Anda di halaman 1dari 11

Problematika Pendidikan Profesi

Guru

Latar Belakang

Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan suatu


amanat konstitusi negeri ini dan harapan luhur yang menjadi
tujuan didirikannya negeri ini. Semua itu tertuang dalam
pembukaan UUD 1945, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 3 yaitu Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Itulah yang
menjadi ruh kita dalam memperjuangkan pendidikan di
Indonesia. Dan guru yang paling ikut berperan aktif sebagai
ujung tombak dan pemain inti di lapangan pendidikan negeri ini.
Saat ini, guru menjadi profesi yang menjanjikan secara ekonomi
bagi masyarakat Indonesia, terlebih pemerintah telah
melaksanakan amanah konstitusi tentang hak pendidikan warga
negara. Anggaran pendidikan yang wajib dialokasikan
pemerintah baik pusat maupun daerah sebanyak 20% dari APBN
dan APBD, menjadi titik terang untuk perbaikan pendidikan
(khususnya bagi guru) ke depan. Realisasi anggaran pendidikan
lebih lagi alokasi untuk guru melalui program tunjangan, gaji
pokok, insentif dan lainnya diupayakan mampu meningkatkan

1
kesejahteraan guru. Tampaknya, pemerintah sangat serius
menyoroti persoalan kualitas tenaga pendidik (guru) di negeri ini.
Sebagai perumpamaan guru merupakan pemain inti dalam
pendidikan negeri ini dan peserta didik adalah bola yang siap
dimasukkan ke gawang ataupun ditendang keluar lapangan.
Menyiapkan guru-guru profesional akan membuat tujuan
pendidikan nasional akan
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Standar Nasional
Pendidikan. bisa terwujud. Dengan Akta IV yang telah dihapus
dan diberlakukannya PPG prajabatan untuk memberikan suatu
wadah perbekalan yang lebih intens bagi calon guru sebelum
mengajar. Namun banyak yang merisaukan serta membenarkan
dalam arti setuju dengan kebijakan pemerintah tersebut. Menurut
Permendiknas tentang Program Pendidikan Profesi Guru
Prajabatan Nomor 8 Tahun 2009 dalam Pasal 2 menyebutkan
bahwa tujuan PPG adalah untuk menghasilkan calon guru yang
memiliki kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan, dan
menilai pembelajaran; menindaklanjuti hasil penilaian dengan
melakukan pembimbingan, dan pelatihan peserta didik; mampu
melakukan penelitian dan mengembangkan profesionalitas secara
berkelanjutan.
Apakah tujuan yang baik tersebut tidak bisa dicapai
oleh kampus-kampus kependidikan yang ada dan
menyelenggarakan pendidikan keguruan selama ini? Bukankah
tujuan tersebut sebenarnya juga menjadi tujuan dari kampus-
kampus ilmu pendidikan dan keguruan selama ini? Apakah ada
korelasi materi kurikulum selama kuliah di FKIP dan di PPG?
Kenapa beban kurikulum PPG tidak dimasukkan saja saat kuliah
2
4 tahun di FKIP, sehingga tidak membuang biaya dan waktu
mahasiswa?

3
Permendiknas Tentang Program Pendidikan Profesi Guru Pra Jabatan No 8 tahun
2009. berlaku. Guru yang memiliki sertifikat pendidik akan mendapat tunjangan
profesi walaupun tidak PNS.. Sebelum menginjak lebih jauh mula- mula kita
harus mengetahui esensi guru yang profesional. Menurut Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2015 Tentang Guru dan Dosen, Guru
profesional hendaknya memiliki empat kompetensi guru yang telah ditetapkan
yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Oleh karena itu,
selain terampil mengajar, seorang guru juga memiliki, teladan yang baik,
pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik. Menelaah
lebih dalam UU Nomor 14

Tahun 2015 tentang guru dan dosen pada pasal 8, dalam undang- undang
tersebut dijelaskan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik dapat diperoleh
melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau program diploma empat. Sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru
sebagai tenaga profesional. Oleh sebab itu, guru dipandang sebagai jabatan
profesional dan oleh karena itu seorang guru harus disiapkan melalui pendidikan
profesi. Jika kita menganalisis undang-undang tersebut dapat digarisbawahi bahwa
untuk menjadi seorang guru, ijazah SI kependidikan (Program sarjana/D–IV)
belumlah cukup, akan tetapi untuk meningkatkan keprofesionalitasan tenaga
pendidik, seorang guru atau lulusan keguruan jika ingin diakui legalitasnya sebagai
tenaga yang sudah profesional maka harus menempuh PPG.
UU Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2015 Tentang Guru dan Dosen.
pendidikan profesi atau yang lebih kita kenal dengan PPG Prajabatan. Bahkan
program profesi ini tidak hanya di tujukan kepada lulusan kependidikan, akan tetapi
non-kependidikan pun bisa mengikuti program ini ketika berminat menjadi guru.
Akan tetapi perlu kita ketahui selain sebagai tempat wadah candradimuka
yang lebih intens dalam mempersiapkan calon guru, dari semua itu ada sisi

