Anda di halaman 1dari 12

ISSN 2085 - 8167

KAJIAN PENDEKATAN EKOSISTEM


DALAM PENGELOLAAN PERIKANAN DI WILAYAH PENGELOLAAN
PERIKANAN (WPP) 571 SELAT MALAKA PROVINSI SUMATERA UTARA

M. Ridha S. Damanik1 , M. Riza Kurnia Lubis 2 , Anik Juli Dwi Astuti3


1,3 Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, Jl.

Willem Iskandar Psr. V Medan Estate 20221 Sumatera Utara, Indonesia


2 Dinas Kelautan dan Perikana Provinsi Sumatera Utara, Jl. Sei Batugingging No. 6

Medan, Sumatera Utara 25128


Email: mridhadamanik@unimed.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi perikanan di wilayah pengelolaan


perikanan (WPP) 571 Selat Malaka Provinsi Sumatera Utara serta memberikan gambaran
kondisi sumberdaya perikanan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 571 Selat Malaka
Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang
menggunakan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan. Pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan dilakukan dengan menggunakan content analysis, di mana kajian
difokuskan pada isi (content) keragaan pengelolaan perikanan di wilayah pengelolaan perikanan
(WPP) dengan mengacu kepada kriteria indikator. Indikator yang digunakan adalah indikator
habitat, indikator sumberdaya ikan, indikator teknis penangkapan ikan, indikator ekonomi,
indikator sosial, dan indikator kelembagaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan
multi-criteria analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis
keragaan wilayah pengelolaan perikanan yang sdilihat dari pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dari 6 indikator yang dinilai, terdapat 3 indikator yang termasuk dalam
kriteria baik yaitu indikator habitat, indikator sumberdaya ikan, dan indikator sosial, dengan
nilai komposit masing-masing 213, 214 dan 233. Selanjutnya terdapat 2 indikator yang
termasuk dalam kriteria sedang yaitu indikator teknis penangkapan ikan da n indikator
kelembagaan, dengan nilai komposit masing-masing 183 dan 167. Sedangkan untuk indikator
ekonomi termasuk dari kategori buruk dengan nilai komposit 125. Berdasarkan perhitungan
agregat komposit seluruh indikator maka nilai rata-rata komposit adalah 189 atau termasuk
dalam kategoti sedang.

Kata Kunci : Pendekatan Ekosistem, Pengelolaan Perikanan

Abstract

This study aims to identify potential fisheries in the fishery management area (WPP) 571
Malacca Strait North Sumatra province and provide an overview of the condition of fishery
resources in the fishery management area (WPP) 571 Malacca Strait North Sumatra Province.
This research is a qualitative descriptive study using an ecosystem approach to fisheries
management. The ecosystem approach to fisheries management is done by using content
analysis, in which the study is focused on the content (content) variability in the fisheries
management fisheries management area (WPP) with reference to the indicator criteria. The
indicator used is the habitat indicator, the indicator fish resources, fishing technical indicators,
economic indicators, social indicators, and institutional indicators. Data analysis was

Kajian Pendekatan ….. |165


ISSN 2085 - 8167

performed using a multi-criteria analysis (MCA) in which a set of established criteria as a basis
for variability analysis of the fishery management area sdilihat of the ecosystem approach in
fisheries management through the development of a composite index. The results of this study
showed that of the six indicators were assessed, there are three indicators that are included in
both criteria are indicators of habitat, an indicator of fish resources, and social indicators, with a
composite score of each 213, 214 and 233. Then there are two indicators that are included in
criterion was that the technical indicators and indicators of institutional fishing, with a
composite score of each 183 and 167. As for economic indicators including the poor category
with a composite score of 125. Based on the calculation of the entire aggregate composite
indicator of the average composite score is 189 or including the classes of being.

