilkan warna biru pada membran nilon yang menunjukkan genotipe HPV. Hasil deteksi akan terlihat

berwarna biru di atas Linear Array HPV Genotyping Stripyang akan menunjukkan genotipe HPV sampel. Gambar 8.

Hasil deteksi LA HPV Genotyping Test, (1) β-globin high, β-globin low, HPV-16, HPV-42, (2) β-globin high, β-globin

low, HPV-11, HPV-61, HPV-68 (Van Hamont et al., 2006). III. SIMPULAN Metode pemeriksaan kanker serviks

dengan uji DNA Human Papiloma Virus(HPV) lebih akurat dan direkomendasikan untuk deteksi dini kanker serviks

dibandingkan metode lainnya. Berbagai metode molekuler dalam uji DNA HPV memiliki mekanisme dan spesifikasi

yang berbeda. Metode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa mengetahui genotipe

secara spesifik. Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV dengan

memperkirakan kuantitas atau jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV Genotyping
Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV. Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 24

genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe HPV. IV.

DAFTAR PUSTAKA

Castle, P.E, A.T. Lorincz and I.M. Lohnas. 2002. Result of Human Papillomavirus DNA Testing with the Hybrid

Capture II Assay are Reproducible. Clin. Microbiol. 40: 1088.

Monk B.J. and K.S. Tewari. 2008. The Spectrum and Clinical Sequelae of Human Papillomavirus Infection. Gynecol.

Oncol.107: 6-13.

Novel. S.S., R. Safitri dan S. Nuswantara. 2009a. Analisis Distribusi Genotipe HPV Dengan Metode Linear Array

HPV Genotyping Test. Biologi FMIPA-UNPAD. Bandung. -----------------------------------------------------. 2009

b. Aplikasi Hybrid Capture II System dalam Deteksi Dini Kanker Serviks. CDK. 36(1): 24-6.

Novel. S.S., R. Safitri, S.H. Harijanto dan S. Nuswantara. 2011. Perbandingan Beberapa Metode Molekuler dalam

Uji DNA HPV (Human Papillomavirus). 38 : 356-358.

Nuswantara, S. 2008. Deteksi Human Papilloma Virus dalam Pencegahan Dini Kanker Leher Rahim. Seminar

Deteksi Dini dan Penanganan Terkini Kanker Leher Rahim. Bandung.

Van Hamont, D., M.A.P.C. van Ham, J.M.J. Bakkers., L.F.A.G. Massuger and W.J.G Melchers. 2006. Evaluation of

The SPF10-INNO LiPA Human Papillomavirus (HPV) Genotyping Test an the Roche Linear Array HPV Genotyping

Test. Clin. Microbiol. 2006; 44(9): 3122.

World Health Organization. 2013. Indonesian Health Profile. diakses 4 Juni 2013 pukul 20.28.

Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi PCR. Penerbit Andi. Yogyakarta

Zhao, Y., H. Lin , D. Shen, Y. Xuan and Z. Lin. 2008.


Distribution of HPV Genotypes in Uterine Cervical Lesions in Yanbian, Northern China. Pathol. Internat.

58: 643.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/belajarsains/pengembangan-metode-uji-dna-human-

papiloma-virus-hpv-untuk-deteksi-kanker-serviks-pada-manusia_58e20a90109373e81717f3ed

Anda mungkin juga menyukai