4
negatifnya dari pelaksanaan program PPG ini. Dalam hal ini berkaitan dengan
lulusan kependidikan
bahwa guru yang dianggap profesional adalah guru yang sudah dapat menempuh
program pendidikan profesi guru, bahkan guru yang muncul sekarang ini tidak
hanya dari lulusan kependidikan, akan tetapi lulusan dari non-kependidikan pun
dapat mengajar juga menjadi guru. Profesi guru pun bisa saja menjadi pekerjaan
cadangan bagi mahasiswa lulusan non-kependidikan setelah mereka kalah bersaing
dalam mendapatkan pekerjaan dalam disiplin ilmunya. Selain itu kebijakan
mengenai PPG ini juga dianggap mengancam nasib para calon guru profesional.
Hal ini karena pola masuk PPG dilaksanakan dengan sangat ketat dan dengan
kuota yang cukup terbatas, padahal saat ini setiap tahunnya tiap
universitas bisa mengeluarkan sarjana kependidikan ratusan orang. Belum lagi
persaingan dengan universitas lainnya yang juga mencetak calon guru.
Pangkalan data pendidikan tinggi, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi menyebutkan bahwa saat ini jumlah mahasiswa aktif kelompok bidang
ilmu pendidikan kisaran mencapai 1.240.748 mahasiswa.
.http://forlap.ristekdikti.go.id/mahasiswa/homegraphbidang. [diakses 8 april 2018
jam 20.00 wib]
Apakah pemerintah sudah siap menampung calon pengangguran lulusan
sarjana muda kependidikan yang tidak lulus PPG? Karena jika kita bicara
tentang kampus kependidikan pasti tujuan produk kampus tersebut adalah
menjadi calon-calon guru, namun jika keluar dari track yang seharusnya dalam
hal ini akan kalah bersaing dan harus mau mencari second job yang lain.
Kebijakan telah terlontar ke publik dan diterapkan, Semua perkataan atas nama
regulasi harus ditaati. Pemerintah mengeluarkan kebijakan seyogyanya juga harus
memberikan kebijakan solusi konkret terhadap dampak-dampak yang
dikeluarkan oleh kebijakan itu sendiri. Yang harus dilakukan mahasiswa
kependidikan yang notabene meng hasilkan lulusan atau sarjana kependidikan
adalah inovasi dalam hal mempertahankan eksistensinya. Bisa di tarik sedikit
benang merahnya bahwa pemerintah lebih ingin menyeleksi lagi yang lebih
ketat terhadap proses untuk menjadi profesi guru agar benar sudah teruji. Perlu

5
adanya grand design/konsep perencanaan yang ideal khususnya bagi para guru
agar kualitas dan profesionalismenya tetap meningkat, namun tidak mengurangi
rasa keadilan pemerintah terhadap calon guru, Pemerintah seyogyanya juga
harus cermat dalam membaca realita sosial dan adil terhadap objek yang
terkena dampak dari kebijakan tersebut. Semoga dengan adanya kajian ini, para
mahasiwa kependidikan di Indonesia dapat merubah cara pandang mereka dan
benar-benar mampu membuktikan bahwa lulusan dari Universitas kependidikan
tidak dipandang remeh dan sebelah mata. Lalu kami juga berharap dengan
adanya kajian ini dapat menjadi saran atau sebuah bahasa kritikan yang
membangun bagi pemangku kebijakan di negeri ini dan menjadi salah
satu bahan pertimbangan bapak Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi Republik Indonesia, Muhammad Nasir untuk mempertimbangkan dan
mengkaji kembali adanya PPG di Indonesia.