Keywords: Ecosystem Approach, Management of Fisheries

PENDAHULUAN Wilayah Pengelolaan Perikanan ini


Secara alamiah, pengelolaan sistem merupakan basis bagi tata kelola
perikanan tidak dapat dilepaskan dari perikanan (fisheries governance)
tiga dimensi yang tidak terpisahkan Indonesia yang diharapkan dapat
satu sama lain yaitu (1) dimensi menjadi kawasan implementesi
sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; pendekatan ekosistem dalam
(2) dimensi pemanfaatan sumberdaya pengelolaan perikanan. Perikanan
perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi dengan pendekatan ekosistem yang
masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan mengadopsi kebutuhan ketiga dimensi
perikanan itu sendiri (Charles, 2001). untuk keberlanjutan sumberdaya dan
Terkait dengan tiga dimensi tersebut, kesejahteraan masyarakat pesisir. Salah
pengelolaan perikanan saat ini masih Satu WPP yang terdapat di wilayah
belum mempertimbangkan pantai timur sumatera adalah WPP 571
keseimbangan ketiganya, di mana yang mencakup selat malaka dan Laut
kepentingan pemanfaatan untuk Andaman.
kesejahteraan sosial ekonomi Wilayah Pengelolaan Perikanan
masyarakat dirasakan lebih besar (WPP) Selat Malaka ini unik karena
dibanding dengan misalnya kesehatan secara yuridis, periaran ini berada
ekosistemnya. Dengan kata lain, dibawah dua negara, yaitu Indonesia
pendekatan yang dilakukan masih dan Malaysia sehingga dalam
parsial belum terintegrasi dalam sebuah pengelolaan perikanan ini menjadi
batasan ekosistem yang menjadi wadah tanggung jawab bersama (terutama
dari sumberdaya ikan sebagai target untuk stok ikan yang bersifat stradling
pengelolaan. Dalam konteks ini lah, and shared). Dangkalan (continental
pendekatan terintegrasi melalui shelf) di Selat Malaka umumnya
pendekatan ekosistem terhadap berproduktifitas tinggi, wilayah padat
pengelolaan perikanan (ecosystem nelayan, aktivitas eksploitasi
approach to fisheries) menjadi sangat sumberdaya ikan (SDI) dilakukan secara
penting. intensif baik oleh nelayan konvensional
Dalam konstelasi kebijakan maupun modern. Pada Wilayah
pengelolaan perikanan di Indonesia, Pengelolaan Perikanan (WPP) 571
wilayah perairan laut Indonesia dibagi wilayah Indonesia, yang berkembang
menjadi 11 (sebelas) Wilayah adalah perikanan demersal (termasuk
Pengelolaan Perikanan (WPP) yang udang) dan pelagis kecil hanya sebagian
terbentang dari wilayah Selat Malaka di kecil dan terdapat perikanan pelagis
sebelah barat Indonesia hingga Laut besar di bagian Barat Laut dekat
Arafura di sebelah timur Indonesia.

