Anda di halaman 1dari 63

Laporan Kasus

DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA


PSIKOTIK
( F32.3 )

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Pelaksanaan


Program Dokter Internship

Oleh :
dr. Yessy Saputri

Pembimbing :
dr.Khairiadi, Sp.KJ

Pendamping :
dr. Suriadi Umar, Sp.A
dr. Erlinawati, Sp.S

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


TGK CHIK DITIRO SIGLI
KABUPATEN PIDIE
2018

LEMBAR PENGESAHAN

DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK AKUT

LAPORAN KASUS
Diajukan sebagai salah satu syarat
dalam pelaksanaan program dokter internship wahana RSUD Sigli

Oleh :
dr. Yessy Saputri

Sigli, Maret 2018

Menyetujui :
Dokter Pembimbing :

dr.Khairiadi, Sp.KJ
Nip.19690619 2002 12 1 002
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat,

rahmat dan hidayah-Nya, tugas presentasi kasus telah dapat diselesaikan.

Selanjutkan Shalawat dan salam penulis haturkan kepangkuan alam Nabi

Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke

alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Adapun judul laporan kasus ini adalah “Depresi Berat dengan Gejala

Psikotik”. Tugas ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Program

Dokter Internship wahana RSUD Tgk. Chik Ditiro, Sigli.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dr.Khairiadi,

Sp.KJ, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan

dalam menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari

kesempurnaan. Kami tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun.

Terima kasih.

Sigli, Maret
2018
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 3
2.1 Definisi Depresi ................................................................. 3
2.2 Epidemiologi ...................................................................... 4
2.3 Etiologi dan Patofisiologi ................................................... 4
2.4 gejala klinis ........................................................................ 13
2.5 Diagnosis ............................................................................ 15
2.6 Diagnosis Banding ............................................................. 24
2.6 Pemeriksaan penunjang ...................................................... 27
2.7 Komplikasi ......................................................................... 27
2.8 Penatalaksanaan ................................................................. 27
2.8 Prognosis ............................................................................ 41
BAB III LAPORAN KASUS ............................................................... 42
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 55
BAB V KESIMPULAN ....................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 59
BAB I

PENDAHULUAN

Depresi adalah suatu gangguan berulang dan serius terkait dengan

menurunnya fungsi dan kualitas hidup, morbiditas medis, dan kematian.¹

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan depresi sebagai peringkat

keempat penyebab disabilitas di seluruh dunia, dan diperhitungkan pada tahun

2020, akan menjadi penyebab utama yang kedua.¹ Depresi berat mungkin sama

melumpuhkan seperti halnya penyakit kronis lain dalam hal waktu yang dihabiskan

di tempat tidur dan hilangnya produktivitas kerja. Biaya tahunan untuk depresi di

Amerika Serikat diperkirakan mencapai 80 miliar dollar U.S akibat hilangnya

produktivitas serta untuk perawatan penyakit.²

Gangguan depresi sering dijumpai. Prevalensi selama kehidupan pada

wanita 10% - 25% dan pada laki – laki 5% - 12%. Walaupun depresi lebih sering

pada wanita, bunuh diri lebih sering pada laki – laki terutama usia muda dan tua.

Faktor – faktor yang diduga berperan pada terjadinya gangguan depresi ini,

yaitu peristiwa- peristiwa kehidupan yang berakibat stressor (masalah keuangan,

perkawinan, pekerjaan, dan lain lain), faktor kepribadian, genetik, dan biologik

seperti ketidakseimbangan neurotransmitter, gangguan hormon imunologik.

Meskipun informasi langsung tentang prevalensi depresi tidak ada untuk

sebagian besar negara, data yang tersedia menunjukkan variabilitas yang tinggi

dalam tingkat prevalensi. Prevalensi seumur hidup berkisar antara 1,5 % (Taiwan)

sampai 19,0 % (Beirut). Prevalensi 12 bulan berkisar antara 0,8 % (Taiwan) sampai

5,8 % (Christchurch, Selandia Baru).1


Berdasarkan hasil penelitian sejumlah studi pada pasien depresi yang

dirawat oleh spesialis, hampir 50% pasien tidak sembuh dalam kurun waktu 6 bulan

dan 10% memiliki perjalanan penyakit yang kronis. Para peneliti meyakini bahwa

lebih dari setengah kasus bunuh diri terjadi pada orang yang mengalami depresi. Ini

menunjukkan depresi dapat memiliki efek yang menghancurkan. Namun pada

kebanyakan orang, penyakit ini bisa diobati. Ketersediaan pengobatan yang efektif

dan pemahaman yang lebih baik tentang dasar biologis terjadinya depresi dapat

mengurangi hambatan dalam deteksi dini, diagnosis yang akurat serta keputusan

untuk mencari perawatan medis.3


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri.2

Menurut WHO 2010, depresi merupakan gangguan mental yang ditandai


dengan munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu,
perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi, dan
penurunan konsentrasi.3
Depresi dapat terjadi pada siapa pun, golongan mana pun, keadaan sosial
ekonomi apa pun, serta pada usia berapa pun. Tetapi umumnya depresi mulai timbul
pada usia 20 sampai 40 tahun-an. Depresi biasanya berlangsung selama 6-9 bulan,
dan sekitar 15-20% penderita berlangsung sampai 2 tahun atau lebih. Episode
depresi cenderung berulang sebanyak beberapa kali dalam kehidupan seseorang.
Menurut National Institute of Mental Health, gangguan depresi dipahami
sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole-body), yang meliputi tubuh,
suasana perasaan dan pikiran. Ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara
seseorang merasa mengenai dirinya sendiri dan cara orang berpikir mengenai
sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Ini
juga tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi yang dapat
dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit depresi tidak dapat
begitu saja “memaksa diri mereka sendiri” dan menjadi lebih baik.
Depresi adalah suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan adanya
mood depresi, hilangnya perhatian terhadap lingkungan atau menarik diri dari
lingkungan, merasa berdosa atau tidak percaya diri, gangguan tidur, letih dan
konsentrasi menurun.
2.2 Epidemiologi
Sebuah survey di AS dan UK: 20 % populasi memiliki sejarah gangguan
depresi dalam hidupnya. Depresi lebih sering pada wanita dibandingkan pria (5:2).
Depresi bisa terjadi pada setiap umur, tetapi paling banyak terjadi pada usia 25-44
tahun. Pasien depresi juga beresiko terhadap terjadinya alcoholism, penyalah-
gunaan obat, kejadian bunuh diri, gangguan kecemasan, dan lainnya.
Ada kecenderungan hubungan famili dengan kejadian depresi 8-18% pasien
depresi memiliki sedikitnya satu keluarga dekat (ayah, ibu, kakak atau adik) yang
memiliki riwayat depresi.
Studi Proporsi Gangguan Jiwa oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen
Kesehatan, di 16 kota selama kurun waktu 1996-2000 menjumpai : gangguan
disfungsi mental (kecemasan, depresi, dsb) sebanyak 16,2 %.2
Tahun 2020 penyakit depresi diperkirakan akan menjadi ranking kedua
sebagai penyebab disabilitas. Gangguan depresi berat merupakan gangguan yang
sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup sekitar 15%, kemungkinan sekitar
25 % terjadi pada wanita.
Angka gangguan depresi berat pada anak-anak pra sekolah diperkirakan adalah sekitar
0,3 % dalam masyarakat, dibandingkan dengan 0,9% dalam lingkungan klinis. Diantara anak –
anak usia sekolah dalam masyarakat, kira – kira 2 % memiliki gangguan depresi berat. Depresi
lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada anak usia sekolah1.

2.3 Etiologi dan Patofisiologi


Penyebab utama untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor –
faktor dibawah ini yang berperan.

a. Faktor Biologis

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang
penting dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimia
yaitu neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar
neuron di otak. Jika neurotransmitter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan
bekerja secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmitter serotonin,
norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Disatu sisi, jika
neurotransmitter ini berlebihan dapat menyebabkan gangguan manik. Selain itu
antidepresan trisiklik dapat memicu mania.5
Serotonin adalah neurotransmitter aminergic yang paling sering
dihubungkan dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi.
Pada beberapa pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin
yang rendah di cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka
panjang terjadi penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin.
Norepinefrin. Korelasi yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara
regulasi turun (down-regulation) reseptor adrenergic-beta dan reseptor
antidepresan klinik kemungkinan merupakan bagian data yang paling memaksakan
yang menyatakan adanya peranan langsung sistem noradrenergik dalam depresi.
Jenis bukti lain juga telah melibatkan reseptor adrenergic-alfa2 dalam depresi,
karena aktivasi reseptor tersebut menyebabkan penurunan jumlah norepinefrin
yang dilepaskan.
Reseptor adrenergik-alfa2 juga berlokasi pada neuron serotonergic dan
mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan. Adanya noradrenergik yang hampir
murni, obat antidepresan yang efektif secara klinis sebagai contohnya, desipramine
(norpramine) mendukung lebih lanjut peranan norepinefrin di dalam patofisiologi
sekurangnya gejala depresi.
Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi.
Data menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat
pada mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada
penyakit yang mengalami penurunan dopamin seperti Parkinson disertai juga
dengan gejala depresi. Obat – obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti
tyrosin, amphetamine, bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur
dopamin mesolimbic dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada
depresi.1,2
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat
berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik ( norepinefrin dan
serotonin ). Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada beberapa pasien yang
bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah
serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit. Faktor neurokimia lain
seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan regulasi kalsium mungkin juga memiliki
relevansi penyebab.

