Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Kita


memerlukan sumber daya alam dari lingkungan untuk memenuhi kebutuhan,
sehingga ada hubungan timbal balik di dalamnnya. Hubungan timbal balik antara
manusia dengan lingkungan maupun dengan makhluk hidup lainnya membentuk
suatu ekosistem. Ekosistem tersebut akan menjadi seimbang, bila manusia tidak
serakah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan tersebut.
Namun dalam pemanfaatan sumber daya tersebut, terkadang manusia tidak
memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan, dan menjadi serakah dalam
pemanfaatan lingkungan tersebut. Sehingga mengakibatkan terjadinya kerusakan
lingkungan dan pencemaran lingkungan. Dan akhirnya berdampak pada manusia
itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan jaman, kasus pencemaran yang terjadi pada


lingkungan semakin serius. Dan oleh karena hal tersebut, banyak dari kita yang
merasakan akibatnya sendiri. Beberapa peristiwa berkaitan dengan “peracunan”
lingkungan tersebut adalah pencemaran udara oleh SOX, CO, NOX, PAH
(Policyclic Aromatic Hidrocarbon), DDT (Dietil Difenil Dichlor Etan), PCB
(Polichlor Bifenil) dan CFC (Chloro Fluorocarbon), dimana efeknya berupa iritasi
kulit, penyakit pernafasan, efek DDT menyebabkan cangkang telur menjadi
rapuh, sehingga mudah pecah. Selain itu, bocornya reaktor nuklir seperti di
Chernobil-Rusia, dan Fukusima-Jepang juga merupakan peristiwa peracunan
lingkungan yang cukup serius, dimana efeknya antara lain terjadi kanker kelenjar
gondok pada anak-anak akibat sinar radioaktif dari radon. Dan juga kasus bom
Hiroshima dan Nagasaki yang memiliki efek yang sangat serius pula, dimana
detonasi bom secara langsung menyebarkan panas yang tak terkira dan mematikan
semua organisme sekitar 1 mil.

1
Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
toksikologi lingkungan, sehingga masyarakat tidak dapat mencegah pengeluaran
zat toksik dari sumber (emisi) ke lingkungan, pergerakan zat toksik dalam
ekosistem (ekokinetik), dan mencegah zat toksik masuk ke dalam tubuh
organisme (imisi), serta masyarakat tidak dapat mengatasi efek biologi (efek
farmakokinetika) yang ditimbulkan zat toksik tersebut. Oleh karena itu, pada
makalah kali ini kami akan membahas salah satu permasalah tersebut, yaitu
tentang gerak racun dalam ekosistem (ekokinetika).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam


makalah ini adalah :
1. Bagaimana pengertian dari ekokinetika?
2. Bagaimana fate atau nasib perjalanan racun dalam lingkungan?
3. Bagaimana proses ekokinetika?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tu]ujuan dari penulisan


makalah ini adalah :
1. Mengetahui pengertian dari ekokinetika.
2. Mengetahui fate atau nasib perjalanan racun dalam lingkungan.
3. Mengetahui peroses ekokinetika.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ekokinetika

Secara harfiah “eko” diartikan sebagai ekosistem dan “kinetik” diartikan


sebagai gerak, sehingga Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun
dalam suatu ekosistem.

Di lingkungan pada dasarnya terdapat 4 kompartemen yang akan


menentukan lokasi dan interaksi zat kimia, yaitu air, udara, tanah, dan
biota/mikroorganisme. Apabila suatu zat diemisikan, maka lingkungan akan
mendistribusikannya ke berbagai kompartemen seperti air, udara, tanah, dan biota
sampai suatu saat akan terjadi suatu keseimbangan baru, yang tergantung pada
berbagai sifat kimia-fisika baik xenobiotik maupun lingkungannya (Slamet,
1994).

2.2. Fate atau Nasib Perjalanan Racun Dalam Lingkungan

Kinetika zat di dalam lingkungan berupa fate/nasib perjalanan dari zat


tersebut, karena tergantung pada sifat fisika, kimia, serta sifat biologis racun dan
kondisi dimana ia berada akan menentukan akan kemana ia pergi/dibawa atau
dialirkan.

Pada umumnya, fate/nasib perjalanan suatu racun dalam lingkungan


berdasarkan 3 hal berikut.