166| Vol 8 No. 2 - 2016


ISSN 2085 - 8167

Perairan Laut Andaman. Daerah perbaikan pengelolaan. Adapun tujuan


penangkapan dengan armada purse dalam penelitian ini adalah untuk
seine telah berkembang hingga ke lepas mengidentifikasi potensi yang ada di
pantai hingga menjangkau bagian utara wilayah pengelolaan perikanan (WPP)
Selat Malaka (Timur Aceh), perbatasan 571 Selat Malaka Provinsi Sumatera
Malaysia, hingga perairan Natuna. Utara dan memberikan gambaran
Daerah penagkapan dengan pukat ikan kondisi sumberdaya perikanan di
mencapai lebih dari 12 mil, dengan wilayah pengelolaan perikanan (WPP)
kedalaman 40-60 m. daerah 571 Selat Malaka Provinsi Sumatera
penangkapan pukat apung yang Utara.
berbasis di Tanjungbalai adalah
perairan di sekitar pulau-pulau METODE PENELITIAN
sekitarnya dengan kedalaman 30-50 m. Penelitian ini merupakan
Status pengusahaan ikan demersal dan penelitian deskriptif kualitatif dimana
udang sudah over fishing karena tak kajian yang ditinjau dari perspektif
terkendalinya pukat ikan dan modifkasi pendekatan ekosistem dalam
trawl, dan kapal yang diduga illegal. pengelolaan perikanan. Kajian
Ikan pelagis kecil sudah dalam tahap pendekatan ekosistem dalam
fully exploited, akibat banyaknya kapal pengelolaan perikanan dilakukan
purse seine dan kapal ilegal. Sedangkan dengan menggunakan pendekatan
tingkat pengusahaan ikan pelagis besar content analysis, di mana kajian
belum bisa ditetapkan karena sifat ikan difokuskan pada isi (content) keragaan
yang beruaya jauh. Dengan demikian pengelolaan perikanan di wilayah
dibutuhkan suatu kajian potensi pengelolaan perikanan (WPP) dan
wilayah pengelolaan perikanan (WPP) kemudian dioverlay dengan indikator
571 Selat Malaka Provinsi Sumatera yang telah dikembangkan sebelumnya.
Utara. Adapun indikator yang digunakan
Berdasarkan uraian latar belakang adalah indikator habitat, indikator
diatas, maka permasalahan penelitian sumberdaya ikan, indikator teknis
dibatasi dengan pokok permasalahan penangkapan ikan, indikator ekonomi,
antara lain: (1) Bagaimana pengelolaan indikator sosial, dan indikator
perikanan di wilayah pengelolaan kelembagaan Secara diagramatik,
perikanan (WPP) 571 Selat Malaka pendekatan studi dapat dilihat pada
Provinsi Sumatera Utara, dan (2) Gambar 1 berikut ini.
Bagaimana pengelolaan SDI dan upaya

Gambar 1. Kerangka Kajian Pendekatan Ekosistem Dalam Pengelolaan Perikanan

Kajian Pendekatan ….. |167


ISSN 2085 - 8167

Sementara itu, analisa data sintesis dan kesimpulan dari kajian ini.
dilakukan dengan menggunakan Lebih lanjut diperlukan kajian yang lebih
pendekatan multi-criteria analysis (MCA) komprehensif dengan melibatkan
di mana sebuah set kriteria dibangun sumber-sumber primer dan skala kajian
sebagai basis bagi analisis keragaan yang lebih detail pada skala administratif
wilayah pengelolaan perikanan dilihat di tingkat kabupaten untuk
dari pendekatan ekosistem dalam meningkatkan ketajaman data keragaan
pengelolaan perikanan melalui pengelolaan perikanan di wilayah
pengembangan indeks komposit. Dalam pengelolaan perikanan (WPP).
kajian pendekatan ekosistem dalam
pengelolaan perikanan ini dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan pendekatan content Satuan wilayah pengelolaan
analysis, dengan demikian memiliki perikanan diatur melalui Peraturan
keterbatasan yang terkait dengan Menteri Kelautan dan Perikanan No 1
pengumpulan data yang hanya tahun 2009 tentang Wilayah Pengelolaan
didasarkan pada sumber data sekunder Perikanan. Secara spasial, WPP di
dan dengan data yang bersumber pada Indonesia dibagi menjadi 11 wilayah
skala administratif di tingkat propinsi. yang terbentang dari perairan Selat
Dalam konteks ini maka diperlukan Malaka hingga Laut Arafura (Gambar 2).
kehati-hatian dalam membaca hasil

Gambar 2. Peta Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia

Wilayah Pengelolaan Perikanan terluar ZEE Indonesia – India; di sebelah


571 meliputi wilayah perairan Selat Malaka timur berbatasan dengan titik temu antara
dan Laut Andaman. Secara administrasi batas terluar ZEE Indonesia – India dengan
WPP 571 di sebelah utara berbatasan ZEE Indonesia – Thailand ditarik ke arah
dengan batas terluar ZEE Indonesia – Selatan menyusuri batas terluar ZEE
Thailand, ZEE Indonesia – Malaysia, ZEE Indonesia – Malaysia di Selat Malaka
Indonesia – India; di sebalah barat hingga batas laut laut Indonesia –
berbatasan dengan Kab. Pidie-Kab. Aceh Singapura; di sebelah selatan berbatasan
Besar; di sebelah selatan berbatasan dengan selanjutnya ditarik garis kearah
dengan Kab. Siak dan Kab. Palalawan, Barat menyusuri pantai Selatan Kab.
Prov. Riau; dan di sebelah timur Bengkalis hingga Perbatasan antara Kab.
berbatasan dengan Kab. Bengkalis – Kab. Palalawan dan Kab. Siak, Prov. Riau,
Kampar. Secara umum, WPP 571 di melewati titik Tenggara terluar P.
sebelah utara berbatasan dengan batas Rangsang dan P. Rupat; di sebelah barat

