Disusun oleh :
1. Ahmad Satrio 1741012260
2. Dini Lianti Azhari 1741012211
3. Olivia Sedona 1741012250
4. Silvina Dwiyanti 1741012248
5. Willyan Dari 1741012246
6. Yoga Armeliani 1741012215
2
mengenai satu atau lebih domain kognitif seperti atensi, bahasa, memori, visospasial,
dan fungsi eksekutif (Harms et al., 2004).
Neuroprotektor merupakan obat yang dapat mengatur fungsi serebral dengan
meningkatkan kemampuan kognitif pada otak yang menurun. Neuroprotektor ini telah
banyak digunakan di berbagai negara,terutama di Indonesia. Obat- obat yang sering
digunakan, yaitu pirasetamdan sitikolin (Keil et al., 2006), penggunaan terapi
farmakolohi lainnya berupa anti hipertensi, amtikoagulan dan antikolesterol untuk
pasien stroke khusus nya stroke hemoragik telah banyak dilakukan berbagai
penelitian untuk mengetahui efektivitas obat tersebut terhadap pasien stroke.
Banyaknya studi kasus dalam penggunaan obat serta tinggi nya antusiasme
farmasis untuk mengidentifikasi terapi padapasien stroke didasarkan karena tingginya
angka morbiditas. Namun studi-studi tersebut belum cukup memberikan informasi
yang menyeluruh mengenai terapi yang efektif dan efesien termasuk kerasionalan
obat di Rumah Sakit Stroke Nasional, Bukittinggi. Sehingga, diharapkan hasil laporan
studi kasus ini dapat melengkapi studi laporan-laporan kasus yang telah dilakukan
sebelumnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
Stroke pada anak -anak dan orang dewasa muda sering ditemukan jauh lebih
sedikit daripada hasil di usia tua, tetapi sebagian stroke pada kelompok usia yang
lebih muda bias lebih buruk. Kondisi turun temurun predisposisi untuk stroke
termasuk penyakit sel sabit, sifat sel sabit, penyakit hemoglobin SC (sickle cell),
homosistinuria, hiperlipidemia dan trombositosis. Namun belum ada perawatan yang
memadai untuk hemoglobinopati, tetapi homosistinuria dapat diobati dengan diet dan
hiperlipidemia akan merespon untuk diet atau mengurangi lemak obat jika perlu.
Identifikasi dan pengobatan hiperlipidemia pada usia dini dapat memperlambat proses
aterosklerosis dan mengurangi risiko stroke atau infark miokard pada usia dewasa
(Gilroy, 1992).
4
1) Stroke Iskemik
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi akibat
obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum.
Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA): defisit neurologis membaik dalam waktu
kurang dari 30 menit,
b. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): defisit neurologis
membaik kurang dari 1 minggu,
c. Stroke In Evolution (SIE)/Progressing Stroke,
d. Completed Stroke
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab: lakunar,
thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan kriptogenik (Dewanto
dkk, 2009).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum: perdarahan
5
intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA) pada ruptura
aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena (MAV), trauma;
penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat tumor otak; infark
hemoragik; penyakit perdarahan sistemik termasuk terapi antikoagulan (Price,
2005).
2.4 Patofisiologi
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi (Gambar 1) : arteria karotis interna dan sistem
vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian
jaringan. Perlu diingat bahwa oklusi di suatu arteri tidak selalu menyebabkan infark
di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa
mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai ke daerah tersebut. Proses
patologik yang mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di
dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa (1)
keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan
trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; (2) berkurangnya perfusi
akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; (3)
gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung
atau pembuluh ekstrakranium; atau (4) rupture vaskular di dalam jaringan otak atau
ruang subaraknoid (Price et al, 2006).
6
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack (TIA) yang
serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah serangan-serangan defisit
neurologic yang mendadak dan singkat akibat iskemia otak fokal yang cenderung
membaik dengan kecepatan dan tingkat penyembuhan bervariasi tetapi biasanya
dalam 24 jam. TIA mendahului stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75%
pasien (Harsono, 2009).
7
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut:
1) Stroke Iskemik
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis
(terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam - macam manifestasi klinik dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus atau
perdarahan aterom
c. Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
8
d. Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia jaringan otak di
bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus juga bertindak sebagai iritan yang
menyebabkan terjadinya vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada.
