Anda di halaman 1dari 5

Selenium, Mineral yang Dapat Digunakan Sebagai Zat

Antioksidan

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


Dasar Ilmu Gizi
Yang dibina oleh Ibu Septa Katmawanti, S.Gz., M.Kes

Disusun oleh:
Kelompok 10

1. Alinda Rahmani 170612634055


2. Dina Zahrotul Aisyi 170612634045
3. Isti Masyfufah 170612634090

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN


JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
APRIL 2018
Selenium, Mineral yang Dapat Digunakan Sebagai Zat Antioksidan

Pola konsumsi makanan berisiko seperti kebiasaan mengonsumsi


makanan/minuman manis, asin, berlemak, diawetkan, berkafein, dan berpenyedap
adalah perilaku berisiko penyakit degeneratif. Di Indonesia, kecenderungan
perilaku konsumsi makanan dengan bumbu penyedap sangat tinggi yaitu
mencapai angka 77,3 % (Riskesdas, 2013). Bumbu penyedap selain mengadung
bahan kimia yang banyak juga memicu radikal bebas yang tidak baik untuk
kesehatan. Perilaku konsumsi makanan berisiko ini merupakan salah satu factor
pendukung peningkatan prevalensi beberapa penyakit degenaratif di Indonesia
seperti diabetes mellitus, stroke, kanker, dan penyakit jantung koroner. Untuk
mengurangi kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas, tubuh kita
membutuhkan asupan zat antioksidan.
Antioksidan adalah suatu zat yang menghambat proses oksidasi sehingga
antioksidan memiliki fungsi untuk memperbaiki kerusakan sel yang disebabkan
oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah suatu molekul yang kehilangan satu
pasangan elektron bebasnya, sehingga molekul ini akan mengambil elektron dari
tubuh manusia dan dapat menyebabkan perubahan DNA sehingga terjadi mutasi
yang menganggu fungsi sistem tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut dapat dihambat (Winarti dalam Sayuti, 2010).
Sedangkan penyebab dari radikal bebas bisa bermacam-macam, misalnya pola
makan yang tidak baik, asap rokok dan polusi udara. Antioksidan juga dapat
meminimalisir terjadinya pertumbuhan pada sel kanker. Antioksidan bisa
dikonsumsi dalam berbagai jenis, salah satu zat yang mengandung antioksidan
adalah selenium (Se).
Selenium adalah bagian dari mineral, meskipun didalam tubuh dibutuhkan
sangat sedikit tetapi mineral ini termasuk salah satu kepentingan untuk fungsi
biologis. Mineral selenium berasal dari tanah yang masih berupa selenit dan
selenat, kemudian diserap oleh tanaman dan diubah menjadi selenosistein dan
selenometionin. Lalu selenium bisa masuk kedalam tubuh melalui asupan diet dan
suplemen. Manfaat selenium yang utama adalah menghasilkan selenoprotein yang
berfungsi sebagai antioksidan.
Ketidakseimbangan prooksidan seperti radikal bebas dan antioksidan
didalam tubuh akan menyebabkan stress oksidatif pada jaringan tubuh manusia.
Stress oksidatif adalah suatu keadaan diamana terjadi peningkatan kadar spesies
oksigen reaktif (ROS) yang menyebabkan penurunan kadar pertahanan
antioksidan (Safitri dkk,2013). Kondisi stress oksidatif yang berkelanjutan dapat
menjadi salah satu factor resiko dalam kejadian beberapa penyakit degeneratif
misalnya penyakit jantung koroner (PJK), kanker, dan diabetes melitus. Untuk
mengatasi ketidakseimbangan ini antioksidan sangat diperlukan agar
keseimbangan tubuh kembali menjadi normal. Pada dasarnya tubuh manusia dapat
menghasilkan antioksidan namun jumlahnya tidak cukup untuk menetralisir
radikal bebas yang masuk. Sehingga diperlukan asupan antioksidan dari diet
maupun suplemen.
Enzim Gluthahtione peroksidase (GSH-PX) dan thioredoxin reduktase
yang dihasilkan oleh selenosistein dari selenium merupakan salah satu zat
antioksidan yang kuat dan dapat meregenerasi sel yang rusak akibat radikal bebas.
Enzim Gluthatione ini bertindak sebagai enzim katalase yang akan mengkatalisa
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O2). GSH-PX akan
mengoksidasi glutathione bentuk tereduksi (GSH) menjadi bentuk teroksidasi
(GSSG). Glutathione tereduksi akan mencegah sel dari kerusakan oksidatif
dengan cara merusak molekul H2O2.
Berikut adalah mekanisme kerja Glutathione Peroksidase (GSH-PX) :

