Anda di halaman 1dari 40

CASE STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)


DI RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL
STROKE HEMORAGIK

Disusun oleh :
1. Ahmad Satrio 1741012260
2. Dini Lianti Azhari 1741012211
3. Olivia Sedona 1741012250
4. Silvina Dwiyanti 1741012248
5. Willyan Dari 1741012246
6. Yoga Armeliani 1741012215

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan


menyebabkan kerusakan neurologis. Kerusakan neurologis tersebut dapat disebabkan
oleh adanya sumbatan total atau parsial pada satu atau lebih pembuluh darah serebral
sehingga menghambat aliran darah ke otak (Ikawati, 2011).
Stroke, yang juga dikenal dengan istilah cerebrovascular accidentatau brain
attack, merupakan kerusakan mendadak pada peredaran darah otak dalam satu
pembuluh darah atau lebih. Serangan stroke akan mengganggu atau mengurangi
pasokan oksigen dan umumnya menyebabkan kerusakan yang serius atau nekrosis
pada jaringan otak (Kowalak et al., 2003).
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia
(2011), masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita
stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.Angka kejadian
stroke meningkat secara dramatis seiring penambahan usia. Penyakit stroke menjadi
penyebab kematian kedua di dunia pada kelompok usia diatas 60 tahun dan urutan
kelima pada usia 15-59 tahun (Ikawati, 2011). Salah satu dampak yang ditimbulkan
oleh stroke adalah kecacatan. Angka kecacatan akibat stroke cenderung meningkat.
Kecacatan yang ditimbulkan dapat berupa gangguan motorik, otonom, sensorik
maupun kognitif. Gangguan kognitif seringkali kurang diperhatikan oleh
pasien,anggota keluarga, maupun tenaga medis yang merawat karena dampaknya
tidak menonjol atau kurang bisa dikenali dibandingkan dengan gangguan neurologis
yang lainnya. Namun, gangguan kogntitif secara bermakna dapat mengganggu
kualitas hidup pasien stroke.
Dampak gangguan kognitif pasca stroke iskemik berkisar antara 20- 30 % dan
makin meningkat risikonya, bahkan hingga 2 tahun pasca stroke. Gangguan kognitif
pasca stroke termasuk dalam suatu kelompok gangguan kognitif yang disebut
Vascular Cognitve Impairment (VCI) yang terdiri dari gangguan kognitif ringan yang
tidak mengganggu aktivitas sehari- hari (vascular cognitve impairment no dementia )
sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Gangguan kognitif dapat

2
mengenai satu atau lebih domain kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visospasial,
dan fungsi eksekutif (Harms et al., 2004).
Neuroprotektor merupakan obat yang dapat mengatur fungsi serebral dengan
meningkatkan kemampuan kognitif pada otak yang menurun. Neuroprotektor ini telah
banyak digunakan di berbagai negara,terutama di Indonesia. Obat- obat yang sering
digunakan, yaitu pirasetamdan sitikolin (Keil et al., 2006), penggunaan terapi
farmakolohi lainnya berupa anti hipertensi, amtikoagulan dan antikolesterol untuk
pasien stroke khusus nya stroke hemoragik telah banyak dilakukan berbagai
penelitian untuk mengetahui efektivitas obat tersebut terhadap pasien stroke.
Banyaknya studi kasus dalam penggunaan obat serta tinggi nya antusiasme
farmasis untuk mengidentifikasi terapi padapasien stroke didasarkan karena tingginya
angka morbiditas. Namun studi-studi tersebut belum cukup memberikan informasi
yang menyeluruh mengenai terapi yang efektif dan efesien termasuk kerasionalan
obat di Rumah Sakit Stroke Nasional, Bukittinggi. Sehingga, diharapkan hasil laporan
studi kasus ini dapat melengkapi studi laporan-laporan kasus yang telah dilakukan
sebelumnya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Stroke adalah gangguan fungsional otak parsial (sebagian) maupun global


yang berlangsung lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh
darah. Stroke adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan
atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak (Price & Wilson, 2006).
Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,
disebabkan karena terjadi gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa
saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).

Stroke menurut World Health Organization(WHO) (1988) seperti yang dikutip


Junaidi (2011)adalah suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global, yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang
menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular.

2.2 Etiologi

Stroke pada anak -anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih
sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang
lebih muda bias lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke
termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell),
homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan yang
memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu.
Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses
aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa
(Gilroy, 1992).

Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:

4
1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke

Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:


a. Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis, poliarteritis nodosa;
Robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan atau traumatik); Gangguan
darah: polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
b. Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit
jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati
iskemik; Sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis
komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi oral,
karsinoma.
c. Vasokonstriksi
d. Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Sub arakhnoid)

Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar,
thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto
dkk, 2009).

2) Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan

5
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura
aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark
hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price,
2005).

2.3 Faktor Risiko terjadinya Stroke

Tidak dapat dimodifikasi, meliputi: usia, jenis kelamin, herediter, ras/etnik.


Dapat dimodifikasi, meliputi: riwayat stroke, hipertensi, penyakit jantung, diabetes
mellitus, Transient Ischemic Attack (TIA), hiperkolesterol, obesitas, merokok,
alkoholik, hiperurisemia, peninggian hematokrit (Mansjoer, 2000).

