1687203066
1687203066
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul Strategi Pengembangan Profesi Guru.
Makalah ini diajukan guna menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen
pengampuh untuk mata kuliah Etika Profesi Keguruan. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh
dari dari kata sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian,
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah
hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna
penyempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................ 19
C. Keritikan .................................................................................................. 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini antara lain:
1. Bagaimana pengembangan profesionalisasi guru?
2. Apa saja model pengembangan guru?
3. Jelaskan tantangan dan problematik pengembangan profesionalisasi guru!
4. Bagaimana implementasi program pengembangan profesi guru?
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional. (1) guru memiliki
komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Ini berarti bahwa komitmen
tertinggi guru adalah kepada kepentingan siswanya; (2) guru menguasai secara
mendalam bahan ajar yang diajarkannya dan cara mengajarkannya kepada
siswa. Bagi guru, hal ini merupakan duah hal yang tidak dapat dipisahkan; (3)
guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai teknik
evaluasi, mulai cara pengamatan dalamperilaku siswa sampai tes hasil belajar;
(4) guru mampu berpikir secara sistematis tentang apa yang dilakukannya, dan
belajar dari pengalamannya. Artinya, harus selalu ada waktu untuk guru guna
mengadakan refleksi dan koreksi terhadap apa yang telah dilakukannya; (5)
guru seyogianya nya menjadi bagian dari masyarakat belajar dalam
lingkungan profesinya, misalnya kalau di Indonesia, PGRI dan organisasi
profesi lainnya. 2
1
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional: Pedoman Kinerja, Kualifikasi, & Kompetensi Guru,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 52.
2
Ibid. hlm. 73.
3
dengan bermodal penguasaan materi dan menyampaikan kepada siswa sudah
cukup. Anggapan tersebut belumlah dapat dikategorikan sebagai guru yang
memiliki pekerjaan professional. Sebab, guru yang professional harus
memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai pekerjaannya,
dan menjaga kode etik guru.
4
Ada lima macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan
profesi guru. Kelima macam kegiatan itu, yaitu:
3
Ibid. hlm. 181.
5
Keempat, meningkatkan kapasitas staf dalam perencanaan dan evaluasi
program melalui pelatihan, pendidikan lanjutan, dan rotasi. Kelima,
mengembangkan sistem layanan pendidik untuk pendidikan layanan khusus
melalui kerjasama dengan LPTK dan lembaga terkait lain. Keenam,
melakukan kerjasama antar lembaga di dalam dan di luar negeri melalui
berbagai program yang bermanfaat bagi pengembangan profesi pendidik.
Ketujuh, mengembangkan sistem dan pelaksanaan penjaminan mutu
pendidikan melalui pembentukan tim pengembangan dan tim penjamin mutu
pendidikan.
4
Barnawi & Mohammad Arifin, Etika dan Profesi Kependidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012),
hlm. 38.
6
dikemukakan oleh banyak ahli pendidikan yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan guru. Keefektifan masing-masing model tersebut
tergantung kepada tergantung situasi dan kondisi yang melingkupi guru
tersebut. Berbagai macam model tersebut akan memberikan pilihan kepada
guru untuk meningkatkan pengembangan profesinya.
7
4. Pengamatan kolega (peer observation),
5. Penulisan jurnal/catatan harian guru (writing teaching diaries/journals),
6. Kerja proyek (project work),
7. Penelitian tindakan kelas (classroom action research),
8. Portofolio mengajar (teaching portfolio), dan
9. Mentoring (mentoring).
5
Ahmad Yusuf Sobri, “Model-Model Pengembangan Profesionalisme Guru”, Konvensi Nasional
Pendidikan Indonesia (KONASPI), Universitas Negeri Malang, 2016, hlm. 339.
8
C. Tantangan dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru
9
materialistis, individualistis, kompetitif, konsumtif, dan sebagainya. Tentu ini
sangat berimbas pada peran dan tugas guru sebagai pendidik yang profesional.
1. Faktor Internal
Termasuk dalam faktor internal adalah guru itu sendiri. Guru sebagai
subjek merupakan faktor yang paling menentukan terwujudnya
profesionalitas guru. Hal-hal yang menyebabkan profesionalisme guru
tidak berkembang antara lain:
a. Kurangnya kreativitas guru,
b. Kurangnya minat guru untuk berinovasi,
c. Minimnya niat guru untuk menjadi guru yang profesional (pasrah
dengan kemampuan dan keadaan),
d. Guru merasa sudah hafal materi ajar diluar kepala sehingga
mengesampingkan tugas-tugas administrasi guru seperti Silabus dan
RPP,
e. Guru kurang memanfaatkan waktu di sekolah untuk bertukar
pengalaman dengan guru sejawat tentang pengalaman-pengalaman
proses pembelajaran yang baik,
f. Kurangnya persiapan guru sebelum mengajar,
g. Kecenderungan malas untuk meng-update informasi yang berkaitan
dengan pengembangan profesinya,
h. Kurang aktif dalam organisasi dan asosiasi profesi,
i. Adanya anggapan bahwa pekerjaan guru adalah rutinitas, bukan
pekerjaan yang dinamis.
