Teluk Jakarta Review2008
Teluk Jakarta Review2008
CITATIONS READS
0 897
1 author:
Zainal Arifin
Indonesian Institute of Sciences
70 PUBLICATIONS 304 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Zainal Arifin on 27 April 2016.
Zainal Arifin
Pusat Penelitian Osanografi – LIPI
Jl. Pasir Putih I, Jakarta 14430
Abstrak
Hasil kajian kami menunjukkan bahwa Teluk Jakarta tidak saja mengalami
tingkat penyuburan (eutrofikasi) yang sangat tinggi namun juga peningkatan
konsentrasi logam berat dalam sedimen. Perairan dengan jarak 3 – 5 km dari garis
pantai dapat dikategorikan sangat subur (hyper-euthrophic) dengan tingkat cemaran
logam (Pb, Cu dan Cd) yang tinggi, pada jarak 5 – 10 km kondisi subur (eutrophic)
dengan konsentrasi logam dalam sedimen sedang, dan pada jarak lebih dari 10 km
dari garis pantai kondisi kontaminan logam relatif sangat rendah. Konsentrasi logam
terlarut dalam perairan umumnya relatif rendah, kecuali logam Cd dan Pb.
Konsentrasi logam terlarut tidak menunjukkan kecenderungan perubahan yang nyata
di Teluk Jakarta dalam 20 tahun terakhir. Hal ini diperkirakan akibat peran besar dari
proses absorpsi kontaminan oleh padatan tersuspensi. Tingginya produktivitas primer
dan kegiatan budidaya kerang hijau di Teluk Jakarta berkontribusi dalam proses
absorpsi logam terlarut yang selanjutnya mengalami proses pengendapan (sinking) ke
sedimen. Konsentrasi logam dibeberapa biota telah terdeteksi, terutama pada jenis
kerang hijau dan kerang darah. Kajian tentang jumlah daging kerang (average daily
intake) yang aman untuk dimakan sangat diperlukan bagi masyarakat nelayan sekitar
Teluk Jakarta.
Abstract
Our review on the trend of metal contaminants in Jakarta Bay showed that
metals contaminants in sediments increased in the last 20 years. At the distance of 3 –
5 km from the shoreline, not only was the bay hyper-eutrophic but also the
concentration of metals (Pb, Cu and Cd) in sediment was the highest. At the distance
of 5 – 10 km form shoreline, the metals in sediment were medium concentrations and
very low concentration of metals were detected at distance more than 10 km from
shoreline. Metal concentrations in solute form were relatively low, except for Cd and
Pb. A rapid decreased in metal concentration in water could be contributed by
suspended particles through sorbtion processes. High primary productions and dense
green mussels culture were among important factors that determined low
concentrations of most heavy metals in solute forms. Heavy metal was also detected
in several biota especially green mussels and blood cockles. High concentrations of
green mussels reflected that the coastal waters of the bay was highly polluted by
heavy metals. As consequence, the study on average daily intake for coastal
community around the Jakarta bay was needed.
Citation: in Ruyitno et al. (eds.). 2008. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta. Puslit
Oseanografi – LIPI. LIPI Press, Jakarta. p: 211 – 228.