Gejala kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat. Ketika arteri
tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP)
yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada perdarahan kolateral yang
adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral, terdapat ‘penumbra iskemik yang tetap
viable untuk suatu waktu, artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik
kembali. Iskemia SSP dapat disertai oleh pembengkakan karena dua alasan:
Edema sitotoksik yaitu akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang rusak;
Edema vasogenik yaitu akumulasi cairan ektraselular akibat perombakan sawar
darah-otak. Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat beberapa
hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan intrakranial dan kompresi
struktur-struktur di sekitarnya (Smith et al, 2001).
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke,
dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Sebagian dari lesi vaskular yang dapat menyebabkan perdarahan subarakhnoid (PSA)
adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV). Mekanisme lain pada
stroke hemoragik adalah pemakaian kokain atau amfetamin, karena zat-zat ini dapat
menyebabkan hipertensi berat dan perdarahan intraserebrum atau subarakhnoid.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering terjadi
akibat cedera vaskular yang dipicu oleh hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak
arteri kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di
bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal yang cepat dan
memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna. Penyebab pecahnya aneurisma
berhubungan dengan ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada
9
diameter dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah pecah, darah
merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke seluruh otak dan medula spinalis
bersama cairan serebrospinalis. Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh karena
tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi selaput otak (Price,
2005).
10
Kebutaan mendadak bilateral (pada pasien usia lanjut),
Diplopia, ataksia, vertigo, disfagia, setidaknya dua dari tiga gejala ini
terjadi secara bersamaan (Price, 2005).
3. Perdarahan Subarakhnoid
Akibat iritasi meningen oleh darah, maka pasien menunjukkan gejala nyeri
kepala mendadak (dalam hitungan detik) yang sangat berat disertai fotofobia, mual,
muntah, dan tanda-tanda meningismus(kaku kuduk dan tanda Kernig). Pada
perdarahan yang lebih berat, dapat terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan
gangguan kesadaran. Pada funduskopi dapat dilihat edema papil dan perdarahan
retina. Tanda neurologis fokal dapat terjadi sebagai akibat dari:
a. Efek lokalisasi palsu dari peningkatan tekanan intrakranial,
b. Perdarahan intraserebral yang terjadi bersamaan,
c. Spasme pembuluh darah, akibat efek iritasi darah, bersamaan dengan iskemia
(Price, 2005).
2.6 Diagnosis
Untuk mendapatkan diagnosis dan penentuan jenis patologi stroke, segera
ditegakkan dengan :
11
2) Pemeriksaan Penunjang
Untuk membedakan jenis stroke iskemik dengan stroke perdarahan dilakukan
pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala. Pada stroke hemoragik akan terlihat
adanya gambaran hiperdens, sedangkan pada stroke iskemik akan terlihat
adanya gambaran hipodens (Misbach, 1999).
2.7 Penatalaksanaan
12
ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke
akut agar dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di
bawah ini.
a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15%
(sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila
tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolic (TDD)
>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi
trombolitik (rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan
TDD <110 mmHg (AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya,
tekanan darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmHg
selama 24 jam setelah pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan
adalah labetalol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level
of evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan pemantauan tekanan
intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
d. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-
hati dengan menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau
intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP
110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010,
penurunan TDS hingga 140 mmHg masih diperbolehkan. (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B).
13
e. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman
(AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP
adalah 100mmHg.
14
l. Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga
lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-
25% pada jam pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.
15
16
2.7.2 Penatalaksanaan Perdarahan Intraserebral
17
akan timbul 6 jam kemudian. Kecepatan pemberian <1 mg/menit untuk
meminimalkan risiko anafilaksis. FFP 2-6 unit diberikan untuk
mengoreksi defisiensi factor pembekuan darah bila ditemukan sehingga
dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT. Terapi FFP ini untuk
mengganti pada kehilangan factor koagulasi.2,3,4.
18
b. Obat kejang dan antiepilepsi
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi (AHA/ASA, Class I,
Level of evidence C). Pemantauan EEG secara kontinu dapat diindikasikan
pada pasien perdarahan intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa
mempertimbangkan kerusakan otak yang terjadi. (AHA/ASA, Class IIa, Level
of evidence B). Pasien dengan perubahan status kesadaran yang didapatkan
gelombang epiloptogenik pada EEG sebaiknya diterapi dengan obat
antiepilepsi (AHA/ASA, Class IIa Level of evidence C). Pemberian
antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan.