 Sumbernya
 media transportasinya
 transformasinya

3
1. Berdasarkan Sumbernya
Berdasarkan sumbernya, fate/ nasib perjalanan zat pencemar dibagi lagi
kedalam dua golongan, yaitu sebagai berikut.

a. Sumber Distributif / Tersebar


Zat pencemar tersebar, sehingga sampai pada waktu yang bersamaan
di beberapa tempat di lingkungan.
Contoh :
 Pestisida yang dipakai oleh petani dalam pertanian
 Bahan kimia untuk rumah tangga
 Gas buangan mobil

b. Sumber Non Distributif / Tidak Tersebar


Sumber pencemar tidak tersebar, dan pencemar tersebut hanya
terlokasi pada satu titik (point scure) saja.
Contoh :
 Pembuangan sampah
 Limbah cair

2. Berdasarkan Media Transportasinya


Transport zat racun dapat lambat/cepat, sangat dekat/sangat jauh,
tergantung dari media transpornya. Berikut ini 5 golongan media transport
racun.

a. Udara
b. Air
c. Tanah
d. Organisme
e. Rantai makanan

4
3. Berdasarkan Transformasinya
a. Transformasi Abiotik
1) Fotokimia
Fotokimia mencakup seluruh fenomena yang berkaitan dengan
absorpsi dan emisi radiasi oleh sintesis kimia.
2) Sedimentasi
Sedimentasi berkaitan dengan proses pengendapan toksikan
bersama material batuan secara gravitasi yang dapat terjadi di
daratan, zona transisi (garis pantai) atau di dasar laut karena
diangkut dengan media angin, air maupun es.
3) Hidrolisis
Hidrolisi berkaitan dengan proses pembelahan ikatan kimia zat
toksik dengan penambahan air.
4) Oksidasi
Oksidasi mencakup interaksi antara molekul oksigen dan semua zat
yang berbeda (dalam hal ini adlah zat toksik).
5) Reduksi
Reduksi mencakup pelepasan molekul oksigen dari suatu zat
(dalam hal ini adlah zat toksik).

b. Transformasi Biotik
Transformasi secara biotik melalui sistem degradasi secara
mikrobiologis. Sistem biodegradasi penting dalam lingkungan.
Biodegradasi adalah degradasi kimia bahan (polimer misalnya)
disebabkan oleh tindakan yang terjadi secara alami mikroorganisme
seperti bakteri, jamur dan ganggang (degradasi kimia yang tidak
melibatkan aktivitas biologis didefinisikan sebagai degradasi abiotik)
(Stevens 2002). Sebagai hasil biodegradasi menghasilkan karbon
dioksida dan / atau metana dan air. Jika oksigen saat ini biotik
degradasi yang terjadi adalah degradasi aerobik dan karbon dioksida
dihasilkan. Jika tidak ada oksigen tidak tersedia, degradasi biotik

5
adalah degradasi anaerobik, dan metana diproduksi bukan karbon
dioksida.

2.3. Proses Eokinetika

Secara spesifik, zat kimia akan mengalami transpor ke berbagai


kompartemen lingkungan apabila terdapat zat yang dapat bereaksi dengannya
membentuk senyawa lain. Selain itu pada saat yang sama akan terjadi paparan
terhadap zat asli maupun yang di trasformasi terhadap berbagai organisme yang
ada di sekitarnya ataupun yang jauh sekali dari lokasi, tergantung media transpor,
persistensi, dan iklim yang memengaruhinya. Paparan dapat berbentuk macam-
macam tergantung dari wujud xenobiotik, apakah berbentuk gas, cair, ataupun
padatan yang sekaligus juga menentukan cara xenobiotik memasuki organisme
(Slamet, 1994).

Menurut Slamet (1994), prediksi dan perilaku zat di lingkungan dapat


berakhir dengan 3 kemungkinan, yaitu:

 Zat kimia tetap berada pada tempat dimana dia mulai masuk atau
diemisikan
 Zat kimia terbawa masuk ke tanah, sedimen, air, atau atmosfer
 Zat kimia bertransformasi atau terurai melalui proses kimia, fisik, atau
biologi.

Secara umum proses kinetik dapat digolongkan ke dalam proses biotik dan
abiotik. Dalam proses biotik segala reaksi dapat terjadi secara enzimatik.
Sedangkan proses abiotik yang berupa proses fisis dan proses kimiawi (Slamet,
1994).