2.4 Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1) : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3)
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) rupture vaskular di dalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid (Price et al, 2006).

6
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologic yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien (Harsono, 2009).

7
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam - macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

8
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di
bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang
menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada.
Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri
tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP)
yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik yang tetap
viable untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar
darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa
hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi
struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).

2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi
akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak
arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di
bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan
memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.

Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma
berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada

9
diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah
merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis
bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh karena
tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price,
2005).

2.5 Gambaran Klinis

1. Infark pada Sistem Saraf Pusat


Tanda dan gejala infark arteri tergantung dari area vaskular yang terkena.
a. Infark total sirkulasi anterior (karotis):
 Hemiplegia (kerusakan pada bagian atas traktus kortikospinal),
 Hemianopia (kerusakan pada radiasio optikus),
 Defisit kortikal, misalnya disfasia (hemisfer dominan), hilangnya fungsi
visuospasial (hemisfer nondominan).
b. Infark parsial sirkulasi anterior:
 Hemiplegia dan hemianopia, hanya deficit kortikal saja.
c. Infark lakunar:
 Penyakit intrinsik (lipohialinosis) pada arteri kecil profunda menyebabkan
sindrom yang karakteristik.
d. Infark sirkulasi posterior (vertebrobasilar):
 Tanda-tanda lesi batang otak,
 Hemianopia homonim.
e. Infark medulla spinalis (Price, 2005).

2. Serangan Iskemik Transien


Tanda khas TIA adalah hilangnya fungsi fokal SSP secara mendadak; gejala
seperti sinkop, bingung, dan pusing tidak cukup untuk menegakkan diagnosis. TIA
umumnya berlangsung selama beberapa menit saja, jarang berjam-jam. Daerah arteri
yang terkena akan menentukan gejala yang terjadi:
a. Karotis (paling sering):
 Hemiparesis,
 Hilangnya sensasi hemisensorik,
 Disfasia,
 Kebutaan monokular (amaurosis fugax) yang disebabkan oleh iskemia
retina.
b. Vertebrobasilar:
 Paresis atau hilangnya sensasi bilateral atau alternatif,

10
 Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
 Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia, setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan (Price, 2005).

3. Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual,
muntah, dan tanda-tanda meningismus(kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada
perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan
gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan
retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
a. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,
b. Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
c. Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia
(Price, 2005).

4. Perdarahan Intraserebral Spontan


Pasien datang dengan tanda-tanda neurologis fokal yang tergantung dari lokasi
perdarahan, kejang, dan gambaran peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis
biasanya jelas dari CT scan (Price, 2005).

2.6 Diagnosis
Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera
ditegakkan dengan :

1) Skor Stroke: Algoritma Gajah Mada

11
2) Pemeriksaan Penunjang
Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan dilakukan
pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan terlihat
adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat
adanya gambaran hipodens (Misbach, 1999).

2.7 Penatalaksanaan

2.7.1 Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut

Penatalaksanaan Hipertensi , Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut


mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia
didapatkan kejadian hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5-
27,6% diantaranya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg
(BASC: Blood Preassure in Acute Stroke Collaboration 201; IST: International Stroke
Trial 2002.
Banyak studi menunjukkan adanya hubungan berbentuk kurva U (U-shaped
relationship) (U-shaped relationship) antara hipertensi pada stroke akut (iskemik
maupun hemoragik) dengan kematian dan kecacatan. Hubungan tersebut
menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level tertentu berkaitan dengan
tingginya kematian dan kecacatan.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin
tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat memperburuk keluarga neurologis. Pada
sebagian besar pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam
pertama setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007 dan

12
ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke
akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di
bawah ini.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya,
tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.

c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.

d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B).

13
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg.

f. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah


pada penderita stroke perdarahan intraserebral.

g. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol


dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena,
digunakan dalam upaya diatas.

h. Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan


peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak.

i. Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau


dan dikendalikan bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk
mencegah resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta perdarahan
ulang (AHA/ASA Class I, Level of evidence B). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid
akut, tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah resiko
terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung pada usia
pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan komorbiditas
kardiovaskular.
j. Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan
penatalaksanaan PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien
apabila vasospasme serebral telah terjadi. Pandangan akhir-akhir ini
menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif dari nimodipin.
k. Terapi hiperdinamik dengan ekspansi volume, dan induksi hipertensi dapat
dilakukan dalam penatalksanaan vasospasme serebral pada PSA aneurismal
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B), tetapi target rentang tekanan
darah belum jelas.

14
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-
25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

15
16
2.7.2 Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral

Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat pada Perdarahan Intraserebral dan


Penyebabnya

a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI direkomendasikan


untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan intracranial
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence A)

b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan untuk


membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan hematoma
(AHA/ASA, Class II, Level of evidence B). Bila secara klinis atau radiologis
terdapat kecurigaan yang mengarah ke lesi structural termasuk malformasi
vaskuler dan tumor, sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT
dengan kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan venografi MR (AHA/ASA,
Class IIa, Level of evidence B).