Peneltian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja dengan
gangguan mood telah menemukan kelainan biologis.1
Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan hormon
pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan dengan anak
normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi. (1)

Gambar 1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter3

b. Faktor Genetika

Ada kecenderungan hubungan keluarga dekat dengan kejadian depresi 8-18% pasien
depresi memiliki sedikitnya satu keluarga dekat (ayah, ibu, kakak atau adik) yang memiliki
sejarah depresi.

Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga
tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3
kali dibandingkan dengan populasi umum.

Faktor genetik dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat


keluarga atau keturunan. Hal ini disepakati bahwa faktor keturunan dan lingkungan
memegang peranan penting dalam beberapa gangguan mood. Gangguan tipe
Bipolar dan Mayor depresif terjadi pada keluarga, tetapi fakta menunjukkan bahwa
yang diturunkan adalah tipe bipolar, dengan kecenderungan sebagai berikut:
1. Salah satu orang tua menderita gangguan mood tipe bipolar; kecenderungan
terjadi 25% pada anak
2. Dua orang tua menderita gangguan mood tipe bipolar; kecenderungan
terjadi 50-75% pada anaknya
3. Satu monozygote kembar mengalami bipolar; 40-70% kecenderungan
terjadi pada kembarannya
4. Satu dizygote kembar mengalami bipolar; kecenderungan 20% terjadi pada
saudara kembarnya
5.
Satu orang tua mengalami kelainan tipe depresif; 10-13% kecenderungan
terjadi pada anaknya. 5

c. Faktor Psikososial

Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah


kehilangan objek yang dicintai. Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi
sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya
berhubungan dengan kehilangan. 4

Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya


otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan
3
isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif Sedangkan
menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan
untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian,
perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik. Faktor psikososial yang mempengaruhi
depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian,
psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. 6

Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan

Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului


episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi
mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi,
klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan
terbatas dalam onset depresi.

Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode


depresi adalah kehilangan pasangan.3 Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti
kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial
yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan
dapat menimbulkan depresi.

Faktor kepribadian

Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti


kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi
untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid
(kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai
resiko yang rendah. 3

Faktor psikodinamika dan psikoanalitik

Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan


objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi. 3 Dalam upaya untuk mengerti
depresi, Sigmud Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan
melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi
diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang.

Freud percaya bahwa introyeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi


ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari
duka cita atas dasar bahwa pasien depresi merasakan penurunan harga diri yang
melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri,
sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. 2

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengalamn klinis yang


telah lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode
selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat. 1
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum
usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode
depresi adalah kehilangan pasangan. 1

Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi:

• peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan,

• kepribadian,

• psikodinamika,

• kegagalan yang berulang,

• teori kognitif dan dukungan sosial

Formulasi Lain Depresi

Ketidakberdayaan yang dipelajari (Learned helplessness).

Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa
dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan
usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak
berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan
yang mirip.

Faktor kognitif

Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi


pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif,
pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan
perasaan depresi. 2

4 Teori Patofisiologi Depresi 8


1. The Biogenic Amine Hypothesis
2. The Receptor Sensitivity Hypothesis
3. The Permissive Hypothesis
4. The dysregulation hypothesis
Hipotesis Amina Biogenik
Teori Amina Biogenik menyatakan bahwa depresi disebabkan karena
kekurangan (defisiensi) senyawa monoamin, terutama : noradrenalin dan serotonin.
Karena itu, menurut teori ini depresi dapat dikurangi oleh obat yang dapat
meningkatkan ketersediaan serotonin dan noradrenalin, misalnya MAO inhibitor
atau antidepresan trisiklik. Namun teori ini tidak dapat menjelaskan fakta mengapa
onset obat-obat antidepresan umumnya lama (6-8 minggu), padahal obat-obat tadi
bisa meningkatkan ketersediaan neutrotransmiter secara cepat. Kemudian muncul
hipotesis sensitivitas reseptor.

Hipotesis Sensitivitas Reseptor


Depresi merupakan hasil perubahan patologis pada reseptor, diakibatkan
oleh terlalu kecilnya stimulasi oleh monoamin. Saraf post-sinaptik akan ber-respon
sebagai kompensasi terhadap besar-kecilnya stimulasi oleh neurotransmiter. Jika
stimulasi terlalu kecil, saraf akan menjadi lebih sensitif atau jumlah reseptor
meningkat. Jika stimulasi berlebihan , saraf akan mengalami desensitisasi
antidepresan umumnya bekerja meningkatkan neurotransmiter, meningkatkan
stimulasi saraf, menormalkan kembali saraf yang supersensitif.

Hipotesis permisif
Menurut teori ini kontrol emosi diperoleh dari keseimbangan antara
serotonin dan noradrenalin. Serotonin memiliki fungsi regulasi terhadap
noradrenalin , menentukan kondisi emosi , depresi kadar serotonin yang rendah
dapat menyebabkan kadar noradrenalin menjadi tidak normal yang dapat
menyebabkan gangguan mood depresi.
 Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin rendah  depresi
 Jika kadar serotonin rendah, noradrenalin tinggi  manik.

Menurut hipotesis ini, meningkatkan kadar 5-HT, akan memperbaiki mood


depresi.
Dysregulation hypothesis
Gangguan depresi disebabkan oleh terganggunya keseimbangan
neurotransmiter : yaitu gangguan regulasi mekanisme homeostasis, gangguan pada
ritmik sirkadian dan gangguan pada sistem regulasi sehingga terjadi penundaan
level neurotransmiter yang seimbang.

Fakta : terjadinya Atrofi sel saraf di hippocampus.


Berdasar MRI 3 dimensi terhadap volume otak jika terjadi atrofi sel saraf
maka akan pengurangan volume hippocampus. Selain itu juga ada trend
berkurangnya reseptor 5-HT di hippocampus.

Gambar 2 *Hippocampus : bagian otak di mana terdapat progenitor sel saraf yang
terus membelah dan membentuk sel saraf baru, diduga terkait dengan fungsi
memori .12
Peran glutamat dalam depresi :
Sistem glutamat terlibat dalam patofisiologi depresi dapat meningkatkan
levels NR2C sub unit pada pasien depresi. Ketamin adalah suatu antagonis reseptor
NMDA yang memiliki efek antidepresan dengan onset lebih cepat dibandingkan
antidepresan lainnya.
Faktor Resiko :
1. Jenis kelamin; Wanita mempunyai resiko lebih banyak dua kali dibanding pria
2. Umur ; Depresi mayor umumnya berkembang pada masa dewasa muda, dengan
usia rata-rata onsetnya adalah pertengahan 20 tahun.
3. Status Pernikahan (perceraian/perpisahan); Gangguan depresif sering terjadi
pada orang tanpa hubungan antarpersonal yang dekat atau pada orang yang
mengalami perceraian atau perpisahan.

2.4 gejala klinis


Depresi muncul secara bertahap selama beberapa hari atau minggu.
Penderita tampak tenang dan sedih atau mudah tersinggung dan cemas datang silih
berganti, lama – lama gejala tersebut bertambah berat dan menetap.
Gejala depresi yang paling serius adalah pemikiran tentang bunuh diri.
Banyak penderita yang ingin mati atau merasa mereka sangat tidak berguna
sehingga mereka sepantasnya mati. Sebanyak 15% penderita menunjukkan perilaku
bunuh diri. Rencana bunuh diri merupakan keadaan yang sangat berbahaya
sehingga penderitanya harus dirawat dan diawasi secara ketat, sampai keinginan
bunuh dirinya hilang.13
Banyak penderita yang tidak dapat merasakan emosi sedih, gembira, dan
senang secara normal. Dari perspektifnya dunia tampak semakin suram, tidak ada
kehidupan, dan menjemukan. Berpikir, berbicaram dan kegiatan umum lainnya
semakin jarang dilakukan, dan akhirnya akan menghentikan seluruh aktivitasnya.
Pikirannya dipenuhi oleh perasaan bersalah dan memiliki gagasan untuk
menghancurkan dirinya sendiri, serta tidak dapat berkonsentrasi dengan baik dan
daya ingat menurun. Mereka sering bimbang dan menarik diri, merasa tidak
berdaya dan putus asa serta berpikir tentang kematian dan bunuh diri.8
Penderita mengalami kesulitan tidur dan seringkali terbangun, terutama
pada dini hari. Gairah dan kenikmatan seksualnya hilang. Nafsu makan yang buruk
dan penurunan berat badan kadang menyebabkan penderita menjadi kurus dan
siklus menstruasinya terganggu atau berhenti.
Pada sekitar 20% penderita, gejalanya lebih ringan tetapi berlangsung
selama bertahun – tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Apabila depresinya ringan
penderita akan makan sangat banyak sehingga terjadi penambahan berat badan
berlebihan terjadi kegemukan.1,2
Macam Dan Bentuk Depresi12
Depresi dapat muncul dalam beberapa bentuk, antara lain:
1. Depresi Situasional, merupakan depresi yang terjadi setelah mengalami
suatu peristiwa sedih yang berat/traumatik, seperti kematian orang yang
dicintai, di-PHK, kehilangan mata pencaharian mendadak, bangkrut, dan
sebagainya.
2. Holiday Blues, merupakan depresi yang terjadi ketika sedang berlibur atau
merayakan suatu momen sedih, mengenang peristiwa masa lalu yang pahit,
lalu timbul depresi. Depresi jenis ini biasanya bersifat sementara, begitu
momen perasaan khususnya selesai, ia akan kembali pulih.
3. Depresi Endogenous, merupakan depresi tanpa penyebab yang pasti, tiba -
tiba saja muncul tanpa diketahui faktor pencetusnya.
4. Depresi Vegetatif, merupakan depresi yang membuat penderita cenderung
menarik diri dari pergaulan, jarang berbicara, tidak mau makan dan tidak
mau tidur. Yang dilakukannya hanya melamun dan bingung.
5. Depresi Agitatif, diketahui dari penderitanya yang tampak sangat gelisah,
cemas, meremas – remas tangannya serta banyak bicara, hiperaktif, tidak
bisa diam.
6. Depresi Distimik, depresi jenis ini berhubungan dengan perubahan
kepribadian yang nyata. Penderita tampak lusuh, muram, pesimis, tidak
suka bercanda atau tidak mampu menikmati kesenangan. Ia berlaku pasif,
menarik diri (introvert), curiga, suka mengkritik, dan sering menyesali
dirinya sendiri. Pikiran penderita dipenuhi dengan kekurangan, kegagalan,
dan hal – hal negatif, bahkan menikmati kegagalannya.

