Anda di halaman 1dari 4

1.

NEKROSIS: Nekrosis adalah kematian patologis satu atau lebih sel atau sebagian jaringan atau
organ, yang dihasilkan dari kerusakan ireversibel. Hal ini terjadi ketika tidak ada cukup darah
mengalir ke jaringan, baik karena cedera, radiasi, atau bahan kimia

2. missing teeth adalah hilangannya salah satu gigi pada satu rahang, baik rahang atas maupun
rahang bawah, yang dapat mengakibatkan gigi antagonisnya kehilangan kontak,dimana yang kita
ketahui gigi akan selalu mencari kontak dengan gigi antagonis.

3. Diastema adalah suatu ruang yang terdapat di antara dua buah gigi yang berdekatan. Diastema
ini merupakan suatu ketidaksesuaian antara lengkung gigi dengan lengkung rahang. Bisa terletak di
anterior ataupun di posterior, bahkan bisa mengenai seluruh rahang.

4. Migrasi Patologis
Migrasi patologis adalah pergeseran gigi yang terjadi jika kesimbangan di antara faktor-faktor yang
mempertahankan posisi gigi terganggu oleh penyakit periodontal. Migrasi patologis relatif sering
terjadi dan bisa merupakan tanda dini dari penyakit, atau bisa terjadi menyertai inflamasi gingiva
dan pembentukan saku dengan berkembangnya penyakit.
Migrasi patologis terjadi paling sering pada regio anterior, tetapi bisa juga terjadi pada gigi posterior.
Gigi bisa bergerak ke segala arah, dan migrasi biasanya disertai mobility dan rotasi. Migrasi patologis
ke arah oklusal atau incisal disebut dengan elongasi atau ekstrusi (istilah pertama dianggap lebih
tepat). Migrasi patologis bisa dijumpai dalam beberapa derajat keparahan, dan bisa melibatkan satu
atau lebih gigi. Migrasi patologis perlu dideteksi pada stadium dini, dan mencegah akibat yang lebih
serius dengan jalan menyingkirkan faktor-faktor penyebab. Walaupun migrasi patologis masih pada
stadium dini, telah terjadi kehilangan tulang meskipun sedikit.

5. Pemeriksaan intra oral


dilakukan dalam mulut pasien untuk mengetahui kondisi rongga mulut pasien. Beberapa
pemeriksaan yang dilakukan di dalam rongga mulut pasien diantaranya:
a) Perkusi
Perkusi dilakukan dengan cara memberi pukulan cepat tetapi tidak keras dengan
menggunakan ujung jari, kemudian intensitas pukulan ditingkatkan. Selain menggunakan
ujung jari pemeriksaan ini juga sering dilakukan dengan menggunakan ujung instrumen.
Terkadang pemeriksaan ini mendapatkan hasil yang bias dan membingungkan diagnosa. Cara
lain untuk memastikan ada tidaknya kelainan yaitu dengan mengubah arah pukulannya yaitu
mula-mula dari permukaan vertikal-oklusal ke permukaan bukal atau lingual mahkota. Gigi
yang dipukul bukan hanya satu tetapi gigi dengan jenis yang sama pada regio sebelahnya.
Ketika melakukan tes perkusi dokter juga harus memperhatikan gerakan pasien saat merasa
sakit (Grossman, dkk, 1995).

b) Sondasi
Sondasi merupakan pemeriksaan menggunakan sonde dengan cara menggerakkan sonde pada
area oklusal atau insisal untuk mengecek apakah ada suatu kavitas atau tidak (Tarigan, 1994).

c) Probing
Probing bertujuan untuk mengukur kedalaman jaringan periodontal dengan menggunakan
alat berupa probe. Cara yang dilakukan dengan memasukan probe ke dalam attached gingiva,
kemudian mengukur kedalaman poket periodontal dari gigi pasien yang sakit (Grossman,
dkk, 1995).

d) Tes mobilitas – depresibilitas


Tes mobilitas dilakukan untuk mengetahui integritas apparatus-aparatus pengikat di
sekeliling gigi, mengetahui apakah gigi terikat kuat atau longgar pada alveolusnya. Tes
mobilitas dilakukan dengan menggerakkan gigi ke arah lateral dalam soketnya dengan
menggunakan jari atau tangkai dua instrumen. Jumlah gerakan menunjukkan kondisi
periodonsium, makin besar gerakannya, makin jelek status periodontalnya. Hasil tes
mobilitas dapat berupa tiga klasifikasi derajat kegoyangan. Derajat pertama sebagai gerakan
gigi yang nyata dalam soketnya, derajat kedua apabila gerakan gigi dalam jarak 1 mm bahkan
bisa bergerak dengan sentuhan lidah dan mobilitas derajat ketiga apabila gerakan lebih besar
daripada 1 mm atau bergerak ke segala arah. Sedangkan, tes depresibilitas dilakukan dengan
menggerakkan gigi ke arah vertikal dalam soketnya menggunakan jari atau instrumen (Burns
dan Cohen, 1994)