2.7.3 Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial

a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau trombositopenia berat


sebaiknya mendapat erapi penggantian factor koagulasi atau trombosit
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence C).

b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait obat


antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi mendapat
terapi untuk menggganti vitamin K-dependent factor dan mengkoreksi
INR, serta mendapat vitamin K intravena (AHA/ASA, Class I, Level of
evidence C). Konsentrat kompleks protrombin tidak menunjukkan
perbaikan keluaran dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP).
Namun, pemberian konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi
komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat dipertimbangkan sebagai
alternative FFP (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).

c. Apabila terjadi gangguan koagulasi maka dapat dikoreksi sebagai berikut:

Vitamin K 10 mg IV diberikan pada penderita dengan peningkatan INR


dan diberikan dalam waktu yang sma dengan terapi yang lain karena efek

17
akan timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk
meminimalkan risiko anafilaksis. FFP 2-6 unit diberikan untuk
mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila ditemukan sehingga
dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk
mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4.

d. Faktor VIIa rekobinan tidak mengganti semua factor pembekuan, dan


walaupun INR menurun, pembekuan bias jadi tidak membaik. Oleh
karena itu, factor VIIa rekombinan tidak secara rutin direkomendasikan
sebagai agen tunggal untuk mengganti antikoagulan oral pada perdarahan
intracranial. (AHA/ASA, Class III, Level of evidence C). Walaupun factor
VII a rekombinan dapat membatasi perluasan hematoma pada pasien ICH
tanpa koagulopati, risiko kejadian tromboemboli akan meningkat dengan
factor VIIa rekombinan dan tidak ada keuntungan nyata pada pasien yang
tidak terseleksi (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).

e. Untuk mencegah tromboemboli vena pada pasien dengan perdarahan


intracranial, sebaiknya mendapat pneumatic intermittent compression
selain dengan stoking elastis (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).

f. Setelah dokumentai penghentian perdarahan LMWH atau UFH subkutan


dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan tromboembolin
vena pada pasien dengan mobilitas yang kurang setelah satu hingga empat
hari pascaawitan (AHA/ASA, Class IIb, Level of evidence B).

g. Efek heparin dapat diatasi dengan pemberian proamin sulfat 10-50 mg IV


dalam waktu 1-3 menit. Penderita dengan pemberian protamin sulfat
perlu pengawasan ketat untuk melihat tanda-tanda hipersensitif
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).

3. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak Sekunder


a. Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial sebaiknya
dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang memiliki keahlian
perawatan intensif neurosains (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B).

18
b. Obat kejang dan antiepilepsi
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C). Pemantauan EEG secara kontinu dapat diindikasikan
pada pasien perdarahan intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa
mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. (AHA/ASA, Class IIa, Level
of evidence B). Pasien dengan perubahan status kesadaran yang didapatkan
gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya diterapi dengan obat
antiepilepsi (AHA/ASA, Class IIa Level of evidence C). Pemberian
antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan.

2.7.3. Penatalaksanaan Stroke Emergensi


Penatalaksanaan yang cepat, tepat, dan cermat memegang peranan besar
dalam menentukan hasil akhir pengobatan.
Betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin, karena ‘jendela terapi’ dari
stroke adalah:
a. Stabilitas pasien dengan tindakan ABC (Airway, breathing,
Circulation)
b. Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal
napas
c. Pasang jalur infuse
d. intravena dengan larutan salin normal 0,9 % dengan kecepatan 20
ml/jam, jangan memakai cairan hipotonis seperti dekstrosa 5% dalam
air dan salin 0, 45 %, karena dapat memperhebat edema otak
e. Berikan oksigen 24 liter/menit melalui kanul hidung
f. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
g. Buat rekaman elektrokardiogram (EKG) dan lakukan foto rontgen
toraks
h. Ambil sampel untuk pemeriksaan darah: pemeriksaan darah perifer
lengkap dan trombosit, kimia darah (glukosa, elektrolit, ureum, dan
kreatinin), masa protrombin, dan masa tromboplastin parsial
i. Jika ada indikasi, lakukan tes-tes berikut: kadar alkohol, fungsi hati,
gas darah arteri, dan skrining toksikologi
j. Tegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
k. CT Scan atau resonansi magnetik bila alat tersedia (Mansjoer, 2000)

2.8. Prognosis

19
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-
hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh.
Secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &
Lamsudin, 1998). Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional
stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity
daily living(ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %)
sampai tahun pertama. Bermawi, et al.,(2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 %
penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek
aktivitas hidup sehari - hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik
dan fungsi aktivitas hidup sehari - hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi.
Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama
dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta
mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke
batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor.
Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun
dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.

BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 ILUSTRASI KASUS

20
Seorang pasien laki laki berumur 48 tahun dibawa oleh keluarga ke RSSN
Bukittinggi pada tanggal 26 Februari 2018 dengan keluhan utama pasien lemah
anggota gerak sebelah kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala,
bicara pelo, dan berat menelan. Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi.

3.2 IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. Z

Alamat : Tanjung Belit Jujuhan, kabupaten Bungo, Jambi

Umur : 48 Tahun

Ruangan : Cempaka 2

Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki laki

Menikah/tidak : Menikah

Tanggal Masuk RS : 26 Februari 2018

3.3 ANAMNESIS

3.3.1 Keluhan Utama

Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak 5 hari sebelum masuk Rumah
Sakit.