1. Pendahuluan
Teluk Jakarta secara geografis terletak antara Tanjung pasir di sebelah barat
dan Tanjung Karawang di sebelah timur, dan secara administratif terletak di tiga
propinsi yaitu Propinsi Banten, DKI dan Propinsi Jawa Barat. Teluk Jakarta
merupakan perairan dangkal dengan rata-rata kedalaman 15 meter dan panjang pantai
sekitar 72 km serta luas perairan diperkirakan 490 km2 (ARIFIN, 2004a). Perairan
Teluk Jakarta memberikan banyak jasa ekologis seperti pelayaran, kepelabuhanan,
turisme dan perikanan. Pada tahun 1970-an, perikanan merupakan merupakan salah
satu sektor utama bagi masyarakat pesisir, namun saat ini kurang dari 40 % nelayan
adalah sebagai pembudidaya ikan, udang dan kerang. Sementara perikanan menjadi
salah satu alternatif mata pencaharian bagi masyarakat pesisir, kehawatiran akan
pencemaran dari daratan semakin kuat karena Teluk Jakarta telah menjadi tempat
bermuara limbah terakhir bagi 20,3 juta penduduk wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor,
Tangerang dan Bekasi)
Konsentrasi logam berat dalam air (logam berat terlarut) di Teluk Jakarta
dipersepsikan sudah melampau ambang batas yang telah ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) – Indonesia. Namun demikian konsentrasi logam berat
dalam bentuk terlarut tidak mudah dikuantifikasi. Penentuan konsentrasi beberapa
logam berat umumnya dianalisa dengan menggunakan alat flame AAS
(Spektrofotometri Serapan Atom) yang tingkat ketelitiannya pada satuan kerkecil
‘ppm’. Instrumen ini juga merupakan alat yang sangat umum digunakan oleh
instansi-instansi penelitian yang ada di Indonesia. Konsentrasi logam berat terlarut
yang umumnya dalam jumlah sangat kecil, kira-kira 1/1000 konsentrasi yang ada
dalam sedimen, sehingga memberikan kendala dalam hal penarikan kesimpulan
secara meyakinkan. Oleh karena itu, kajian spesifik tentang logam berat terlarut
menjadi sangat penting untuk kajian kontaminan logam 15 – 20 tahun yang akan
datang.
Pada tahun 1980-an, Teluk Jakarta menjadi obyek penelitian oleh berbagai
instansi (LON-LIPI, 1979; DPMA, 1983; PPSML – UI. 1986.), namun pemahaman
tentang kondisi Teluk Jakarta hingga saat ini masih berbeda-beda. Pakar lingkungan
umumnya berpendapat bahwa kondisi Teluk Jakarta makin menurun, akibat polutan
yang meningkat baik yang berasal dari industri maupun rumah tangga.
Sampai awal tahun 1990-an konsentrasi logam terlarut umumnya relatif
rendah, kecuali pada daerah-daerah muara sungai seperti Muara Angke, Muara Kamal
dan Cilincing (Tabel 1). Di Muara Angke dan Muara Kamal variasi konsentrasi Hg
terlarut berkisar antara < 1,00 dan 135 ppb. Variasi konsentrasi logam Hg dalam air
sangat tinggi, demikian juga dengan Cd berkisar antara 0,5 dan 196 ppb. Konsentrasi
logam terlarut terutama Hg, Pb dan Cd sangat membahayakan tidak saja bagi
ketersediaan sumberdaya laut namun juga bagi manusia yang mengkonsumsinya.
Selanjutnya, pada tahun 2000-an, konsentrasi terlarut tidak mengalami kecenderugan
menurunan yang nyata. Konsentrasi Hg dan Cd masing-masing berkisar 0,02 - 420
ppb dan 3,00 – 80,28 ppb. Tingginya konsentrasi Hg dan Cd serta logam-logam
terlarut lainya (Pb, Cu dan Zn) menunjukkan bahwa lemahnya upaya pengelolaan
limbah industri dan lemahnya upaya penegakan hukum.
Konsentrasi logam-logam terlarut umunya terkonsentrasi di wilayah perairan
kurang dari 5 km dari pantai, hal ini kemungkinan disebabkan tingkat sorbsi logam
terlarut oleh padatan tersusupensi; sehingga logam-logam beracun yang terlarut
segera diendapkan tidak jauh dari pantai. Proses absorpsi akibat dari peningkatan
produktivitas primer yang sangat tinggi dan meningkatnya kegiatan budidaya kerang
hijau disepanjang sisi pantai barat dan timur Teluk Jakarta. Dua faktor ini
menyebabkan logam-logam beracun terlarut tidak menyebar secara meluas, namun
sebaliknya terabsorpsi dan terendapkan tidak jauh dari pantai. Kondisi ini tercermin
dari kadar tertinggi logam Pb, Cd, Cu dan Cr dalam sedimen umumnya ditemukan
dekat muara sungai seperti Muara Kamal, Muara Angke, Muara Baru, Tanjung Priok,
Cilincing dan Marunda (ARIFIN, 2004b).