1. Proses Biotik
Dalam proses biotik berkaitan dengan berbagai reaksi enzimatik yang
terjadi pada racun selama bergerak dalam ekosistem. Reksi-reaksi
tersebut bisa meningkatakan ataupun menurunkan toksisitas dari racun.
6
2. Proses Abiotik Berupa Reaksi Fisis
a. Transport lokal, regional dan global
 Contoh transport global: debu krakatau menyebar keseluruh
dunia
 Contoh transport regional: kecelakaan nuklir Chernobyl, tsunami
Jepang
 Contoh transport lokal: di Jerman telah terjadi emisi zat
radioaktif dan metal yang tidak terkontrol selama 5 tahun. Telah
terjadi kontaminasi pada udara, perairan, Hewan domestik, debu
di rumah-rumah

b. Leaching
Leaching adalah peristiwa pelarutan terarah dari satu atau lebih
senyawaan dari suatu campuran padatan dengan cara mengontakkan
dengan pelarut cair. Pelarut akan melarutkan sebagian bahan padatan
sehingga bahan terlarut yang diinginkan dapat diperoleh.

c. Evaporasi dari perairan dan atau padatan


Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul ke
dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan berubah menjadi
gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari istilah
kondensasi. Umumnya penguapan air bisa terlihat dari lenyapnya
cairan secara berangsur-angsur pada saat terpapar sinar dengan
volume yang cukup signifikan.

d. Deposisi dari atmosfer baik basah maupun kering


Deposisi (fisika) atau Desublimasi adalah proses peengkristalan di
mana hal ini terjadi karena proses mengerasnya/membekunya suatu
benda yang memiliki zat zat tertentu dan memiliki unsur unsur zat

7
yang dapat memberikan warna saat mengeras dan jika dilihat seperti
warna kristal.

e. Sedimentasi zat organik


Sedimentasi adalah suatu proses pengendapan material yang
ditransport oleh media air, angin, es atau gletser di suatu cekungan.
Delta yang terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses
pengendapan material-material yang diangkut oleh air sungai,
sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang terdapat di gurun dan di
tepi pantai adalah pengendapan dari material-material yang diangkut
oleh angin.

3. Proses Abiotik Berupa Reaksi Kimiawi


a. Hidrolisis
Contoh reaksi hidrolisis adalah penambahan air pada ester, senyawa
yang digunakan dalam banyak hal mulai dari bahan peledak sampai
poliester,mengakibatkan esternya akan kembali membentuk asam
karboksilat dan alkohol. Reaksi dikenal dengan nama hidrolisis.

b. Oksidasi
Contoh reaksi oksidasi adalah korosi, yaitu proses terjadi reaksi
oksidasi logam membentuk senyawa-senyawa oksida logam ataupun
sulfida logam. Sehingga menyebabkan logam ataupun besi menjadi
karat.
Besi atau logam yang berkarat bersifat rapuh, mudah larut, dan
bercampur dengan logam lain, serta bersifat racun. Hal ini tentu
berbahaya dan merugikan.

c. Reaksi-Reaksi Fotokimia
Salah satu contoh hasil reaksi fotokimia adalah kabut fotokimia,
yang merupakan campuran polutan termasuk ozon, aldehida, dan
8
peroksiasetil nitrat yang dihasilkan dari interaksi nitrogen dioksida
dan senyawa-senyawa organik mudah menguap dengan sinar
matahari dalam suatu lingkungan hangat. Dua komponen paling
merusak dari kabut fotokimia adalah ozon dan peroksiasetil nitrat.
Ozon adalah molekul sangat reaktif yang mengganggu jaringan
pernafasan dan dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yang
permanen. Ia juga memusnahkan klorofil dalam tumbuh-tumbuhan.
Peroksiasetil nitrat menyebabkan iritasi mata.

Terdapat tiga fase dalam proses ekokinetik, yakni fase eksposur/pendedahan


(exposure phase), fase kinetik (kinetic phase), dan fase dinamik (dynamic phase).

1. Fase Eksposur
Fase eksposur atau pendedahan adalah fase dimana zat racun mulai
keluar dari sumbernya. Fase ini meliputi cara bagaimana lingkungan
terkontaminasi oleh bahan pencemar, termasuk kondisi sumber
pencemar (racun).

Parameter dari fase ini adalah sbb:


 Apakah sumber racun tersebar atau tidak
 Kondisi sumber tercemar (static sources: industri dan pemukiman
penduduk; mobile sources: transportasi—e. mobil, motor, kereta api,
bus, kapal laut, dll.)
 Jenis emisi (zat yang dikeluarkan)
 Jumlah emisi—termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh emisi

2. Fase Kinetik
Fase kinetik menunjukan adanya penyebaran dan perubahan kimia zat
racun dalam kondisi abiotik (interaksi antara zat toksik dengan kondisi
abiotik).
Parameter dari fase ini adalah sbb:

9
 Pengikatan di dalam tanah
 Tingkat kelarutan di dalam air (pelarutan bahan pencemar)
 Konversi senyawa secara fisiko-kimiawi
 Konversi oleh biologis
 Parameter iklim/cuaca (peruraian polutan oleh alam)