2.8. Prognosis
19
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease, disability,
discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi
pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak
menjadi lebih buruk maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-
hati terhadap keadaan umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan
suhu tubuh.
Secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke (Asmedi &
Lamsudin, 1998). Asmedi & Lamsudin (1998) mengatakan prognosis fungsional
stroke pada infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam activity
daily living(ADL) hanya 19 % pada bulan pertama dan meningkat sedikit (20 %)
sampai tahun pertama. Bermawi, et al.,(2000) mengatakan bahwa sekitar 30-60 %
penderita stroke yang bertahan hidup menjadi tergantung dalam beberapa aspek
aktivitas hidup sehari - hari. Dari berbagai penelitian, perbaikan fungsi neurologik
dan fungsi aktivitas hidup sehari - hari pasca stroke menurut waktu cukup bervariasi.
Suatu penelitian mendapatkan perbaikan fungsi paling cepat pada minggu pertama
dan menurun pada minggu ketiga sampai 6 bulan pasca stroke.
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang
terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok ukur diantaranya
outcome fungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life, serta
mortalitas. Menurut Hornig et al., prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke
batang otak/serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi oleh usia, diabetes,
hipertensi, stroke sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyertai. Pasien
dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan TIA
memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke minor.
Tingkat mortalitas kumulatif pasien dalam penelitian ini sebesar 4,8 % dalam 1 tahun
dan meningkat menjadi 18,6 % dalam 5 tahun.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
20
Seorang pasien laki laki berumur 48 tahun dibawa oleh keluarga ke RSSN
Bukittinggi pada tanggal 26 Februari 2018 dengan keluhan utama pasien lemah
anggota gerak sebelah kanan sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala,
bicara pelo, dan berat menelan. Pasien memiliki riwayat penyakit Hipertensi.
Umur : 48 Tahun
Ruangan : Cempaka 2
Agama : Islam
Menikah/tidak : Menikah
3.3 ANAMNESIS
Lemah anggota gerak sebelah kanan sejak 5 hari sebelum masuk Rumah
Sakit.
Pasien masuk IGD dengan keluhan utama lemah anggota gerak sebelah kanan
sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, sakit kepala, bicara pelo, dan berat menelan.
21
1. Pemeriksaan Fisik Saat Masuk IGD
Nilai
No Jenis Pemeriksaan Nilai Normal Keterangan
26/2/2018 27/2/2018
1.
Gula Darah
4. - 6,6-8,7 g/dl -
Total Protein -
22
11. - 240-480 u/l -
LDH -
23
EO 0,62 x 103 /uL 0,045-0,44 x 103 /uL Tinggi
BASO 0,01 x 103 /uL 0-0,2 x 103 /uL Normal
IG 0,09 x 103 /uL 0-0,06 x 103 /uL Normal
3.4 DIAGNOSA
Diagnosia utama : Stroke Hemoragik (Hemiparesis + disartria)
3.5 TERAPI/TINDAKAN
1. O2 2-4 L/i
2. IVFD NaCl 0,9 % / 12 jam
3. Ranitidin inj 2 x 1 ampul (i.v)
4. Citicoline inj 2x250 mg (i.v)
5. Capcam I 3x1 (p.o)
6. Sukralfat syr 3x10 cc
7. Loading manitol 250 cc
Tapp of 4-4-3-2-1 x 150 cc
24
megharuskan
penggunaan terapi
sukralfat sirup
25
yang akan lakukan
menyebabkan monitoring
Gunakan
meningkatnya
dengan
efek
perhatian
amitriptilin
Amitriptilin khusus dan
dapat monitoring efek
berinteraksi samping yang
dengan timbul pada
parasetamol pasien
dapat
menigkatkan
efek
mengantuk,
pandangan
kabur, mulut
kering,
kontipasi,
kesulitan
buang air kecil,
keram perut,
kebingungan.
Candesartan
dapat
berinteraksi
degan
amitriptilin dan
parasetamol
yang dapat
menyebabkan
peningkatan
efek
ketergantungan
26
pada kondisi
tekanan darah
yang rendah
akibat
penggunaan
candesartan,
sehingga efek
yang muncul
adalah sakit
kepala,
kelelahan, atau
perubahan
frekuensi nadi.
ESO/ ADR/ Ada Ulsafat syrup : diare, Monitoring efek
ALERGI mulut kering, samping obat
kembung, sakit
kepala, insomnia,
mual, vertigo, muntah,
tidak nyaman pada
gastrointestinal,
hiperglikemia.
Atovarstsatin : sakit
kepala, diare, mual,
muntah, dyspepsia,
mialgia, miopati,
anoreksia, insomnia,
konstipasi, flatunence.
Amlodipine : udem,
sakit kepala, nyeri
perut, lemah, mual,
palpitasi.
Candesartan : pusing,
lemah, hiperurisemia,
27
hipertrigliseridemia,
peripheral edema,
nyeri perut, angina,
takikardi, palpitasi,
albuminuria,
dyspepsia, rhinitis,
faringitis.
Parasetamol :
leucopenia,
neutropenia,
trombositopenia,
hepatotoksik,
Amitriptilin
:takikardi,
trombositopenia,
hipertensi, diare,
leukopenia, sedasi.
Tramadol :
Konstipasi, mual, sakit
kepala, halusinasi,
dyspepsia, diare,
malaise.
28
KEPATUHAN Tidak ada Pasien patuh dalam Tidak ada
mengkonsumsi obat
yang diberikan
29
BAB IV
FOLLOW UP
lemah anggota
gerak kanan Gangguan perfusi
onset ± 5 hari GCS= E(4) M(6) V(5) jaringan cerebral Terapi yang diberikan:
kesadaran : CM(Compos Gangguan mobilitas
IV FD NaCl 0,9% /12 jam
sakit kepala (+) Mentis) fisik
bicara pelo (+) DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1
Nyeri skala 2
TD 120/80mmHg
nadi : 80x/menit
nafas : 20x/menit
suhu 37˚C
Peningkatan tekanan
intrakranial (-)
Pupil isokor +2/+2
anggota gerak
kanan masih Stroke Hemoregic ± 6
berat GCS= E(4) M(6) V(5) hari Terapi yang diberikan:
kesadaran : CM(Compos
IV FD NaCl 0,9% /12 jam
Sakit kepala Mentis)
DKO 4 5 Injeksi ranitidine 50mg/2ml 2x1
Hari kedua 27-Feb-18
4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg
30
4 5 Injeksi Citicoline 2x250mg
O2 2-4 L/menit
Amlodipine 1x10 mg (p.o)
Atorvastatin 1x20 mg (p.o)
Kelemahan
anggota gerak kesadaran : CM(Compos Stroke Hemoregic ± 9 Terapi yang diberikan :
kanan Mentis) hari
GCS= E(4) M(6) V(5) Capcam I 3x1 (p.o)
DKO 4 5 Lansoprazol 1x1 (p.o)
hari kelima 02-Mar-18
4 5 Candesartan 1x16 mg (p.o)
TD 120/90 mmHg Amlodipine 1x10 mg (p.o)
Suhu 36 ˚C Atorvastatin 1x20 mg (p.o)
Acc pulang
BAB V
PEMBAHASAN
Seorang pasien berinisial Z umur 48 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi dengan keluhan Anggota gerak kanan lemah sejak 5 hari
sebelum masuk rumah sakit (dirawat tgl 26 Februari 2018), bicara pelo, sakit kepala,
susah menelan, dan ada riwayat hipertensi, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik.
31
Pasien didiagnosa mengalami stroke hemoragik intracerebral dengan gangguan
perfusi jaringan cerebral disertai tingginya kadar kolesterol darah.
Pada kasus ini pasien menerima terapi IVFD NaCl 0,9%/12 jam, injeksi
ranitidin 2x1 ampul, injeksi citicoline 2 x 250 mg, Kapsul capcam I 3x1, dan sucralfat
syrup 3x10cc dan infus manitol loading 250 cc + lasix 1 ampul di IGD.
Penatalaksanaan umum stroke akut di ruang rawat adalah pemberian cairan untuk
32
menjaga keseimbangan cairan tubuh, pemberian nutrisi untuk menjaga
keseimbangan nutrisi tubuh, pencegahan dan penanganan komplikasi dan
penatalaksanaan medis lain (Perdossi, 2011). Pemberian cairan isotonis salin (IVFD
Nacl 0,9%) bertujuan untuk menjaga euvolemi. Elektrolit kalium, natrium, kalsium
dan magnesium harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi kekurangan sampai
tercapai nilai normal.