6
Pembahasan,
Menurut UU No 20/2003 tentang SPN pendidikan profesi adalah pendidikan tinggi
setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan
dengan persyaratan keahlian khusus. Dengan demikian maka Pendidikan Profesi Guru
(PPG) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk lulusan S1 Kependidikan
dan S1/D-IV non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar mereka
dapat menjadi guru yang profesional serta memiliki berbagai kompetensi secara utuh sesuai
dengan standar nasional pendidikan dan dapat memperoleh sertifikat pendidik.
Dengan merujuk pada kutipan tersebut yang dengan sendirinya merujuk pada Undang-
Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), maka amatlah ironis
ketika yang dimaksud dengan pendidikan profesi adalah selalu merujuk pada ketenuan
leterlijk seperti Undang-Undang No. 20/2003 tersebut. Artinya, tidak melihat bahwa yang
dimaksud guru sebagai profesi tidaklah sama dengan dokter sebagai profesi, dan kemudian
menyatakan bahwa kalau guru ingin profesional ya harus ikut pendidikan profesi seperti
dokter. Oleh karenanya, harus dibedakan antara pendidikan profesi dokter untuk
spesialisasi dan pendidikan profesi untuk guru. Walaupun sebenarnya sebutan pendidikan
profesi untuk guru juga tidak tepat menurut saya, ya cukup pendidikan keguruan saja.
Namun, untuk menanggapi kasus PPG ini bolehlah diperingkas bahwa pendidikan profesi
guru adalah pendidikan keguruan yang ada selama ini, itu saja, titik!
Kalau saya telusuri di beberapa website di luar negeri, sepertinya memang tidak ada
pendidikan profesi guru, kalaupun ada maka disebut sebagai kursus untuk guru untuk selalu
belajar dan meningkatkan kualitas dirinya. Pada beberapa “kursus” tersebut dapat
disetarakan dengan magister (S2). Coba mari kita lihat lagi bentuk operasional PPG, yakni
dengan menyelenggarakan dua jenis pendidikan profesi guru, yaitu:
PPG pasca S-1 kependidikan yang masukannya berasal dari lulusan S1 kependidikan
dengan struktur kurikulum subject specific paedagogy (pendidikan bidang studi) dan PPL
Kependidikan. PPG pasca S-1/D-IV non kependidikan yang masukannya berasal dari
lulusan S-1/D-IV non kependidikan, dengan struktur kurikulum matakuliah akademik
kependidikan (paedagogical content), subject specific paedagogy (pendidikan bidang
studi), dan PPL Kependidikan. Pertanyaan saya: memangnya mahasiswa kependidikan S1

7
tidak belajar pendidikan bidang studi, tidak melaksanakan PPL? Ini sungguh menggelikan.
Sekarang mari kita lihat juga apa tujuan pendidikan profesi guru ini, saya kutipkan dari
draft panduan PPG prajabatan tersebut pada item D tentang Tujuan Pendidikan Profesi
Guru. Tujuan khusus Pendidikan Profesi Guru adalah menghasilkan calon guru yang
memiliki kompetensi merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah serta
melakukan penelitian. Mari kita diskusikan. Apakah tujuan “mulia” tersebut tidak dapat
dicapai oleh kampus-kampus kependidikan yang ada dan menyelenggarakan pendidikan
keguruan selama ini? Bukankah tujuan tersebut sebenarnya juga menjadi tujuan dari
kampus-kampus ilmu pendidikan dan keguruan selama ini? Pun kalau yang dituju sekadar
“kompetensi”, maka mohon maaf saya ibaratkan PPG adalah lembaga kursus mengajar.
Jadi tidak ada bedanya dengan misalnya saya ingin kursus komputer, kursus menjahit,
kursus las, kursus reparasi HP, bedanya di PPG yang diajarkan adalah “cara-cara praktis
mengajar”.
Sesuai Peraturan kementerian pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) Nomor
87 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Profesi guru Prajabatan, Pasal 1 ayat (2) menyatakan:
“Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan yang selanjutnya disebut program PPG
adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1
Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru
agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan
sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Tabel 1. Hasil UKG

UKG
Maks 100.00
Min 10.00
Rata 56.69
Stdev 12.67
N 2,699,516

(Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017)

8
(Sumber: Dirjen GTK Kemendikbud, 2017)

Data di atas merupakan bagaian dari hasil UKG tahun 2017 dimana masih menunjukan hasil
kompetensi pedagogik dan profesional guru. Sayang, rata-rata hasil UGK di atas masih sangat
jauh dari standar minimum, yakni 70.