Hasil penelitian lima tahun terakhir menunjukkan bahwa logam Pb, Cd dan Cu
terlarut berkisar antara 1/100 – 1/10 dibanding konsentrasi dalam logam tersebut
dalam sedimen. Namun demikian, hasil penelitian ARIFIN dan FITRIATI (2006)
menunjukkan bahwa konsentrasi Cd dalam air (terlarut + tersusupensi) selalu ada di
atas ambang batas yang telah ditetapkan oleh MenLH (10 ppb). Kecenderungan
logam dalam air masih memerlukan kajian lebih akurat sebagai upaya untuk
mengurangi ketidakpastian hasil uji sebelumnya.
Table 1. Konsentrasi logam terlarut di perairan Teluk Jakarta ; Nd –dibawah batas deteksi alat
Kamal/Agt 1993 <1,00 - 2,16 84,00 – 110,00 1,32 – 1,75 - - DINIAH (1995)
T. Jakarta/m 20,00 – 60,00 40,00 – 540,00 20,0 – 290,0 10,0 – 290,0 ANONIMOUS (2000)
barat & m timur
1997
Kamal/Juli, 0,02 – 420,0 3,00 – 20,00 40,00 – 150,00 - - VITNER et al., (2001)
Sept, Nov 2000
Kamal/2001 0,08 – 0,13 6,00 – 46,00 6,00 – 34,00 - - MULYAWAN (2005)
Kamal/m. barat 0,75 – 1,23 26,89 – 78,49 3,00 – 9,31 - -
& m timur 2002 FITRIATI (2004)
Cilincing/2002 0,74 – 1,03 18,88 – 80,28 5,92 – 12,24
T Jakarta/Juli - Nd 1,00 – 3,00 1,00 – 2,00 1,00 – 30,00 ARIFIN et al., ( 2003)
2003
T Jakarta/Agt - < 1,00 3,00 – 13,00 < 1,0 – 5,00 < 1,00 – 5,00 ROCHYATUN, et al.,(2003)
2003
T. Jakarta/Jan - Nd 1,00 – 5,00 1,00 – 2,00 1,00 – 17,00 SUSIANINGSIH (2005)
2004
3. Kontaminan Logam Berat dalam Sedimen
Konsentrasi Tahun
Lokasi Jumlah Jenis range (rata- Penelitian
penelitian stasiun logam rata±SD) ppm (th, bln) Referen
0,13 - 1,63
Hg
(0,550 ±0,428)
79,50 - 176,50
Pb
(101,3 ± 26.0)
1990, Juni, Nov
Teluk 0,90 - 2,66 HUTAGALUNG
13 Cd
Jakarta (1,74 ± 0,57) (1994)
7,2 - 53,9
Cu
(27,50 ± 13,45)
10,50 - 24,00
Cr
(18,10 ± 3,95)
Pb 2,65- 42,91 (22,505)
0,04 - 0,50
Cd (0,178) 2003, Juli
Teluk 8,62 - 186,75 ARIFIN et al (2003)
Jakarta 23 Cu (46,086)
51,88 - 480,50
Zn (172,80)
2,87 - 28,02
Ni (10,061)
3,23 - 57,76
Pb (18,67)
0,01 - 0,28
Cd (0,11)
4,79 - 76,78 SUSIANINGSIH
Teluk 2004, Januari (2005)
23 Cu (24,057)
Jakarta
40,77 - 408,47
Zn (139,407)
Ni 1,909 - 21,386
(9,229)
Pb 7,383 - 16,089
Cd ttd -– 0,011
Muara
Sungai Way Zn 17,51 - 39,82
Kambas dan 7 Ni 3,27 - 9,74 1998, Juli, Sept NANTY (1998)
Way kecuali Cd bln
Cr 6,497 - 15,654
Sekampung Sept dan Ni bln
Cu 1,625 - 6,073 Juli
70
50
30
20
10
0
<5 5 - 10 > 10
Distance from coast line (km)
150
125
Cu in sediment (mg kg-1)
100
75
50
25
0
<5 5 - 10 > 10
Distance from coast (km)
0.5
0.4
Cd in sediment (mg kg )
-1
0.3
0.2
0.1
0.0
<5 5-10 > 10
Distance from coastline (km)
Tingginya kadar logam berat tersebut dan distribusinya di muara sungai erat
hubungannya dengan aktivitas yang ada di sekitarnya yang berpotensi dalam
menaikan kadar logam berat seperti industri, pelabuhan/ perkapalan dan juga aktivitas
di darat yang limbahnya terbawa oleh sungai.
