1. Kuota impor
Kuota impor adalah pembatasan secara lansung terhadap jumlah barang yang boleh diimpor dari
luar negeri untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Pembatasan ini biasanya
diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada beberapa kelompok individu atau perusahaan
domestik untuk mengimpor suatu produk yang jumlahnya dibatasi secara lansung. Kuota impor
dapat digunakan untuk melindungi sektor industri tertentu dan neraca pembayaran suatu negara.
Negara maju pada umumnya memberlakukan kuota impor untuk melindungi sektor
pertaniannya. Sedangkan negara-negara berkembang melakukan kebijakan kuota impor untuk
melindungi sektor industri manufakturnya atau untuk melindungi kondisi neraca pembayarannya
yang seringkali mengalami defisit akibat lebih besarnya impor daripada ekspor.
Dampak-dampak keseimbangan parsial dari pemberlakuan kuota impor dapat dilihat pada
grafik dibawah ini :
Dx dan Sx masing-masing adalah kurva penawaran untuk komoditi X di suatu negara. Dalm
kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah harga dunia, yakni Px=$1. Jika negara
tersebut memberlakukan kuota impor 30X (JH), hal itu mengakibatkan kenaikan harga menjadi
Px=$2, dan konsumsi akan turun menjadi 50X (GH), di mana 20X (GJ) di antaranya merupakan
produksi domestik sedangkan sisanya adalah impor. Jika pemerintah melelang lisensi impor
dalam suatu pasar kompetitif, maka pemerintah akan memperoleh tambahan pendapatan sebesar
$30 (JHNM). Penambahan pendapatan bagi pemerintah sebesar itu sama seperti yang
ditimbulkan jika negara tersebut memberlakukan tarif impor sebesar 100%. Namun seandainya
kurva penawaran bergeser dari Dx ke Dx’, maka pemberlakuan kuota impor sebesar 30X (J’H’)
akan menambah konsumsi dari 50X menjadi 55X (G’H’) dan 25X (G’J’) di antaranya
merupakan produksi domestik.
3. Kartel-kartel Internasional
Kartel internasional adalah sebuah organisasi produsen komoditi tertentu dari berbagai negara.
Mereka sepakat untuk membatasi outputnya dan juga mengendalikan ekspor komoditi tersebut
dengan tujuan memaksimalkan dan meningkatkan total keuntungan mereka. Berpengaruh
tidaknya suatu kartel ditentukan oleh hal-hal berikut:
a. Sebuah kartel internasional berpeluang lebih besar untuk berhasil dalam menentukan
harga jika komoditi yang mereka kuasai tidak memiliki subtitusi;
b. Peluang tersebut akan semakin besar apabila jumlah produsen, negara, atau pihak yang
terhimpun dalam kartel relatif sedikit.
4. Dumping
Dumping adalah ekspor dari suatu komoditi dengan harga jauh di bawah pasaran, atau penjualan
komoditi ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah dibandingkan dengan harga penjualan
domestiknya. Dumping diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Dumping terus-menerus atau international price discrimination adalah kecenderungan
terus-menerus dari suatu perusahaan monopolis domestik untuk memaksimalkan
keuntungannya dengan menjual suatu komoditi dengan harga yang lebih tinggi di pasaran
domestik, sedangkan harga yang dipasangnya di pasar luar negeri sengaja dibuat lebih
murah;
b. Dumping harga yang bersifat predator atau predatory dumping praktek penjualan
komoditi di bawah harga yang jauh lebih murah ketimbang harga domestiknya. Proses
dumping ini pada umumnya berlansung sementara, namun diskriminasi harganya sangat
tajam sehingga dapat mematikan produk pesaing dalam waktu singkat;
c. Dumping sporadis atau sporadic dumping adalah suatu komoditi di bawah harga atau
penjualan komoditi itu ke luar negeri dengan harga yang sedikit lebih murah daripada
produk domestik, namun hanya terjadi saat ingin mengatasi surplus komoditi yang
sesekali terjadi tanpa menurunkan harga domestik.
5. Subsidi Ekspor
Subsidi ekspor adalah pembayaran lansung atau pemberian keringanan pajak dan bantuan subsidi
pada para eksportir atau calon eksportir nasional, dan atau pemberian pinjaman berbunga rendah
kepada para pengimpor asing dalam rangka memacu ekspor suatu negara. Analisis subsidi
ekspor disajikan secara grafis pada grafik berikut ini :
Dalam kondisi perdagangan bebas, harga yang berlaku adalah Px=$3,5. Dalam kondisi tersebut,
negara 2 yang merupakan sebuah negara kecil akan memproduksi komoditi X sebanyak 35 unit
(A’C’), sebagian di antaranya yakni sebanyak 20 unit akan dikonsumsi sendiri (A’B’),
sedangkan sisanya 15 unit akan diekspor (B’C’). namun setelah pemerintah negara 2
memberikan subsidi ekspor sebesar $0,5 untuk setiap unit komoditi X yang diekspor, maka Px
meningkat menjadi $4/unit bagi para produsen dan konsumen domestik. Sementara itu harga
yang dihadapi oleh produsen dan konsumen luar negeri tetap. Berdasarkan tingkat harga baru
Px=$4 tersebut, para produsen di negara 2 akan meningkatkan produksi komoditi X hingga
(G’J’). sementara itu para konsumen yang menghadapi harga yang lebih mahal akan menurunkan
konsumsinya menjadi 10 unit (G’H’), sehingga jumlah komoditi X yang diekspor juga
meningkat menjadi 30 unit (H’J’). kondisi ini mengakibatkan kerugian bagi konsumen domestik
sebesar $7,5 (luas bidang a’+b’), sedangkan produsen memperoleh keuntungan tambahan sebesar
$18,75 (luas bidang a’+b’+c’). selain itu, pemerintah yang memberikan subsidi akan memikul
kerugian sebesar $15 (B’+C’+D’). secara keseluruhan kerugian yang dialami negara 2 (negara
proteksi) mencapai $3,75 yang setara dengan penjumlahan luas segitiga B’H’N’ = b’ = $2,5 dan
C’J’M’ = d’ = $1,25.
Referensi
https://www.slideshare.net/wahonodiphayana/hambatan-non-tarif-dalam-perdagangan-
internasional
http://indaharitonang-fakultaspertanianunpad.blogspot.co.id/2013/06/hambatan-non-tariff.html