168| Vol 8 No. 2 - 2016


ISSN 2085 - 8167

berbatasan dengan perbatasan antara Kab. Nicobar besar hingga batas terluar ZEE
Palalawan dan Kab. Siak, Prov. Riau, Indonesia – india.
ditarik garis menyusuri pantai Timur Dari hasil analisis komposit untuk
pulau Sumatera hingga batas antara Kota indikator habitat (Tabel 2) menunjukkan
Banda Aceh dan Kab. Aceh Besar menuju kondisi habitat di dalam WPP 571 ini
mauduru di P. Weh, Kota Sabang, lalu tergolong sedang (skor 213) dengan areal
menyusuri pantai bagian Timur hingga tutupan terumbu karang yang rendah,
Ujung Bau di titik paling Utara pulau rentan terhadap pencemaran perairan,
tersebut yang diteruskan dengan menarik namun baik dalam produktifitas estuari
garis ke arah Selatan tanjung terluar P. dan mempunyai level sedimentasi yang
rendah.

Tabel 1. Analisis Komposit Habitat


No Indikator Habitat Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
1 Pencemaran Selat Malaka rentan thd 12,5 2 25
perairan pencemaran
2 Status lamun Luasan dan tutupan 12,5 2 25
lamun sedang di bagian
utara Sumatera
3 Status mangrove Luasan mangrove sedang 12,5 2 25
di bagian utara Sumatera,
dengan INP sedang
4 Status terumbu Tutupan coral rendah 12,5 1 12,5
karang <25%, dan
keanekaragaman karang
rendah
5 Status dan Banyak sungai besar 12,5 3 37,5
produktivitas dengan prosuktifitas
estuaria tinggi di bagian muaranya
Laju sedimentasi rendah 12,5 3 37,5
6 Habitat penting Terdapat beberapa habitat 12,5 2 25
(spawning ground, penting yang perlu
nursery ground, dilindungi
feeding ground)
7 Perubahan iklim Beberapa tempat terdapat 12,5 2 25
terhadap SDI dan coral bleaching, Aceh
nelayan misalnya
100 17 213
Sumber : Analisis Data (2013)

Hasil analisis komposit untuk indeks komposit 214. Tingkat


indikator sumberdaya ikan yang kematangan gonad yang tertangkap
diterapkan untuk WPP 571 dapat mendapat nilai yang paling rendah
dilihat bahwa kondisi sumberdaya ikan pada indikator ini, sedangkan skor yang
termasuk dalam kategori baik dengan tertinggi yaitu indikator spesies.