Dari data di atas, kita juga bisa mengetahui terkait persebaran kualitas guru di
Indonesia yang tidak merata. Masih sangat kentara terjadi ketidakmerataan kualitas guru di
Indonesia. Cenderung guru yang berkualitas menurut versi hasil UKG di atas menumpuk pada
provinsi-provinsi yang terbilang maju dan berada di wilayah yang mudah diakses. Sedangkan
guru-guru dari daerah yang masih tergolong 3T, cenderung memiliki hasil UKG yang jauh
lebih rendah.

9
Berangkat dari Permendikbud No.87 tahun 2013 yang menerangkan tentang
Pendidikan Profesi Guru, dapat dicermati bahwa permen tersebut telah berlaku selama
empat tahun. Dalam kurun waktu tersebut sudah diperoleh data berapa persen tingkat
kelulusan PPG yang diukur melalui UKG dan hasilnya menyatakan masih banyak yang di
bawah 5,5. Lantas, faktor apakah yang menyebabkan rendahnya presentase kelulusan
PPG? Apakah sosialisasi sistem dan mekanise PPG dari pemerintah sudah
dilaksanakan secara menyeluruh kepada universitas yang ditunjuk sebagai
penyelenggara PPG? Menyeluruh dalam arti semua sistem dan mekanisme PPG
disampaikan mulai dari prosedur pendaftaran, teknis pelaksanaan hingga evaluasi serta
penyampaiannya kepada dosen pengajar dan pihak-pihak yang terlibat dalam
penyelenggaraan PPG termasuk pemerintah daerah.
Sesuai bunyi Pasal 1 ayat (2): “Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan yang
selanjutnya disebut program PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV Nonkependidikan. Selama ini
dalam kurikulum perkuliahan S1 kependidikan sudah dibekali dengan pedagogik atau
keterampilan mengajar yang telah ditempuh selama 4 tahun (pada umumnya). Merujuk
kepada pasal 1 ayat 2 Apakah dengan adanya kesempatan untuk S1/D4
nonkependidikan yang menempuh PPG selama satu tahun dapat disetarakan dengan
lulusan S1 kependidikan yang selama perkuliahan sudah mendapat dasar ilmu
tentang mendidik, ditambah juga dengan proses magang atau PPL? Sedangkan
mereka yang berasal dari latar belakang ilmu murni hanya dikebut selama satu
tahun? Apakah indikator kelulusan mereka sama?
PPG dilaksanakan selama satu tahun di bawah naungan kemenristekdikti sedangkan
lulusan dari program tersebut selanjutnya didistribusikan oleh kemendikbud. Dalam proses
distribusi lulusan PPG tentulah memerhatikan kebutuhan guru setiap daerah dan data ini
dimiliki oleh kemendikbud. Lalu bagaimanakah komunikasi kedua kementrian ini
sehingga sebagai pihak yang melakukan seleksi dan pendistribusian tenaga pendidik
sesuai dengan kebutuhan di lapangan?

10
Namun, walaupun PPG adalah kewenangan kemenristekdikti termasuk juga dalam
mengluarkan sertifikat nyatanya masih ditemui perguruan tinggi yang memberikan akta
empat kepada lulusannya tanpa harus mengikuti PPG terlebih dahulu. Sedangkan
kemendikbud menegaskan bahwa akta empat sudah tidak digunakan berdasarkan UU
No.14 tahun 2005 dan diperkuat dengan Permendikbud No.87 tahun 2013 yang pada
akhirnya baru dapat diimplementasikan pada tahun 2015. Berkaitan dengan fakta
tersebut, bagaimana monitoring and evaluation (monev) yang dilakukan terhadap
pelaksanaan PPG, LPTK, dan kinerja lulusan?

Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Seluruh Indonesia (IMAKIPSI)

Mengetahui,
Ketua Ketua Umum Kepala Departemen Avokap

Donny Bangkit Ariwibowo M, Masagus Aziz

Referensi Kajian :
Kemdiknas. (2009). Panduan Pendidikan Profesi Guru Prajabatan. Jakarta: Kemdiknas.
Paat, Lody. (2011). “Melahirkan Guru Intelektual Transformatif” dalam H.A.R. Tilaar, Jimmy
Ph. Paat & Lody Paat (eds.). Pedagogi Kritik: Perkembangan, Substansi, dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta.
Republik Indonesia. (2005). Undang-Undang No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta.
Republik Indonesia. (2008). Peraturan Pemerintah No. 74/2008 tentang Guru. Jakarta.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan.
Jakarta.

11

Anda mungkin juga menyukai