Penelitian kandungan logam berat dalam jaringan biota telah dilakukan oleh
beberapa peneliti Indonesia (HUTAGALUNG et al., 1989; AKBAR, 2002;
SURYANTO, 2003; dan APRIANDI, 2005). Pengukuran pada Feb-Juli 1979
terhadap contoh ikan, udang dan moluska yang dijual di Muara Angke menunjukkan
bahwa kandungan logam kandungan yang masih dibawah ambang batas Hg, Pb, Cd,
Cu, Cr, Zn international (HUTAGALUNG dan RAZAK, 1982). Pada tahun 1980-an,
(HUTAGALUNG 1987, HUTAGALUNG et al., 1989). menganalisa kandungan
merkuri dan cadmium pada kerang bulu (Anadara granosa) dan kerang hijau (Perna
viridis) serta udang (Penaeus monodon) dan menemukan konsentrasi merkuri dan
cadmium yang cukup tinggi, walaupun masih belum mencapai ambang batas yang
dibuat WHO, yakni 0.5 ppm. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya
kecenderungan bahwa individu yang berukuran kecil mengakumulasi merkuri dan
kadmium dalam prosentase yang lebih tinggi.
Kajian logam berat dalam biota pada periode 1990 – 2000 terutama dilakukan
dikawasan budidaya kerang hijau terutama pantai timur dan pantai barat Teluk Jakarta
(Tabel 3). Konsentrasi logam Pb dalam daging kerang hijau (ukuran panjang
cangkang < 4 cm) berkisar antara 2,22 dan 16,55 µg/g berat kering (bk), sedangkan
kerang hijau dengan panjang cangkang > 5 cm memiliki kandungan Pb antara 4,02
dan 46,47 µg/g bk. Tren yang sama untuk logam Cd dalam daging kerang ukuran < 5
cm berkisar antara 0,49 dan 2,70 µg/g bk, sedangkan kerang dengan ukuran > 5 cm
mengandung Cd antara 0,12 dan 0,66 µg/g bk.
Kajian kajian ini menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat pada kerang-
kerang yang berukukuran kecil jauh lebih tinggi dibanding kerang yang ukuran besar.
Hal ini dapat dipahami karena kerang hijau ukuran kecil memiliki tingkat proses
fisiologi yang tinggi dalam upaya meningkatkan pertumbuhannya. Namun demikian,
jika kita melihat pada tingkat beban kontaminan, yang dikenal sebagai ‘contaminant
Table 3. Beberapa penelitian kandungan logam berat pada kerang hijau (Perna
viridis) di Teluk Jakarta. bk –berat kering
Ukuran
Logam panjang Konsentrasi
Lokasi Referensi
Berat cangkang (µg/g bk)
(cm)
TAMPUBOLON (1997)
Cilincing 3-4 9,1
IN AKBAR (2002)
HARTANTI (1998) in
Teluk Jakarta 7 7,527
AKBAR (2002)
<3 2,67 – 16,55
3–5 2,22 – 5,70 PRAYEKTI (2001) in
Pb
5–7 4,02 – 8,77 AKBAR (2002)
Muara Kamal
>7 4,64
>6 40,80 – 46,47
4-6 34,25 – 35,69 APRIADI (2005)
<4 12,47 – 13,27
4-6 1,71 SYUKMADI (1983) in
Onrust
>6 0,99 AKBAR (2002)
UTAMI (1996) in
Muara Kamal >5 0,66
AKBAR (2002)
TAMPUBOLON (1997)
Cilincing 3,0 - 4,0 2,7
in AKBAR (2002)
HARTANTI (1998) in
Teluk Jakarta 7 0,35
AKBAR (2002)
Cd 5 0,12 PRAYEKTI (2001) in
>6 0,24 AKBAR (2002)
<3 0,70 – 1,46
AKBAR (2002)
Muara Kamal 3–5 0,49 – 0,87
5–6 0,34 – 0,49
6-<7 0,31 – 0,43 SURYANTO (2003)
7–9 0,33
5 3,51 PRARTONO (1985) in
Pantai Ancol
7–9 1.42 – 1,86 AKBAR (2002)
HARTANTI (1998) in
Teluk Jakarta 7 1,23
AKBAR (2002)
5 0,31 PRAYEKTI (2001) in
Muara Kamal
>6 0,36 AKBAR (2002)
body burden’ maka sumber kontaminan (e.g. logam) akan selalu ditemukan pada
kerang-kerang yang berukuran dewasa.