Kajian Pendekatan ….. |169


ISSN 2085 - 8167

Tabel 2. Analisis Komposit Sumberdaya Ikan


Indikator Nila
No Unit Data Bobot Skor Flag
Sumberdaya Ikan i
1 Sebaran ukuran Asumsi: d50%(tinggi 14,29 2 28,5
ikan badan dimana 50% tubuh 7
ikan tertahan dimata
jaring) harus proporsional
denganukuran mata
jaring.
2 Komposisi spesies Hasil tangkapan utama 14,29 3 42,8
dan Tropic level jumlahnya lebih 6
besar dari by catch
3 Tingkat TKG ikan yang tertangkap 14,29 1 14,2
Kematangan gonad rata-rata TKG II dan III. 9
4 Densitas/Biomassa Sebagian wilayah sudah 14,29 2 28,5
untuk ikan karang & terdegradasi. 7
invertebrata
5 Indikator spesies Hasil tangkapan 14,29 3 42,8
didominasi oleh ikan 6
kembung
6 Trend CPUE Di perairan Selat Malaka, 14,29 2 28,5
kondisi perikanannya 7
hampir
mengalami overexploited
7 Waktu tempuh ke 14,29 2 28,5
lokasi penangkapan 7
ikan
100 15 214
Sumber : Analisis Data (2013)
Berdasarkan penilaian indikator itu, adanya penggunaan bom dan
teknis penagkapan ikan (Tabel 3), potasium yang cukup tinggi juga
kondisi WPP 571 termasuk dalam menunjukkan teknis penangkapan ikan
kategori sedang dengan total nilai 183. yang buruk di WPP 571. Jika dilihat dari
Skor terendah dalam indikator ini perizinan sertifikat awak kapal,
adalah terjadinya overfishing yang umumnya awak kapal yang beropreasi
diyakini karena overcapacity oleh di sekitar WPP 571 sudah memiliki
pengusaha ikan, dimana stok ikan sertifikat.
pelagic pada tahap full exploited. Selain
Tabel 3. Analisis Komposit Teknis Penangkapan Ikan
Indikator Teknis
No Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
Penangkapan Ikan
1 Fishing Capacity Status pengusahaan ikan 16,67 1 16,67
demersal & udang
melampaui daya dukung
(overfishing) dan
pengusahaan ikan pelagic
kecil (full exploited)
(BRKP, 2007). Overfishing
terjadi diyakini karena

170| Vol 8 No. 2 - 2016


ISSN 2085 - 8167

Indikator Teknis
No Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
Penangkapan Ikan
Overcapacity.
2 Selektivitas alat Penggunaan pukat cincin 16,67 2 33,33
tangkap (purse seine) dg ukuran
mata jaring 1 inchi dominan
(2.875unit) dan menurunkan
stok ikan pelagic kecil pada
tahap full exploited. Pukat
ikan (fish net) (595),
trawl/dogol (1252), purse
sein (2875). Sedangkan rata-
rata penggunaan scra
nasional, pukat ikan (376),
dogol (813) dan purse seine
(677). Jd penggunaan alat
tngkap di atas rata2 (>75%)
3 Metode penangkapan Penggunaan bom, potasium 16,67 1 16,67
ikan yang bersifat cukup tinggi di Riau, Aceh
destruktif dan atau dan Sumut. Indikasinya,
ilegal kondisi Terumbu Karang di
pesisir Sumatera, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara, Sulawesi &
utara Papua, (< 25%) dlm
kondisi sangat buruk. Hanya
5.47% (sgt baik), 27,56%
(baik) (LIPI, 2008). Penyebab
kerusakan terbesar TK
disinyalir berasal dari
aktivitas pengeboman
4 Kesesuaian fungsi dan Terjadi peningkatan armada 16,67 2 33,33
ukuran kapal tangkap dari skala kecil ke
penangkapan ikan arah menangah dan besar,
dengan dokumen khususnya
legal pada ukuran 10-30 GT (2007-
2008) dg alat tangkap
dominan pukat cincin dan
trawl (BRKP, 2007)
5 Modifikasi alat Pemanfaatan pukat ikan 16,67 2 33,33
penangkapan ikan tinggi dan berkembangn
dan alat bantu modifikasi alat tangkap yg
penangkapan diklasifikasikan sbg trawl
(BRKP, 2007). Penggunaan
dogol (hasil modifikasi)
mencapai 1.252 unit. Jumlah
ini di bawah rata-rata
nasional (semua WPP) yaitu
5378
6 Sertifikasi awak kapal Jumlah kepemilikan 16,67 3 50,00