Beberapa penderita mengeluhkan penyakit fisik, berupa sakit dan nyeri,


ketakutan akan musibah, atau takut menjadi gila. Penderita juga merasa bahwa
mereka menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau yang memalukan
(misalnya kanker atau penyakit menular seksual, AIDS/HIV) dan berpikir telah
menularkannya kepada orang lain sehingga timbul rasa bersalah dan penyesalan
mendalam.
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

 Efek depresif,

 Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya (4)

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.

f. Gangguan tidur

g. Nafsu Makan berkurang

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung lama.

2.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis depresi, perlu dilakukan pemeriksaan
mengenai kemungkinan penyebab yang berasal dari masalah medis, psikiatrik, atau
disebabkan karena obat/alkohol. Rasa tertekan/sedih karena kehilangan/kematian
orang yang dicintai pada orang normal akan sembuh dengan sendirinya sedangkan
jika gejala tetap bertahan sampai 2 bulan dan diikuti keinginan bunuh diri,
kemunduran psikomotor, kegagalan fungsional, perasaan tidak berguna dan gejala
psikotik maka mengarah pada penyakit depresi (major depressive episode).9
Diagnosa depresi ditegakkan jika :
1. Terdapat sedikitnya 5 gejala yang terjadi dalam waktu 2 minggu.
2. Gejala-gejala tersebut menyebabkan rasa tertekan yang signifikan atau
menyebabkan gangguan fungsi sosial, okupasional, atau fungsi lainnya.
3. Gejala bukan disebabkan karena adanya kondisi medis tertentu atau penggunaan
obat tertentu.

Tanda dan gejala Depresi :


Gangguan depresi ditandai oleh satu/lebih major depressive episode.
Satu major depressive episode ditandai oleh 5 atau lebih gejala, antara lain:
- perasaan tertekan/depresi sepanjang hari, hampir setiap hari
- kehilangan interes atau kesenangan terhadap hampir semua aktivitas
- berkurangnya berat badan secara signifikan, atau bertambah BB, dengan
penurunan atau kenaikan nafsu makan hampir setiap hari

- insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

- kemunduran psikomotor

- kelelahan atau kehilangan energi

- perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak
semestinya

- tidak bisa konsentrasi berpikir, daya ingat menurun

- secara berulang berpikir tentang ingin mati atau bunuh diri, atau usaha
bunuh diri

Meskipun keinginan/upaya wanita untuk bunuh diri 2-3 kali daripada pria,
“kesuksesan” pria utk bunuh diri 3 x lebih besar daripada wanita.

Kumpulan gejala depresi adalah


 gangguan vegetatif (tidur, nafsu makan, berat badan dan dorongan
seksual);
 gambaran kognitif, (perhatian, toleransi terhadap frustrasi, memori,
distorsi negatif);

 kontrol impuls (pembunuhan, bunuh diri);

 gambaran perilaku, (motivasi, perasaan senang, minat, kelelahan)

 gambaran fisik (somatik) misalnya nyeri kepala, nyeri perut dan tegang
otot.

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)

 Efek depresif,

 Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

 Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang
nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya (4)

h. Konsentrasi dan perhatian berkurang

i. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

j. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

k. Pandangan masa depan yang suram

l. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri.

m. Gangguan tidur

n. Nafsu Makan berkurang

Untuk episode depresi dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-
kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung lama.

PEDOMAN DIAGNOSTIK

1. Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat tanpa gejala psikotik : (4)

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada.

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus


berintensitas berat.
- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau refardasi psikomotor) yang mencolok, maka
psien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci.

- Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, tetapi jika


gejala amat berat dan beronset cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis
dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau
urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

2. Pedoman diagnostik untuk episode depresi berat dengan gejala psikotik (4)

- Episode depresif berat yang memenuhi kriteria tanpa gejala psikotik tersebut diatas ;

- Disertai waham, halusinasi, atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang
dosa , kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina
atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat
dapat menuju stupor.

KRITERIA DIAGNOSIS Menurut PPDGJ


1. Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum
di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita
suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan
kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah
Konsentrasi dan perhatian berkurang
a. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
b. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekalipun)
c. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
d. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
e. Tidur terganggu
f. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya


diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
F32.0 Episode depresif ringan
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan,
dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling
khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala
lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala
yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan
social, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
F32.1 Episode depresif sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang
ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan
sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok,
namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi
gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga.
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan
atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri
terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna mungkin
mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus
berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode dpresif berat.
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan
sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan
beberapa diantaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting
(misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau
tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal
demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat
dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari
2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin penderita akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf
yang sangat terbatas. Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode
depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus
digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.
F32.3 Episode depresi Berat dengan gejala psikotik
Kriteria diagnostik
 Episode depresi berat yang memenuhi kriteri menurut F32.2 tersebut
diatas
 Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor
yang berat dapat menuju pada stupor
 Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)
F 32.8  episode depresif lainnya
F 32.9  episode depresif YTT
F33 Gangguan depresif berulang
Kriteria diagnostik
 Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :
- Episode depresi ringan (F32.0)
- Episode depresi sedang (F32.1)
- Episode depresi berat (F32.2 dan F32.3)
- Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.
- Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dan peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)
- Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode namun sebagian
kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama
pada usia lanjut
- Episode masing-masing dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali
dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental
(adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis)
- Diagnosis banding  episode depresif singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan depresif berulang episode kini ringan


Kriteria diagnostik
 Untuk diagnosis pasti
o Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan dan
o Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna
o F33.0 tanpa gejala somatik
F33.01 dengan gejala somatik

F33.1 gangguan depresif berulang, episode kini sedang


Kriteria diagnostik
Untuk diagnostik pasti:
- Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang dan
- Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan selang waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna
- Karakter kelima F33.10 tanpa gejala somatik; F33.11 dengan gejala
somatik

F33.2 gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
Kriteria diagnostik
- Kriteria gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode sekarang
harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik
- Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberap bulan tanpa gangguan afektif
yang bermakna

F33.3 gangguan depresif berulang episode kini berat dengan gejala psikotik.
Kriteria diagnostik:
- Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus dipenuhi dan episode
sekarang haryus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan
gejala psikotik dan
- Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna

F33.4 gangguan depresif berulang, kini dalam remisi


- Kriteria untuk gangguan depresif berulang harus pernah dipenuhi di masa
lampau, tetapi keadaan sekarang harusnya tidak memenuhi kriteria untuk
episode depresif dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain
apapun dalam F30-39 dan
- Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing selama
minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan
afektif yang bermakna
F33.8 gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 gangguan depresif berulang YTT

Jenis depresi berdasar waktu terjadinya4


1. Depresi kronis  termasuk berat, terjadi sepanjang waktu, responsive terhadap
obat
2. Depresi musiman (seasonal)  timbul pada saat/musim tertentu (puncak di
musim dingin, sembuh di musim semi atau panas)
3. Depresi post partum  onset terjadi dalam jangka waktu 1 bulan setelah
melahirkan  bisa ringan (baby blue syndrome) atau berat (postpartum major
depression)
4. Premenstrual disphoric disorder  terjadi menjelang masa menstruasi

2.6 Diagnosis Banding


1. Bereavement (Kehilangan teman atau keluarga karena kematian)

Bereavement atau rasa kesedihan yang berlebihan karena putusnya suatu


hubungan dapat memperlihatkan gejala yang sama dengan episode depresi mayor.
Tingkat keparahan dan durasi dari gejala dan dampaknya pada fungsi sosial dapat
membantu dalam menyingkirkan antara kesedihan yang mendalam dan MDD.1
Tabel 5. Pembeda antara bereavement dan episode depresi mayor1
Gejala Bereavement Episode depresi
mayor
Waktu Kurang dari 2 bulan Lebih dari 2 bulan
Perasaan tidak berguna/tidak Tidak ada Ada
pantas
Ide bunuh diri Tidak ada Kebanyakan ada
Rasa bersalah, dan lainnya Tidak ada Mungkin ada
Perubahan psikomotor Agitasi ringan Melambat
Gangguan fungsi Ringan Sedang –Berat
2. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Kondisi Medis Umum
Gejala depresi dapat diperlihatkan dari efek fisiologis suatu kondisi medis
khusus yang terjadi sebelumnya. Sebaliknya, gejala fisik suatu penyakit medis
utama sulit untuk dapat didiagnosis yang berkormorbid dengan MDD.
The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) sangat berguna untuk
alat deteksi pasien dengan penyakit medis dimana digunakan pertanyaan yang
memfokuskan pada gejala kognitif dibandingkan dengan gejala somatiknya.
Gangguan depresi sama banyaknya dengan penyakit kronis, tetapi lebih umum
diabetes, penyakit tiroid, dan gangguan neurologis (penyakit Parkinson, multiple
sklerosis).1
TABEL The Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS)12