Kajian toksikokinetik logam berat di Teluk Jakarta relatif masih jarang, walau
demikian proses toksikokinetik pada biota tropis ini dapat diturunkan dari kajian-
kajian yang dilakukan di daerah temperate atau subtropik. Beberapa kajian sedimen
toksisitas telah dilakukan dalam rangka Asean Marine program pada tahun 1994 –
1998 (HINDARTI et al., 1999). Kajian toksisitas sedimen memberikan hasil yang
tidak konklusif karena tidak saja faktor kontaminan logam namun juga kandungan
nutrien yang tinggi di sedimen. Sehingga, hewan uji (phytoplankton) merespons
positif (tumbuh subur) sedangkan hewan uji (larva kerang hijau) merespon negatif.
Penelitian lebih jauh tentang resistensi biota terhadap kontaminan (Etty Riani pers
com) menyebutkan bahwa tingkat pencemaran di Teluk Jakarta sudah sangat tinggi,
dengan diketahuinya tingginya prosestase deformasi pada cangkang kerang yang
dibudidayakan di perairan Teluk Jakarta. Oleh karena itu, kajian toksikokinetik akan
merupakan bidang kajian menarik untuk mengetahui nasib kontaminan pada biota
bentik maupun pelajik yang ada di Teluk Jakarta.
Secara ringkas, dalam 20 tahun terakhir, perairan Teluk Jakarta menunjukkan
kecenderungan semakin sangat subur (hyper-eutroph), (SIDABUTAR, 2008;
MUCHTAR; 2008) dan dalam waktu yang bersamaan tingkat pencemaran semakin
berat (ARIFIN, 2004). Berdasarkan konsentrasi unsur hara, konsentrasi logam berat
dan faktor biotik (keragaman jenis ikan), perairan Teluk Jakarta secara garis besar
dapat dibagi kedalam 3 zona yaitu 1) zona sangat subur dan tercemar berat yang
berada pada jarak kurang dari 5 km dari garis pantai, 2) zona subur dan tercemar
sedang pada jarak 5 – 10 km dari garis pantai, dan 3) zona subur dan tercemar ringan
pada jarak > 10 km dari garis pantai.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka upaya untuk perbaikan kondisi ekologis
Teluk Jakarta pada intinya adalah pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu dan
mengurangi segala jenis polutan yang masuk ke Teluk Jakarta. Beberapa tindakan
yang dapat dilakukan antara lain:
- Semua industri yang memanfaatkan Teluk Jakarta atau sungai-sungai yang
muaranya di Teluk Jakarta, baik sebagai sumber air maupun penampung
limbah, harus menerapkan perlakuan terhadap buangan industrinya.
- Transformasi pemanfaatan lahan di DAS harus ditinjau ulang. Hal ini untuk
mengurangi beban limbah baik domestik maupun industri, masuknya materi
organik yang berlebihan dari aktivitas pertanian dan tercucinya tanah karena
pembukaan lahan untuk perumahan.