Kajian Pendekatan ….. |171


ISSN 2085 - 8167

Indikator Teknis
No Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
Penangkapan Ikan
sesuai dengan sertifikat cukup tinggi
peraturan
100 11 183
Sumber : Analisis Data (2013)
Dilihat dari indikator ekonomi rendahnya nilai tukar nelayan, dan
(Tabel 4), kondisi WPP 571 termasuk saving rate nelayan. Sehingga secara
dalam kategori buruk dengan nilai vaktual kondisi ekonomi nelayan yang
komposit 125. Hal ini ditunjukkan dari beroperasi di sekitar WPP 571 masih
rendahnya pendapat rumah tangga, tergolong rendah.
Tabel 4 . Analisis Komposit Ekonomi
No Indikator Ekonomi Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
1. Pendapatan rumah UMR rata-rata = IDR 25 1 25
tangga (RTP) 965,000/bulan; Income
ratarata
: IDR 400-650,000/bulan
(BRKP, 2009)
2. Nilai Tukar Nelayan NTN Rata-rata WPP-1 25 1 25
(NTN) berkisar
antara 80-99
3. Saving Rate Berdasarkan data BRKP 25 1 25
(2008), rata-rata rasio
tabungan terhadap
income sekitar 30-45%
4. Kepemilikan aset Diperkirakan peningkatan 25 2 50
asetnya antara 50-100 %
100 5 125
Sumber: Hasil Analisis Data (2013)
Untuk indikator sosial (Tabel 5), tradisi. Selanjutnya tingkat keterlibatan
dapat dilihat bahwa WPP 571 termasuk masyarakat dalam kegiatan sosial juga
dalam kategori baik. dengan total nilai cukup tinggi. Walaupun masih dijumpai
komposisi sebesar 233. Kategori baik ini konflik horizontal antara sesama
ditunjukkan dari adanya traditional nelayan di WPP 571, namun intensitas
ecological knowledge yang dipahami dan konflik tersebut tidak dalam jumlah
dilaksanakan oleh para nelayan sebagai yang tinggi.

Tabel 5. Analisis Komposit Sosial


No Indikator Sosial Unit Data Bobot Skor Nila Flag
i
1. Partisipasi Menurut survey BRKP
pemangku (2008), tingkat partisipasi 66,6
33,33 2
kepentingan masyarakat nelayan 7
adalah 50-100%
2. Konflik perikanan Banyak terjadi konflik
khususnya antara
66,6
nelayan andon dan 33,33 2
7
nelayan lokal, juga
antara nelayan jaring

172| Vol 8 No. 2 - 2016


ISSN 2085 - 8167

batu dan lampara di


Provinsi Riau
3. Pengetahuan lokal Ada TEK
dalam pengelolaan
sumberdaya ikan
(termasuk
33,33 3 100
didalamnya TEK =
traditional
ecological
knowledge)
100 7 233
Sumber: Hasil Analisis Data (2013)
Untuk aspek kelembagaan, WPP 571 bervariasi tergantung dari
terdapat 7 indikator yang dijadikan kinerja pengelolaan perikanan pada
basis untuk penilaian keragaan EAFM WPP.
yaitu (1) keberadaan otoritas tunggal Dalam upaya untuk meningkatkan
pengelolaan perikanan; (2) tingkat peran kelembagaan lokal, maka
sinergi kelembagaan dan kebijakan terdapat dua prioritas program yang
dalam pengelolaan perikanan; (3) upaya dilaksanakan yaitu membentuk
peningkatan kapasitas pemangku kelompok usaha bersama bagi istri
kepentingan; (4) mekanisme nelayan, dan kedua adalah memberikan
kelembagaan; (5) kelengkapan aturan pelatihan diversifikasi usaha
main pengelolaan perikanan; (6) pengolahan ikan. Dari kedua prioritas
rencana pengelolaan perikanan; dan (7) program tersebut, memberikan
kepatuhan terhadap aturan formal dan pelatihan diversifikasi usaha
informal dalam pengelolaan perikanan. pengolahan ikan yang paling sering
Seperti halnya aspek ekonomi dan dilakukan.
aspek sosial, aspek kelembagaan untuk

Tabel 6. Analisis Komposit Kelembagaan


Indikator
No Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
Kelembagaan
1. Keberadaan otoritas Berdasarkan data
tunggal pengelolaan sekunder,
perikanan dalam pengelolaan
perikanan
paling tidak ada unsur
dinas 11,11 2 22,22
teknis dan organisasi
nelayan
seperti HNSI, Kelompok
Nelayan dan lain
sebagainya
2. Tingkat sinergisitas Diperkirakan ada
kebijakan dan peningkatan
kelembagaan namun tidak signifikan 11,11 2 22,22
pengelolaan
perikanan
Masih belum ada sinergi 11,11 2 22,22