3. Gangguan Afektif Disebabkan Karena Zat


Efek samping obat (baik yang diresepkan atau tidak) dapat memperlihatkan
gejala depresi, jadi suatu zat yang dapat mempengaruhi gangguan mood harus dapat
dipertimbangkan dalam mendiagnosis banding terdapat dalam kotak.
Bukti dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratories digunakan
untuk dapat menentukan adanya suatu pengalahgunaan, ketergantungan,
intoksikasi/keracunan, atau kondisi putus obat yang secara fisoilogis akan
menyebabkan suatu episode depresi.
Selama gejala depresi karena pengaruh obat dapat disembuhkan dengan
menghentikan penggunaan obat tersebut, gejala putus obat dapat berlangsung
selama beberapa bulan.1
Obat yang umum disalahgunakan dan menyebabkan gangguan mood
yang dipengaruhi zat1
 Alcohol
 Amfetamin
 Anxiolitik
 Kokain
 Zat-zat halusinogen
 Hipnotik
 Inhalant
 Opioid
 Phencycline
 Sedative

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap
2. AGD, K, Na, Ca, T3,T4, TSH,sesuai indikasi
3. Foto toraks, bila perlu
4. EKG, elektromiogram,elektroensefalogram, bila perlu
Endoskopi, kolonoskopi,USG, bila perlu
2.8 Komplikasi
1. Kurang / tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari (bekerja)
2. Insomnia dan kelelahan
3. Berat badan turun atau naik
4. Kecanduan alkohol dan narkoba

5. Penarikan sosial

6. Perilaku berisiko

7. Bunuh diri

15 % pasien yang tidak tertangani  bunuh diri (30 x lebih sering


dibandingkan pasien non-depresi). Di Indonesia angka kejadian cukup meningkat,
termasuk bunuh diri pada remaja dan anak-anak.10
2.9 Penatalaksanaan
Kini pengobatan depresi tidak harus sampai dirawat di rumah sakit.
Penderita harus dirawat di rumah sakit apabila:
1. Memiliki kecenderungan untuk bunuh diri atau merencanakan tindakan
bunuh diri.
2. Penurunan ekstrim nafsu makan sehingga penderita terlalu lemah karena
berat badan turun drastis.
3. Memiliki resiko terjadinya keadaan gawat, misalnya penyakit jantung atau
stroke perdarahan karena penderita sangat gelisah.
Terapi depresi dengan pemberian obat-obatan sangat menolong dan
merupakan pilihan utama, atau dikombinasi dengan pengobatan lainnya seperti
psikoterapi dan terapi elektro konvulsif. Jika diperlukan dapat menggunakan
kombinasi dari ketiga jenis terapi tersebut.1
OBAT – OBATAN
Antidepresan merupakan obat yang paling sesuai untuk pasien depresi
dengan gangguan vegetative yang jelas, gangguan tidur, nafsu makan menurun,
penurunan berat badan dan penurunan libido. Mekanisme obat antidepresan adalah
menghambat ambilan neurotransmitter aminergic dan menghambat penghancuran
oleh enzim monoamine oxidase (MAO) sehingga terjadi peningkatan jumlah
neurotransmitter aminergic pada celah sinaps neuron yang dapat meningkatkan
aktivitas reseptor serotonin.6
Obat antidepresan yang ideal harus memenuhi kriteria berikut:
1. Efektif pada berbagai gangguan depresi
2. Efektif dalam perawatan jangka pendek dan jangka panjang
3. Efektif dalam berbagai kelompok umur
4. Memiliki onset cepat
5. Dosis sekali sehari
6. Biaya yang terjangkau
7. Ditoleransi tubuh dengan baik
8. Tidak mempengaruhi perilaku
9. Toleransi terhadap berbagai penyakit fisik
10. Bebas dari interaksi dengan makanan atau obat – obatan
11. aman
Obat biasanya harus diminum secara teratur, minimal selama beberapa
minggu, sampai obat mulai bekerja dan dipertahankan pada dosis dengan efek yang
optimal.

Beberapa obat yang dapat digunakan untuk terapi depresi, diantaranya:


a. Antidepresan trisiklik dan tetrasiklik
Trisiklik mudah diabsorbsi peroral dan bersifat lipofilik sehingga
mudahmasuk SSP. Pada dosis tinggi dapat memperlambat aktivitas gastrointestinal
dan memperpanjang waktu pengosongan lambung sehingga penyerapan obat
menjadi lebih lama. Konsentrasi puncak dalam serum dicapai setelah beberapa jam.
Obat ini di metabolisme di hati dan dikeluarkan sebagai metabolit non aktif melalui
ginjal.
Mekanisme kerja dari trisiklik adalah menghambat ambilan
neurotransmitter monoamine (norepinefrin atau serotonin) ke terminal saraf
parasimpatik yang menyebabkan peningkatan konsentrasi neurotransmitter
monoamine pada celah sinaptik sehingga berefek antidepresan, dan menghambat
reseptor serotonin, α-adrenergik, histamin, dan muskarinik.1,2,6
Contoh obat golongan trisiklik adalah:
 Amitriptiline (generik, Elvail)
Dosis :75 – 150 mg/hari
Oral: 10; 25; 50; 75; 100; 150 mg tablet
Parenteral: 10 mg/mL injeksi
 Imipramine (generik, Tofranil)
Dosis : 75 – 1500 mg/hari
Oral : 25;50 tablet
Parenteral : 25mg/2mL IM injeksi
 Clomipramine (generik, Anafranil)
Dosis : 75 – 150 mg/hari
Oral : 25; 50; 75 mg kaspul
 Tianeptine (Stablon)
Dosis : 25 – 50 mg/hari; oral : 12,5 tablet
Contoh obat antidepresi tetrasiklik adalah
 Maprotiline (generik, Ludiomil)
Dosis : 75 – 150 mg/ hari
Oral : 25; 50; 75 mg tablet
 Amoxapine (generik, Asendin)
Dosis : 200 – 300 mg/hari
Oral : 25; 50; 100; 150 mg tablet
Efek samping obat ini adalah mengantuk dan penambahan berat badan. Obat
ini juga menyebabkan peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah ketika
penderita berdiri, pandangan kabur, mulut kering, linglung, kesulitan untuk
memulai berkemih, dan orgasme yang tertunda.1
b. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs)
SSRI bekerja dengan cara menghambatan bersifat selektif terhadap
neurotransmitter serotonin (5HT2). Dibanding TCA, SSRI memiliki efek
antikolinergik dan kardiotoksik lebih rendah.6
Contoh golongan obat ini adalah:
 Sertraline HCl Zoloft)
Dosis : 50 – 100 mg/hari
Oral : 25; 50 tablet
 Paroxetine HCl (Seroxat)
Dosis : 20 – 40 mg/hari
Oral : 20 mg tablet
 Fluoxetine (Prozac)
Dosis :20 -40 mg/hari
Oral : 20 mg kapsul
 Duloxetine (Cymbalta)
Dosis :30 – 60 mg/hari

Efek sampingnya lebih sedikit dan biasanya lebih aman digunakan pada
penderita depresi yang disertai kelainan jiwa. Efek samping yang terjadi berupa
mual, diare dan sakit kepala ringan dan akan segera menghilang jika pemakaian
obat dilanjutkan. SSRIs efektif digunakan pada depresi yang disertai oleh kelainan
jiwa seperti penyakit obsesif-kompulsif, penyakit panik, fobia sosial, bulimia.
Efek samping utama dari SSRIs adalah sering menyebabkan penurunan
gairah seks/libido.1
c. Monoamine Oxidase Inhibitors (MAOIs)
Obat ini mudah diabsorbsi dalam bentuk oral. Regenerasi enzim yang
dinonaktifkan secara irreversible biasanya terjadi beberapa minggu setelah
penghentian pengobatan. Obat ini dimetabolisme dan diekskresi dengan cepat
melalui ginjal. MAOI bekerja di presinaps dengan menghambat enzim yang
memecah serotonin sehingga jumlah serotonin yang dilepaskan di celah sinaps
bertambah dan dengan demikian yang diteruskan ke pasca sinaps juga bertambah.
Contoh obat MAOI adalah Moclobomide (Aurorix) dengan dosis 300 – 600
mg/hari. Efek samping yang mungkin terjadi pada kelompok MAOI yang klasik
adalah
- Hipotensi dan hipertensi
- Gangguan hepar
- Gangguan otonom
- Gangguan sistem saraf
- Gangguan hematologi
MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena dapat terjadi bahaya
sindrom serotonin yang dapat mematikan. Diperlukan waktu enam minggu sebelum
menggunakan obat lain.1,6
Cara Kerja
Depresi terjadi karena rendahnya kadar serotonin di pasca sinaps. Secara
umum anti depresan bekerja pada sistem serotonin dengan meningkatkan jumlah
serotonin di pasca sinaps. Golongan trisiklik dan tetrasiklik bersifat serotonergic
dengan menghambat ambilan kembali (reuptake) neurotransmitter yang dilepaskan
di pasca sinaps tetapi tidak selektif sehingga kemungkinan muncul berbagai efek
samping yang tidak diharapkan semakin besar.
Sementara SSRI bekerja dengan cara yang sama tetapi hambatan bersifat
selektif terhadap neurotransmitter serotonin (5HT2). Kelompok MAOI bekerja di
presinaps dengan menghambat enzim yang memecah serotonin sehingga jumlah
serotonin yang dilepaskan di celah sinaps bertambah dan dengan demikian yang
diteruskan ke pasca sinaps juga bertambah.
PSIKOTERAPI
Pengobatan psikoterapi yang diberikan bersamaan dengan pemberian obat
antidepresan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan psikoterapi
secara sendirian. Psikoterapi individual maupun kelompok bisa membantu
penderita secara bertahap untuk memulai kembali kehidupan dan tanggung
jawabnya, serta menyesuaikan diri dengan beban hidup yang wajar dan biasa.
Banyak penelitian menyatakan bahwa kombinasi psikoterapi dengan farmakoterapi
adalah terapi yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. 7
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek seperti terapi interpersonal, terapi
kognitif, dan terapi perilaku telah diteliti manfaatnya dalam terapi gangguan depresi
berat. Pada psikoterapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman,
penderita diberikan dukungan oleh lingkungannya untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan dalam hidupnya.
Terapi ini memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal yang
sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal
sekarang ini memiliki hubungan dengan awal yang disfungsional dan masalah
interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat
gejala depresi sekarang. Beberapa percobaan menyatakan bahwa terapi
interpersonal efektif dalam pengobatan gangguan depresi berat. Program terapi
interpersonal biasanya terdiri dari 12 sampai 16 sesion.
Terapi kognitif awalnya dikembangkan oleh Aaron Back. Tujuan terapi ini
adalah menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurensinya dengan
membantu pasien mengidentifikasi uji kognitif negatif, mengembangkan cara
berpikir alternatif, fleksibel, bisa membantu mengubah pikiran negatif dan rasa
putus asa dengan pikiran dan perilaku yang positif sehingga meningkatkan daya
juang dan semangat hidup. 10
Untuk depresi yang lebih ringan, psikoterapi saja bisa memberikan hasil
yang baik dan efektif sama dengan terapi obat – obatan. Untuk pasien dengan
gangguan depresif yang parah, menurut NIHM Treatment of Depression
Collaboration Research Program menemukan bahwa kombinasi terapi kognitif
dengan farmakoterapi atau hanya farmakoterapi saja, merupakan terapi terpilih.
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat
dan kemungkinan menerima penolakan. Dengan memusatkan terapi pada perilaku
maladaptif ini, pasien akan belajar untuk berfungsi dengan cara tertentu sehingga
mereka akan mendapat dorongan yang positif.
Data saat ini menyatakan terapi perilaku adalah modalitas pengobatan yang
efektif untuk gangguan depresif berat.1,2

TERAPI ELEKTROKONVULSIF

Indikasi ECT yang paling lazim adalah gangguan depresif berat. Untuk
gangguan ini, karena ECT adalah terapi yang tercepat dan paling efektif yang
tersedia. ECT harus dipertimbangkan untuk digunakan pada pasien yang telah gagal
dengan pengobatan, tidak menoleransi obat, memiliki gejala yang berat atau
psikoik, memiliki kecenderungan akut untuk bunuh diri atau membenuh, atau
memiliki gejala agitasi atau stupor yang nyata.
Teknis terapi ini adalah dengan memasang elektroda di kulit kepala, lalu
diberi aliran listrik untuk merangsang peningkatan arus listrik di dalam otak. Efek
kejang yang timbul dapat membuat depresinya berkurang. Kemungkinan kejang
buatan ini memutus atau mengacaukan sambungan aliran impuls depresi di otak.
ECT bisa menyebabkan hilangnya ingatan untuk sementara waktu. Pengobatan
dengan ECT dilakukan sebanyak 5-7 kali. Aliran listrik bisa menimbulkan efek
kontraksi otot dan nyeri, karena itu penderita dibius total selama pengobatan ECT.
Sebelum terapi pasien tidak boleh diberikan apapun melalui mulut selama 6
jam sebelum terapi. Tepat sebelum prosedur dilakukan, mulut pasien harus
diperiksa adanya gigi palsu atau benda asing lain, dan jalur intravena harus
dipasang. Batang untuk gigitan dimasukkan ke dalam mulut tepat sebelum terapi
dilakukan untuk melindungi gigi dan lidah pasien selama bangkitan. Kecuali untuk
interval singkat stimulasi listrik, oksigen 100 persen harus diberikan dengan laju 5
L per menit selama prosedur sampai kembalinya pernapasan spontan. Peralatan
gawat darurat untuk jalan napas harus segera tersedia jika diperlukan.
Obat antikolinergik muskarinik diberikan sebelum ECT untuk
meminimalkan sekresi mulut dan pernapasan serta untuk menyekat bradikardia dan
asistol. Obat yang lazim digunakan adalah atropine yang diberikan sebesar 0,3
sampai 0,6 mg im atau subkutan 30 hingga 60 menit sebelum anastetik atau 0,4
sampai 1,0 g IV 2 atau 3 menit sebelum anestesi.
Anestesi umum dan oksigenasi diperlukan untuk ECT. Kedalaman ECT
seringan mungkin, selain untuk meminimalkan efek samping tetapi juga untuk
menghindari meningkatnya ambang bangkitan akibat anestesik.Methohexital
adalah anastetik yang paling lazim digunakan karena durasi kerjanya yang lebih
singkat dan lebih jarang menyebabkan aritmia pascaiktal dibandingkan thiopental,
meskipun perbedaan efeng samping tidak diterima secara universal. Empat
alternative anestesi lain adalah etomidate, ketamine, alfetanil, dan propofol.
Setelah onset efek anestesi, relaksan otot biasanya diberikan untuk
meminimalkan reesiko patah tulang dan cedera lain akibat aktivitas motoric selama
bangkitan.
Pasien dengan lesi desak ruang di SSP memiliki risiko yang meningkat
untuk mengalami edema dan herniasi otak. Pasien yang memiliki tekanan
intraserebral yang meningkat atau memiliki resiko terjadinya perdarahan serbral.
Pasien dengan infark miokardium merupaka kelompok resiko lainnya.Pasien
dengan hipertensi harus distabilkan dengan obat antihipertensif sebelum ECT.1,2
Gambar 3 Algoritme tatalaksana Depresi 6

Evaluasi obat :
LINI PERTAMA
Antidepresan trisiklik (ATS)
Contoh : amitriptilin, klomipramin, imipramin, nortriptilin
• Antidepresan trisiklik (ATS) terbukti efektif dalam mengatasi semua tipe depresi,
terutama gangguan depresi jenis melankolis yang berat

• Semua ATS mempotensiasi aktivitas NE dan 5-HT dengan cara memblok re-
uptakenya

• ATS juga mempengaruhi system reseptor lain, maka selama terapi dengan ATS
sering dilaporkan adanya efek samping pada sistim kolinergik, neurologik dan
kardiovaskuler  efek samping umum : antikolinergik dan hipotensi orthostatik.

SSRI (selective serotonin re-uptake inhibitor )


contoh : fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin dan sertralin
• SSRI memiliki spektrum luas (sama seperti ATS)

• Efikasinya setara dengan ATS  pasien yg gagal dengan ATS mungkin akan
berespon baik terhadap SSRI atau sebaliknya

• Memunculkan dugaan : ada perbedaan populasi pasien depresi berdasar


patofisiologinya (NE-mediated vs 5-HT-mediated)  perlu penelitian lebih
lanjut

• Efek samping sedative, antikolinergik, kardiovaskuler  tidak ada

• Tidak/sedikit sekali diekskresikan melalui ASI  dapat digunakan oleh ibu


menyusui

Lini kedua
• Golongan antagonis 5-HT atau mixed re-uptake inhibitors :

• Contoh : venlafaksin, trazodon, bupropion

Lini ketiga
• Golongan MAO inhibitors : fenelzin, moklobemid (di Ind), tranilsipromin
• MAO inhibitors memiliki spektrum aktivitas yang berbeda dengan ATS 
lebih bnyk digunakan untuk depresi atypical (dgn tanda-tanda: mood
reactivity, irritability, hypersomnia, hyperphagia, dll)

• Keterbatasan penggunaan MAOI : banyak interaksi dengan obat dan


makanan  contoh: harus disertai pantangan terhadap beberapa macam
makanan seperti : keju, daging, MSG, kecap, coklat, apokat, dll (yang kaya
akan tiramin)  serangan hipertensi

Penggunaan obat pada kondisi khusus :


Pasien geriatri
• SSRI lebih sering digunakan sebagai pilihan pertama karena efek
sampingnya yang lebih rendah daripada TCA

• Penggunaan TCA (desipramin dan nortriptilin) juga bisa dilakukan karena


range kadar plasma, efikasi dan profile ADRnya sudah diketahui, tetapi
harus diberikan dengan hati-hati

• Trazodon, nefazodon, dan bupropion juga dapat dipilih karena efek samping
anti kolinergik dan efek kardiovaskulernya relatif rendah

• Dosis inisial pada pasien geriatri sebaiknya setengah dari dosis inisial untuk
dewasa, dan kemudian bisa ditingkatkan pelan-pelan

Anak-anak dan remaja


• Data yang mendukung penggunaan SSRI maupun TCA pada anak-anak
masih sangat sedikit, tetapi SSRI nampaknya lebih bisa ditoleransi dan lebih
aman

• Perlu dilakukan pemeriksaan ECG sebelum memulai terapi

Pasien Hamil
• Secara umum, lebih baik digunakan terapi non-obat

• Tetapi jika diperlukan obat, harus dipertimbangkan risiko dan manfaat


• Beberapa studi melaporkan bahwa : untreated depression during pregnancy
appears to carry substantial perinatal risks, which include suicidal ideation;
increased risk for miscarriages, hypertension, preeclampsia, and lower birth
weight; and, importantly, an increased risk for postpartum depression 
perlu diatasi

• Pilihan : SSRI (note: tidak disarankan paroksetin)

Antidepresan pada wanita hamil:


• SSRIs merupakan obat antidepresan yang paling banyak dipakai wanita 
ada bukti bahwa ia bekerja lebih efektif pada wanita

• Laporan menunjukkan tidak ada gangguan pada janin jika digunakan pada
kehamilan

• Beberapa SSRI yang banyak dipakai pada kehamilan: fluoxetine (Prozac),


sertraline (Zoloft)

• Fluoxetine : paling banyak diteliti pemakaiannya pada kehamilan  tidak


ada efek negatif terhadap janin maupun perkembangan selanjutnya

• Sertralin dan citalopram juga telah diteliti  aman bagi kehamilan

• Dari golongan TCA : Nortriptilin atau desipramin bisa dipilih karena sudah
banyak data tentang obat ini dan kadar terapetik plasmanya sudah diketahui
dgn baik.

Jika penggunaan TCA akan dihentikan, harus dikurangi dosisnya secara perlahan
untuk mencegah gejala putus obat. Jika mungkin tappering dapat dimulai 5-10 hari
sebelum hari perkiraan melahirkan.

Evidence tentang strategi terapi


Switching
• Jika respon tidak tercapai dalam waktu 6 – 8 minggu terapi, maka ganti
dengan antidepresan lain dg golongan sama, jika belum berhasil, diganti ke
antidepresan golongan yang lain
• Evidence: > 50% pasien yang gagal terhadap sertralin, memberikan respon
baik terhadap fluoksetin (J Clin Psychiatry. 1997 Jan;58(1):16-21.)

• Evidence: diperoleh manfaat positif untuk mengganti (switch) obat dari


SSRI ke TCA atau sebaliknya pada pasien yang mengalami depresi kronik
dan resisten terhadap antidepresan, misalnya switching antara sertralin
dengan imipramin (Arch Gen Psychiatry. 2002 Mar;59(3):233-9.)

Penambahan dan kombinasi


• Untuk respon yang parsial, American Psychiatric Association menyarankan
penambahan antidepressant dengan klas terapi lain, seperti : lithium,
thyroid supplementation, atypical antipsychotics, dan dopamine agonists.

• Symbyax : contoh kombinasi olanzapine-fluoxetine (Zyprexa-Prozac) telah


disetujui di US untuk mengatasi depresi bipolar

• Strategi kombinasi meliputi penggunaan 2 atau lebih anti depresan dari


golongan yang berbeda dengan sasaran satu atau lebih neurotransmiter
dengan tujuan mencapai hasil yang lebih menguntungkan

Kombinasi dengan psychotherapy


• Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pasien yang mendapat terapi dengan
nefazadone (Serzone) plus suatu bentuk short-term psychotherapy yang
disebut Cognitive Behavioral Analysis System of Psychotherapy (CBASP)
memberikan hasil terapi yang lebih baik secara signifikan (85 % response,
42 % remission) dibandingkan dengan pasien yang mendapat terapi dengan
Serzone saja (55 % response, 22 % remission) atau CBASP saja (52 %
response, 24 % remission).

Pencegahan kekambuhan:
• Sebuah studi meta-analysis terhadap percobaan pada 31 placebo-controlled
antidepressant menjumpai bahwa penggunaan antidepresan secara
berkelanjutan mengurangi resiko kambuh sebesar 70 %.
• The American Psychiatric Association menyarankan untuk terapi lanjutan
selama 4-5 bulan setelah hilangnya gejala.

• Untuk pasien yang punya riwayat depresi kambuhan, the British


Association for Psychopharmacology's 2000 Evidence Based Guidelines for
Treating Depressive Disorders with Antidepressants menyarankan untuk
tetap meneruskan terapi antidepresan sedikitnya 6 bulan sampai lima tahun,
atau tidak terbatas (seumur hidup).

Lama terapi ideal menggunakan antidepresan pada depresi berat


• Fase akut : 6 – 8 minggu pada dosis terapi penuh dengan tujuan mengurangi
dan menghilangkan gejala

• Fase lanjutan (continuation): terapi selama 4-9 bulan berikutnya pada dosis
terapi penuh dengan tujuan mencegah kekambuhan dan kembalinya gejala
depresi

• Fase pemeliharaan :

• untuk pasien dg riwayat 3 atau lebih episode depresi  pelihara


terapi pada dosis penuh selama 1-2 tahun berikutnya

• Untuk pasien dengan riwayat 2 atau lebih episode dalam 5 tahun 


pelihara dengan terapi dosis penuh seumur hidup

• Tujuannya untuk mencegah kekambuhan depresi di masa-masa


yang akan datang

EVALUASI OUTCOME TERAPI:


Parameter yang harus dipantau dalam penggunaan antidepresan:
• Hilangnya gejala depresi, perbaikan fungsi sosial dan okupasional

• Adverse reaction, spt: sedasi, efek antikolinergik, disfungsi seksual

• Pasien di atas 40 th sebaiknya diperiksa ECG sebelum memulai terapi TCA,


dan ECG dapat dilakukan secara periodik selama terapi

• Pantau masih/tidaknya ide untuk bunuh diri


• Jika pasien mendapat venlafaksin atau TCA yang diberikan bersama
antihipertensi yg memblok saraf adrenergik  harus dipantau tekanan
darahnya.

2.10 Prognosis
- Episode depresi yang ditangani dapat sembuh dalam 3 bulan, jika tidak
ditangani bisa sampai 6-12 bulan

- Walaupun menggunakan obat, pada 20-35% pasien mengalami gejala


residual dan gangguan fungsi sosial.13
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. ZA
Usia : 27 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
No. RM : 2235011
Alamat : Ie Masen, Muara Tiga Sigli Pidie
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : tidak tetap
Agama : Islam
Suku : Aceh
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tanggal Masuk RS : 17 Januari 2018
Tanggal Pemeriksaan : 18 Januari 2018

I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Keluhan Utama : Tidak mau berbicara dan tidak mau makan
Keluhan Tambahan : kejang, mengamuk, Sulit tidur, gaduh gelisah, histeris

B. Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Tgk. Chik Ditiro dibawa oleh
keluarganya karena tidak mau bicara dan makan di rumah dan sering keluar
malam. Tidak mau mengurus diri dan sering termenung. Selain itu pasien juga
mengatakan sering berbicara sendiri. Dari hasil alloanamnesa pasien sering
berbicara sendiri, susah tidur dan sering terbangun malam. Pasien juga sering lupa
dengan aktivitas yang baru dikerjakan.
Selama di RSU TGK CHIK DITIRO pasien kejang selama 5 menit
sebanyak 2 kali. Kejang pada seluruh tubuh. Sebelumnya di rumah keluarga juga
mengatakan pasien pernah kejang sebanyak 1 kali sekitar 3-5 menit.
Selama ini pasien juga mendengar bisikan, ada yang memanggil dirinya
untuk melakukan sesuatu seperti merokok, marah-marah dan mengganggu dirinya.
Suara bisikan itu muncul pada saat pasien sedang tidur atau pada saat pasien sendiri.
Pasien juga mengamuk, sulit tidur gaduh gelisah dan histeris dirumah. Hal
ini sudah terjadi sejak seminggu ini dan memberat dalam 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu pasien juga mengatakan pasien melihat sosok pria dan
berbicara dengannya.
Pasien merasakan bahwa sosok pria tersebut adalah kiriman dari
saudaranya yang selalu mengusiknya dan mengikutinya. Pasien juga pernah
merasakan seperti disentuh dan didorong oleh bisikan tersebut agar melakukan hal
yang disuruh bisikan.
Pasien terkadang mengikuti perintah bisikan yang di dengarnya seperti
merokok yang banyak dan meminta uang pada orang tuanya, bila tidak diberikan
pasien mengamuk dan marah. Tidak ada riwayat mengkonsumsi ganja atau zat
lainnya.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Hubungan pasien
dengan keluarga kurang baik. Kegiatan sehari-hari pasien hanya mengaji di tempat
tinggalnya. Pasien tidak mempunyai pekerjaan tetap.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit jiwa dan belum pernah berobat
karena gangguan jiwa.
2. Riwayat Penyakit Medis Umum
Keluarga pasien mengatakan pasien pernah kejang 1 x dirumah
3. Riwayat penggunaan zat
Tidak ada
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
E. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan gangguan jiwa.
F. Riwayat Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
G. Riwayat Kebiasaan Sosial
Setiap harinya aktivitas pasien makan dan tidur, pasien malas mandi dan
malas mengerjakan sesuatu. Biasanya pasien sering mengaji dan sudah beberapa
bulan ini pasien sudah tidak mau lagi untuk mengaji.
H. Riwayat Kehidupan Pribadi
I. Riwayat Prenatal & Antenatal
Menurut keterangan dari ibu selama mengandung ,ibu pasien sehat dan tidak
pernah mengalami sakit serius.kehamilan cukup bulan ditolong oleh bidan
dan pasien adalah anak yang diharapkan

J. Riwayat Masa Bayi dan Kanak-kanak


Denver II

Sesuai dengan perkembangan anak seusianya

Basic Trust Vs Mistrust (0-1,5 tahun)

Sesuai dengan perkembangan anak seusianya

Autonomy Vs Shame & Doubt (Usia 1,5-3 tahun)


Sesuai dengan perkembangan anak seusianya

Initiative vs Guilt (Usia 3-6 tahun)


Sesuai dengan perkembangan anak seusianya

Industry Vs Inferiority (Usia 6-12 tahun)


Pasien termasuk anak yang senang bermain bola, pasien sering bermain
sampai sore dengan teman-temannya.Pasien termasuk anak pendiam akan
tetapi memiliki lumayan banyak teman.
Identity Vs Identity Confusion (Usia 12-20 tahun)
Pasien termasuk remaja pendiam, walaupun demikian pasien memiliki lumayan banyak
teman. Pasien tidak pernah bolos sekolah dan bukan termasuk remaja yang mudah
terpengaruh.
K. Riwayat Pendidikan
Pasien mulai sekolah pada usia 6 tahun di sekolah dasar dan lulus dengan nilai yang cukup. Selama sekolah
penderita tidak pernah tinggal kelas, prestasi belajar biasa saja. Kemudian pasien melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP
dan SLTA dengan prestasi belajar yang cukup dan tidak pernah tinggal kelas. Lulus dari SLTA pasien tidak melanjutkan
pendidikan lagi ke bangku kuliah.