- Penggalian pasir yang masih berlangsung sampai saat ini perlu dievaluasi dan
ditertibkan kembali, mengingat dampaknya yang merugikan kualitas air dan
biota akibat remobilisasi bahan pencemar.
- Usaha perikanan di daerah pesisir harus dibatasi sehingga bahan organik yang
dihasilkan dari kegiatan ini tidak melewati ambang batas penerimaan
ekosistem. Hal ini untuk mencegah eutrofikasi yang antara lain menyebabkan
ledakan mikroalgae dan menimbulkan kematian massal biota perairan.
Mengingat bahwa tindakan proaktif yang kami ajukan barangkali bukan yang pertama
kali disampaikan, oleh karena itu kami menyarankan kepada Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah untuk:
1. Berkemauan politik yang tinggi untuk memperbaiki kondisi perairan Teluk
Jakarta. Walau perbaikan ekosistem tidak akan dapat mengembalikan
ekosistem perairan Teluk Jakarta seperti 20 – 30 tahun yang lalu, namun
ekosistem tersebut dapat diperbaiki sesuai peruntukan dimasa yang akan
datang.
2. Mengelola secara terpadu antara kawasan hulu dan hilir, atau pengelolaan
berdasarkan bentang alam daerah aliran sungai dengan menekankan aspek
penegakan hukum yang lebih pasti dan memonitor kondisi perairan Teluk
Jakarta secara terus-menerus.
3. Melaksanakan program aksi sebagai indikator keberhasilan pengelolaan hulu-
hilir kawasan Jabopunjur (Jakarta, Bogor, Puncak dan Cianjur) yang
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
AKBAR. 2002. Pendugaan Tingkat Akumulasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni
Pada Kerang Hijau (Perna viridis) Ukuran < 5 cm di Perairan Kamal Muara,
Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
AMIN, B. 2003. Distribusi Logam Berat Pb, Cu dan Zn pada Sedimen di per2 n
Telaga Tujuh Karimun, Kepulauan Riau. Jurnal Natur Indonesia 5(1): 9-16
(2002). ISSN 1410-9379.
ANINDITA, A.D. 2002. Kandungan Logam Berat Cd, Cu, Ni Pb dan Zn Terlarut
dalam Badan Air dan Sedimen pada Perairan Sekitar Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
ANONIMOUS. 2000. Laporan Pemantuan Kualitas Lingkungan di propinsi DKI
Jakarta. Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan Daerah, Propinsi DKI
Jakarta.
APRIADI, D. 2005. Kandungan Logam Berat Hg, Pb, dan Cr Pada Air, Sedimen,
dan Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta.
Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
ARIFIN, Z. 2004a. Local Mellineum Ecosystem Assessment: Condition and trends
of the Greater Jakarta Bay Ecosystem. Report submitted to the Ministry of
Environment, Republic of Indonesia. Jakarta, 33 p.
ARIFIN, Z. 2004b. Trend of coastal pollution in Jakarta bay, Indonesia: its
implication for fishery and recreational activities. In:Bilateral workshop on
Coastal Resources Exploitation and Conservation: Indo-German Experiences
(Eds. R. Rachmawati, E. Aldrian, N. Hendiarti and I. Tejakusuma).
Proceedings of International Workshop, October 2004 Bali – Indonesia. p:61-
66.
ARIFIN, Z. and M. FITRIATI. 2006. Green mussels cultured in highly polluted area
of Jakarta Bay, Indonesia. In: International Conference on Hubs, Harbours and
Deltas in Southeast Asia: Multidisciplinary and Intercultural Perspectives
(Phnom-Penh, Cambodia, 6 – 9 February 2006). pp. 525 - 536
ARIFIN, Z., SUSANA, T., PURWATI, P., MUCHSIN, R., HINDARTI, D.,
RIYONO, S.H., RAZAK, A., MATONDANG, E., SALIM. & FARIDA, N.
2003. Ecosystem and productivity of Jakarta Bay and its surrounding. Draft
Report of Competitive Research, Indonesian Institute of Sciences, Jakarta (in
Indonesian).