3.3.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien masuk IGD dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala, bicara pelo, dan berat menelan.

3.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mempunyai riwayat penyakit hipertensi.

3.3.4 Data penunjang

21
1. Pemeriksaan Fisik Saat Masuk IGD

a. Tekanan darah : 120/90 mmHg


b. Frekuensi nadi : 80 x / menit
c. Frekuensi nafas : 20 x /menit
d. Suhu : 36 0C
e. Berat Badan : 65 kg
f. Keadaan Umum : Sedang
g. Tingkat kesadaran : Compos Mentis
h. GCS total : 15 (E4 M6 V5)

2. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik

Nilai
No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
26/2/2018 27/2/2018
1.
Gula Darah

Random 92 mg/dl - <200 mg/dl Normal


Nukhter - 112 mg/dl 70.110 mg/dl Tinggi
2 jam PP - 110 mg/dl <200 mg/dl Normal
2. - 10-50 mg/dl Tinggi
Ureum 55 mg/dl

3. - 0,6-1,1 mg/dl Tinggi


Kreatinin 1,2 mg/dl

4. - 6,6-8,7 g/dl -
Total Protein -

Albumin - - 3,8-5,0 g/dl -


Globulin - - 1,3-2,7 g/dl -
5. 7,7 mg/dl L (3-7 mg/dl) Tinggi
Asam Urat -
P (2,4-5,7 mg/dl)
6. - L (<38 u/l) -
SGOT -
P (<32 u/l)
7. - L (<41 u/l) -
SGPT -
. P (<31u/l)
8. - L (<270 u/l) -
Alkali Fosfatase -
P (<240 u/l)
9. - 0,3-1,0 mg/dl -
Total Bilirubin -

Bilirubin direk - - <0,20 mg/dl -


Bilirubin indirek - - <0,80 mg/dl -
10. CKMB - - <24 u/l -

22
11. - 240-480 u/l -
LDH -

12. - 136-145 mmol/l Normal


Natrium 145 mmol/l

13. - 3,5-5,1 mmol/l Normal


Kalium 3,9 mmol/l

14. - 97-111 mmol/l Normal


Klorida 102 mmol/l

15. 465 mg/dl <220 mg/dl Tinggi


Total Kolesterol -

16. 35 mg/dl >65 mg/dl Rendah


HDL Kolesterol -

17. 400 mg/dl <150 mg/dl Tinggi


LDL Kolestero -

18. 147 mg/dl <150 mg/dl Normal


Trigliserida -

19. - 8,1-10,4 mg/dl -


Kalsium -

3. Pemeriksaan Darah Lengkap


Tanggal : 26 Februari 2018

Pemeriksaaan Hasil Nilai Normal Keterangan

P (13-16 g/dL) W (12-16


HGB 16,9 g/dL Tinggi
g/dL)
WBC 9,76 x 103 u/L 5-10 x 103 u/L Normal
P (4,5-5,5 x 106 u/L) W (4-5 x
RBC 6,05 x 106 u/L Tinggi
106 u/L)
HCT 48,9 % P (42-52%) W (37-47 %) Normal
PLT 326 x 103 u/L 200-400 x 103 u/L Normal
MCV 80,8 fL 79-99 fL Normal
MCH 27,9 pg 27-31 pg Normal
MCHC 34,6 g/dl 33-37 g/dl Normal
Differencial
Neutrofil 6,74 x 103 /uL 1,8-8 x103/uL Normal
3
LYMPH 1,52 x 10 /uL 0,9-5,2 x 103 /uL Normal
MONO 0,87 x 103 /uL 0,16-1 x 103 /uL Normal

23
EO 0,62 x 103 /uL 0,045-0,44 x 103 /uL Tinggi
BASO 0,01 x 103 /uL 0-0,2 x 103 /uL Normal
IG 0,09 x 103 /uL 0-0,06 x 103 /uL Normal

3.4 DIAGNOSA
Diagnosia utama : Stroke Hemoragik (Hemiparesis + disartria)

3.5 TERAPI/TINDAKAN

3.5.1 Terapi yang di berikan saat di IGD

1. O2 2-4 L/i
2. IVFD NaCl 0,9 % / 12 jam
3. Ranitidin inj 2 x 1 ampul (i.v)
4. Citicoline inj 2x250 mg (i.v)
5. Capcam I 3x1 (p.o)
6. Sukralfat syr 3x10 cc
7. Loading manitol 250 cc
Tapp of 4-4-3-2-1 x 150 cc

3.5.2 Terapi Saat di Bangsal


1. IVFD NaCl 0,9%
2. Injeksi ranitidine 50 mg/2 ml 2 x 1 ampul (i.v)
3. Injeksi citicoline 2x250 mg (i.v)
4. Loading mannitol 250 cc + Lasix 1 ampul (i.v)
5. Capcam I 3x1 (p.o)
6. Sukralfat syr 3x10cc (p.o)
7. Amlodipine 1x10 mg malam (p.o)
8. Atorvastatin 1x20 mg malam (p.o)
9. Candesartan 1x16 mg pagi (p.o)