GSH-PX
2GSH + H2O2 GSSG + 2H2O

Enzim glutathione peroksidase ini berperan untuk melindungi sel melalui


reaksi seperti diatas maupun melalui peroksida organik yang terbentuk dalam
oksidasi kolesterol dan asam lemak. Aktivitas enzim glutathione peroksidase ini
mampu mereduksi 70 % peroksida organik dan lebih dari 90% H2O2. Selenium
(Se) merupakan mineral yang penting dalam melakukan sintesis protein dan
aktivitas enzim glutathione peroksidase yang mereduksi hidrogen peroksida dan
hidroperoksida organik. Kekurangan selenium pada manusia dapat menyebabkan
nekrotis hati dan penyakit degeneratif (Sayuti dkk, 2015).
Pada penderita kanker, tioredoksin reduktsase dalam selenium dapat
berperan dalam mengahambat perkembangan tumor dan metastasis dengan
mekanisme sebagai berikut (Naithani dalam Kusmana 2017) :
1. Enzim Lipoksigenase menghasilkan molekul inflamasi yang berfungsi untuk
merusak organisme yang menyerang tubuh (sel kanker)
2. Selenium mereduksi stres oksidatif yang mana bisa menyebabkan kerusakan
pada radikal bebas
3. Selenium memberikan perlindungan kepada selenoprotein yang mana fungsi
selenoprotein adalah mendaur ulang antioksidan
4. Selenium mendetoksifikasi logam yang menginduksi sel kanker
5. Kemudian menginduksi enzim hati yang menetralisir racun karsinogen
organic
6. Selenium menghambat perusakan DNA yang dilakukan sel kanker
7. Selenium juga mematikan siklus replikasi sel kanker yang mana digunakan
untuk proses pertumbuhan sel tersebut
8. Selenium merangsang sistem imun untuk mendeteksi dan menghanncurkan sel
kanker yang baru mulai tumbuh.
9. Selenium juga melemahkan hormone seks yang bisa dgunakan untuk tempat
pertumbuhan sel kanker tersebut
10. Selenium menghambat invasi tumor dan juga metasis

Akan tetapi, meskipun selenium berfungsi sebagai antioksidan, jika terlalu


berlebihan juga akan menyebabkan penyakit yaitu selenosis. Toksinitas selenium
bergantung pada media paparan. Macam-macam media paparan selenium yaitu
melalui jalur pernapasan dan asupan makanan. Pada pernapasan, selenium dapat
menyebabkan iritasi membran pernapasan, bronkitis, serta pneumonia. Sedangkan
paparan yang diakibatkan karena asupan selenium pada makanan yang terlalu
tinggi akan menyebabkan penyakit pencernaan seperti, diare dan iritasi lambung.
Recommed Dietary Allowance (RDA) untuk selenium adalah 55 mcg/hari.
Apabila seseorang telah mengalami selenosis dapat dibantu dengan beberapa
suplemen yang dapat menurunkan kadar selenium dalam tubuh seperti (Thomas,
2016) :
1. Garam emas
2. Asam lemak omega 3
3. Seng (Zinc)

KESIMPULAN
Antioksidan adalah zat yang mampu menghambat proses oksidasi yang
diakibatkan oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah zat yang kehilangan satu
pasang electron bebasnya sehingga dapat membantu keseimbangan sistem tubuh.
Salah satu mineral yang bisa menjadi antioksidan adalah selenium. Selenium
memiliki enzim glutathione peroksidase yang dapat meregenerasi sel akibat
radikal bebas, yang mana mekanismenya adalah sebagai berikut:
GSH-PX
2GSH + H2O2 GSSG + 2H2O
Kekurangan selenium dapat menyebabkan beberapa penyakit degeneratif seperti:
Penyakit Jantung Koroner, Diabetes Melitus, dan Kanker, sedangkan kelebihan
selenium dapat menyebabkan selenosis.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar, (Online) www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
Riskesdas 2013.pdf diakses pada tanggal 31 Maret 2018
Kusmana, Felix. 2017. Selenium :Perananya dalam Berbagai Penyakit dan Alergi.
Universitas Udayana. Vol 44, No 4 (Online) www.kalbemed.com/.../21_251CPD-
Selenium- Peranannya%20dalam%20Berbagai%2 diakses pada tanggal 30 Maret
2018
Safitri, Bia dkk. 2013. Peran Selenium sebagai Antioksidan pada Dyspepsia
Fungsional Anak. The Journal of Medical School University of Sumatera Utara. Vol
46, No 1 (Online)
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jms/article/download/17911/7641 diakses pada
tanggal 30 Maret 2018
Sayuti, Kesuma dkk. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Andalas University Press
(Online) http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:FiM-
SL8K064J:repository.unand.ac.id/23714/1/Kesuma%2520Sayuti_Antioksidan%252
0Alami%2520dan%2520Sintetik%2520OK.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
diakses tanggal 1 April 2018.
Thomas, Liji. 2016. Selenium Toxicity, (Online) https://www.news-
medical.net/health/Selenium-Toxicity.aspx diakses pada tanggal 1 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai