Anda di halaman 1dari 25

Sifat elektronik Alam dan dimodelkan dengan Membran Bilayer

Membran alami ditandai dengan selektivitas, spesifisitas, dan proses kontrol yang tinggi dan
mekanisme operasinya merupakan tingkat molekuler. Banyak dari proses ini melibatkan pembentukan
makromolekul mandiri seperti lipid, protein, dan DNA. Pada tahun 1941 SzentGyorgyi
mengungkapkan bahwa protein dan bahan lainnya mungkin memiliki beberapa karakteristik
elektronik seperti yang terjadi pada bahan amorf dan polimer organik. Sejak itu, proses elektrik dalam
sistem kehidupan dipelajari secara ekstensif, terutama yang berhubungan dengan reaksi redoks yang
terjadi beberapa kali di mitokondria, transfer energi dan konversi pada kloroplas, dan transduksi
sensorik pada sistem visual. Membran bilayer lipid yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
proses yang disebutkan di atas dapat disebut sebagai transduser. Tujuan bab ini adalah untuk
mereview data dan konsep yang melibatkan sifat elektronik dari membran alami dan sistem lipid
bilayer eksperimental seperti membran lipid bilayer planar (BLM) dan liposom spherical. Meskipun
penekanannya pada sistem BLM, pembelajar membran alami perlu dilakukan lebih dahulu dan
kemudian melanjutkan ke model karena studi BLM berasal dari upaya untuk lebih memahami proses
pada membran alami. Dengan adanya penelitian bersama mengenai membran alami dan membrane
buatan dapat lebih mudah memahami mengenai membrane alam dan kemungkinan untuk
merekonstruksi sistem bilayer yang mampu unntuk melakukan fungis biologis dasar seperti
fotosintesis.
Membran lipid bilayer planar dan spherical dapat dibuat dari: unsur penyusun membran alami,
kombinasi dari membran alami dengan komponen sintesis/buatan, atau seluruh unsurnya merupakan
komponen sintetis/buatan. Masalah konduktivitas elektrik pada membran biologis dan membrane
eksperimen memiliki latar belakang yang beragam. Salah satu bidang terkait melibatkan studi tentang
sifat semikonduktif dasar senyawa kimia kehidupan
Masalah konduktivitas elektronik membran biologis dan membvran eksperimental memiliki latar
belakang yang beragam. Salah satu nya studi tentang karakteritik semikonduktif dari senyawa dasar
kimia organisme hidup sesuai dengan kajian teoritis tentang studi biomolekul kimia kuantum. Studi
lain melibatkan upaya untuk menghubungkan ilmu tentang fungsi fisiologis dengan model dari
kehidupan secara elekltronik fungsi fisiologis Namun semua studi tersebut tiodak dibahas disini.
Sementara itu hail dari penelitian mengenaui karakteristik dari membrane biologis seperti lapisan tipis
dan lapisan berlapis lapis dari lipid juga tidak akan dibahas disini. Telah terbukti dalam berbagai
laporan bahwa model BLM dan liposom
merupakan model yang paling sesuai untuk membrane biologis
Fenomena Elektronik pada Membran

Arus listrik dapat timbul sebagai akibat dari gerakan apapun dari sesuatu yang meiliki muatan, atau
karena adanya perubahan polarisasi. Dalam bahan biologis, arus pada ion, elektron, dan terjadinya
polarisasi, saling terkait sehingga sulit untuk memisahkan komponen secara individu. Tetapi terdapat
teknik khusus untuk melakukannya. Bahakan terdapat sekelompok fenomena tertentu yang mampu
untuk dijelaskan hanya dalam hal transfer elektron dan reaksi redoks nya saja.
Aspek Molekular dan Supramolekul dari translokasi electron

Setiap reaksi di mana transfer elektron terjadi dari reduktor( R) menuju oksidator (O) disebut reaksi
redoks. Namun, kondisi fisis yang dapat menyebabkan lokasi terjadinya transfer dan mekanisme
transfer elektron dapat bervariasi. Berbagai faktor yang menentukan mekanisme translokasi elektron
antara lain adalah kemampuan satu molekul untuk menyumbangkan atau menerima elektron
(potensial redoks), geometri dari sistem molekul dan atau atom (cair atau fase kristal cair, padat sperti
Kristal atau fase nonkristalin), dan berbagai faktor eksternal yang dapat diubah seperti suhu, tekanan,
dan pencahayaan. Reaksi redoks dibagi menjadi lima sub kelompok: (1) reaksi redoks yang terjadi
melalui tabrakan dalam larutan atau pada interface larutan dengan padatan; (2) reaksi transfer muatan
di mana elektron dibagi dengan kompenen yang terdapat pada transfer muatan yang kompleks (3)
translokasi elektron dalam fase padat di mana elektron mengatasi hambatan energi rendah antara
molekul atau atom dengan melakukan lompatan melalui hambatan; (4) lorong elektron kuantum
antara daerah yang dipisahkan oleh sebuah penghalang energi tinggi; (5) konduksi elektron di
sepanjang pita energi. Berdasarkan situasi fisik membran biologis, situasi fisis dari membrane biologi,
pemahaman ini dapat dibatasi pada dua mekanisme pertama tentang interface larutan dan membran
(1) dan (2) serta tiga mekanisme terakhir (3),(4) dan (5) tentang mekanisme membrane itu sendiri.
1. Reaksi Tabrakan redoks
Transfer dari sejumlah electron dapat digambarkan dengan skema
R + O -> R+ + O- ……………………..(1)
Anggap R dan O adalah reduktor dan oksidan, maka R+ adalah reduktor teroksidasi dan O- adalah
oksidan terseduksi. Hasil dari reaksi redoks ini bergantung pada beda potensial redoks antara jenis R
dan O, frekuensi tumbukan yang ditentukan oleh suhu, dan konsentrasi dari kedua bahan kimia.
Potensial redoks (atau kemampuan oksidatif) molekul biologis telah ditunjukkan pada sumber no.15.
Persamaan (1) dalam sumber no.15 dapat dinyatakan dalam akseptor elektron (A) dan donor (D).
Dalam studi ini kita mempunyai akseptor tereduksi (A-) dan donor teroksidasi (D +).

2. Reaksi transfer muatan

Jika dua senyawa kimia membentuk sebuah muatan kompleks, maka mereka berbagi sebuah elektron
dalam orbital yang sama. Probabilitas untuk menemukan elektron baik di dalam atau samping atau sisi
akseptor mungkin berbeda, sebagian besar tergantung pada perbedaan antara potensial ionisasi dari
donor dengan afinitas elektron dari akseptor. Dalam keadaan tereksitasi kompleks, pergeseran
elektron jauh lebih kuat. Ketika sebuah elektron bergeser dengan kuat ke arah sisi akseptor, akan
terjadi disosiasi muatan komplek dan hasilnya disebut sebagai reaksi redoks.
3. Lompatan (Hopping)
Hopping terjadi ketika terdapat dua keadaan energi elektron yang terisolasi satu sama lain oleh
penghalang energi. Pergerakan elektron dan konduktivitas bahan (padat) keduanya rendah.
Namun,jika ketinggian penghalang lebih rendah dari energi antara pita valensi dan pita konduksi,
aktivasi elektron oleh medan listrik atau suhu akan meningkatkan mobilitas dari pembawa muatan,
tetapi tidak meningkatkan kepadatan.

4. Lorong (Tunnelling)
Probabilitas kuantum mekanik pada tunnel yang melintasi penghalang energi bergantung pada
ketebalan,bentuk,besar energi dan massa partikel. Dalam sistem biologis, tunneling merupakan
mekanisme translokasi elektron yang terdapat pada jarak puluhan Angstrom. Tunneling elektron di
senyawa biologis ditemukan oleh Chance, Devault, dan rekan kerja mereka. Probabilitas tunneling
dapat diubah oleh variasi pada suhu dengan memberi medan listrik,karena akan mempengaruhi
bentuk dan lebar daari penghlang dan juga dipengaruhi oleh densitas elkektron dan massa efektif.
Konsekuensi makroskopik dari perubahan ini dapat dilihat dalam konduktivitas material.

5. Konduksi sepanjang pita energy


Dalam bahan kristal anorganik, pita energi timbul sebagai akibat dari periodisitas dan tumpang tindih
fungsi gelombang dari electron dengan nomor atom besar yang membentuk padatan. Bagaimanapun,
material biologis tidak periodik dan homogen, oleh karena itu pembentukan pita energy secara umum
diragukan.
Namun, terdapat kemungkinan pembentukan energy secara umum yang dapat dibangkitkan dari hasil
agregasi molekul memiliki ikatan jenis π. Lebar pita konduksi ditentukan oleh derajat overlapping
dari sistem π- molekul. Nilai energy gap, yang merupakan faktor penting yang menentukan jumlah
pembawa muatan dalam pita konduksi, bergantung pada struktur elektronik dari atom yang
membentuk materi, dan jugfa brgantung pada kedekatan dan periodisitas. Suhu merupakan faktor
utama yang mengatur populasi elektron yang dilepaskan di pita konduksi. Rentang konduktivitas
bahan yang diklasifikasikan sebagai semikonduktor mempunyai panjang 10-10 – 10 1 Ωm) Namun,
magnitude dari konduktivitas tidak menentukan sifat pembawa muatan atau mekanisme yang
mendasari konduktivitas. Banyak konduktor ionik dan bahkan isolator yang memiliki konduktivitas
termasuk pada kisaran ini. Oleh karena itu, kriteria yang spesifik biasanya
diperlukan untuk mengidentifikasi sifat elektronik semikonduktivitas dari
material. Konduktivitas dari marterial semikonduktive harus bervariasi dengan temperature dan
dituliskan pada persamaan:

dimana σ (T) adalah nilai konduktivitas pada suhu yang diberikan, σ0 adalah konstanta (tergantung
pada mobilitas dan massa pembawa), Eg adalah energi gap yang memisahkan valensi dan pita
konduksi, k adalah konstanta Boltzmann, dan T adalah temperatur absolut. Nilai dari Eg biasanya
diberikan dalam eV dan dalam semikonduktor nialiya berkisar antara 1- 3 eV.
semikonduktor intrinsik sangat sensitif terhadap kehadiran substansi doping, yang dapat mengubah
nilai dan karakter dari konduktivitas. Fitur yang sangat penting dari penelitian pada bahan biologis
yang diekstrak adalah bahwa semikonduktor mengandung kjetidakmurnian yang secara substansial
mempengaruhi konduktivitas. Kehadiran ion dan air ( yang menurunkan nilai Eg dengan
meningkatkan konstanta dielektrik bahan, dan bertindak sebagai donor elektron) menambah
kerumitan dalam menggambarkan sifat semikonduktivitas pada bahan biologis . Karakteristik lain
dari beberapa bahan semikonduktif (semikonduktor yaang memiliki E g lebih rendah dari energi
kuanta cahaya) adalah kenaikan konduktivitas yang menimbulkan munculya cahaya. Karaktersitik ini
diwujudkan dalam efek fotovoltaik. Ketika salah satu jenis arus mendominasi perubahan
konduktivitas pada pencahayaan pada bahan diberikan oleh:

di mana Δσ adalah perubahan konduktivitas, e adalah muatan dasar, u +, u- adalah hole dan
pergerakan pergeseran elektron, dan Δ C +, Δ C- adalah peningkatan konsentrasi hole dan elektron.
Photovoltage dihasilkan dalam kondisi sirkuit terbuka, E op, diberikan oleh:

dimana σ 1 dan σ d adalah konduktivitas dalam terang dan gelap.


Efek termoelektrik adalah fenomena yang terjadi di pertemuan(junction) antara dua bahan yang
memiliki konduktivitas listrik dan termal yang berbeda, dan temperatur yang berbeda,yaitu T 1 dan T
2. Dalam sistem ini tegangan, E11, dihasilkan tergantung pada perbedaan suhu dan energi
thermoelectric relative, E12 ( didefinisikan sebagai tegangan yang dihasilkan di junction ketika suhu
berubah tiap satu derajat). E 12 memiliki nilai positif ketika arus yang dihasilkan mengalir dari
konduktor 2 ke konduktor 1.
The thermopower yang dihasilkan dalam sistem yang terdapat semikonduktor merupakan fungsi yang
sangat sensitif. Magnitude E 12 dalam sistem berdasarkan hubungan dari semikonduktor dan logam
biasanya mencapai lebih dari orede dari magnitude yang terdapat pada hubungan metal dengan
metal.
Kehadiran junction antara material konduksi tipe-p dan tipe-n juga menimbulkan beberapa fenomena
konduktivitas. Salah satunya adalah fenomena perilaku diode zener (Zener-dioda behavior). Dalam
rectifier, arus memiliki resistivitas jauh lebih kecil dalam satu arah, dan di dioda-Zener, setelah
tegangan persimpangan mencapai nilai tertentu, arus akan mempertahankan pada nilai stabil.
Semua kemungkinan diatas merupakan mekanisme yang dapat terjadi pada translokasi electron
mengakibatkan terbentuknya sepktrum tambanhan mulai dari mekanisme yang paling sederhana
melalui mekansime relay yang mekibatkan agregat tinggi dari atom atau molekul, ditunjukkan pada
gambar 1. Dalam arti yang luas dari istilah “reaksi redoks,” merupakan proses redukso dan oksidasi
yang terjadi di interfacial, proses intramembrane, dan transmembran. Dalam membrane bilayers lipid
alami dan membrane buatan yang direndam dalam larutan air, memungkinkan untuk terjadinya
mekanisme diatas dalam wakjtu bersamaan.

Asal Konduktivitas

Arus ionik memainkan peran penting dalam membran bilayer lipid alami dan buatan.Namun, dari
hasil eksperimen konduktivitas elektronik dalam bahan yang diekstrak dari struktur biologis, serta
informasi yang dikumpulkan pada proses biokimia dan biofisika yang terjadi di aktivitas fisiologis
dari membran hidup, memberikan gagasan bahwa elektron dan hole juga memainkan peran penting
dalam proses kehidupan. Oleh karena itu, timbul pertanyaan bagaimana membedakan antara
konduktivitas elektronik dan ionik dalam membran alami atau buatan. Pada prinsipnya, untuk
membedakan dengan menggunakan metode yang memungkinkan deteksi berdasarkan salah satu dari
metode berikut: (1) perbedaan massa; (2) struktur dari bahan yang menentukan perilaku pembawa; (3)
kebutuhan energi untuk memulai terjadi konduksi; (4) reaksi spesifik pada interface
(electrostenolysis).
Massa dari pembawa muatan
Sebuah elektron hampir 2000 kali lebih ringan dari proton dan jauh lebih ringan dari ion sederhana
atau ion molekul,Mobilitas elektron dalam benda padatan lebih tinggi daripada ion, tetapi karena
adanya hambatan energi dan sempitnya pita konduksi (massa efektif tinggi) menurunkan mobilitas
elektron dan hole. Teknik-frekuensi tinggi memungkinkan untuk mengatasi masalah yang timbul dari
adanya hambatan energi pada batas mikrostruktur bahan biologis.
Perbedaan lain yang timbul adalah waktu yang diperlukan untuk menaikan tegangan atau arus sebagi
respon dari factor eksternal seperti pulsa cahaya. Jika medan magnet digunakan untuk menginduksi
gerakan electron yang circular di sekitar garis-garis medan magnet, dua jenis reaksi dapat diamati: (1)
pembangkitan tegangan ion lebih lambat dari elektron; (2) frekuensi siklotron elektron lebih tinggi
dari ion.

struktur material
struktur biomembran yang diterima secara umum digambarkan pada gambar 2, yang merupakan efek
dari keberadaan medan. Jika potensial serendah 10 mV pada membran, maka akan menghasilkan
gradien medan listrik pada orde 106 V / cm. Jika membrannya asimetris, kurva tegangan arus mungkin
tidak linier karena akan ada tiga mekanisme,yang masing-masing mekanisme tersebut telah dikenal
dalam fisika solid-state.
1. Pemberian muatan , ketika lapisan diisolasi dan disisipkan diantara dua lapisan , maka
tegangan yang akan diberikan secara efektif dijatuhkan pada lapisan yang diisolasi. Karena
adanya interaksi difusi thermal dan medan listrik (teori lapisan “double layer”), distribusi
muatan ruang adalah fungsi dari tegangan yang diberikan. Akan menghasilkan semakin besar
tegangan yang diberikan, maka semakin tinggi konsentrasi dari pembawanya dan
menyebabkan pemberian muatannya semakin tinggi.
2. Gambar Efek gaya. Gaya adalah ekspresi dari polarisasi lingkungan dielektrik dari spesies
bermuatan. Gaya yang berada diantara membran/elektrolit sehingga menyebabkan daya tarik
yang kuat dari yang bermuatan pada kedua lapisan lipid. Efek yang lebih besar terjadi pada
voltase yang tinggi.
3. Efek wien (20). Medan listrik yang diterapkan mempengaruhi konstanta kesetimbangan dari
spesies bermassa yang terlarut, yang menyebabkan disosiasi pada lipatan tersebut,
dikarenakan banyaknya muatan yang dibawa.
Pada bahan yang terorganisir dengan baik seperti membrane, kristal cair, dan film tipis, dapat
diperkirakan konduktivitas akan dibawa oleh elektron pada pita konduksi atau elektron valensi
(5,21,22). Oleh karena itu, studi tentang kristalografi yang membahas tentng struktur biologis
akan memberikan petunjuk mengenai sifat dari muatan yang diharapkan. Perilaku termal dari
konduktivitas pada struktur tersebut digambarkan pada persamaan (2). Untuk mengeksplorasi
sifat elektronik dari konduktivitas , dilakukan tes tambahan yang mempelajari tentang efek
konduktivitas pada iradiasi inframerah, dan mengukur pengelompokan energi perangkap dengan
mempelajari ketergantungan terhadap waktu dan suhu pendeteksinya yang tertunda.

Energi Requirement
Ketika transfer muatan timbul melalui gerakan ion yang menembus membran dimana setidaknya
ada satu energi barrier yang sangat tinggi dicapai. Energi aktivasi dari konduktivitas yang cukup
besar harus diperhatikan/dilibatkan. Berdasarkan pernyataan Born “jika kontanta dielektrik dari
larutan yang terendam jauh lebih tinggi dari konstanta dielektrik membran.

Dimana E adalah energi yang diperlukan untuk mencapai atau melewati barrier(penahan) antar
layer dan q adalah muatan ion. Berdasarkan persamaan diatas , energi yang diperlukan untuk
menstransfer ion dalam jangkauan radius 1 Amstrong dari air mrnuju medium lipid adalah 22,6
eV. Jauh lebih sedikit energi yang dibutuhkan untuk melakukan transfer muatan yang kompleks.
Pada proses turnelling, tidak diperlukan masukan energi dari luar. Namun energi luar mungkin
merubah ketinggian, bentuk, lebar dan pengahdang (barrier) yang dengan demikian akan merubah
nilai efisiensinya.
Untuk semua semikonduktor intrinsik dan ektrinsik, konduktivitas akan meningkat seiring dengan
bertmabhanya jumlah muatan pembawa (elektron) pada pita konduksi (holes pada pita valensi).
Dengan demikian akan meningkatkan mobilitas/gerakan . faktor yang menentukan parameter
tersebut adalah temparatur dan energi yang perlu dikeluarkan untuk mendaptkan nilai
konduktifitas pada material yang mungkin dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2
bagaimanpun dalam kasus biologi konduktifitas dibdakan dengan komposisi karena pemecahan
air.
Efek elektrostenolitik
Proses ini termasuk pada reaksi olsidasi dan reduksi pada reaksi akhir konduksi elektronic namun
ion memiliki hambatan yang tinggi (gambar 2). Proses elektrostenolitik dengan BLMs telah
dijelaskan sebelumnya. Salah satu metode paling menakjubkan dari demo elektron tersevbut
adalah transfer melewati membranmerupakan susunan pantulan cermin. Menyusun reduksi ion
copper pada salah satu permukaan BLMs larutan terendam. Ada redksi/oksidasi yang
mempengaruhi BLMs/larutan yang dinyatakan sebagai proses konduksi elektron.

Gambar 2 : mekanisme reaksi redoks melewati membran tahanan tinggi yang super tipis.

Sifat elektronik pada membran biologi


Dalam data penelitian terdahulu, investigasi utamanya pada sel telah dipertimbangkan. Namun
ejak proses dijelaskan akan menjadi yang utama atau semuanaya bergantung pada sel membran
yang akan dijelasksan kembali disini.
Antara pemikiran lain yang dibuat oleh Szent , mengantarkan pada pendekatan fisika zat padat
untuk proses mahluk hidup, bahwa membran sel membentuk batas terluar dari tingkat energi
umum dalam sel. Dugaan ini tidak terbukti dalam rumusan umum yang mana gagasan mengenai
zat padat diperoleh dari biomembran. Bantuan utama untuk konsep tersebut dibuktikan dengan
hasil yang diperoleh dalam penelitian BLM dimana akan dijelaskan lebih rinci lagi.
Tunelling elektron antar ikatan membran, jenis transfer antar molekul dalam membran adalah satu
mekanisme transfer elektron dalam membran mahluk hidup. Hal tersebut mempertimbangkan satu
mekasnisme lain untuk muatan dan transfer energi dalam pita energi secara umum.
Pemikiran awal bahwa reaksi redoks mungkin menyebabkan perbedaan potensial transmembran
telah dibuat oleh Lund. Bagaimanapun ide tersebut telah dbuang dalam pendapat bahwa tidak ada
bagian elektron yang konduktif dalam membran biologi.
Membrane active in the dark
1. Sel sekretori dan eritrosit
Berdasarkan hubungan antara arus yang yang mengalir pada membran pada sel sekretori dari berbagai
jenis hewan dan seberapa besar tegangan yang diberikan. Mandel (25) menyimpulkan bahwa
perkiraan terbaik dari proses yang terjadi di membran adalah aliran elektron antara lautan dan
membran semikonduktif. hipotesis awal bahwa elektron mungkin membawa muatan melewati
membran sel sekresi kelenjar ludah dari kutu bintang tunggal yang diuji oleh pohl dan sauer. Dengan
menggunakan indikator reaksi redoks yang sesuai, mereka dapat menunjukkan bahwa jika ada
perbedaan potensial yang terjadi di selaput (di dalam kelenjar yang bermuatan negatif), muatan warna
dari biru ke merah larutan luar harus dilakukan. Hasil ini ditafsirkan sebagai indikasi perpindahan
elektron ketika melintasi membran.
aliran elektron yang melintasi membran eritrosit ditunjukkan pada percobaan Marinern berikut.
Eritrosit pada darah tikus diisolasi, dan setelah hemoglobin di dalamnya diubah menjadi teroksidasi
(dengan eritrosit diinkubasi dalam larutan yang mengandung hidroksilamin), dimasukkan ke dalam
larutan yang mengandung eosin dan NADH. Setelah disuspensi dan diberikan cahaya tampak, dapat
diamati pergeseran pita Soret dan munculnya pita serapan dengan Amax pada 570-580 nm,
menunjukkan penurunan hemoglobin, . Secara bersamaan, pergeseran pita Soret di wilayah 580 nm
terlihat. Reaksi redoks ini pasti telah digabungkan oleh membran eritrosit. berdasarkan pengukuran
tambahan, mediasi elektron bergerak membawa elektron tidak dikecualikan. satu-satunya
kemungkinan yang tersisa adalah protein (spectrin) yang membentang melintasi membran mampu
mentransfer elektron dari pemberi ke penerima yang terletak di sisi berlawanan dengan membran.
2. otot
Proses elektronik semikonduktif dapat dimanifestasikan sebagai kenaikan konduktivitas, gaya
termoelektrik atau pembangkit fotokardin. Semua efek ini diamati pada membran otot. peningkatan
konduktivitas yang berhubungan dengan temperatur ditunjukkan pada otot sartorius katak di wilayah
6-24oC, di atas suhu ini, naik 42oC, terjadi perubahan konduktivitas, dan di atas 42oC perubahan
tersebut secara eksponensial terkait dengan suhu seperti yang diperkirakan oleh persamaan (2). nilai
yang dihitung dari Eg adalah sekitar 2 eV. Tidak ada pengukuran yang ditujukan untuk penentuan
sifat muatan yang lebih spesifik (elektron / lubang) yang dilakukan. Kemampuan otot untuk merespon
secara termoelektrik dilarutkan dengan mengatasinya pada kloroform. Berbeda dengan percobaan
yang telah dijelaskan sebelumnya, pengukuran dilakukan di sepanjang membran sel otot.
Dalam rangkaian percobaan lainnya, pada jantung kodok (30). Poses “beating” dihentikan dengan
menghapus k + dari larutan yang teredam. Jika eosin (sensitizer ringan) ditambahkan dan penyinaran
pada otot, aksi “beating” tersebut terulang kembali. Meskipun kenaikan suhu kecil (sekitar 1oC)
selama penyinaran yang diamati, dihipotesiskan bahwa cahaya tersebut bekerja pada selaput sel otot,
elektron menarik di dalam eosin, yang kemudian bermigrasi di sepanjang jaringan ikatan π di dalam
membran. Mekanisme yang sama dari perubahan tingkat sumbu yang terlihat pada otot sartorius katak
disarankan. Jika membran otot diwarnai dengan eosin dan kemudian diiradiasi baik dengan cahaya uv
atau cahaya tampak, maka stimulasi ambang menurun.
3. Saraf
Pada tahun 1956 Ernst (32) melakukan percobaan antara respon saraf dan semiconductor terhadap
berbagai faktor fisik seperti suhu dan adanya hambatan. Dia membuat hipotesis bahwa modulasi
frekuensi impuls saraf mungkin disebabkan oleh beberapa efek arus tertentu pada membran. Adanya
fakta bahwa prokain dan thioguanin dapat menangkap potensi aksi yang diprakasrsai oleh selubung
pacinian yang dijelaskan sebagai hasil interaksi antara π pada sistem elektron dari senyawa tersebut
dan membran saraf. Dalam hal ini juga berkaitan dengan interaksi transfer muatan , dia menjelaskan
pemblokiran potensi aksi dengan veratrin dan novacaine. Selain itu, berdasarkan kesamaan antara
generasi osilasi frekuensi tinggi yang ditembakkan oleh dioda dan impuls saraf termodulasi frekuensi,
Ernst menunjukkan bahwa modulasi impuls di saraf mungkin disebabkan oleh mekanisme elktronik
yang ditembakkan oleh dioda.
Tegangan photon dan pengukuran photon terdapat pada axons sepia. Selama melakukan eksperimen
chalazonitis mengambil tindakan pencegahan untuk menghilangkan komponen inframerah dari
peristiwa terjadinya cahaya. Tanda dari tegangan photon yang dihasilkan (v) bergantung pada sifat
dan konsentrasi pigmen. Laju fotodepolarisasi satu detik setelah penerangan diambil secara
pengukuran interaksi antara neuron dan peristiwa cahaya. Tingkat itu bergantung pada intensitas
cahaya dari panjang gelombang , suhu, potensial membrane, tekanan parsial oksigen dan selang
waktu.

Dimana nilai a dan K konstan, kenaikan Ix diatas menyebabkan pembangkitan pola penembakan
osilasi saraf. Pada kerapatan permukaan arus photon yang mengalis melintasi membrane diperkirakan
berasal dari orde 60mA/m2 .
Eksitasi elektron dan fenomena transfer elektron diyakini sebagai mekanisme penting yang erlibat.
Ditunjukkan ketika elektron dalam molekul zat bergerak maka elektron yang terjebak atau bergerak
bebas akan muncul di membran. Elektron bebas ini (dan juga foton) sebelum mencapai akseptor
terakhir , akan berkontribusi pada aliran arus yang melintasi membrandan memainkan peran utama
dalam depolarisasi. Tegangan foton diperkirakan dihasilkan di antara persimpangan pemberi dan
penerima yang dibantu oleh hemoprotein fotoaktif dan molekul protein karoten yang menunjukkan
perubahan konduktansi mematuhi persamaan kinematika elovich sehingga menguatkan anggapan
bahwa semikonduktor terlibat dalam respons foton.
Cahaya berpengaruh pada aktivitas membran saraf dari beberapa spesies yang ditemukan oleh lakatos.
Meskipun aktivitas tersebut ditimbulkan oleh iluminasu kurang dari 505 saraf yang terlibat, tidak
terdapat saraf yang teramati dengan baik yang diterangi maupun tidak diterangi sekalipun neuron
yang diberi cahaya.
ultraviolet (236.280.313 nm) dan cahaya tampak (405 nm) terbukti efektif dalam memunculkan
aktivitas penembakan neuron namun, jika neuron dipertahankan pada suhu 20-22oC, tidak ada
peristiwa yang disebabkan oleh cahaya, jika suhu diturunkan sampai 6-100 oC lagi maka akan
membuat akson rentan terhadap cahaya.
4. Mitokondria
Hampir 90% rangkaian energi dalam organisme aerob meliputi reaksi redoks berkaitan erat
dengan membran lipit pada mitokondria. Saat ini, tidak ada sistem yang menjelaskan secara detail
mekanisme transfer elektron dan rangkaian proses yang mengetahui pada level molekular (36).
Beberapa trans struktur membranyang diperlukan untuk sistem untuk menyalurkan elektron secara
berurutan dimana perpindahan elektron muatan dan pergerakan proton terkait dengan pembentukan
molekul energi tinnggi seperti ATP. Meskipun keunikan fotosintesis membran fotosintesis Thylakoid
(telah dibahas diatas), apa yang mencolok adalah kesamaan dengan rantai transfer elektron lainnya,
seperti yang ada pada mitokondria. Rantai transport elektron membran krista respirasi yang munkin
telah berkembang dari sistem fotosintesis. (gambar 3)

Gambar 3. Proses bioenergetik dari istilah membran Thylakoid klorofildan membran krista pada
mitokondria. Energi mentransduksi membran yang terdiri dari dua pasangan reaksi redoks pada
fotosintesis dan sistem respirasi, dimana beberapa produk dari salah satu proses yang diproduksi oleh
yang lain dan sebaliknya (19)
Pada kondisi normal, aliran elektron digabungkan dengan pembentuka ATP yang diketahui
untuk pembawa energi biologi universal dan uint penyimpanan. Akan tetapi sebelum mitokondria
ditemukan dan diidentifikasi sebagai ikatan energi tinggi dalam sel organisme aerob, Szent-Gyorgyi (8-
10), merujuk dari saran sebelumnya yang di buat oleh Jordan pada 1938, menunjukkan bahwa
perpindahan energi dala sel melibatkan mekanisme keadaan solid elektronik. Khususnya, hipotesa
Jordan yang menjelaskan bahwa protein kompleks dalam tidak dapat larut dalam air. Tingkat energi
elektron valensi dihasilkan, dan menjelaskan bahwa elektron yang berikatan dapat berpindah di sekitar
ikatan dan turun ke dasar tingkatan (ground level), melepaskan energi sebagaimana ditunjykkan. Saran
ini memunculkan sebuah penelitian keduanya mempunyai sifat semikonduktor dan kemampuan
menerima dan memberi antar keduanya. Disini, perhatian akan hanya dibahas struktur mitokondria dan
sifat elektroniknya.
Karena sulit untuk meneliti proses elektronik pada mitokondria menjelaskan fungsi dalam
keadaan utuh, banyak pendekatan sederhana yang telah dikembangkan. Salah satunya adalah teori
kelayakan tunneling antar komponen sistem pernapasan. Berdasarkan pengukuran komponen rantai
perpindahan elektron dari sitem biologi sederhana (16-18).
Muatan bebas pada sample yang dikeringkan mitokondria telah diperkirakan (11-12). Muatan
bebas yang dihasilkan oleh berkas pulsa elektron pada lapisan mitokondria. Pengukuran kecepatan
perpindahan muatan pada bidang listrik antara dua titik pada lapisan elektron ( µ ≅ s x 10-6 m2/V ) jika
jumlh kadar air sedkit (kurang dari 1%) yang ada pada sampel maka nilainya akan bertambah besar.
Menggunakan tenkik Hall pengukuran mobilitas mikrowave, Eley dll. Mengamatai pergerakan
muatan elektron pada ekstrak lipid yang berisi komponen sistem pernapasan mitokondria hati tikus (1)
ruang gerakan elektron 5 x 10-4 m2/V.S. jika koreksi dibuat untuk volumenya dihitung untuk
medapatkan hasil pergerakan yang lebih tinggi. Atas dasar generasi gaya thermoelectric ditekan disk
dari campuran mitokondria utuh dan partikel submitochondrial, ihal ini menunjukkan bahwa pembawa
muatan mayoritas mungkin elektron (di bawah temperatur transisi, 342 ° K) atau hole (di atas suhu ini).

5. Sel Tumbuhan
Fotosintesis tumbuhan hijau adalah proses dimana radiasi elektromagnetik matahari diubah
menjadi energi mekanik. Fenomena ini adalah unik bahwa energi cahaya diserap oleh molekul pigmen
menyimpan dalam membran lipid bilayer dikonversi menjadi senyawa yang kaya akan energi seperti
ATP. Mekanisme penyelesaian pencapaian ini tidak diketahui, dan sedang dalam penelitian oleh
beberpa pendekatan (37). Energi transduksi oleh membran sel tumbuhan meiliki makna lebih luas
diluar proses fotosintesis itu sendiri Mekanisme biaya generasi, pemisahan dan transportasi, dan kopling
biaya terpisah untuk produksi ATP, adalah proses pusat metabolisme energi di semua sistem kehidupan.
Dengan demikian, studi tentang sel alga dan pada membran lipid berpigmen, yang akan dibahas pada
bagian selanjutnya, yang penting tidak hanya di kanan mereka sendiri, tapi sebagai model untuk banyak
proses yang sama, seperti yang terjadi di membran krista dari mitokondria (Gambar 3).
Sebagai pengamatan sengaja dibuat selama pengukuran impedansi sel alga sederhana, penurunan
resistensi longitudinal sekitar 50% diamati ketika bagian dari sel di mana pengukuran dilakukan
direndam dalam air (38). Kemungkinan bahwa perubahan konduktivitas ini mungkin disebabkan oleh
aliran arus ke luar dari sel yang dikecualikan. Sebuah hipotesa bahwa saat ini diterapkan elektronik
diajukan, dan percobaan yang melibatkan pengukuran ruang tegangan yang disarankan. Fenomena ini
dapat diamati baik dalam konduktor cair dan padat dan semikonduktor. Namun, karena mobilitas rendah
pembawa muatan dalam elektrolit dan paling semikonduktor organik, tegangan ruang sangat rendah.
Dalam percobaan yang dilakukan pada dinding sel ruas dan membran Nitellopsis obtusa menggunakan
medan magnet dari 0.8-2T dan diterapkan arus transmembran dari 1,3-2,2 pA, tegangan Balai berkisar
100-650 UV. Dalam sel-sel mati, tidak ada tegangan Hall yang diamati.
Mengubah batas potensi t pada sel tumbuhan dalam pengaruh cahaya yaitu fenomena yang
terkenal (39,40). Namun, tanggapan ini tidak selalu berhubungan dengan pencahayaan langsung dari
kloroplas. Kemungkinan bahwa cahaya langsung dapat mempengaruhi batas potensi dari membran sel
tanaman harus diperhatikan karena jenis interaksi telah diamati pada membran rhizoids dari beberapa
ganggang di mana hanya jumlah yang sangat kecil dari klorofil dapat ditemukan (41).
Untuk menguji hipotesa bahwa cahaya juga dapat bertindak langsung pada membran alga,
radiasi ultraviolet digunakan (38). Setelah beralih pada lampu, perubahan yang cepat (kurang dari 1
detik.) Dari batas potensial membran dicatat. Kemungkinan bahwa perubahan yang diamati mungkin
karena penyerapan UV oleh lipid dan protein hadir dalam membran, dan perubahan berikutnya dari
konduktivitas, dibahas dan dianggap sedikit penting.

MEMBRAN AKTIF DI TERANG


Terlepas dari kecilnya konverter fotolistrik biologis, kantung batang dan tilakoid, beberapa data
telah diperoleh dengan menggunakan microelectrodes. Dalam mempelajari sifat elektronik dari kedua
jenis organel, metode berikut telah terbukti berguna: (1) studi tentang ketergantungan konduktivitas
pada suhu; (2) studi tentang ketergantungan suhu pendaran tertunda; (3) pengukuran frekuensi tinggi
konduktivitas; (4) pengukuran potensi foto membangkitkan reseptor visual dan kloroplas; (5)
pengukuran pergeseran elektrokromik.

1. Visual Reseptor
Seperti dalam kasus membran tilakoid, yang harus dipertimbangkan dalam bagian berikutnya,
mekanisme molekuler dari transduksi cahaya dengan membran reseptor visual yang tidak jelas, tetapi
berfungsi sebagai detektor foton, mengubah kuanta cahaya menjadi sinyal listrik untuk memicu
potensial aksi. Bagaimana penyerapan cahaya dalam membran kantung berpigmen digabungkan ke
acara listrik di membran plasma tidak diketahui dengan pasti, meskipun hipotesis telah disarankan (42).
Jika fotoreseptor sangat antusias oleh flash pendek,potensi foto sangat cepat dikenal sebagai awal
reseptor potensi/Early receptor potential (ERP) yang dihasilkan. ERP biasanya biphasic, yang terdiri
dari fase R1 positif kornea diikuti oleh fase negatif kornea. R2 ERP telah terbukti tergantung suhu.
Sejauh ini, ERP belum terdeteksi dalam suspensi berair rhodopsin, atau dengan suspensi berair dari
batang dan kerucut. Hal ini menunjukkan bahwa generasi ERP membutuhkan kehadiran pigmen dalam
membran kantung utuh, telah mendorong sejumlah peneliti untuk mempelajari batang kering dan
jaringan. Beberapa hasil yang diperoleh telah dibandingkan dengan ERP reseptor visual dan ditelaah
selanjutnya.
Trukhan dan lain-lain (43,44) menunjukkan bahwa batang kering dari reseptor visual domba
mematuhi Persamaan (2), yang memberikan nilai yang dihitung 2,3 eV. Batang ditunjukan photocurrent
2-3 kali lebih besar dari arus gelap. Aksi spektrum batang yang mirip dengan rhodopsin. Eksperimen
lebih canggih, menghindari beberapa kesulitan yang timbul dari penggunaan arus stabil, juga dilakukan
pada epitel pigmen kering mata katak. Dengan menggunakan metode non-kontak frekuensi tinggi untuk
menunjukkan bahwa fotokonduktivitas naik dengan intensitas cahaya meningkat, fotokonduktivitas dan
konduktivitas gelap meningkat dengan kadar air dari sampel (3-40%), dan bahwa pembawa muatan
lubang dengan mobilitas di urutan 1,5 x 103 m2 / V • S. Proton adalah alternatif pembawa muatan
bertanggung jawab atas perilaku yang diamati dari sampel (43).
Konduktivitas elektron diperhitungkan sebagai alternatif untuk konduktivitas proton jelas di
sepanjang membran dari segmen luar retina katak (45), Dalam percobaan ini, masuk perubahan batang
(15 Hz-60 KHz) diuji di berbagai solusi, termasuk beberapa yang memiliki kadar air mendekati normal.
ERP ini ditemukan pada tahun 1964 di monyet retina (46), dan telah ditemukan di pigmen di
reseptor visual dalam invertebrata dan vertebrata (46-48). Hal ini diyakini bahwa jenis respon listrik
adalah fitur umum dari struktur yang mengandung pigmen.
ERP terdiri dari tiga tahap, yang terakhir dan paling lambat diidentifikasi dengan sebuah
gelombang dari electroretinogram. Kedua cepat-positif dan fase cepat-negatif telah terbukti menjadi
independen dari gerakan ion melintasi membran berpigmen atas dasar temuan eksperimental berikut:
(1) mereka tidak terpengaruh oleh anoxia; (2) perubahan komposisi dari lingkungan ionik tidak
mempengaruhi terjadinya baik fase; (3) menurunkan suhu tidak menghapuskan fase positif tetapi tidak
reversibel menghapuskan fase negatif (peningkatan suhu retina untuk -85 ° C dan pencairan berikutnya
perubahan organisasi molekul pigmen dalam membran dan sinyal cepat melakukan tidak muncul); (4)
fiksasi dengan formalin atau glutaraldehid memodifikasi hanya bentuk fase cepat ERP, tetapi
menghapuskan ion-dependent tahap ketiga; (5) setelah dehidrasi sel berpigmen, hanya fase positif cepat
tetap.
Ketika reaksi cepat dari retina ke pulsa cahaya dibandingkan dengan respon sel silikon
terhubung dengan rangkaian terdiri dari resistensi dan kapasitansi yang mewakili sifat listrik pasif dari
bahan biologis, tanggapan tidak bisa dibedakan (19,49).
Tampaknya non-ionik dari tahap pertama dan kedua dari ERP menyebabkan pertimbangan
mekanisme generasi dalam hal elektronik solid-state. Dalam perspektif ini, tindakan pertama dari
generasi sensasi visual pergeseran biaya elektronik di rhodopsin dan molekul mungkin juga berdekatan,
diikuti dengan perubahan konformasi yang memicu peristiwa berikutnya dari eksitasi visual.
2. KLOROPLAS

Fotosintesis dapat dilihat sebagai reaksi redoks gabungan; air dioksidasi dan karbon dioksida
berkurang. Energi pendukung untuk reaksi ini adalah radiasi matahari yang dimediasi oleh klorofil
yang tertanam dalam membran tilakoid kloroplas. Van Niel (50) pertama kali mengusulkan gagasan
ini sebagai oksidan, OH dan reduktan, H. Dalam fisika zat padat, entitas ini adalah hole positif dan
elektron negatif (51). Jika diasumsikan bahwa klorofil berada dalam lapisan lipid ganda yang sangat
tipis seperti cairan crystalline, penyerapan cahaya menggerakkan elektron menuju pita konduksi dan
meninggalkan hole pada pita valensi. Menurut Katz (51), elektron dan hole bebas bergerak saling
menyebabkan efek reduksi dan oksidasi. Dengan kata lain, klorofil agregat atau klorofil yang
terdispersi dalam lipid bilayer bertindak sebagai semikonduktor (19). Elektron yang terbentuk akibat
fotosintesis dapat ditransfer ke akseptor elektron. Demikian pula, hole yang terbentuk akibat
fotosintesis dapat dikombinasikan dengan elektron donor. Perilaku klorofil dan kloroplas sebagai
semikonduktor telah lama dibahas oleh banyak penulis, termasuk Arnold dan Sherwood (52,53).
Baru-baru ini, terdapat ketertarikan pada semikonduktor elektrokimia pada sel cahaya sebagai energi
cahaya yang diubah menjadi ion (54), serta kesebandingan antara fotosintesis alami dan fotoelektrik
semikonduktor(1-5,37,54).

Konversi energi dan transfer energi dalam kloroplas yang mungkin melibatkan konduksi
elektron di sepanjang pita energi umum pertama kali dipublikasi pada tahun 1938 (55). Konsisten
dengan ide tersebut, menghasilkan ketergantungan pada suhu dari konduktivitas film kering kloroplas
(56), di mana perubahan konduktivitas ditunjukkan sesuai dengan Persamaan (2). Dalam percobaan
serupa, photoconductivity dari kloroplas yang ditemukan oleh Ichimura (57) juga terdeteksi dalam
film kloroplas lembab; namun, arus yang disebabkan oleh iluminasi sampel ini lebih kecil daripada
yang kering. Berbeda dengan semikonduktor anorganik dan lapisan klorofil murni, fase kenaikan arus
relatif lambat (dalam menit), dan respons konduktivitasnya bifasik.

Dengan menggunakan metode kondensor untuk deteksi fotokonduktivitas, McCree (58) tidak
dapat mendeteksi adanya sinyal dari kloroplas kering atau dari klorofil monolayer, protein kering,
ganggang hijau, dan daun. Karena metode yang digunakan memungkinkan untuk mendeteksi sinyal
fotokonduktivitas 103 kali lebih lemah daripada yang dihasilkan oleh fotokonduktor anorganik,
penulis menyimpulkan bahwa, jika fotokonduktivitas benar-benar terjadi pada bahan tanaman, maka
tidak akan terjadi mekanisme fotosintesis yang efisien.

Pengukuran arus cahaya yang dihasilkan pada lapisan kloroplas kering dari berbagai tanaman
(menggunakan elektrometer sensitif) telah menunjukkan bahwa spektrum aksi fotokonduktivitas
sesuai dengan spektrum penyerapan dengan dua pengecualian (56): (1) di wilayah penyerapan
kloroplas maksimum , spektrum aksi menunjukkan puncak yang dijelaskan sebagai rekombinasi
muatan permukaan yang meningkat; (2) dalam beberapa kasus, arus cahaya juga dihasilkan saat
kloroplas disinari dengan cahaya inframerah. Spektrum aksi maksimal dari infra merah berada pada
950, 1040, 1260 dan 1550 nm. Nilai maksimum gelombang panjang ditafsirkan sebagai bukti adanya
agregasi molekul klorofil. Nilai tersebut juga menunjukkan bahwa spektrum fotokonduktivitas
bertepatan dengan spektrum serapan pigmen utama yang ada pada membran kloroplas. Konduktivitas
gelap dan konduktivitas pada fase iluminasi, pada kisaran suhu -20 sampai + 20° C, sesuai dengan
Persamaan (2) dengan nilai konduktivitas dan energi aktivasi untuk kondisi gelap 10-3 sampai 10-14
(Ωm)-1 dan untuk kondisi iluminasi 1,72 eV, dan 10-12 – 10-13 (Ωm)-1 dan 0,05 - 0,2 eV. Mobilitas
pembawa arus diperkirakan sekitar 10-5 – 10-3 m2/ V • detik.

Proses pembangkitan muatan bebas pada kloroplas dan pada membran bakteri fotosintetik
juga telah diteliti dengan alat pengukuran pada frekuensi gelombang mikro dari faktor kehilangan
dielektrik, yang setara dengan kehilangan konduktivitas pada sampel. Dalam studi Blumenfeld dkk.
(59), ketergantungan faktor hilangnya panjang gelombang radiasi yang datang pada daun dan
kloroplas diambil dari Vicia faba dan Surghum Sudanese telah diteliti. Spektrum aksi
fotokonduktivitas serupa dengan spektrum serapan klorofil a dan b dan mungkin pada β-karoten.
Meskipun spektrum aksi kedua daun dan kloroplas secara kualitatif serupa, spektrum aksi daun lebih
tinggi dengan faktor 5-7. Ketika kloroplas segar dan utuh, respons bipolar diamati; bila sudah tua atau
rusak (dengan pemanasan, misalnya), responsnya monofasik (59). Sinyal yang mirip pada kloroplas
diperoleh dalam model sistem kloroplas (60).

Bogomolni dan Klein melakukan pengukuran gabungan fotokonduktivitas pada frekuensi


gelombang mikro, rotasi Faraday, dan resonansi spin elektron pada film kering yang terdiri dari
kromofor bakteri fotosintetik (61). Sinyal fotokonduktivitas dihasilkan oleh muatan negatif dan
positif; sinyal awal berasal dari pelepasan elektron secara termal dari akseptor utama elektron, dan
sinyal selanjutnya berasal dari gerakan hole pada dimer klorofil kation radikal. Mobilitas Hall dari
pembawa muatan berada orde 10-4 m2/V • detik. Seperti pada eksperimen yang telah dijelaskan
sebelumnya, spektrum aksi fotokonduktivitas sesuai dengan spektrum penyerapan. Data yang
dihasilkan tidak mendukung model pita konduksi dalam struktur fotosintesis. Sebagai gantinya, data
tampak sesuai dengan model di mana muatan photoliberated dimigrasikan oleh mekanisme hopping
atau tunneling (lihat Gambar 4)

Gambar 4. Electron tunneling pada membran fotoaktif. Pengoperasian sel BLM double Schottky
(atau p-n junction) adalah sebagai berikut: di setiap sisi BLM / solusi antarmuka, terdapat ruang
lapisan muatan ruang, yang berfungsi untuk memisahkan pasangan hole elektron photogenerated
(exciton). Di sisi kiri, elektron bergerak ke akseptor (A) pada antarmuka di mana elektron
mempengaruhi pengurangan, dan hole bergerak ke bagian dalam lipid bilayer. Di sisi kanan, hole
yang terpisah bergerak ke antarmuka untuk menyebabkan oksidasi donor (D), dan elektron bergerak
ke arah interior. Gerakan elektron transmembran diasumsikan terjadi dengan tunneling (62-64). CB,
pita konduksi; VB, band valensi.

Konduktivitas gelombang mikro di pusat reaksi bakteri fotosintetik telah terbukti terdiri dari
dua komponen yang memiliki kenaikan waktu yang berbeda (65). Satu, yang mungkin berasal dari
migrasi elektron menjadi dua quinones, meningkat dengan cepat (kurang dari 1 detik), dan komponen
kedua yang naik lebih lambat (sekitar 20 detik). Amplitudo komponen yang cepat sangat tergantung
pada tingkat hidrasi, dan naik ketika hidrasi meningkat. Penjelasan lain untuk asal sinyal
fotokonduktivitas gelombang mikro yang cepat, mengingat ketergantungannya pada hidrasi, adalah
bahwa air dapat mempengaruhi mobilitas elektron di pusat reaksi pada protein, atau bahwa air dapat
membuat pembebasan elektron ke pita konduksi menjadi lebih mudah. Di sisi lain, komponen respons
yang lambat dapat ditafsirkan sebagai pantulan akumulasi elektron bergerak pada rantai transpor
elektron, atau perubahan distribusi muatan pada aparatus fotosintesis (65).

Emisi cahaya, berbeda dengan fluoresensi dan pendar fluoresensi biasa, dari suspensi
chlorella ditemukan pada tahun 1951 (52,53). Sepersepuluh detik setelah penerangan, intensitas
cahaya yang tertunda adalah sekitar 10-3 dari intensitas cahaya fluoresensi tanaman, dan sekitar 10-6
dari intensitas cahaya yang diserap. Bahkan setelah beberapa jam, dimungkinkan untuk mendeteksi
cahaya yang sangat lemah ini dengan menggunakan bahan fotografi yang peka cahaya. Hal ini
menunjukkan bahwa komponen hidup terpendek dari cahaya yang tertunda itu merupakan sifat fisis
alami, dan tidak melibatkan reaksi kimia, yang ditunjukkan dalam serangkaian percobaan. Dalam
percobaan dengan kloroplas dimana intensitas cahaya tertunda dan waktu peluruhannya diselidiki
sampai -140° C, bebas reaksi radikal, dan eksitasi dan peluruhan tingkat ketiga dikesampingkan. Hal
ini meninggalkan satu-satunya penjelasan yang masuk akal, mekanisme yang melibatkan
pembentukan elektron yang terperangkap dalam kisi klorida kuasikristalin, diikuti oleh emisi cahaya
setelah detrapping dan rekombinasi dengan hole (66) Tingkat peluruhan cahaya tertunda yang relatif
cepat pada -120 ° C juga ditafsirkan sebagai pengesahan keterlibatan proses enzimatik dalam generasi
cahaya itu.

Kedalaman muatan tertentu yang terperangkap dalam celah energi terlarang dari sediaan
fotosintesis dapat diungkapkan dengan menyelidiki ketergantungan intensitas cahaya tertunda pada
suhu, atau (pada suhu stabil) distribusi waktu cahaya yang dipancarkan (52,53,56 ). Dalam
pendekatan semikonduktor umum terhadap mekanisme terbentuknya cahaya yang tertunda, urutan
kejadian berikut disarankan sebagai bukti. Setelah menyerap kuanta cahaya dari energi yang cukup,
elektron dipindahkan dari pita valensi ke pita konduksi. Sebagai akibat terdapat ketidaksempurnaan
kisi kristal kloroplas-klorofil, terdapat elektron kosong yang terperangkap di pita energi terlarang.
Sebuah kuantum cahaya tertunda dipancarkan jika, karena getaran termal, elektron yang terperangkap
dilepaskan ke pita konduksi dan akhirnya ke pita valensi tempat ia bergabung kembali dengan hole.

Gambaran sederhana dari mekanisme pembangkitan cahaya tertunda ini telah dimodifikasi
dengan memperhatikan perangkap hole, pemakaian energi yang terkumpul dalam perangkap oleh
pembentukan radikal, dan spesies kimia yang stabil, dan dengan menempatkan skema dalam konteks
elektrokimia pada fotosintesis (52 , 53). Meskipun tidak dibuang, pendekatan zat padat pada
mekanisme pembentukan cahaya yang tertunda ini dianggap oleh beberapa orang sebagai
penyederhanaan yang berlebihan, dan pendekatan kompetitif ditinjau oleh Malkin (67). Pendekatan
lain untuk terjadinya konduksi elektronik pada membran kloroplas ditunjukkan oleh eksperimen di
mana gradien medan listrik transien dibawa oleh gerakan cepat elektron melintasi membran. Proses
ini berlangsung kurang dari 20 nsec dan disertai dengan pergeseran spektrum penyerapan semua
pigmen fotosintesis aktif. (electrochromism) (68,69). Jika mekanisme ini beroperasi dalam kondisi
fisiologis normal, seseorang harus memperhitungkan arus elektron secara instan dari bagian dalam
tilakoid, di mana donor elektron berada di daerah luar. Sebagai tambahan, jika mekanisme penyatuan
ATP Mitchell benar, seseorang harus mempertimbangkan aliran elektron di sepanjang membran
tilakoid yang mengalir ke aliran ion (70).

Telah ditunjukkan bahwa arus elektron yang keluar dari kloroplas bertanggung jawab atas
medan listrik induksi transien. Dalam percobaan ini, suspensi kloroplas disinari dengan kilatan cahaya
dan perubahan kecil tegangan diukur antara dua elektroda yang ditempatkan pada sisi terang dan
gelap dari kloroplas. Peningkatan waktu arus transien yang diinduksi pada kloroplas oleh lampu kilat
kurang dari 1 µsec, menunjukkan hubungan langsungnya dengan kondisi primer fotosintesis.
Elektroda di sisi sumber cahaya terpolarisasi secara negatif (71).

Hasil yang diperoleh pada percobaan di atas secara kualitatif sesuai dengan pengamatan
perubahan mobilitas elektrik kloroplas setelah penyinaran (72). Ketika diterangi dengan cahaya terus
menerus, kloroplas menjadi bermuatan negatif dan mobilitas mereka meningkat rata-rata 15%. Bahan
kimia yang menghambat evolusi oksigen menghapuskan peningkatan mobilitas listrik akibat cahaya,
namun pembakar fosforilasi dan pembawa elektron siklik tidak mempengaruhi peningkatan mobilitas
selama penyinaran. Data yang diperoleh dapat diartikan sebagai bukti bahwa elektron terus menerus
mengalir melintasi membran kloroplas selama aktivitas fotosintesisnya. Pentingnya integritas
membran untuk terjadinya peningkatan mobilitas listrik kloroplas yang diinduksi cahaya juga
merupakan bukti kemungkinan keterlibatan transport muatan zat padat melintasi membran.
Induksi medan listrik yang sangat cepat setelah kilatan cahaya yang kuat diamati pada daun
gulma gout. Responsnya identik dengan ERP yang ditemukan pada pigmen visual, seperti yang telah
disebutkan sebelumnya (49).

Pengukuran langsung pembangkitan potensial transmembran oleh cahaya pada kloroplas


Pepperonia metallica yang dilaporkan oleh Bulychev et al. (62) konsisten dengan temuan
eksperimental yang dijelaskan di atas. Fase kenaikan medan lebih kecil dari 0,01 detik, dan tegangan
yang dihasilkan negatif pada bagian luar kloroplas. Meskipun dipertanyakan apakah tegangan
membran transthylakoid benar-benar diukur, percobaan menunjukkan setidaknya secara sementara
bahwa efek photovoltaic memang terjadi pada kloroplas, seperti yang telah diamati pada sistem yang
berbeda oleh Luttage dan Pallagy (40).

FENOMENA ELEKTRONIK PADA SISTEM BLM


PENDAHULUAN

Sifat elektronik pada bidang membran lipid bilayer (BLM) dapat dipelajari baik dalam gelap
atau terang. Pada kasus pertama, perubahan konduktivitas membran dan sifat pembawa arus sangat
penting. Masalah ini akan dibahas pada bagian pertama. Fenomena yang ditimbulkan pada BLM oleh
cahaya meliputi pembentukan photopotencials, photocurrents, dan perubahan konduktivitas.

Dengan mengambil ide asli yang mendasari studi tentang sifat BLM, fenomena fotolistrik di
dalamnya terkait erat dengan penglihatan dan fotosintesis. Tetapi sejumlah percobaan telah
menunjukkan respon fotolistrik pada BLM yang tidak bergantung pada pigmen tertentu, namun pada
komposisi ionik larutan. Ada juga sekelompok eksperimen di mana radiasi ultraviolet adalah faktor
yang memunculkan fotorespon.

Beberapa upaya dilakukan untuk mempelajari respons listrik akibat penyinaran model
membran yang terdiri dari lipid dan pigmen yang diketahui terjadi pada membran biologis. Penelitian
lain melibatkan membran yang mengandung molekul yang menirukan molekul biologis. Bidang studi
ini telah dikembangkan sampai menunjukkan bahwa lapisan bilayer sferis (liposom) terbuat dari
komponen sintetis merupakan medan independen. Dengan pencapaian konversi energi menjadi ion
seperti fotosintesis, dapat dilihat sebagai konsekuensi dari studi yang dimulai pada rekonstitusi
membran kloroplas pada tahun 1968 (73).

SIFAT-SIFAT ELEKTRONIK BLM DALAM GELAP


1. Sistem BLM
Biasanya penggambaran dari BLM disisipkan di antara dua larutan berair terdiri dari fase
hidrokarbon cair yang terjepit di antara dua daerah hidrofilik. Sifat listrik BLM telah diteliti secara
luas, yang biasanya berupa pengukuran hambatan membran (Rm, atau konduktansi, Gm = 1/Rm),
kapasitansi (Cm), potensial (Em), tegangan break-down dielektrik (Vb), dan karakteristik arus /
tegangan (I / V). BLM yang tidak dimodifikasi (misalkan, BLM yang terbentuk dari fosfolipid atau
kolesterol teroksidasi yang dilarutkan dalam pelarut n-alkana dalam larutan KCl 0,1 M) memiliki nilai
intrinsik khas Rm lebih besar dari 108 ohm, Cm = 5000 pF, Em = 0, Vb<200 mV , dan kurva I / V
sesuai dengan Hukum Ohm. Dengan beberapa pengecualian, dengan interpretasi bahwa hasil
pengukuran ini dilakukan dengan memperlakukan BLM secara elektrik setara dengan resistor ion
yang dihubungkan secara paralel dengan kapasitor. Struktur BLM dianggap sebagai lapisan tipis
kristal cair dalam dua dimensi, memiliki inti cairan hidrokarbon dengan ketebalan sekitar 50 Å.
Bagian kristal cair dari BLM adalah isolator yang sangat baik, namun konduktansi listriknya dapat
diubah secara drastis dengan menggabungkan berbagai senyawa seperti yodium, valinomisin, 2,4-
dinitrophenol, klorofil dan senyawa yang terkait, dan pewarna (19, 74,75). Yang menarik dalam
hubungan ini adalah makalah teoritis tentang gelombang soliter dan soliton dalam BLM (76).

2. Konduksi Elektronik di BLM

Salah satu perubahan sifat listrik BLM yang paling mencolok diamati ketika I2 dan I -
ditambahkan ke larutan perendam. Resistivitas listrik BLM yang biasanya sangat tinggi, yang berada
pada kisaran 1016 - 1017 Ωm2, turun beberapa kali lipat (19,77 - 79). Satu penjelasan yang mungkin
adalah bahwa membran menjadi lebih permeabel terhadap I atau poli yodium (80). Kemungkinan lain
adalah bahwa perubahan konduktivitas terjadi karena konduksi elektron yang melintasi membran
(19). Lebih khusus lagi, perubahan konduktivitas karena pembentukan kompleks muatan pada
antarmuka antara membran dan larutan rendaman, dan perpindahan elektron melintasi membran.
Setelah mengukur perubahan kapasitansi dan konduktivitas BLM sebagai fungsi frekuensi medan
yang digunakan dan konsentrasi KI dan I2 dalam larutan rendaman, Vodyanoy et al. (79)
menyimpulkan bahwa I-3 mampu memasuki BLM dan bertindak sebagai donor elektron. Juga
disimpulkan bahwa elektron di membran dipindahkan antara pusat donor dan akseptor dengan
mekanisme melompat. Dalam percobaan serupa Boguslavskii dkk. menemukan bahwa pada
antarmuka larutan membran - rendaman, pertukaran elektron terjadi dan lubang adalah pembawa
muatan di dalam membran (77).
Untuk mengetahui peran konduksi ionik dalam perubahan konduktivitas drastis yang diamati
dari konduktivitas BLM di bawah pengaruh I2 dan I-, dilakukan uji dengan menggunakan 131I. Jain
dkk. (78) menunjukkan bahwa perubahan konduktivitas kolesterol-BLM teroksidasi tidak disertai
dengan perpindahan 131I ke seluruh membran. Selain itu, arah arus elektron berasal dari sisi donor
elektron (I atau tiosulfat) ke sisi akseptor elektron (I2). Dalam membran dari jenis lipid yang sama,
Karvaly et al. (81) juga menemukan bahwa arus yang ditransfer melintasi membran tidak bergantung
pada 131I (sampai tingkat fluks spesifik). Dari tegangan yang dihasilkan dengan memvariasikan
konsentrasi yodium di salah satu kompartemen ketika [I-] terus berkontraksi, dan dari karakteristik I /
V yang diambil dengan kondisi yang sama seperti pengukuran pelacak, Karvaly et al. menyimpulkan
bahwa, walaupun beberapa kontribusi konduktivitas ionik tidak dapat dikesampingkan, pembawa arus
melintasi membran adalah elektron dan bahwa antarmuka solusi membran rendaman berperilaku
sebagai elektroda elektrokimia semikonduktif. Kesimpulan yang sama juga ditarik berdasarkan
voltase yang diamati pada sistem dimana konsentrasi ion feritik di salah satu kompartemen juga
bervariasi.
Feldberg dkk. mengamati konduktivitas elektronik di BLM yang terbentuk dari gliserol
mononukleat dalam n-heksadekana, dan mengandung magnesium etiochlorin (82). Larutan rendaman
berisi penyangga dan pasangan redoks ferro / ferrycianide di kedua sisi membran. Nilai potensi redoks
pasangan bisa berubah dengan memvariasikan rasio antara ferrocyanide dan ferricyanide dalam
larutan rendaman. Salah satu metode untuk mendeteksi arus elektron yang mengalir melintasi
membran adalah dengan mengukur tegangan rangkaian terbuka saat potensi redoks pasangan pada
kedua sisi membran diubah. Metode lain terdiri dari pengukuran pembatas tegangan rangkaian
terbuka setelah pulsa arus pendek disuntikkan dari salah satu elektroda. Metode ketiga adalah dengan
mengukur perubahan tegangan steady state melintasi membran ketika arus berbeda diterapkan pada
membran. Ketiga metode tersebut menunjukkan bahwa pembawa muatan utama arus di seluruh
membran adalah elektron. Kepadatan arus yang mengalir melintasi membran ditunjukkan sebanding
dengan magnesium etiochlorin dalam membran. Bila konsentrasi magnesium etiochlorin tetap konstan
dan potensi redoks pasangan berubah, arus yang dihasilkan melintasi membran besarnya juga
berubah.
Fenomena lain yang melibatkan pergerakan elektron dikenal sebagai electrostenolysis (19).
Fenomena tersebut bisa digambarkan sebagai berikut. Bila arus searah melewati membran (atau
penghalang) dari hambatan listrik yang memisahkan dua larutan berair, ditambah reaksi elektrokimia
terjadi di sisi berlawanan membran. Oksidasi terjadi pada sisi yang menghadap elektroda negatif.
Yang tersirat dalam reaksi ini adalah gerakan transversal elektron melintasi membran.
Demonstrasi elektrostenolisis dalam BLM yang dramatis terlihat pada percobaan berikut. Jika
BLM kolesterol teroksidasi disisipkan di antara larutan cupric nitrat dan natrium sulfida, cermin yang
bersinar diamati untuk menutupi keseluruhan area ELM dalam 3-10 menit. Kecerahan cermin telah
ditemukan bergantung pada beberapa variabel, seperti konsentrasi Cu (NO3) 2, ketahanan BLM, pH
larutan rendaman, dan durasi serta besaran tegangan yang diberikan. Misalnya, dengan menggunakan
susunan sel yang terdiri dari larutan berair Na2S dan Cu (NO3) 2 yang dipisahkan oleh BLM kolesterol
teroksidasi, formasi cermin diamati dalam 100 detik. Jika sepasang elektroda calomel digunakan
untuk memantau perbedaan potensial di BLM, voltase 0-50 mV terdeteksi saat cermin menjadi
terlihat. Tegangan ini naik menjadi sekitar 200 mV saat permukaan BLM ditutupi oleh cermin.
Cermin paling terang yang diamati adalah sekitar 350 mV. Bila ketahanan BLM diturunkan dengan
penambahan tetraphenylborate ke larutan rendaman, cermin mulai terbentuk dalam 30 detik setelah
menambahkan Cu (NO3) 2 ke satu sisi BLM. Pada saat bersamaan, tegangan membran naik dengan
cepat menjadi sekitar 150 mV dan akhirnya diratakan sekitar 300-350 mV (23). Reaksi serupa
ditunjukkan pada BLM ketika ketergantungan waktu konduktivitas BLM (arus) dengan adanya 0,1 M
KCl dan o.1 M KI pada tegangan 60 mV. Dalam kasus solusi KCl, arus BLM yang ditampilkan
hampir tidak ada ketergantungan waktu. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dapat dijelaskan
dalam hal electrostenolysis dimana BLM berfungsi sebagai elektroda bipolar, sama seperti pada solusi
antarmuka larutan KI air / jenuh. Setelah melewati arus searah, I- dioksidasi menjadi yodium. Produk
yang dihasilkan lebih disukai BLM dielektrik rendah ke larutan berair dengan faktor 50.
Konduktivitas BLM yang ditingkatkan dalam keadaan ini disebabkan oleh kecenderungan iodida
untuk membentuk polyiodida (80) yang memiliki kelarutan tinggi dalam fase lipid, dan yang
memudahkan pengangkutan ion melintasi BLM.
Seperti disebutkan sebelumnya, peningkatan konduktivitas dengan suhu dapat
mengindikasikan semikonduktivitas seperti yang dijelaskan oleh Persamaan (2). Membran terbentuk
dari kolesterol teroksidasi, baik dengan adanya zat-zat yang membentuk kompleks transfer muatan
dengan membran dalam larutan rendaman dan tanpa zat-zat ini, telah ditunjukkan untuk mematuhi
Persamaan (2). Kesepakatan telah ditemukan pada ketergantungan suhu konduktivitas antara BLM
kolesterol teroksidasi dan kolesterol teroksidasi dalam keadaan padat. Kompilasi data untuk berbagai
sistem BLM menggunakan persamaan (2) telah dipublikasikan (19).

EFEK FOTOELEKTRIK

Beberapa ulasan komprehensif mengenai efek fotoelektrik pada BLM telah dipublikasikan
(5,19,37,83,84). Dalam bagian kajian ini, beberapa data yang baru diperoleh akan dipresentasikan dan
penekanannya akan diletakkan pada efek di mana mekanisme elektronik tampaknya beroperasi (6,75).

1. BLM yang mengandung Pigmen Visual


Observasi pertama dari efek fotolistrik pada lesitin / kolesterol BLM yang mengandung
berbagai karotenoid (all-trans-retinol, 9-cis-retinal, all-trans-retinol, β-carotene) dilaporkan pada tahun
1969 (62-64). Fotovoltages yang ditimbulkan pada membran ini berkisar dari sepersepuluh mV
sampai beberapa mV, dengan kenaikan waktu sekitar 1 detik. Bergantung pada kondisi eksternal
membran (tegangan yang diterapkan, pH), responnya adalah biphasic atau monophasic. Dalam
percobaan selanjutnya, ditemukan bahwa ketika FeCl3 digunakan sebagai akseptor elektron, dan
membran yang mengandung semua trans-retina diterangi dengan lampu kilat durasi pendek (0,8-3 μs),
maka respons listrik yang sangat cepat dari membran, mirip dengan fase R1 dari ERP yang diamati.
Seperti pada eksperimen tentang ketergantungan fase R1 dari sistem pH alami ERP, R1 yang diamati
pada BLM dapat ditutupi dengan meningkatkan pH. Namun, peningkatan R1 dalam sistem alami
dengan suhu rendah tidak dapat diuji pada suhu subzero. Mengurangi suhu BLM menjadi 9oC
tampaknya meningkatkan fase R1 (62-64). Kemungkinan bahwa respon ini disebabkan oleh proses
transport proton ditolak karena alasan berikut: (1) tanda R1 benar-benar bergantung pada lokasi
akseptor elektron (sisi akseptor menjadi negatif pada pencahayaan); (2) besarnya tegangan dapat
ditingkatkan (sampai 100 kali) dengan penambahan akseptor elektron yang sesuai; (3) dengan adanya
konsentrasi akseptor elektron yang tinggi, besarnya R1 tidak bergantung pada gradien konsentrasi
proton yang melintasi membran; (4) pada kapasitas penyangga tinggi, dimana fase R2 benar-benar
dihapus, R1 masih dapat diamati. Setelah mengeluarkan mekanisme ionik untuk pembangkitan R1,
Kobomoto dan Tien mengemukakan keseluruhan gambaran urutan kejadian dalam pengembangan
ERP baik pada model dan membran alami (19,83).
Dalam percobaan di mana BLM yang mengandung retinol terpapar di satu sisi ke larutan
K3Fe (CN) 6, tidak ada respon biphasic yang ditemukan (85). Sebagai gantinya, respon monophasic
diamati yang bergantung pada hubungan spektrum cahaya, panjang gelombang dan penyerapan
retinol. Respon biphasic didaftarkan dari BLM yang mengandung vitamin A saat selaputnya diterangi
dengan panjang gelombang yang mendekati penyerapan vitamin A. Perubahan foto saat ini tercatat
pada beebrapa detik. Foto oksidasi retinol dan reduksi Fe3 + hadir dalam larutan diusulkan sebagai
penjelasan mekanisme yang menyebabkan pengembangan photopotential (85). Reaksi redoks ini telah
terbukti mampu mengubah pH dan meningkatkan voltase yang diamati. Sebagai hasil oksidasi retinol,
asam vitamin A diproduksi di membran dan responnya menjadi biphasic.
Pengaruh cahaya terhadap konduktivitas BLM yang terbentuk dari lesitin telur dan kolesterol
dalam heptana yang mengandung batang segmen luar, dipelajari oleh Fesenko dan Lyubarskii (86).
Konstanta waktu kenaikan konduktivitas sekitar 30 msec setelah lampu kilat, dan kenaikan diikuti
oleh fase peningkatan konduktivitas yang 16 kali lebih lama. Beberapa kali photopotential dari orde
20 mV dengan waktu naik beberapa msec diamati, namun dipandang sebagai artefak.

2. BLM yang mengandung pigmen fotosintetik


Bidang studi ini berkembang dengan baik. Motivasi untuk karya ini datang baik dari upaya
memahami fotosintesis, dan saat membangun model kerja dari lampu senter yang efisien menjadi
listrik (2,4,84). Dalam kedua kasus tersebut, efisiensi proses transduksi cahaya adalah titik fokus
penyelidikan.
Observasi pertama aktivitas fotolistrik BLM yang mengandung pigmen klorofil dan pigmen
xantofil (keduanya diambil dari daun bayam atau dibeli dari bahan bakar komersial) dilaporkan pada
tahun 1968 (73). Nilai yang diamati dari photovoltage adalah dari orde beberapa mV, dan fase
kenaikannya berkembang kurang dari 0,1 detik. Nilai fase pertama dari densitas photocurrent adalah
dari orde 10-15 A / m2. Setelah fase pertama mencapai nilai maksimal, ia mulai turun ke nilai tertentu
dan kemudian terus meningkat sampai selaputnya pecah.
Langkah selanjutnya dalam mendekati kondisi biologis yang lebih dekat adalah dengan
menerapkan kondisi asimetris melintasi membran dengan adanya senyawa pengoksidasi atau
pereduksi, baik pada satu atau kedua sisi membran. Untuk menghindari artefak yang timbul dari
potensi yang disebabkan oleh gradien pH, buffer digunakan dalam larutan rendaman. Kehadiran
gradien redoks di seluruh BLM secara dramatis mengubah photoresponses mereka. Terutama
photovoltages sirkuit terbuka tinggi (orde 100 mV atau lebih) diamati saat ion Fe3 + hadir di sisi
membran, dan 1,4 - dihidrokuinon atau asam askorbat berada di sisi lain. Tanda tegangan yang
dihasilkan pada sisi Fe3 + (akseptor) selalu negatif.
Efisiensi kuantum dari BLM yang mengandung klorofil telah dihitung sangat rendah (kurang
dari 0,005%). Spektrum aksi BLM identik dengan spektrum penyerapan klorofil dalam larutan curah,
yang menunjukkan bahwa klorofil dalam BLM yang diteliti tidak membentuk kompleks kristal, yang
dapat ditemukan bila ada konsentrasi klorofil yang cukup dalam larutan pembentuk membran.
(19,87).
Dalam mengejar arah pemodelan kondisi alami, ketergantungan photovoltage terhadap nilai
gradien redoks yang dibuat di BLM yang mengandung ekstrak kloroplas dipelajari, menggunakan
berbagai konsentrasi ion ceric / cerous, ion ferric / ferrous, dan asam askorbat / dehidroaskorbid. (88).
Ditemukan bahwa photovoltage yang dihasilkan di BLM sebanding dengan intensitas cahaya, dan
pada nilai intensitas cahaya tertentu ada nilai pembatas dari photocurrent yang disebabkan oleh
peningkatan redenom potensial gradien. Kenaikan suhu dari suhu 16oC sampai 25oC diikuti oleh
penurunan photovoltage, seperti yang ditunjukkan sebelumnya (19). Namun, nilai fotokonduktivitas
tidak berubah dengan suhu, bahkan bila ada perubahan konduktivitas gelap membran yang cukup.
Temuan eksperimental ini ditafsirkan menyiratkan bahwa energi aktivasi nol atau sangat kecil, dan
sebagai konsekuensinya, arus fotokonduktif tidak dapat dianggap sebagai sifat ionik.
Pengamatan ini, serta penelitian terbaru dengan sitokrom c-551 dan flavine mononucleotide,
terbukti tidak sesuai dengan mekanisme ionik generasi fotoresponse. Sebagai gantinya, mereka
tampak sesuai dengan model konduktivitas elektronik oleh mekanisme tunneling mekanis kuantum
melintasi membran (89).
Sehubungan dengan tunneling elektron, ucapan berikut ini sesuai. Reaksi transfer elektron
dan redoks dalam sistem membran yang sesuai dimana penyimpanan energi cukup besar, dan dimana
reaksi balik dapat dikendalikan, merupakan area penelitian yang sangat penting. Salah satu
pendekatan yang telah dilakukan di laboratorium kami sejak tahun 1968 adalah sistem membran lipid
bilayer berpigmen, di mana keadaan tereksitasi mentransfer elektron ke akseptor melalui terowongan
mekanis. Gambar 4 menunjukkan diagram sederhana pigmen pada membran lipid bilayer ultrathin.
Reaksi bach dicegah oleh inti lipid bilayer terisolasi. Saat pigmen itu tergetar, terowongan elektron
dari sisi akseptor ke sisi donor, mengatasi penghalang energi.
Telah ditunjukkan bahwa pada antarmuka antara BLM dan larutan rendaman, reaksi
photoredox terjadi dimana elektron dapat ditransfer dari klorofil tereksitasi ke oksidan yang ada dalam
larutan (SmCl3 atau K3Fe (CN)6 misalnya atau dari reduktan (ferrocytochrome c) untuk klorofil
tereksitasi (90).
Kemampuan BLM untuk menanggapi fotoelektrik telah terbukti bergantung pada konsentrasi
klorofil dan karotenoid yang cukup, dan kedua pigmen dianggap penting. Klorofil dipercaya berperan
sebagai sensitizer, menyerap kuanta cahaya dan mengarahkan elektron ke karotenoid yang
membentang di membran. Karotenoid memberikan jalur resistivitas listrik rendah untuk elektron yang
bergerak melintasi membran (91). Namun, peran pigmen karoten di BLM dipertanyakan dalam
percobaan dengan liposom, di mana elektron ditunjukkan dipindahkan dari klorofil ke fase lipid tanpa
adanya karotenoid (92).
Percobaan yang menggunakan impuls pendek cahaya sangat berguna dalam menyelidiki
perubahan cepat dari kejadian listrik. Dengan menggunakan sistem redoks yang berbeda, gradien pH
dan potensi eksternal yang diterapkan, telah ditemukan bahwa respons listrik membran setelah lampu
kilat dapat dipecahkan menjadi tiga komponen: yang tercepat (risetime 1-3 μsec), komponen yang
lebih lambat ( sekitar 20 msec), dan bagian paling lambat dari respon (sekitar 1 sec). Respon tercepat
dan perantara digambarkan sebagai sifat elektronik. Respon tercepat ditafsirkan sebagai bukti
pemisahan muatan cepat; respon perantara dijelaskan sebagai refleksi proses migrasi exciton dan
pengangkutan proton melintasi membran. Ketahanan monomer pada membran diperkirakan
berdasarkan percobaan ini menjadi 10-5 m2 / V.sec (6,19,84).
Fotovoltages yang sangat tinggi (155 mV) dari respon cepat (kurang dari 10 μsec) diamati
pada sistem yang terdiri dari klorofil-ELM, dan larutan klorofil asetat, dan (NH4)Ce (NO3)6. Bila
FeCl2 ditambahkan ke kompartemen yang mengandung chlorophyllin, photovoltage melebihi 200 mV
(93).
Pigmen terikat membran dari bakteri fotosintetik, Halobacterium halobium, saat digabungkan
dalam BLM, membuat mereka mudah bereaksi secara elektronik (94-98). Sejauh ini, membran ungu
H. Halobium telah diteliti dengan tujuan untuk menguji teori sekuensmisme ATM, menekankan arus
proton melintasi membran. Namun, fenomena elektronik yang melibatkan transien elektron saat
melintasi membran sebagai akibat penyerapan cahaya juga harus berjalan dalam sistem ini, seperti
pada kasus fotosintesis (99).

3. BLM Non-Pigmentef
Respon fotolistrik pada lapisan ganda lipid dapat diperoleh dari sistem bakteri yang
mengandung yodium. Hal ini dapat dilihat pada radiasi UV dari laser Notrogen (337 nm) yang
menyebabkan penurunan konduktivitas yang cepat (kurang dari 40 detik). Fotovoltase yang diinduksi
melewati membran berukuran kecil kira kira 0,2 mV dengan banyaknya tetesan mencapai 7x10 -10 .
dengan pengamatan dari BLM kira kira 60 mV terbentuk kolesterol yang teroksidasi dari larutan besi
dan air murni dengan penerangan 365 nm. BLM yang diaplikasikan kurang lebih 100 mV melintasi
membran dan diketahui naiknya konduktivitas mencapai 150-200 kali.
Arus pada membran berkurang ketika konsentrasi FeCl3 meningkat melebihi 8x10 -3 M. Hal
ini dapat diketahui dari adanya perubahan konduktivitas yang disebabkan oleh efek termal. Perubahan
konduktivitas ini dapat terjadi karena adanya proses penyerapan ion-ion. Perubahan biphasic
fotovoltage diperoleh diseluruh BLM kolesterol yang teroksidasi FeCl3 dan sistem pada larutan yang
diterangi Cahaya (365 nm) dan sinar ultraviolet (254nm).
Saat FeCl3 berada pada satu posisi dan iodida pada sisi lain makan akan dihasilkan fotovoltage
yang inggi (kira kira 260 mV). Perbedaan yang signifikan juga ditemukan pada arus negatif yang
mengalir melalui membran dengan bergantung pada perbedaan potensial yang dihasilkan. Jika medan
diarahkan ke muatan negatif (membawa elektron atau ion hidrat) keluar dari pengikat iodida ke arah
yang mengandung besi klorida. Nilai arus akan meningkat secara signifikan jika medan diarahkan ke
arah yang sama.

4. BLM yang Mengandung Berbagai Molekul


Sinar yang ada pada BLMs dapat dilihat pada larutan seperti pada sabun mandi ,yang
menunjukkan adanya kejadian respon fotolistrik. Sebuah biphasic fotovoltage dapat terlihat pada
sebuah system seperti pecahan telur yang diberi pewarna sianin. Spektrum seperti ini dipengaruhi oleh
intensitas cahaya yang tinggi, konsentrasi zat warna yang sesuai dan tidak melebihi konsentrasi yang
sesungguhnya.
Dengan menggunakan koloksidasi kolesterol –BLM, dan memodifikasi metilen biru atau
rhodamin B, peneliti awal telah mengamati photopotensial hingga 6 mV. Potensi tersebut bergantung
pada komposisi spektrul cahaya dan penabahan KmnO4 ke kompartemen yang mengandung pewarna.
Pada peristiwa ini seharusnya terjadi reaksi redoks antara membran dan larutan pewarna (KmnO4).
Karena larutan ini bersifat negatif maka dapat disimpulkan bahwa kalium permanganat berperan
sebagai akseptor elektron dan membran tersebut berperan sebagai konduktor.
Hong dan mauzerell menyelidiki sistem yang terdiri dari lesitin dan kolesterol BLM yang
dimodifikasi dengan magnesium octacthylporphyrin, menggunakan larutan buffer kalium ferro dan
ferricyanide. Mereka menggunakan metode null yang memungkinkan mereka membedakan antara
photovoltage yang bergantung pada gradien redoks dan perubahan photovoltage yang timbul dari
kejadian kation porfirin di membran. Terlihat bahwa tegangan dimunculkan bergantung pada intensitas
cahaya, voltase terapan, dan pada perubahan konduktivitas yang ditimbulkan oleh pergerakan kation
porfirin. Dengan menggunakan pulsa sinar laser dan metode penjepit voltase pada sistem yang sama,
ditunjukkan bahwa waktu kenaikan saat ini lebih singkat dari 1 detik, dan bahwa photovoltage
berevolusi melebihi 500 mV. Sebuah photocurrent biphasic dihasilkan, dan fase pertama (sangat cepat)
bergantung pada kapasitansi yang terbentuk dimana reaksi redoks antara pigmen dan oksidan dapat
menyala. Pada fase kedua, reaksi redoks terjadi dimana muatan pada membran dan molekul pigmen.
Heubner (107) dengan alat yang mampu mencatat perubahan potensial dalam kisaran
nanosecond, dapat menunjukkan bahwa suatu BLM yang memisahkan campuran klorofilin dengan
Na2HPO4, dan larutan (Na4) 2Ce (NO3) 6, diterangi dengan kilatan cahaya, menghasilkan potensi dari
urutan 30 mV dalam waktu kurang dari 20 nsec. Perkiraan kerapatan arus di kedua membran BLM dan
kloroplas sekitar 104 A / m2.
Untuk transfer elektron yang efisien dan pemisahan muatan pada fotosintesis tanaman hijau,
seperti klorofil , mungkin membutuhkan prasyarat seperti akseptor elektron dan quinone. Untuk
menguji hipotesis ini, beberapapengamat telah mensintesis kompleks porphyrin-quinone dan
porphyrin-carotene kovalenty sebagai model untuk kejadian photophysicochemical awal di pusat reaksi
fotosintesis. Joshi dkk. Memasukkan hal ini menjadi BLMs dan menemukan photovoltage yang
sempurna yaitu 320 mV dan photocurrent 22 nA, inimerupakan laporan nilai tertinggi. Dari semua
senyawa yang dipelajari, porphyrin-quinone (PQ) memberikan respon cahaya yang paling baik.
Spektrum aksi fotolistrik dari membran berpigmen mengikuti spektrum penyerapan PQ, sehingga
memberikan bukti pemisahan elektron dan lubang di lapisan ganda lipid, dan untuk pandangan bahwa
hanya foton yang diserap pigmen yang dianggap penting untuk cahaya pada saat proses pengamatan.
Reaksi redoks yang diinduksi dapat digunakan untuk menjelaskan temuan ini, BLM berpigmen
dianggap sebagai semikonduktor organik yang memisahkan dua larutan berair. Kontak membran /
larutan disimulasikan dari penghalang Schottky memiliki dua permukaan. Salah satu sisi membran
sebagai photocathode (p-typpe) dan sisi lainnya sebagai photoanode (n-type). Pada permukaan
membran elektrolit, larutan berair berperan sebagai metal. Ketika struktur kuinone, sebuah elektron
dengan kelompok gambar, secara kovalen terikat pada porphyrin (kelompok penyumbang elektron)
seperti pada PQ, celah energi yang terjadi di lapangan dan keadaan tereksitasi PQ disempit, ini dapat
memmbantu efek tarik-menarik transfer eletron. Penyerapan cahaya dengan adanya agen redoks yang
tepat menyebabkan pengurangan pada satu sisi dan oksidasi di sisi lain membran. Ketika porphyrin
dicampur dengan quinone dari β-karoten dalam larutan pembentuk membran, efluen fotolistrik pun
tejadi, dengan magnitudade yang lebih rendah. Dengan demikian, pada senyawa PQ yang jaraknya
lebih dekat dapat dicapai pasangan akseptor donor untuk mendapat pengaruh cahaya.
Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian semakin banyak diberikan pada sistem vesikular
dalam bentuk liposom atau vesikula yang terbentuk dari surfaktan. Dalam satu sistem yang mengandung
EDTA dan methylviologen, pengurangan transmembran yang disebabkan cahaya terjadi; EDTA di
bagian dalam vesikel teroksidasi dan methyl-viologen-reduced. Reaksi itu melampaui gradien redoks.
Dalam menjelaskan hal ini disarankan agar tunneling elektron terjadi di inti hidrokarbon seperti
membran.
Dalam percobaan yang melibatkan yang membran lethein telur yang dimodifikasi dengan
berbagai larutan pewarna dan larutan reduktan dan oksidan, dapat diamati peristiwa photoreductin
transmembra i. Namun, mekanisme pergerakan muatan melintasi membran dapat dilihat pada proses
difusi anion pewarna melintasi membran.
Reaksi redoks melewati permukaan antara fasa membran dan larutan juga terjadi pada vesikula
surfaktan. Radiasi laser digunakan sebagai sumber cahaya. Dalam sistem percobaan dimana pewarna
pirena dimasukkan dalam fase hidrofobik vesikula dihexadecypate yang bermuatan negatif, ditemukan
bahwa lingkungan hidrofobik menurunkan potensial ionisasi pewarna, dan bahwa elektron dikeluarkan
oleh gradien listrik yang timbul dari gugus kutub di permukaan membran. Reaksi transfer elektron dari
donor (N-Methylphenotiazine atau N-dodecylphenothiazine), hadir dalam fasa hidrofobik pada
vesikula dioktadenildeillamiummonium klorida bermuatan positif, ke akseptor elektron, turunan
surfaktan tris reniumase yang berlabuh pada permukaan vesikel tersebut (infelta dkk). Sebuah studi
yang lebih luas mengenai vesikula yang terbentuk dari surfaktan yang sama, dan kation trut ruthenium
dan methylviologen bertindak sebagai donor dan akseptor pada membrrane dan menemukan bahwa
akseptor efint anf melekat pada sisi dalam atau luar vesicularmembrane.

KESIMPULAN DAN SARAN UNTUK STUDI LEBIH LANJUT


Adanya elektron bebas di kedua selaput alami dan membran lipid (planar BLMs dan Liposom) menjadi
alasan sulitnya peneltian ini dilakukan. Walaupun telah banyak data yang dkumpulkan dalam 20 tahun
terakhir.
Pertama, BLM adalah struktur yang sangat tipis dan lapisan ultrathinnya masih berada dalam fase awal.
Kedua, BLM yang terbentuk bahkan dalam larutan elektrolit sederhana adalah sistem fisikokimia yang
kompleks .
PROSES ELEKTRONIK PADA MEMBRAN ALAM DENGAN MENGIKUTI MODEL di
BLMs
1. FENOMENA ELEKTRONIK TANPA PENYINARAN

Beberapa fenomena yang menjadi dasar perilaku elektronik fenomenalogika seperti rektifikasi
dan resistensi negatif, dapat dijelaskan dalam hal pengangkutan ion aktif melintasi membran alami. Di
sisi lain, beberapa fenomena elektronik dapat ditafsirkan secara alternatif melalui perubahan
konduktivitas membran pada gasifikasi terakumulasi, atau konduksi karena adanya produk hidrolisis
air di BLM. Namun, proses ini masih memiliki banayak kekurangan karena translokasi elektron terjadi
selama aktivitas normal membran biologis. Oleh karena itu, dalam kaitan ini, dikatakan bahwa
translokasi elektron melintasi membran mitokondriamemiliki peran penting dalam membangun gradien
pH transmembran yang mengarah ke sintesis ATP. Dengan cara ini, konduksi elektronik pada membran
mithochondrial dan membran proton gradien lainnya berfungsi untuk dihubungkan dengan proses dasar
bioenegetik.
Dengan proses transfer informasi secara biologis, memungkinkan adanya arus gating yang
ditemukan di selaput saraf dan selaput otot dan bersifat elektronik. Tabel 1 mencantumkan beberapa
hasil eksperimen pada perilaku eletronik pada BLM alami dan buatan yang diperoleh tanpa adanya
penyinaran. Untuk melengkapi keseluruhan gambaran efek eletronik, baik pada membran lipid bilayer
alami dan buatan, estimasi parameter elektronik dasar membran lipida bilayer mitokondria, fotosintesis
dan buatan dapat dilihat pada tabel 2.
2. FENOMENA ELEKTRONIK DENGAN PENYINARAN

Tabel 3 menyajikan perbandingan beberapa fitur dari photovoltage yang dihasilkan pada BLMs
alami dan buatan. Berdasarkan perbandingan ini, dapat dikatakan bahwa BLMs memberikan model
fenomena fotolistrik yang nyata pada membran alami. Terdapat beberapa perbedaan yang signifikan
yaitu pada waktu tempu tegangan. Secara khusus, hasil pengukuran pada membran tilakoid memberikan
respon yang jauh lebih cepat dari BLMs. Namun yang menjadi alasan utama pada peristiwa ini adalah
keterbatasan peralatan yang digunakan dalam proses elperimen dengan BLMs.
Kemiripan dari photovoltage dari membran alami dan BLMs menjadi bukti adanya respon yang
dihasilkan dari mekanisme elektronik pada kedua sistem tersebut. Kita dapat membedakan tren dalam
membandingkan tahapan penelitian tentang BLM. Pertama adalah untuk memperoleh pengetahuan
tentang mekanisme penggunaan membran alami dan yang lainnya adalah mengetahui pendekatan yang
berorientasi pada perkembangan tegnologi. Dapat dikatakan bahwa photorespon yang diperoleh pada
BLM buatan melampaui membran biologis dalam banyak hal. Karena peran penting yang dikaitkan
dengan protein pada membran alami, BLM dikembangkan dengan apigment yang dianggap produk
yang lebih canggih. Diharapkan pengembangan model BLM ke depannya harus mengandung berbagai
jenis senyawa fotoaktif yang akan memberikan banyak membantu pergerakan arus elektron dalam
BLM.
Baik BLM dan membran alami telah terbukti bereaksi seperti semikonduktor organik terhadap
iluminasi, perubahan suhu, dan doping dengan tambahan elektron. Atas dasar sifat-sifat ini, model
organisasi dan fungsi elektronik bilayer lipid buatan dan membran tilakoid dapat diketahui.

BEBERAPA PERCOBAAN BARU


1. Mengusulkan Eksperimen Ruang Dengan BLMs

Sifat listrik dan elektronik dari BLM telah dipelajari terutama tentang transmembran. Sifat-sifat
membran telah ditunjukkan pada beberapa penelitian. Juga sifat membran yang ada pada sistem alam.
Pertama, dalam rantai transfer elektron fotosintesis dan fosforilasi oksidatif, elektron mengalir.
Kedua, pada arah melintang membran, jalur elektron terbatas pada membran dan ketebalannya,
sedangkan pada bidang membran, elektron dapat bergerak lebih jauh, selama ada arus konduksi pada
protein intrinsik yang memungkinkan adanya perbedaan potensial.
Jika metode pengukuran dan penerapan perbedaan potensial pada bidang membran ditemukan,
kelas baru fenomena elektronik di BLM dapat dipelajari. Efek hall dan variasinya seperti tegangan
fotomagnetoelektrik dapat diselidiki. Tegangan arus, VH (tegak lurus terhadap arah induksi magnetik
b) yang diinduksi dalam sampel ketebalan tm (diukur sepanjang arah B), diberikan oleh VH = RHIB / tm
dimana koefisien ruang material adalah arus yang mengalir melalui sampel tegak lurus terhadap B. Jika
RH dari BLM diambil menjadi 0,1 m3 / C = 1 T, L = 1 nA, tegangan (diukur di udara) harus memiliki
nilai kuag lebih 20mV . VH akan diukur untuk kelompok polar BLM yang di udara.
Dengan mempertimbangkan ini, dimungkinkan untuk menyelidiki efek magnetoelektrik dan
resonansi siklotron muatan di dalam membran. Data yang diperoleh dalam percobaan ini akan
memungkinkan diferensiasi antara elektron dan ion sebagai muatan membawa (perbedaan frekuensi
resonansi), dan evaluasi massa efektif elektron dan geometri pita konduksi di BLM.
Kemungkinan lain untuk membedakan antara konduktivitas elektronik dan ion BLM, adalah
pengukuran pengangkutan massa yang menyertai pengangkutan muatan.
2. Perangkat Biomolekuler

Percobaan berikut diformulasikan khususmuntuk mendapatkan pemahaman tentang prinsip-


prinsip pada tingkat molekuler yang mengatur efek persimpangan molekuler pada membran lipid yang
dilalui elektron. Untuk prinsip ini didesain untuk memiliki lapisan ganda lipid sebagai komponen pusat
yang menunjukkan bahwa semua biomembran memiliki struktur dengan elemen terkunci. Seperti yang
telah ditunjukkan membran lipid memiliki batas ketebalan yaitu kurang dari 100 A yang dapat berfungsi
sebagai saluran gerbang, diode molekul, photodetectors dan transducer energi.
Gagasan sel biofuel berdasarkan oksidasi glukosa telah diketahui selama beberapa waktu
namun, tidak ada yang mengembangkan sel biofuel berdasarkan skema yang ditunjukkan pada gambar
7.5. Elemen utamanya adalah, sebuah BLM elektron ultrathin yang berfungsi sebagai elektroda bipolar.
Untuk pengaturan yang diusulkan, tegangan rangkaian terbuka lebih dari 600 mV pada kerapatan arus
100 mA / cm2 diprediksi. Kerapatan voltase dan arus bergantung pada konsentrasi spesies yang terlibat.
3. Eksperimen Lain

Elektrokimia dan fotobiofisika BLM berpigmen telah menjadi topik studi selama bertahun-
tahun, interaksi dengan gelombang mikro baru saja dipelajari. Energi microwave memiliki efek yang
berbeda dari bentuk radiasi lainnya, dan oleh karena itu dapat diharapkan untuk mengungkapkan
fenomena yang berbeda. Salah satu keuntungannya adalah bahwa kerusakan radiasi pada sistem sangat
rendah. Dengan demikian, sifat dinamis interaksi mocrowave memberikan kemungkinan keadaan
probing gerakan di membran dan permukaan yang berdekatan. Akhirnya, teknik voltametri harus
diterapkan pada kedua BLM dan sistem mambran alami untuk menyelidiki mekanisme reaksi elektron
dan reaksi bioredoks.

Anda mungkin juga menyukai