2. Faktor Eksternal
Selain faktor internal, hambatan pengembangan profesi guru juga
ditentukan oleh faktor eksternal, diantaranya lingkungan, birokrasi, dan
sumber daya. Lingkungan dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan fisik
dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik berkaitan dengan letak geografis
10
yang sulit dijangkau. Hal ini menyebabkan sulitnya guru dalam mengakses
informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sarana dan prasarana juga memengaruhi proses pembelajaran.
Ketidaktersediaan sarana dan prasarana yang memadai atau menunjang
proses pembelajaran mengakibatkan pelaksanaan pembelajaran berjalan
tidak efektif dan penyampaian bahan ajar dari guru cenderung tidak
berkembang. Semestinya strategi pembelajaran dilakukan secara inovatif
dan bervariasi dalam alat dan media. Hal ini pada akhirnya berimbas pada
tidak terlaksanakannya indikator kompetensi pengembangan profesi guru.
Lingkungan sosial juga ikut memengaruhi pengembangan profesi guru.
Jika masyarakat sekolah (atasan, teman sejawat) tidak mendukung
pengembangan profesi, hal ini ikut menghambat pengembangan
profesi.guru. Untuk mewujudkan guru profesional harus ada kerja sama
dan dukungan semua pihak. Guru yang tidak diberi kesempatan mengikuti
pertemuan pengembangan kurikulum di tingkat sekolah, kelompok guru
(antar sekolah), yang dikelola Diknas kota, provinsi, maupun nasional
bahkan internasional membuat guru tidak berkembang dan kurang
mengetahui perkembangan yang ada. Selain itu, minimnya program dan
kegiatan kolaboratif antara Diknas sebagai wadah sekolah dasar dan
menengah dengan perguruan tinggi. Padahal, sumber daya di perguruan
tinggi berlimpah dalam menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi
(pendidikan dan pengajaran, penelitian, serta pengabdian kepada
masyarakat) dengan pendanaan yang memadai.
Faktor yang juga penting adalah sumber daya. Salah satunya, yaitu
tidak terlaksananya penelitian disebabkan kekurangan dana, tidak
memiliki waktu dan sumber daya lainnya, sampai pada tidak adanya
pembinaan dari pihak yang terkait.6
6
Jamil Suprihatiningrum, op.cit hlm. 178.
11
D. Implementrasi Program Pengembangan Profesi Guru
12
tentang materi pembelajaran yang diajarkan dan dapat mencari alternatif
pemecahan terhadap persoalan- persoalan pembelajaran yang dihadapi di
dalam kelas.
6. Simposium guru. Simposium merupakan media guru untuk saling bertukar
pikiran dan pengalaman tentang proses pembelajaran dan ajang untuk
kompetisi ajang kreativitas diantara guru.
7. Program pelatihan tradisional lainnya. Program pelatihan yang ditujukan
kepada guru dengan hanya membahas persoalan aktual dan penting
sehingga guru tidak ketinggalan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, misalnya pembelajaran kontektual, Kurikulum 2013, blended
learning, penelitian tindakan kelas.
8. Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah. Salah satu kelemahan guru
adalah kurangnya membaca dan menulis karya ilmiah sehingga karir guru
sedikit terhambat karena mereka kekurangan karya ilmiah. Untuk itu
gugus sekolah perlu memprogram pelatihan penulisan karya ilmiah bagi
guru sehingga mereka produktif dalam berkarya, serta perlu adanya
pendampingan dari pihak kepala sekolah dan pengawas pendidikan.
9. Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah. Pertemuan ilmiah ditujukan
kepada guru untuk memberikan pengetahuan mutakhir tentang pendidikan
dan pembelajaran. Pemberian informasi tersebut bertujuan untuk
meningkatkan aspek kompetensi dan profesional guru dalam proses
pembelajaran.
10. Melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini sangat
dianjurkan kepada guru supaya guru dapat merefleksikan program
pembelajaran yang telah dilaksanakan di dalam kelasnya sehingga guru
selalu dapat memperbaiki performansi mengajarnya. Namun, karena tugas
mengajar yang banyak menyebabkan guru jarang melakukan PTK selain
juga disebabkan kemauan dan kemampuan mereka menulis karya ilmiah.