Pasien diberikan terapi manitol untuk meningkatkan tekanan osmosa dalam
pembuluh darah dengan pemberian kombinasi infus manitol + lasix yang dimana
efektif dalam penurunan Tekanan Intrakranial (TIK) yaitu infus manitol loading 250
cc + lasix 1 ampul. Kombinasi infus manitol dan lasix ini sudah tepat dan efektif
mempunyai efek sinergis dan memperpanjang efek osmotik serum manitol.Pasien
yang diberikan manitol harus dilakukan pemantauan osmolalitas (≤310
mmol).Manitol dapat menarik cairan atau darah dari otak akibat pecahnya pembuluh
darah, dimana kelebihan darah akan ditarik dari otak, mengalir ke aliran darah, masuk
ke glomerulus, disaring di ginjal dan keluar bersama urin. maka dari itu urin pasien
ini berwaran merah akibat dari penggunaan manitol yang memfiltrasi darah dari otak.
Dosis rekomendasi manitol dalam dipiro adalah 0,25-1 g/kg BB IV tiap 4 jam.
Penggunaan manitol dosis bolus lebih tinggi (kira-kira 1,4 g/kgBB) terbukti dapat
meningkatkan outcome terapi dibandingkan penggunaan konvesional. Dimana onset
terapi manitol 90 menit- 6 jam tergantung dosis dan kondisi klinis. ICP (Intracranial
Pressure) menurun setelah beberapa menit pemberian manitol. Untuk meningkatkan
manfaat dan menurunkan efek samping yang terjadi direkomendasikan penggunaan
manitol secara bolus bukan infus continous. Sedangkan untuk dosis Furosemid IV
yaitu 0,5-1 mg/kg BB. Furosemid bisa digunakan dengan manitol pada kasus yang
parah. (Dipiro,2008) .
Dilihat dari nilai Osmolaritas pasien ini yang menunjukan nilai 314mOsm/L.
Dimana angka osmolaritas pasien ini termasuk dalam rentang normal, sehingga
pasien layak mendapatkan terapi manitol. karena syarat seorang pasien bisa diterapi
dengan manitol itu adalah jika tekanan osmolaritasnya kecil dari 320 mOsm/L.
Pasien ini memiliki bobot badan lebih kurang 65 kg. Berdasarkan perhitungan
dosis manitol menggunakan berat badan pasien maka dosis manitol yang diterima
pasien ini sudah tepat. Berdasarkan PERDOSSI 2011 loading dose (dosis awal)
manitol yaitu 0,25- 1 g/kgBB, dan pasien ini mendapatkan manitol dengan dosis 250
33
ml, dimana rentang dosis manitol untuk pasien ini seharusnya 162,5 ml-325 ml, dan
dosis yang diterima pasien sudah tepat dan masuk dalam rentang dosis terapi.
Dengan begitu, disarankan kepada dokter dan tenaga kesehatan, terutama
yang berada di IGD (Instalasi Gawat Darurat) yang memberikan terapi pada
penanganan awal kepada pasien agar lebih memperhatikan berat badan pasien agar
dosis manitol yang diberikan sesuai dengan anjuran terapi yang terdapat dalam
literature resmi (dipiro).
Pengobatan pasien selama di ruang rawat inap adalah pasien mendapatkan
terapi berupa kapsul capcam I 3x1, sucralfat syrup 3x10cc, Amlodipin 10 1x1 malam,
Atorvastatin 20 1x1 malam, Candesartan 16 1x1 pagi, IVFD Nacl 0,9%/12 jam,
injeksi Rantidin 2x1, Injeksi sitikolin 250 mg 2x1.
Kapsul capcam yang berisi paracetamol, tramadol dan amitriptilin digunakan
untuk mengatasi sakit kepala pasien dikarenakan pasien mengeluh sakit kepala yang
berat. Pemberian obat Sucralfat sirup merupakan salah satu masalah DRP pada pasien
ini yaitu pemberian obat atau terapi tanpa indikasi, dikarenakan pasien tidak
mengeluh sakit perut dan tidak ada riwayat penyakit dispepsia pasien.
Amlodipin diberikan pada pasien pada tanggal 28 februari 2018, pemberian
obat ini yang merupakan golongan CCB dikarenakan tekanan darah pasien meningkat
menjadi 170 mmHg, pemberian obat ini sudah tepat diberikan pada pasien ini sebagai
vasodilator pembuluh darah agar tekanan darah menjadi normal, sedangkan waktu
penggunaan obat pasien ini tidak tepat dikarenakan pasien menggunakan obat ini
pada malam hari, yang seharusnya amlodipin ini digunakan pada pagi hari.