Kajian Pendekatan ….. |173


ISSN 2085 - 8167

Indikator
No Unit Data Bobot Skor Nilai Flag
Kelembagaan
kebijakan dalam
pengelolaan
perikanan
3. Peningkatan Sudah banyak
kapasitas peningkatan
Pemangku kapasitas namun belum 11,11 2 22,22
kepentingan berfungsi sebagaimana
mestinya
4. Mekanisme Belum ada mekanisme
11,11 1 11,11
Kelembagaan kelembagaan
5. Kelengkapan aturan Aturan main sudah ada
main namun
11,11 2 22,22
Dalam pengelolaan belum lengkap
perikanan
Sudah ada penegakan
aturan 11,11 2 22,22
main namun belum efektif
6. Rencana pengelolaan Adanya RPP
11,11 1 11,11
perikanan
7. Kepatuhan terhadap Masih banyak ditemukan
prinsip-prinsip pelanggaran misalnya
perikanan terkait
yang bertanggung dengan ukuran kapal
jawab dalam
11,11 1 11,11
pengelolaan
perikanan yang telah
ditetapkan baik
secara
formal
Jumlah 100 15 167
Sumber: Hasil Analisis Data (2013)

Dari hasil analisis komposit tematik masing-masing aspek kemudian


tematik yang telah dilakukan untuk digabung menjadi satu indeks dengan
setiap aspek pendekatan ekosistem asumsi tidak ada perbedaan bobot
dalam pengelolaan perikanan, tahapan masing-masing aspek. Dengan kata lain,
selanjutnya adalah mengestimasi dalam analisis agregat seluruh aspek
keragaan agregat wilayah pengelolaan dianggap penting. Hasil analisis
perikanan dengan menggunakan teknis komposit agregat selengkapnya dapat
komposit antar tematik. Hasil estimasi dilihat pada Tabel 9 berikut ini.

Tabel 9. Indeks Komposit Agregat Indikator EAFM Untuk WPP 571


No Indikator Nilai Komposit Flag Keterangan
1. Habitat 213 Baik
2. Sumberdaya Ikan 214 Baik
3. Teknis Penangkapan Ikan 183 Sedang
4. Ekonomi 125 Buruk

174| Vol 8 No. 2 - 2016


ISSN 2085 - 8167

5. Sosial 233 Baik


6. Kelembagaan 167 Sedang
Total Rata-Rata 189 Sedang
Sumber: Hasil Analisis Data (2013)

Dari tabel tersebut diatas, dapat 3. Secara spasial, dapat disimpulkan


dilihat bahwa di WPP 571 apabila bahwa keragaan EAFM di WPP 571
dilihat dari konteks pendekatan dapat digolongkan sebagai kategori
ekosistem dalam pengelolaan perikanan sedang dengan skor agregat 189. Hal
masih tergolong dalam kondisi sedang ini lebih banyak dipengaruhi oleh
(nilai indeks 150-200). Secara agregat, keragaan ekonomi yang relatif
terdapat 3 indikator yang masuk dalam rendah namun memiliki keragaan
kategori baik yaitu indikator habitat, sedang untuk tematik yang lain.
sumberdaya ikan dan sosial. selanjutnya Secara horisontal, dalam konteks
2 indikator masuk kategori sedang yaitu EAFM kekuatan utama WPP ini
indikator teknis penangkapan ikan dan terletak pada indikator tematik sosial
kelembagaan, sedangkan 1 indikator yang relatif lebih baik dibandingkan
masuk kedalam kategori buruk yaitu indikator tematik lain di WPP ini.
indikator ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN Adrianto, L. 2010. Konsep Pendekatan
Dari hasil analisis komposit Ekosistem Dalam Pengelolaan
tematik yang telah dilakukan untuk Perikanan. Kertas Kerja
setiap aspek pendekatan ekosistem disampaikan pada Workshop
dalam pengelolaan perikanan, tahapan Pendekatan Ekosistem Dalam
maka dapat disimpulkan beberapa hal Pengelolaan Perikanan. Bogor ,
penting sebagai berikut : 22-23 September 2010.
1. Indikator pengelolaan perikanan
dengan pendekatan ekosistem bisa Adrianto, L. et.al. (eds). 2010. Laporan
digunakan untuk melakukan Lokakarya Pendekatan
penilaian terhadap keragaan Ekosistem Dalam Pengelolaan
pengelolaan berbasis wilayah yang Perikanan. Direktorat
sudah ada. Sumberdaya Ikan, Ditjen
2. Berdasarkan analisis tematik habitat Perikanan Tangkap, KKP, WWF-
masuk kedalam kategori baik dengan Indonesia dan Pusat Kajian
nilai komposit 213; sedangkan untuk Sumberdaya Pesisir dan Lautan,
tematik sumberdaya ikan masuk IPB.
kedalam kategori baik dengan nilai
Adrianto, L. 2007. Monitoring dan
komposit 214. Sementara itu, untuk
Evaluasi Pengelolaan Perikanan
tematik teknis penangkapan ikan
Skala Kecil. Bappenas RI.
masuk kedalam kategori sedang
dengan nilai komposit 183. Untuk Anonim. 2010. Penelitian Kualitatif.
tematik ekonomi masuk kedalam Tersedia pada :
lategori buruk dengan nilai komposit http://id.wikipedia.org/wiki/
125. Untuk tematik sosial masuk Penelitian_kualitatif.
kedalam kategori baik dengan nilai
komposit 233. Untuk tematik Azwar, Saifuddin. 2004. Metode
kelembagaan masuk kedalam Penelitian. Pustaka Pelajar.
kategori sedang dengan nilai Yogyakarta.
komposit 167.