Oleh karena itu perlu adanya pendampingan dari kepala sekolah dan
pengawas sekolah agar guru menjadi produktif dalam melakukan PTK.
13
11. Magang. Kegiatan ini biasanya ditujukan kepada guru pemula. Guru
pemula melakukan magang di dalam kelas dengan bimbingan guru senior
sesuai dengan bidang studinya. Kegiatan magang biasanya meliputi:
pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas dengan tujuan agar guru
pemula tersebut dapat mengikuti jejak guru senior yang profesional.
12. Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan. Pengetahuan dan
pemahaman guru tidak hanya berkutat dengan materi pembelajaran di
buku, tetapi juga perlu pengetahuan yang lebih luas melalui media cetak
dan eletronik, dan bahkan guru diharapkan dapat mengikuti pemberitaan
melalui internet. Guru profesional akan selalu mengikuti perkembangan
pengetahuan dari berbagai sumber media yang tersedia.
13. Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi. Organisasi profesi
memberikan keuntungan yang besar kepada guru (PGRI) untuk
mengembangkan profesionalitasnya dengan membangun sesama
komunitas pembelajaran.
14. Menggalang kerjasama dengan teman sejawat. Kerjasama yang erat
diantara sejawat guru dapat memberikan peluang pengembangan
profesionalnya melalui kegiatan ilmiah dan kegiatan lainnya sehingga
profesionalisme guru meningkat.
15. Pengembangan guru yang dipandu secara individual. Program ini
bertujuan agar guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka sendiri,
mampu belajar aktif serta mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena
itu, kepala sekolah dan pengawas sekolah seyogyanya memotivasi guru
saat menyeleksi tujuan belajar berdasarkan penilaian personal kebutuhan
mereka.
16. Observasi dan penilaian. Kegiatan ini ditujukan kepada guru agar mereka
dapat mengamati dan menilai program pembelajaran yang dilakukan
sehingga guru memiliki data yang akurat tentang pembelajarannya untuk
kemudian mereka dapat melakukan refleksi dan analisis terhadap
peningkatan proses pembelajaran di kelasnya.
14
17. Pemberian penghargaan. Agar guru giat menjalankan profesinya, maka
diperlukan penghargaan terhadap prestasi yang telah ditorehkan, dan
bahkan penghargaan perlu juga diberikan kepada guru tidak tetap sehingga
tidak perbedaan perlakukan diantara guru.
18. Model defisit. Kepala sekolah dan pengawas sekolah seharusnya
mengatasi defisit atau kekurangan dalam kinerja guru yang dikarenakan
kelemahan guru secara individual dalam menjalankan tugas profesinya.
Untuk itu, pemimpin sekolah perlu menerapkan manajemen kinerja
terhadap guru sehingga apabila guru mengalami kesulitan dalam
menjalankan tugasnya dapat dibantu oleh kepala sekolah dan pengawas
sekolah secara individual.
19. Model cascade atau desiminasi. Karena keterbatasan sumberdaya di
sekolah, guru secara individual dikirim untuk mengikuti pelatihan. Setelah
selesai mengikuti pelatihan, guru tersebut menyebarkan informasi kepada
rekan-rekannya agar mereka juga memperoleh pengetahuan yang sama.
20. Model berbasis standar. Model pengembangan ini menitikberatkan kepada
standar-standar yang harus dipenuhi dalam mengadakan pengembangan
profesional guru. Model ini kurang diminati karena lebih menitikberatkan
pada standar-standar yang harus dipenuhi bukan kepada kompetensi apa
yang harus dimiliki guru sehingga pengelolaan program pengembangan
profesional guru bersifat seragam tidak berdasarkan kebutuhan
pengembangannya.
21. Model mentoring. Model pengembangan ini melibatkan dua guru (guru
pemula dan berpengalaman) dan mengandung unsur konseling dan
profesional. Guru yang berpengalaman memberikan pelatihan kepada guru
pemula agar guru pemula dapat meningkatkan profesionalnya. Ada pula
yang menyatakan model ini adalah model supervisi klinis kepada guru
pemula.
15
Setelah mempelajari berbagai model pengembangan profesional guru
tersebut, maka guru dapat mempertimbangkan model-model tersebut sesuai
dengan kebutuhannya. Masing-masing model mempunyai kelebihan dan
kelemahan, dimana model tersebut menggambarkan seperangkat karakteristik
yang berbeda sehingga penerapan suatu model tertentu tidak disarankan atau
model yang berdiri sendiri.
7
Ahmad Yusuf Sobri, loc.cit hlm. 340.
16
BAB II
TELAAH KRITIS
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
B. Saran
C. Kertikan
19
DAFTAR PUSTAKA
Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
20