Sedangkan candesartan yang merupakan obat golongan ARB diberikan pada pasien
pada tanggal 2 Maret 2018 dikarenakan setelah penggunaan amlodipin pada tanggal
28 Februari 2018, TD pasien sudah mulai menurun namun pada tanggal 2 Maret 2018
TD nya meningkat lagi menjadi 170 mmHg, maka dari itu dokter meresepkan
kombinasi obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darahnya. Hanya saja waktu
penggunaan candesartan ini juga tidak tepat digunakan pagi, yang seharusnya
candesartan ini digunakan pada malam hari.
Penggunaan obat atorvastatin 20 mg pada tanggal 28 Februari 2018,
dikarenakan kolesterol total pasien yang tinggi yaitu 465 mg/dl, sedangkan nilai
normalnya kecil 220 mg/dl. dan nilai LDL pasien yang sangat tinggi yaitu 400 mg/dl
dengan nilai normalnya kecil dari 150 mg/dl. Dimana mekanism kerja obat
34
simvastatin adalah menurunkan kadar kolesterol total pasien, sedangkan obat
atorvastatin mekanisme kerja nya dengan menurunkan kadar LDL pasien secara cepat
dibandingkan simvastatin. Maka dari itu diberikan obat atorvastatin untuk
mengurangi nilai atau kadar LDL secara cepat dibandingkan simvastatin.
Pasien sudah menerima terapi oksigen di IGD sampai pada hari perawatan
kelima di bangsal neurologi. Pasien diberikan Injeksi sitikolin 250 mg 2x1pada saat
masuk di rawat inap (bangsal neurologi) untuk melindungi saraf yang terganggu dan
mencegah pelebaran kerusakan penumra pada otak serta untuk disfungsi serebral
sehubungan dengan akibat pasca trauma.
Untuk mencegah timbulnya pendarahan lambung dan stress ulcer pada stroke
perlu diberikan penghambat reseptor H2. Pada kasus ini pasien diberikan injeksi
ranitidine 50 mg/2 ml i.v 2x1 amp.Selain itu, pemberian injeksi ranitidin juga
ditujukan untuk mengobati asam lambung pasien yang meningkat akibat stress karena
penyakit yang dialami pasien.
BAB VIII
8.1. KESIMPULAN
35
diabetes mellitus, dsb. Penanganan penyakit pasien dilakukan berdasatkan
guideline penanganan stroke yang telah ditetapkan di rumah sakit dan telah
disesuaikan dengan standar pengobatan stroke nasional.
2. Kasus yang diangkatkan pada makalah ini yaitu stroke hemoragic tanpa
komplikasi dan ditemukan beberapa permasalahan dalam pemberian obat pada
pasien, yaitu:
a. Penggunaan obat sucralfat sirup tidak tepat pada pasien ini dikarenakan pasien
tidak mengeluh sakit perut dan tidak ada riwayat penyakit dispepsia
b. Ditemukan interaksi obat di dalam capsul capcam yaitu antara obat tramadol
dan amitriptilin yang dapat meningkatkan efe sedasi pasien , maka dari itu
perlu perhatian khusus untuk menghindari efek sedasi yang berlebihan, serta
interaksi antara amitriptilin dan parasetamol yang dapat meningkatkan efek
mengantuk dan pandangan kabur.
c. Ditemukan interaksi antara atorvastatin dan amitriptilin yang dapat
meningkatkan efek amitriptilin
d. Dan ditemukan interaksi antara candesartan dan amitriptilin pct yang
menyebabkan efek sakit kepala.
8.2. SARAN
Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk membuat jadwal visite bersama
oleh seluruh tenaga kesehatan yang menangani penyakit pasien, agar penanganan
penyakit dapat berjalan lebih efisien.
BAB VII
36
5. Kontrol tekanan darah , cairan dan elektrolit.
6. Perlu istirahat yang cukup dan hindari stress pada pasien.
7. Lakukan kontrol secara berkala sesuai waktu yang disepakati.
TEKANAN DARAH
37
38
Lampiran 2. LEMBAR PEMBERIAN OBAT
Capcam I 3x1/PO 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18 8 12 18
Candesartan 16 mg 1x1/PO 8
Amlodipine 10 mg 1x1/PO 18 18 18
Atovarstatin 1x1/PO 18 18 18
/ 12 jam
NaCl 0,9%
infus
40
Lampiran 3. Perhitungan
a. Perhitungan Osmolaritas
41