BPLHD - DKI. 2003. Status Lingkungan Hidup Daerah Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Tahun 2002 (State of the Environment Report of Special
Territory of Jakarta: year 2002). Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. 260 p.
DAMAYANTI, Y. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Daging Ikan Demersal di
Perairan Estuary Kuala Tungkal Daerah Tingkat I provinsi Jambi. Skripsi.
Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB.
Bogor.
DINIAH. 1995. Correlation between heavy metals (Hg, Cd, Pb) in consumption fish
and pollution degree in Jakarta Bay. M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies,
Bogor Agricultural University, Indonesia. (in Indonesian).
DPMA. 1983. Pengendalian Pencemaran Logam berat daerah Jabotabek dan Teluk
Jakarta. Direktorat Penyelidikan Masalah Air (DPMA), Direktorat Jenderal
Pengairan, Departmen Pekerjaan Umum. Republik Indonesia. 215/LA-
23/1983.
FITRIATI, M. 2004. Bioakumulasi logam raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium
(Cd) pada kerang hijau Perna viridis yang dibudidayakan di perairan pesisir
kamal dan cilincing Jakarta. Sekolah Pasca Sarjana – IPB, Bogor. 96 p.
HINDARTI, D, Y. DARMAYATI, SULISTIJO, and M.G. LILY PANGGABEAN,
1999. Effects of Jakarta Bay sediment on green mussel (Perna viridis) and
phytoplankton (Chaetoceros gracilis). Proceedings of the 4th ASEAN-Canada
CPMS-II Technical Conference. Towards Sustainable Development and
Integrated Management of the Marine Environment in ASEAN. 26-31 October
1998, Langkawi, Malaysia.
HUTAGALUNG H.P. dan H. RAZAK. 1982. Pengamatan pendahuluan kandungan
Pb dan Cd di air dan biota di muara Angke. Oseanologi di Indonesia, 15: 1-10.
HUTAGALUNG, H.P. 1987. Mercury content in the water and marine ogranism in
Angke Estuary, Jakarta Bay. Bulletin of Environmental Contaminantion and
Toxicology 1524 (39)
HUTAGALUNG, H.P., H.S. SANUSI, E. LANDRIATI, E. ROCHATUN. 1989.
Kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg) dalam udang windu, Penaeus monodon,
yang dibudidayakan dalam tambak di Kamal, Jakarta Utara. Seminar Ekologi
Laut dan Pesisir I, Jakarta 27 – 29 November 1989. p: 114 – 121.
HUTAGALUNG, H.P. 1994. Kandungan Logam Berat dalam Sedimen di Perairan
Teluk Jakarta. Seminar Pemantauan Pencemaran Laut, Jakarta, 07-09 Februari
1994. P2O-LIPI. Jakarta. p: 1- 6.
HUTAGALUNG, H.P. MANIK, J. 2002. Kandungan Logam Berat dalam air dan
Sedimen di Perairan Muara Sungai Digul dan Arafuru. Pesisir dan Pantai
Indonesia VII. P2O-LIPI. Jakarta.
KASTORO, W.W., A. AZIZ, I. ASWANDY, I. AL HAKIM, 1997. Soft bottom
benthic community in Jakarta Bay. In. ASEAN Marine Environmental
Environment Management: Quality Criteria and Monitoring for Aquativ Life
and Human Health Protection. Proc. Of the ASEAN-Canada Technical
Conference on Marien Science (24-28 June, 1996).p: VIII, 17-27.
LON-LIPI 1979. Laporan Pelayaran KM. Samudera No. 16 di Teluk Jakarta, 27 - 29
Juli 1979. Proyek Penelitian Masalah Pengembangan Sumber Daya Laut dan
Pencemaran Laut, Lembaga Oseabologi Nasuinal – LIPI, Jakarta: 35 – 43.
MOCHTAR, M. 2008. Fluktuasi Kandungan Zat Hara Fosfat, Nitrat dan Silikat di
Teluk Jakarta. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta (in press)
MULYAWAN, I. 2005. Correlation between heavy metals (Hg, Pb, Cd and Cr) in
waters, sediments and green mussels in Kamal Muara waters, Jakarta Bay.