e) Tes vitalitas
Tes vitalitas merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu gigi
masih bisa dipertahankan atau tidak. Tes vitalitas terdiri dari empat pemeriksaan, yaitu tes
termal, tes kavitas, tes jarum miller dan tes elektris.
(1) Tes termal, merupakan tes kevitalan gigi yang meliputi aplikasi panas dan dingin pada gigi
untuk menentukan sensitivitas terhadap perubahan termal (Grossman, dkk, 1995).
(a) Tes dingin, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan, yaitu etil klorida, salju
karbon dioksida (es kering) dan refrigerant (-50oC). Aplikasi tes dingin dilakukan dengan
cara sebagai berikut.
 Mengisolasi daerah gigi yang akan diperiksa dengan menggunakan cotton roll maupun
rubber dam.
 Mengeringkan gigi yang akan dites.
 Apabila menggunakan etil klorida maupun refrigerant dapat dilakukan dengan
menyemprotkan etil klorida pada cotton pellet.
 Mengoleskan cotton pellet pada sepertiga servikal gigi.
 Mencatat respon pasien.
Apabila pasien merespon ketika diberi stimulus dingin dengan keluhan nyeri tajam yang
singkat maka menandakan bahwa gigi tersebut vital. Apabila tidak ada respon atau pasien
tidak merasakan apa-apa maka gigi tersebut nonvital atau nekrosis pulpa. Respon dapat
berupa respon positif palsu apabila aplikasi tes dingin terkena gigi sebelahnya tau mengenai
gingiva (Grossman, dkk, 1995). Respon negatif palsu dapat terjadi karena tes dingin
diaplikasikan pada gigi yang mengalami penyempitan (metamorfosis kalsium).
(b) Tes panas, pemeriksaan ini jarang digunakan karena dapat menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah apabila stimulus yang diberikan terlalu berlebih. Tes panas dilakukan dengan
menggunakan berbagai bahan yaitu gutta perca panas, compound panas, alat touch and heat
dan instrumen yang dapat menghantarkan panas dengan baik (Grossman, dkk, 1995). Gutta
perca merupakan bahan yang paling sering digunakan dokter gigi pada tes panas.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengisolasi gigi yang akan di periksa. Kemudian gutta perca
dipanaskan di atas bunsen. Selanjutnya gutta perca diaplikasikan pada bagian okluso bukal
gigi. Apabila tidak ada respon maka oleskan pada sepertiga servikal bagian bukal. Rasa nyeri
yang tajam dan singkat ketika diberi stimulus gutta perca menandakan gigi vital, sebaliknya
respon negatif atau tidak merasakan apa-apa menandakan gigi sudah non vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).
(2) Tes kavitas, bertujuan untuk mengetahui vitalitas gigi dengan cara melubangi gigi. Alat yang
digunakan bur tajam dengan cara melubangi atap pulpa hingga timbul rasa sakit. Jika tidak
merasakan rasa sakit dilanjutkan dengan tes jarum miller. Hasil vital jika terasa sakit dan
tidak vital jika tidak ada sakit (Grossman, dkk, 1995).
(3) Tes jarum miller, diindikasikan pada gigi yang terdapat perforasi akibat karies atau tes
kavitas. Tes jarum miller dilakukan dengan cara memasukkan jarum miller hingga ke saluran
akar. Apabila tidak dirasakan nyeri maka hasil adalah negatif yang menandakan bahwa gigi
sudah nonvital, sebaliknya apabila terasa nyeri menandakan gigi masih vital (Walton dan
Torabinejad, 2008).

(4) Tes elektris, merupakan tes yang dilakukan untuk mengetes vitalitas gigi dengan listrik,
untuk stimulasi saraf ke tubuh. Alatnya menggunakan Electronic pulp tester (EPT). Tes
elektris ini dilakukan dengan cara gigi yang sudah dibersihkan dan dikeringkan disentuh
dengan menggunakan alat EPT pada bagian bukal atau labial, tetapi tidak boleh mengenai
jaringan lunak. Sebelum alat ditempelkan, gigi yang sudah dibersihkan diberi konduktor
berupa pasta gigi. Tes ini dilakukan sebanyak tiga kali supaya memperoleh hasil yang valid.
Tes ini tidak boleh dilakukan pada orang yang menderita gagal jantung dan orang yang
menggunakan alat pemacu jantung. Gigi dikatakan vital apabila terasa kesemutan, geli, atau
hangat dan gigi dikatakan non vital jika sebaliknya. Tes elektris tidak dapat dilakukan pada
gigi restorasi, karena stimulasi listrik tidak dapat melewati akrilik, keramik, atau logam. Tes
elektris ini terkadang juga tidak akurat karena beberapa faktor antara lain, kesalahan isolasi,
kontak dengan jaringan lunak atau restorasi., akar gigi yang belum immature, gigi yang
trauma dan baterai habis (Grossman, dkk, 1995)
6. Hitam-putih (radiolusen-radioopak)
sebuah foto Rontgen [selanjutnya ditulis foto saja] tergantung pada daya tembus sinar X pada suatu
benda. Benda-benda yang mudah ditembus sinar X akan memberikan gambaran hitam (radiolusen).
Benda-benda yang sukar ditembus sinar X akan memberikan gambaran putih (radioopak). Ada juga
bayangan tidak terlalu hitam (moderately radioluscent) dan bayangan tidak terlalu putih
(moderately radioopaque). Diantara radiolusen sedang dan radioopak sedang ada bayangan keputih-
putihan (intermediate)
7. Tulang alveolar (alveoral bone) adalah bagian dari tulang maksila dan mandibula yang membentuk
dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang ini terbentuk sewaktu gigi erupsi yang berfungsi untuk
memberikan tempat perlekatan bagi ligamen periodontal yang akan terbentuk

Anda mungkin juga menyukai