3.6 DRUG RELATED POBLEM

JENIS DRP DRP KETERANGAN REKOMENDASI

INDIKASI Ada Pasien mendapatkan Hentikan penggunaan


Ada Terapi,
terapi sukralfat sirup sukralfat sirup pada
tidak ada
namun pasien tidak pasien tersebut
indikasi
ada keluhan yang

24
megharuskan
penggunaan terapi
sukralfat sirup

PEMILIHAN Pemilihan obat pasien Tidak ada


Tidak ada
OBAT sudah tepat

DOSIS OBAT Tidak Ada Dosis obat yang Tidak ada


diberikan sudah sesuai

INTERVAL Tidak Ada Interval pemberian Tidak ada


PEMBERIAN obat pada pasien
sudah tepat

CARA DAN Tidak ada Cara dan waktu Tidak ada


WAKTU pemberian obat sudah
PEMBERIAN tepat

RUTE Tidak ada Rute pemberian obat Tidak ada


PEMBERIAN sudah tepat
OBAT

LAMA Tidak ada Lama Pemberian Obat Tidak ada


PEMBERIAN sudah tepat

INTERAKSI Ada  Tramadol  Gunakan


OBAT dapat dengan
Interaksi obat
berinteraksi perhatian
dengan obat
dengan khusus dan
Amitriptilin, monitoring
dapat untuk
meningkatkan menghindari
efek sedasi efek sedasi yang
 Atovarstatin berlebihan
dapat  Gunakan
berinteraksi dengan
dengan perhatian
amitriptilin khusus dan

25
yang akan lakukan
menyebabkan monitoring
 Gunakan
meningkatnya
dengan
efek
perhatian
amitriptilin
 Amitriptilin khusus dan
dapat monitoring efek
berinteraksi samping yang
dengan timbul pada
parasetamol pasien
dapat
menigkatkan
efek
mengantuk,
pandangan
kabur, mulut
kering,
kontipasi,
kesulitan
buang air kecil,
keram perut,
kebingungan.
 Candesartan
dapat
berinteraksi
degan
amitriptilin dan
parasetamol
yang dapat
menyebabkan
peningkatan
efek
ketergantungan

26
pada kondisi
tekanan darah
yang rendah
akibat
penggunaan
candesartan,
sehingga efek
yang muncul
adalah sakit
kepala,
kelelahan, atau
perubahan
frekuensi nadi.
ESO/ ADR/ Ada Ulsafat syrup : diare, Monitoring efek
ALERGI mulut kering, samping obat
kembung, sakit
kepala, insomnia,
mual, vertigo, muntah,
tidak nyaman pada
gastrointestinal,
hiperglikemia.
Atovarstsatin : sakit
kepala, diare, mual,
muntah, dyspepsia,
mialgia, miopati,
anoreksia, insomnia,
konstipasi, flatunence.
Amlodipine : udem,
sakit kepala, nyeri
perut, lemah, mual,
palpitasi.
Candesartan : pusing,
lemah, hiperurisemia,

27
hipertrigliseridemia,
peripheral edema,
nyeri perut, angina,
takikardi, palpitasi,
albuminuria,
dyspepsia, rhinitis,
faringitis.
Parasetamol :
leucopenia,
neutropenia,
trombositopenia,
hepatotoksik,
Amitriptilin
:takikardi,
trombositopenia,
hipertensi, diare,
leukopenia, sedasi.
Tramadol :
Konstipasi, mual, sakit
kepala, halusinasi,
dyspepsia, diare,
malaise.

KETIDAKSES Tidak ada RM sudah sesuai Tidak ada


UAIAN RM

KESALAHAN Tidak Ada Penulisan Resep sudah Tidak ada


PENULISAN tepat
RESEP

KETERSEDIA Tidak Ada Obat sudah tersedia Tidak ada


AN OBAT/ dan sampai ke pasien
KEGAGALAN
MENDAPATK
AN OBAT

28
KEPATUHAN Tidak ada Pasien patuh dalam Tidak ada
mengkonsumsi obat
yang diberikan

DUPLIKASI Tidak ada Terapi sudah sesuai Tidak ada


TERAPI

29
BAB IV

FOLLOW UP

Hari Rawatan Hari/Tanggal S O A P

lemah anggota
gerak kanan Gangguan perfusi
onset ± 5 hari GCS= E(4) M(6) V(5) jaringan cerebral Terapi yang diberikan:
kesadaran : CM(Compos Gangguan mobilitas
IV FD NaCl 0,9% /12 jam
sakit kepala (+) Mentis) fisik
bicara pelo (+) DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1

4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg

Scan (+) Sklera Iterik Capcam I 3x1 (p.o)


Hari pertama 26-Feb-18 Onset 5 hari Sukralfat syr 3x10cc

Nyeri skala 2
TD 120/80mmHg
nadi : 80x/menit
nafas : 20x/menit
suhu 37˚C
Peningkatan tekanan
intrakranial (-)
Pupil isokor +2/+2
anggota gerak
kanan masih Stroke Hemoregic ± 6
berat GCS= E(4) M(6) V(5) hari Terapi yang diberikan:
kesadaran : CM(Compos
IV FD NaCl 0,9% /12 jam
Sakit kepala Mentis)
DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1
Hari kedua 27-Feb-18
4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg

TD 190/80mmHg Capcam I 3x1 (p.o)


Asam urat 7,7 mg/dl Sukralfat syr 3x10cc
Loading manitol 250cc + Lasix 1
ampul, Tapp (-)

Hari ketiga 28-Feb-18 anggota gerak


kanan masih kesadaran : CM(Compos Stroke Hemoregic ± 7 Terapi yang diberikan:
berat Mentis) hari
Sakit kepala GCS= E(4) M(6) V(5) IV FD NaCl 0,9% /12 jam
DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1

30
4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg

Capcam I 3x1 (p.o)


Sukralfat syr 3x10cc

O2 2-4 L/menit
Amlodipine 1x10 mg (p.o)
Atorvastatin 1x20 mg (p.o)

Pusing kesadaran : CM(Compos Stroke Hemoregic ± 8


Terapi yang diberikan :
berkurang Mentis) hari
GCS= E(4) M(6) V(5) IV FD NaCl 0,9% /12 jam

DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1

4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg


hari keempat 01-Mar-18
Capcam I 3x1 (p.o)
Sukralfat syr 3x10cc

Candesartan 1x16 mg (p.o)


Amlodipine 1x10 mg (p.o)
Atorvastatin 1x20 mg (p.o)

Kelemahan
anggota gerak kesadaran : CM(Compos Stroke Hemoregic ± 9 Terapi yang diberikan :
kanan Mentis) hari
GCS= E(4) M(6) V(5) Capcam I 3x1 (p.o)
DKO 4 5 Lansoprazol 1x1 (p.o)
hari kelima 02-Mar-18
4 5 Candesartan 1x16 mg (p.o)
TD 120/90 mmHg Amlodipine 1x10 mg (p.o)
Suhu 36 ˚C Atorvastatin 1x20 mg (p.o)
Acc pulang

BAB V
PEMBAHASAN

Seorang pasien berinisial Z umur 48 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi dengan keluhan Anggota gerak kanan lemah sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit (dirawat tgl 26 Februari 2018), bicara pelo, sakit kepala,
susah menelan, dan ada riwayat hipertensi, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik.

31
Pasien didiagnosa mengalami stroke hemoragik intracerebral dengan gangguan
perfusi jaringan cerebral disertai tingginya kadar kolesterol darah.

Stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara


mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Sebagian besar kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia
di atas 40 tahun. (Dewanto dkk, 2009).
Pada kasus stroke pendarahan, tujuan penatalaksanaan secara komprehensif
ialah berupa: (1) mencegah perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2)
mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun medik, dan (3) mempercepat
perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan dapat
berhasil baik, prognosis pasien diharapkan akan lebih baik.

Ada empat penatalaksanaan stroke yaitu prevensi primer, penatalaksanaan


akut,prevensi sekunder dan rehabilitasi. Terapi prevensi primer pada stroke dilakukan
untuk mencegah terjadinya stroke pada orang sehat yang beresiko stroke yang belum
pernah terserang stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian
berbagai faktor risiko. (Perdossi, 2011). Sedangkan prevensi sekunder dilakukan
untuk mencegah terjadinya stroke berulang pada orang yang telah didiagnosa stroke.
dan rehabilitasi dilakukan pada pasien yang sudah sembuh dari stroke sehingga
dilanjutkan dengan fisioterapi.

Penatalaksanaan umum stroke akut di ruang gawat darurat adalah stabilisasi


jalan napas dan pernapasan, stabilisasi hemodinamaik, pemeriksaan awal fisik umum,
pengendalian peninggian tekanan intracranial (TIK), penanganan transformasi
hemoragik, pengendalian kejang dan pengendalian suhu tubuh. Saturasi oksigen
dianjurkan dalam 72 jam, diberikan pada pasien hipoksia. Pemberian oksigen
dianjurkan pada keadaan saturasi oksigen <95 % (Perdossi, 2011).

Pada kasus ini pasien menerima terapi IVFD NaCl 0,9%/12 jam, injeksi
ranitidin 2x1 ampul, injeksi citicoline 2 x 250 mg, Kapsul capcam I 3x1, dan sucralfat
syrup 3x10cc dan infus manitol loading 250 cc + lasix 1 ampul di IGD.
Penatalaksanaan umum stroke akut di ruang rawat adalah pemberian cairan untuk