L. Riwayat Pekerjaan
Pasien saat ini tidak bekerja, pasien hanya tinggal di rumah. Pasien belum memiliki pekerjaan tetap.

M.Riwayat Perkawinan

Pasien belum pernah menikah.

N. Riwayat Keluarga

80
Simbol Genogram
60

57 61 59 50 40 28 26 Laki- Perempuan KematianIndividu


laki

31 20

Pasien
Skizofrenia

II. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Internus
a. Status Present :
 Penampakan umum : Pasien terlihat rapi
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 110/80 mmHg
 Frekuensi Nafas : 20 kali/ menit
 Frekuensi Nadi : 85 kali/ menit
 Temperatur : 36,5C
b. Kepala : Dalam batas normal
c. Leher : Dalam batas normal
d. Paru : Dalam batas normal
e. Jantung : Dalam batas normal
f. Abdomen : Dalam batas normal
g. Ekstremitas : Dalam batas normal
h. Genetalia : Tidak diperiksa

2. Status Neurologik
a. GCS : E4M6V5 = 15
b. Tanda Rangsang Meningeal : (-)
c. Peningkatan Tekanan Intra Kranial : (-)
d. Mata : Pupil bulat, isokor (+), Ø 3mm/ 3mm,
RCL (+/+), RCTL (+/+).
e. Motorik : Dalam batas normal
f. Sensibilitas : Dalam batas normal
g. Fungsi-fungsi luhur : Dalam batas normal
h. Gangguan khusus : (-)

III. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Laki-laki, Penampilan sesuai usia
2. Kebersihan : Bersih
3. Kerapian : Tidak rapi
4. Kesadaran : Berkabut
5. Perilaku dan psikomotor : Hiperaktif
6. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif

B. KeadaanEmosi
1. Afek : Appropriate
2. Mood : iritable
3. Emosi :
Arus : Baik
Pengendalian : Baik
Stabilitas : Baik
Empati : Terganggu
C. Pembicaraan
Spontan (+) Logorhoe (+)
D. Pikiran
1. Proses pikir
- Koheren : (+)
- Neologisme : (-)
- Sirkum stansialitas : (-)
- Asosiasi longgar : (-)
- Flight of ideas : (-)
- Blocking : (+)
2. Isi pikir
- Cukup ide : (+)
- Kemiskinan ide : (-)
- Preokupasi : (-)
- Waham
1. Waham bizarre : (-)
2. Waham somatik : (-)
3. Waham paranoid
- Waham persekutorik : (+)
- Waham kebesaran : (-)
- Waham referensi : (+)

4. Thought
- Thought withdrawal : (-)
- Thought insertion : (-)
- Thought broadcasting : (-)
- Thought echo : (-)
5. Delution
- Delution of control : (-)
- Delution of influence : (-)
- Delution of passivity : (-)
- Delution of perception : (-)
E. GangguanPersepsi
1. Halusinasi
- Halusinasi auditorik : (+)
- Halusinasi visual : (+)
- Halusinasi taktil : (+)
- Halusinasi olfaktorik : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Fungsi Intelektual
1. Intelektual : Baik
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi
- Diri : Baik
- Tempat : Baik
- Waktu : Baik
4. Daya ingat
- Seketika : Baik
- Jangka pendek : Baik
- Jangka panjang : Tidak Baik
5. Pikiran abstrak : Sulit dinilai
6. Bakat kreatif : Sulit dinilai
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Baik
2. Uji daya nilai :Baik
3. Penilaian realitas : Baik
H. Tilikan (Insight)
T1 : Penyangkalan penyakit sama sekali.

I. Judgement: Baik

IV. RESUME
Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Tgk. Chik Ditiro dibawa oleh
keluarganya karena tidak mau bicara dan makan di rumah dan sering keluar malam.
Tidak mau mengurus diri dan sering termenung. Selain itu pasien juga mengatakan
sering berbicara sendiri. Dari hasil alloanamnesa pasien sering berbicara sendiri,
susah tidur dan sering terbangun malam. Pasien juga sering lupa dengan aktivitas
yang baru dikerjakan.
Selama di RSU TGK CHIK DITIRO pasien kejang selama 5 menit
sebanyak 2 kali. Kejang pada seluruh tubuh. Sebelumnya di rumah keluarga juga
mengatakan pasien pernah kejang sebanyak 1 kali sekitar 3-5 menit. Selama ini
pasien juga mendengar bisikan, ada yang memanggil dirinya untuk melakukan
sesuatu seperti merokok, marah-marah dan mengganggu dirinya. Suara bisikan itu
muncul pada saat pasien sedang tidur atau pada saat pasien sendiri.
Pasien juga mengamuk, sulit tidur gaduh gelisah dan histeris dirumah. Hal
ini sudah terjadi sejak seminggu ini dan memberat dalam 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu pasien juga mengatakan pasien melihat sosok pria dan
berbicara dengannya.
Pasien merasakan bahwa sosok pria tersebut adalah kiriman dari saudaranya
yang selalu mengusiknya dan mengikutinya. Pasien juga pernah merasakan seperti
disentuh dan didorong oleh bisikan tersebut agar melakukan hal yang disuruh
bisikan.
Menurut alloanamnesis sebagian informasi sama dengan yang dikatakan pasien.
Status mental pasien : Afek :Appropriate, Mood: hipotimik, Proses pikir:
koheren, Halusinasi auditorik: (+), halusinasi olfaktorik (-),halusinasi taktil (+),
halusinasi visual (+), Ilusi (-), Insight T1

V. DIAGNOSIS BANDING
1. F32.3 Depresi berat dengan gejala psikotik + epilepsi
2. F25.1 Gangguan Skizoafektif tipe depresi + epilepsi

VI. DIAGNOSIS SEMENTARA


F32.3 depresi berat dengan gejala psikotik + epilepsi

EVALUASI MULTIAKSIAL
Axis I : F32.3 depresi berat dengan gejala psikotik
Axis II : tidak ada
Axis III : epilepsi
Axis IV : Masalah berkaitan dengan lingkungan sosial
Masalah ekonomi
Axis V : GAF Scale 60-51 gejala sedang (moderate) disabilitas sedang.

VII.TATALAKSANA
a. Terapi psikofarmaka
- IV. Diazepam 10 mg
- Kalxetin 1 x 10 mg (P)
- Alprazolam 1 x 0,5 mg (M)
Terapi epilepsi (konsul neurologist) :
- IVFD Ringer laktat 20 tts/i
- IV. Diazepam 10 mg (Jika Kejang)
- Fenitoin 3 x 200 mg (jika tidak kejang)

b. Psikoedukasi terhadap pasien:


- Memberikan edukasi kepada pasien tentang penyakit dan gejala –
gejala yang ada pada pasien
- Memberikan informasi tentang obat, cara meminum obat, manfaat
penggunaan obat, lama pengobatan dan kontrol pengobatan.
- Apabila pasien merasakan kesedihan yang dalam pasien dapat lebih
terbuka akan masalah-masalahnya terhadap keluarga pasien.
- Beribadah sesuai dengan kepercayaan pasien agar kesedihan dapat
teralihkan dan dapat diatasi oleh pasien

c. Psikoedukasi terhadap keluarga:


- Memberikan edukasi dan informasi pada keluarga pasien tentang kondisi
pasien, penyakit yang diderita pasien, perjalanan penyakit yang diderita
pasien serta prognosis yang akan dicapai pasien.
- Memberikan informasi tentang obat, cara minum obat, manfaat penggunaan
obat, lama pengobatan dan kontrol pengobatan serta keluarga dapat
mendampingi pasien dalam kontrol pengobatannya.
- Memberikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya hubungan dan
dukungan didalam keluarga terutama dalam pendampingan pengobatan.
- Memberi edukasi pada keluarga tentang pentingnya motivasi dari keluarga
untuk penyembuhan pasien.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

Hal – hal yang Menunjukkan Prognosis Baik:


- Support keluarga yang baik.
- Tidak ada riwayat pekerjaan pramorbid yang buruk
- Tidak ada riwayat penyakit keluarga
- Faktor pencetus yang jelas

Hal – hal yang Menunjukkan Prognosis Buruk:


- Ada faktor pencetus
- Belum menikah
- Tidak ada support keluarga
- Onset muda

Tanggal Subjek, objektive, assesmet Planning


17/01/2018 S : tidak mau makan, mengamuk -Alprazolam 1x 0,5 mg(m)
gaduh gelisah, sulit tidur - Kalxetin 1x 10 mg (p)
O : vital sign :
TD : 100/70 mmhg
N : 80 x /menit
RR: 20 x/menit
T: 36,5 oC
Afek : appropriate
mood : iritable
A : F32.3 Depresi berat dengan
gejala psikotik