Kajian Pendekatan ….. |175


ISSN 2085 - 8167

Charles, A.T. 2001. Sustainable fishery Nurhakim, Subhat, dkk. 2007. Wilayah
system. Blackwell Scientific Pengelolaan Perikanan, Status
Publications. Oxford. UK Perikanan Menurut Wilayah
Pengelolaannya. Jakarta: Pusat
Cochrane, K. L. 2002. Fisheries Riset Perikanan Tangkap,
management. In A Fishery Departemen Kelautan dan
Manager’s Guidebook. Perikanan.
Management Measures and their
Application.1e20. Ed. by K. L. Undang-undang Republik Indonesia
Cochrane. FAO Fisheries Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Technical Paper, 424. 238 pp. Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 tahun 2004 tentang
Direktorat Sumberdaya Ikan, Direktorat Perikanan.
Jenderal Perikanan Tangkap,
Kementerian Kelautan dan United Nations. 2004. World Summit on
Perikanan. 2011. Peta Keragaan Sustainable Development
Perikanan Tangkap Di Wilayah (WSSD) Johannesburg 2002, Plan
Pengelolaan Perikanan Republik of Implementation, Chapter IV
Indonesia (WPP-RI). Jakarta: no 30 (d). Diakses pada halaman
Direktorat Sumberdaya Ikan, http://www.un.org/esa/sustde
Direktorat Jenderal Perikanan v/documents/WSSD_POI_PD/
Tangkap, Kementerian Kelautan English/POIChapter4.htm
dan Perikanan.
Ward, T., Tarte, D., Hegerl, E., dan
FAO. 2003. Ecosystem Approach to Short, K. 2002. Policy Proposals
Fisheries. FAO Technical Paper. and Operational Guidance for
Eosystem-Based Management of
Gracia, S.M. and Cochrane, K.L 2005. Marine Capture Fisheries. World
Ecosystem Approach to Fisheries Wide Fund for Nature Australia
: A Review of Implementation
Guidelines. ICES Journal of WWF-Indonesia dan Pusat Kajian
Marine Sciences (62). Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Institut Pertanian Bogor. 2011.
Keputusan Menteri Kelautan dan Kajian Awal Keragaan
Perikanan Republik Indonesia Pendekatan Ekosistem Dalam
Nomor Kep.45/Men/2011 Pengelolaan Perikanan
Tentang Estimasi Potensi (Ecosystem Approach to
Sumber Daya Ikan di Wilayah Fisheries Management) di
Pengelolaan Perikanan Negara Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia. Indonesia. WWF dan PKSPL IPB
Report. Jakarta

176| Vol 8 No. 2 - 2016

Anda mungkin juga menyukai