3. Fase Dinamik
Fase dinamik menunjukan interaksi dan efek yang ditimbulkan zat racun
terhadap penerima dalam kondisi biotik (interaksi antara zat toksik dengan
kondisi biotik: seperti bioakumulasi, biokonsentrasi dan biomagnifikasi.
Sehingga zat pencemar yang masuk bisa bersifat lebih toksik dari senyawa
asalnya dan konsentrasi yang masuk dalam tubuh organisme makin tinggi.

a. Bioakumulasi
Bioakumulasi adalah proses akumulasi kimia oleh organisme yang
secara dari lingkungan abiotik (air, tanah, udara, dan dari sumber
makanan). Zat kimia yang ada di lingkungan terakumulasi di dalam
tubuh organisme melalui difusi pasif.

b. Biokonsentrasi
Biokonsentrasi adalah karakteristik polutan yang dapat terkandung
atau terkonsentrasi secara biologis, yang tingkat konsentrasinya di
suatu bagian ekosistem akan lebih besar ketimbang bagian ekosistem
lainnya.

c. Biomagnifikasi
Biomagnifikasi adalah suatu proses dimana zat toksik bergerak dari
satu tingkat tropik ke tingkat tropik lainnya dan menunjukkan
peningkatan kepekatan dalam makhluk hidup sesuai dengan tingkat
tropiknya dalam rantai makanan. Semakin tinggi tingkat tropik suatu

10
organisme, maka kadar zat toksiknya makin meningkat sehingga
mengalami perbesaran biologis/penggandaan biologi.

Parameter dari fase ini adalah sbb:


 Mengenai efek toksisitasnya.
 Penyerapan polutan oleh organisme.
 Perpindahan polutan dalam tubuh organisme.
 Transformasi polutan dalam tubuh organisme.
 Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.

11
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan


beberapa hal sebagai berikut :

1. Ekokinetika diartikan sebagai gerakan suatu zat racun dalam suatu


ekosistem.
2. Fate/nasib perjalanan racun dalam lingkungan didasarkan pada
sumbernya, media transportasi dan transformasinya.
3. Proses ekokinetika digolongkan kedalam 2 proses, yakni proses biotik
dan proses abiotik. Serta terdiri atas 3 fase yaitu fase eksposur, kinetic
dan dinamik.

3.2. Saran

Berdasarkan hasil penulisan makalah ini penulis ingin memberikan


beberapa saran sebagai berikut :

1. Masih banyak hal yang belum dibahas tentang, fate/nasib racun dan
proses ekokinetika. Jadi sebaiknya pembaca dapat mencari dari sumber
yang lainnya juga.
2. Sebaiknya para penulis buku, lebih banyak menulis tentang fate/nasib
racun dan proses ekokinetika, karena sumber untuk materi tersebut
sangatlah sedikit.

12
DAFTAR PUSTAKA

Apri, Hasti. 2015. Makalah Interaksi Zat Dalam Toksikologi. Tersedia pada:
https://www.academia.edu/12715836/MAKALAH_INTERAKSI_ZAT_DALAM
_TOKSIKOLOGI Diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.

Kadarusno, Hadi. 2015. Ekokinetika. Tersedia pada: https://id.scribd.com/doc/


21447232/Ekokinetika Diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.

Nugroho, Andhika Puspito. 2004. Ekotoksikologi. UGM Press. Yogyakarta.

Putra, Arief. 2010. Nasib Zat Pencemar. Tersedia pada: https://id.scribd.com/doc/


51278231/NASIB-ZAT-PENCEMAR Diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.

Rosalia, Sintha. 2012. Toxico3 Biologis. Tersedia pada : http://shintarosalia.


lecture.ub.ac.id/files/2012/11/SRD_toxico3_biologis.pdf Diakses pada tanggal 28
Oktober 2017.

Samman, Ardan. 2012. Dinamika Toksikan Dalam Lingkungan. Tersedia pada:


https://www.academia.edu/12917816/Dinamika_Toksikan_Dalam_Lingkungan
Diakses pada tanggal 28 Oktober 2017.

Soemirat, Juli. 2005. Toksikologi Lingkungan. UGM Press. Yogyakarta.

Wulandari, Sonia. 2014. Toksikologi Lingkungan. Tersedia pada : https://id.scribd.


com/doc/194946394/TOKSIKOLOGI-LINGKUNGAN Diakses pada tanggal 28
Oktober 2017.

13

Anda mungkin juga menyukai