18/01/2018 S : kejang, mengamuk, gaduh -Alprazolam 1x 0,5 mg(m)


gelisah, sulit tidur - Kalxetin 1x 10 mg (p)
O : Vital Sign :
 TD : 110/80 mmHg - IVFD Ringer Laktat 20
 RR: 20 kali/ menit tts/i
 N : 85 kali/ menit - inj. Diazepam 10 mg

 T : 36,5C (Bila Kejang)


- Fenitoin 3 x 200 mg

Afek : appropriate
mood : iritable
A : F32.3 Depresi berat dengan
gejala psikotik + epilepsi

19/01/2018 S : banyak bicara, mengamuk,


teriak-teriak - IVFD Ringer Laktat 20
O : Vital Sign : tts/i
 TD : 110/80 mmHg - inj. Diazepam 10 mg
 RR: 20 kali/ menit (Bila Kejang)
 N : 85 kali/ menit - inj. Lodomer IM
 T : 36,5C - Fenitoin 3 x 200 mg
pembicaraan: logorhoe
mood : iritable -Alprazolam 1x 0,5 mg(m)
afek : appropriate - Kalxetin 1x 10 mg (p)
A : F32.3 Depresi berat dengan AFF sementara
gejala psikotik + epilepsi
Rujuk Ke RSJ Zainoel
Abidin Banda Aceh
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis depresi berat dengan gejala psikotik pada kasus ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa
pasien adalah laki-laki berusia 27 tahun. Depresi adalah suatu gangguan berulang
dan serius terkait dengan menurunnya fungsi dan kualitas hidup, morbiditas medis,
dan kematian.¹ Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan depresi sebagai
peringkat keempat penyebab disabilitas di seluruh dunia, dan diperhitungkan pada
tahun 2020, akan menjadi penyebab utama yang kedua.
Keluhan utama pada pasien ini Pasien datang ke IGD Rumah Sakit Tgk.
Chik Ditiro dibawa oleh keluarganya karena tidak mau bicara dan makan di
rumah dan sering keluar malam. Tidak mau mengurus diri dan sering termenung.
Selain itu pasien juga mengatakan sering berbicara sendiri.Selama di RSU TGK
CHIK DITIRO pasien kejang selama 5 menit sebanyak 2 kali. Kejang pada
seluruh tubuh. Sebelumnya di rumah keluarga juga mengatakan pasien pernah
kejang sebanyak 1 kali sekitar 3-5 menit.
Selama ini pasien juga mendengar bisikan, ada yang memanggil dirinya
untuk melakukan sesuatu seperti merokok, marah-marah dan mengganggu dirinya.
Suara bisikan itu muncul pada saat pasien sedang tidur atau pada saat pasien sendiri.
Pasien juga mengamuk, sulit tidur gaduh gelisah dan histeris dirumah. Hal
ini sudah terjadi sejak seminggu ini dan memberat dalam 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu pasien juga mengatakan pasien melihat sosok pria dan
berbicara dengannya.
Pasien merasakan bahwa sosok pria tersebut adalah kiriman dari
saudaranya yang selalu mengusiknya dan mengikutinya. Pasien juga pernah
merasakan seperti disentuh dan didorong oleh bisikan tersebut agar melakukan hal
yang disuruh bisikan.
Pasien terkadang mengikuti perintah bisikan yang di dengarnya seperti
merokok yang banyak dan meminta uang pada orang tuanya, bila tidak diberikan
pasien mengamuk dan marah. Tidak ada riwayat mengkonsumsi ganja atau zat
lainnya.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Hubungan pasien
dengan keluarga kurang baik. Kegiatan sehari-hari pasien hanya mengaji di tempat
tinggalnya. Pasien tidak mempunyai pekerjaan tetap.
Pada pemeriksaan fisik didapati ; Status mental pasien : Afek : Appropriate,
Mood: hipotimik, Proses pikir: koheren, Halusinasi auditorik: (+), halusinasi
olfaktorik (-),halusinasi taktil (+), halusinasi visual (+), Ilusi (-), Insight T1.
Depresi berat dengan gejala psikotik dapat didiagnosis dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dan status psikiatri. Depresi dapat didiagnosis banding dengan
gangguan skizoafektif dan gangguan mood lainnya.
Kini pengobatan depresi tidak harus sampai dirawat di rumah sakit.
Penderita harus dirawat di rumah sakit apabila:
4. Memiliki kecenderungan untuk bunuh diri atau merencanakan tindakan
bunuh diri.
5. Penurunan ekstrim nafsu makan sehingga penderita terlalu lemah karena
berat badan turun drastis.
6. Memiliki resiko terjadinya keadaan gawat, misalnya penyakit jantung atau
stroke perdarahan karena penderita sangat gelisah.
Terapi depresi dengan pemberian obat-obatan sangat menolong dan
merupakan pilihan utama, atau dikombinasi dengan pengobatan lainnya seperti
psikoterapi dan terapi elektro konvulsif. Jika diperlukan dapat menggunakan
kombinasi dari ketiga jenis terapi tersebut.1
Prognosis Episode depresi yang ditangani dapat sembuh dalam 3 bulan, jika
tidak ditangani bisa sampai 6-12 bulan. Walaupun menggunakan obat, pada 20-
35% pasien mengalami gejala residual dan gangguan fungsi sosial.
BAB V
KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 27 tahun dengan keluhan tidak mau bicara dan
makan di rumah dan sering keluar malam. Tidak mau mengurus diri dan sering
termenung. Selain itu pasien juga mengatakan sering berbicara sendiri.Selama di
RSU TGK CHIK DITIRO pasien kejang selama 5 menit sebanyak 2 kali. Kejang
pada seluruh tubuh. Sebelumnya di rumah keluarga juga mengatakan pasien pernah
kejang sebanyak 1 kali sekitar 3-5 menit.
Gejala utama depresi (pada derajat ringan, sedang dan berat); Efek depresif,
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan Berkurangnya energi yang menuju
meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit
saja) dan menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya berupa Konsentrasi dan perhatian berkurang, Harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna,
Pandangan masa depan yang suram, Gagasan atau perbuatan membahayakan diri
atau bunuh diri, Gangguan tidur dan Nafsu Makan berkurang.

Episode depresif sedang Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang


paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-
kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin
tampil amat menyolok, namun ini tidak esensial apabila secara keseluruhan ada
cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal
sekitar 2 minggu.
Kriteria diagnosis Episode depresif berat adalah Semua 3 gejala utama
depresi harus ada. Ditambah sekurang-kurangnya 4 gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau
refardasi psikomotor) yang mencolok, maka psien mungkin tidak mau atau tidak
mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.

Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,


tetapi jika gejala amat berat dan beronset cepat, maka masih dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu. Sangat tidak
mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan
rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Disertai waham, halusinasi,
atau stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa , kemiskinan
atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal
itu. Halusinasi auditorik atau alfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau
menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang
berat dapat menuju stupor. Individu dengan episode depresif biasanya menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah
tangga.

Komplikasi depresi ialah Kurang / tidak mampu melakukan aktivitas sehari


hari (bekerja), Insomnia dan kelelahan, Berat badan turun atau naik, Kecanduan
alkohol dan narkoba, Penarikan sosial, perilaku berisiko dan Bunuh diri
Terapi depresi dengan pemberian obat-obatan sangat menolong dan
merupakan pilihan utama, atau dikombinasi dengan pengobatan lainnya seperti
psikoterapi dan terapi elektro konvulsif. Jika diperlukan dapat menggunakan
kombinasi dari ketiga jenis terapi tersebut.1
DAFTAR PUSTAKA

1. W. Lam R, Mok H. Depression Oxford Psychiatry Library. Lunbeck Institutes.


2000. p. 1-57.
2. Anonim. Major depressive disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13
september 2013]: Available from : http://www.Major_depressive_disorder.htm
3. Anonim. Major Depressive Disorder. [online]. Update 0n 2012. Cited on [13
September 2013]: Available from : http://www.All About Depression.com
4. Peveler R, Carson A, Rodin G. Depression in medical patients, in Mayou R, Sharpe
M, Alan C. ABC of Psychological Medicine. BMJ Publishing group 2003. p. 10-3.
5. Sadock, Benjamin James,et al. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. p. 1-89.
6. Maj M, Sartorius N. Depressive Disorder Second Edition. Evidence and experience
in psychiatry. 2002. p. 8-12.
7. W. Long P. Mayor depressive Disorder, Treatment. [online]. Updated on Feb. 9,
1998. Cited on [15 September 2013]. p 1-31. Available from :
http://www.mentalhealth.com
8. W. Long P. Mayor depressive Disorder. [online]. Updated on 2011. Cited on [13
September 2013]. p 1-6. Available from : http://www.mentalhealth.com
9. Anonim. Depression in Older Adults, in : Mental Health: A report of the surgeon
general. [online]. Update 0n 2012. Cited on [14 september 2013]: Available from :
http://www.Mental Health.com
10. Kaplan, Sadock, Sinopsis Psikiatri, Jilid II, edisi Ketujuh, Binarupa Aksara,
Jakarta, 1997, 685- 817.
11. Kaplan, Haroid I: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta,
1998, 227 – 32.
12. Maslim, R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II,
Jakarta, 2001 : 23 – 30.
13. Maslim, R : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari
PPGDJ III, Jakarta, 2001: 64 – 5.

Anda mungkin juga menyukai