32
menjaga keseimbangan cairan tubuh, pemberian nutrisi untuk menjaga
keseimbangan nutrisi tubuh, pencegahan dan penanganan komplikasi dan
penatalaksanaan medis lain (Perdossi, 2011). Pemberian cairan isotonis salin (IVFD
Nacl 0,9%) bertujuan untuk menjaga euvolemi. Elektrolit kalium, natrium, kalsium
dan magnesium harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai
tercapai nilai normal.
Pasien diberikan terapi manitol untuk meningkatkan tekanan osmosa dalam
pembuluh darah dengan pemberian kombinasi infus manitol + lasix yang dimana
efektif dalam penurunan Tekanan Intrakranial (TIK) yaitu infus manitol loading 250
cc + lasix 1 ampul. Kombinasi infus manitol dan lasix ini sudah tepat dan efektif
mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol.Pasien
yang diberikan manitol harus dilakukan pemantauan osmolalitas (≤310
mmol).Manitol dapat menarik cairan atau darah dari otak akibat pecahnya pembuluh
darah, dimana kelebihan darah akan ditarik dari otak, mengalir ke aliran darah, masuk
ke glomerulus, disaring di ginjal dan keluar bersama urin. maka dari itu urin pasien
ini berwaran merah akibat dari penggunaan manitol yang memfiltrasi darah dari otak.
Dosis rekomendasi manitol dalam dipiro adalah 0,25-1 g/kg BB IV tiap 4 jam.
Penggunaan manitol dosis bolus lebih tinggi (kira-kira 1,4 g/kgBB) terbukti dapat
meningkatkan outcome terapi dibandingkan penggunaan konvesional. Dimana onset
terapi manitol 90 menit- 6 jam tergantung dosis dan kondisi klinis. ICP (Intracranial
Pressure) menurun setelah beberapa menit pemberian manitol. Untuk meningkatkan
manfaat dan menurunkan efek samping yang terjadi direkomendasikan penggunaan
manitol secara bolus bukan infus continous. Sedangkan untuk dosis Furosemid IV
yaitu 0,5-1 mg/kg BB. Furosemid bisa digunakan dengan manitol pada kasus yang
parah. (Dipiro,2008) .
Dilihat dari nilai Osmolaritas pasien ini yang menunjukan nilai 314mOsm/L.
Dimana angka osmolaritas pasien ini termasuk dalam rentang normal, sehingga
pasien layak mendapatkan terapi manitol. karena syarat seorang pasien bisa diterapi
dengan manitol itu adalah jika tekanan osmolaritasnya kecil dari 320 mOsm/L.
Pasien ini memiliki bobot badan lebih kurang 65 kg. Berdasarkan perhitungan
dosis manitol menggunakan berat badan pasien maka dosis manitol yang diterima
pasien ini sudah tepat. Berdasarkan PERDOSSI 2011 loading dose (dosis awal)
manitol yaitu 0,25- 1 g/kgBB, dan pasien ini mendapatkan manitol dengan dosis 250

33
ml, dimana rentang dosis manitol untuk pasien ini seharusnya 162,5 ml-325 ml, dan
dosis yang diterima pasien sudah tepat dan masuk dalam rentang dosis terapi.
Dengan begitu, disarankan kepada dokter dan tenaga kesehatan, terutama
yang berada di IGD (Instalasi Gawat Darurat) yang memberikan terapi pada
penanganan awal kepada pasien agar lebih memperhatikan berat badan pasien agar
dosis manitol yang diberikan sesuai dengan anjuran terapi yang terdapat dalam
literature resmi (dipiro).
Pengobatan pasien selama di ruang rawat inap adalah pasien mendapatkan
terapi berupa kapsul capcam I 3x1, sucralfat syrup 3x10cc, Amlodipin 10 1x1 malam,
Atorvastatin 20 1x1 malam, Candesartan 16 1x1 pagi, IVFD Nacl 0,9%/12 jam,
injeksi Rantidin 2x1, Injeksi sitikolin 250 mg 2x1.
Kapsul capcam yang berisi paracetamol, tramadol dan amitriptilin digunakan
untuk mengatasi sakit kepala pasien dikarenakan pasien mengeluh sakit kepala yang
berat. Pemberian obat Sucralfat sirup merupakan salah satu masalah DRP pada pasien
ini yaitu pemberian obat atau terapi tanpa indikasi, dikarenakan pasien tidak
mengeluh sakit perut dan tidak ada riwayat penyakit dispepsia pasien.
Amlodipin diberikan pada pasien pada tanggal 28 februari 2018, pemberian
obat ini yang merupakan golongan CCB dikarenakan tekanan darah pasien meningkat
menjadi 170 mmHg, pemberian obat ini sudah tepat diberikan pada pasien ini sebagai
vasodilator pembuluh darah agar tekanan darah menjadi normal, sedangkan waktu
penggunaan obat pasien ini tidak tepat dikarenakan pasien menggunakan obat ini
pada malam hari, yang seharusnya amlodipin ini digunakan pada pagi hari.
Sedangkan candesartan yang merupakan obat golongan ARB diberikan pada pasien
pada tanggal 2 Maret 2018 dikarenakan setelah penggunaan amlodipin pada tanggal
28 Februari 2018, TD pasien sudah mulai menurun namun pada tanggal 2 Maret 2018
TD nya meningkat lagi menjadi 170 mmHg, maka dari itu dokter meresepkan
kombinasi obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darahnya. Hanya saja waktu
penggunaan candesartan ini juga tidak tepat digunakan pagi, yang seharusnya
candesartan ini digunakan pada malam hari.
Penggunaan obat atorvastatin 20 mg pada tanggal 28 Februari 2018,
dikarenakan kolesterol total pasien yang tinggi yaitu 465 mg/dl, sedangkan nilai
normalnya kecil 220 mg/dl. dan nilai LDL pasien yang sangat tinggi yaitu 400 mg/dl
dengan nilai normalnya kecil dari 150 mg/dl. Dimana mekanism kerja obat

34
simvastatin adalah menurunkan kadar kolesterol total pasien, sedangkan obat
atorvastatin mekanisme kerja nya dengan menurunkan kadar LDL pasien secara cepat
dibandingkan simvastatin. Maka dari itu diberikan obat atorvastatin untuk
mengurangi nilai atau kadar LDL secara cepat dibandingkan simvastatin.
Pasien sudah menerima terapi oksigen di IGD sampai pada hari perawatan
kelima di bangsal neurologi. Pasien diberikan Injeksi sitikolin 250 mg 2x1pada saat
masuk di rawat inap (bangsal neurologi) untuk melindungi saraf yang terganggu dan
mencegah pelebaran kerusakan penumra pada otak serta untuk disfungsi serebral
sehubungan dengan akibat pasca trauma.