M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies, Bogor Agricultural University,
Indonesia. (in Indonesian).
MULYANTO. 1985. Kandungan logam berat raksa (Hg) dalam tubuh kerang hijau
(Mytilus viridis, L) di perairan Teluk Jakarta. Karya Ilmiah. Fakultas
Perikanan IPB, Bogor.
NANTY, I.H. 1999. Kandungan Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Muara
Sungai Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi. Ilmu dan
Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
PPSML – UI. 1986. Pemantauan pencemaran perairan semi tertutup dan upaya
penanggulangannya. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan
(PPSML) – UI. 91 p
PRASENO, D.P. 1981. The bloom of Dinophysis caudata KENT at coastal waters of
Jakarta Bay. LON-LIPI, Jakarta (in Indonesian).
RAZAK, H. 1990. Kandungan Logam Berat dalam Air Laut di Perairan Sekitar Batu
Ampar dan Sekupang. Perairan Pulau Batam. P2O-LIPI. Jakarta.
REES, J.G., D. SETIAPERMANA, V.A. SHARP, JM. WEEKS, TM WILLIAMS.
1999. Evaluation of the impacts of land-based contaminants on the benthic
faunas of Jakarta Bay, Indonesia. Oceanologica Acta, 22(6): 627-640.
ROCHYATUN, E. 1997. Pemantauan Kadar Logam Berat (Pb, Cd dan Cr ) dalam
sedimen di Muara sungai Dadap, Teluk Jakarta. Inventarisasi dan Evaluasi
Potensi Laut Pesisir II. P2O LIPI. Jakarta.
ROCHYATUN, E. EDWARD dan A. ROZAK. 2003. Kandungan Logam Berat Pb,
Cd, Cu, Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan
Kalimantan Timur. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. P2O-LIPI. Jakarta.
ROCHYATUN, E., EDWAND dan LESTARI. 2004. Kandungan logam berat Pb,
Cd, Cu, Zn dan Ni dalam air laut dalam kaitannya dengan kepentingan
budidaya perikanan di Teluk Jakarta. Dalam Proseding Pengendalian
Penyakit pada Ikan dan Udang berbasis imunisasi dan biosecurity (Editor: A.
Irianto, P. Sukardi, T. Budhi P., Sukanto, Rokhmani dan S. Santoso). Seminar
Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV, Purwokerto, 18 – 19 Mei 2004. p: 117
- 123
SIANINGSIH, A. 2005. Pendugaan Sebaran Spasial Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan
Ni dalam Air dan Sedimen Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor.
SIDABUTAR T. 2008. Kondisi Plankton di Teluk Jakarta: Kajian Perubahan
Ekosisitem Perairan Teluk Jakarta. Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk
Jakarta (in press)
SURYANTO, D. 2003. Pendugaan Laju Akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn, dan Ni Pada
Kerang Hijau (Perna viridis L) Ukuran lebih dari 4,7 cm di Perairan Kamal
Muara, Teluk Jakarta. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
THAYIB, S. S. dan J.T.D. LISTIAWATI. 1977. Perairan Teluk Jakarta dengan
mikroorganismenya yang berpotensi menyakit. Teluk Jakarta. Sumber Daya,
Sifat-sifat Oseanologis, serta permasalahannya. Proyek Penelitian Potensi
Sumberdaya Ekonomi, Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta. pp. 233-
244.
VITNER, Y., SAENI, M. and SUKIMIN, S. 2001. Macrozoobenthos sommunities
structures and growth of green mussels (Perna viridis, Linn 1758) in Kamal
Muara and Bojonegara.
WAHYONO, M.M. 1994. Study on environmental quality and concentration of
heavy metals in blood cockle (Anadara indica, Gmelin) in Kamal Muara
estuary, Jakarta Bay. M.Si thesis, Faculty of Graduate Studies, Bogor
Agricultural University, Indonesia. (in Indonesian)