Untuk mencegah timbulnya pendarahan lambung dan stress ulcer pada stroke
perlu diberikan penghambat reseptor H2. Pada kasus ini pasien diberikan injeksi
ranitidine 50 mg/2 ml i.v 2x1 amp.Selain itu, pemberian injeksi ranitidin juga
ditujukan untuk mengobati asam lambung pasien yang meningkat akibat stress karena
penyakit yang dialami pasien.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. KESIMPULAN

1. Jenis penyakit yang diderita pasien di bangsal neurologi RSSN Bukittinggi


berkisar antara stroke hemoragik atau stroke iskemik dengan atau tanpa
komplikasi dengan penyakit penyerta lain seperti gangguan cardiovaskular,

35
diabetes mellitus, dsb. Penanganan penyakit pasien dilakukan berdasatkan
guideline penanganan stroke yang telah ditetapkan di rumah sakit dan telah
disesuaikan dengan standar pengobatan stroke nasional.
2. Kasus yang diangkatkan pada makalah ini yaitu stroke hemoragic tanpa
komplikasi dan ditemukan beberapa permasalahan dalam pemberian obat pada
pasien, yaitu:
a. Penggunaan obat sucralfat sirup tidak tepat pada pasien ini dikarenakan pasien
tidak mengeluh sakit perut dan tidak ada riwayat penyakit dispepsia
b. Ditemukan interaksi obat di dalam capsul capcam yaitu antara obat tramadol
dan amitriptilin yang dapat meningkatkan efe sedasi pasien , maka dari itu
perlu perhatian khusus untuk menghindari efek sedasi yang berlebihan, serta
interaksi antara amitriptilin dan parasetamol yang dapat meningkatkan efek
mengantuk dan pandangan kabur.
c. Ditemukan interaksi antara atorvastatin dan amitriptilin yang dapat
meningkatkan efek amitriptilin
d. Dan ditemukan interaksi antara candesartan dan amitriptilin pct yang
menyebabkan efek sakit kepala.

8.2. SARAN
Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk membuat jadwal visite bersama
oleh seluruh tenaga kesehatan yang menangani penyakit pasien, agar penanganan
penyakit dapat berjalan lebih efisien.

BAB VII

EDUKASI PADA KELUARGA PASIEN

1. Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan meengenai perjalanan dan


prognosis penyakitnya.
2. Perlu penjelasan mengenai indikasi obat, aturan pakai dan cara pakai obat,
kepatuhan penggunaan obat dan efek samping obat yang digunakan pasien
kepada keluarga atau orang tua pasien.
3. Perlu dijelaskan untuk memperhatikan tanggal kadaluarsa obat, beri tahu
pasien terkait perubahan warna pada obat, membaca label obat sebelum
digunakan.
4. Kontrol makanan, dengan diet rendah garam dan ptotein.

36
5. Kontrol tekanan darah , cairan dan elektrolit.
6. Perlu istirahat yang cukup dan hindari stress pada pasien.
7. Lakukan kontrol secara berkala sesuai waktu yang disepakati.

Lampiran 1. Tabulasi Tanda-Tanda Vital

TEKANAN DARAH

No. Tanggal Nilai

I 26 Februari 2018 120/80 mmHg

II 27 Februari 2018 190/80 mmHg

III 28 Februari 2018 170/100 mmHg

IV 1 Maret 2018 145/95 mmHg

V 2 Maret 2018 170/100 mmHg

37
38
Lampiran 2. LEMBAR PEMBERIAN OBAT

26/2 27/2 28/2 1/3 2/3


Nama Obat Frek/rute
P S M P S M P S M P S M P S M

Capcam I 3x1/PO 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18

Candesartan 16 mg 1x1/PO 8

Amlodipine 10 mg 1x1/PO 18 18 18

Atovarstatin 1x1/PO 18 18 18

sukralfat Syr 3x1/PO 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18

/ 12 jam
NaCl 0,9%
infus

Injeksi Ranitidine 2x1/PO 8 20 8 20 8 20 8 20

Injeksi Citicoline 2 x 1 /PO 8 20 8 20 8 20 8 20

Manitol (Loading dose

40
Lampiran 3. Perhitungan
a. Perhitungan Osmolaritas

Manitol digunakan apabila Osmolaritas pasien <320 osmol/L

b. Perhitungan Dosis Manitol

Dosis Manitol : 0,25-1 g/kgBB


Berat Badan Pasien : 65 kg

Dosis Manitol seharusnya :

Dosis Manitol yang di dapatkan pasien: 250 cc

41

Anda mungkin juga menyukai