Kasus pelaporan dari obat parasetamol dan NSAID yang menyebabkan kejang pada pasien
yang terinfeksi HIV
Pendahuluan Paracetamol dan analgetik lainnya seperti NSAID adalah pengobatan yang biasa digunakan dan termasuk golongan obat bebas. Reaksi alergi pada paracetamol secara luas telah dilaporkan dan berbagai macam penelitian di berbagai belahan dunia. Beberapa reaksi yang dilaporkan seperti urtikaria, angiodema, nekrolisis epidermal toksi, rhinitis, konjungtivitis, nyeri perut dan bronkospasme. Beberapa reaksi ini dimediasi oleh Imunoglobulin igE. Di Nigeria paracetamol dan NSAID (naproxen) telah diteliti tidak menimbulkan reaksi yang merugikan. Rumusan Masalah 1. Adanya kasus dari paracetamol dan NSAID yang menimbulkan kejang pada pasien yang terinfeksi HIV Isi Case report (laporan kasus) Pasien bernama Ny. O berusia 42 tahun, didiagnosa pada tahun 2010 terinfeksi HIV tetapi pasien menolak untuk melakukan pengobatan dengan ARV (antiretroviral) sampai pada bulan Desember 2012. Ketika pasien dilaporkan ke rumah sakit pasien sedang dalam kondisi demam, batuk, dan mengalami penurunan berat badan. Pasien diberikan parasetamol oral 1000 mg sebagai antipiretik. Dua puluh menit kemudian pasien mengeluarkan keringat yang banyak dan diikuti dengan kejang yang berlangsung sekitar 6 menit. Pasien kemudian menjadi lemah dan tertidur. Tidak ada ruam, muntah, atau hilangnya control spingter. Pasien juga telah menggunakan obat parasetamol beberapa kali sebelum didiagnosa terinfeksi HIV tanpa mengamati efek samping yang terjadi dalam tubuhnya. Pasien tidak memiliki reaksi sebelumnya untuk pengobatan terutama ARTs (zidofudine dan nefirapine) dan kotrimoxazol. Pasien diperbolehkan pulang setelah beberapa hari tidak menunjukkan efek samping dan pasien tidak diberikan obat antikejang. Pada bulan maret 2013, pasien mengalami demam, batuk, disapnea, penurunan berat badan, dan kaki berkeringat. Secara klinis pasien benar-benar mengalami efusi pleura kanan. pasien mendapatkan resep IV ceftriaxone serta metronidazole dan paracetamol 600 mg diberikan malalui IM (dengan merek yang berbeda). Sekitar 2 jam sebelum pemberian antibiotik pasien mengalami demam tinggi dan sekitar 20 menit kemudian pasien mengalami gejala yang sama yaitu mengeluarkan keringat yang banyak dan kejang. Lalu diberikan diazepam sehingga membuat pasien menjadi tertidur. Ketika diputuskan untuk mengontrol demamnya dengan memberikan NSAID (diklofenak), pasien mengalami gejala yang mirip dengan reaksi parasetamol sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat kejang, iritasi meningeal, dan kebingungan. Dan tidak memiliki riwayat penyakit kuning. Fungsi ginjal dan hatinya normal. Kemudian menggunakan ART dan antibiotik tanpa menghiraukan reaksi efek sampingnya. Diskusi Reaksi parasetamol dan NSAID secara tunggal atau kombinasi jarang mengalami efek yang merugikan. Tetapi kita perlu khawatir terhadap potensi efek samping. Pada pasien ini, tidak diamati laporan reaksi seperti ruam, erupsi kulit atau bronkospasme. Pasien ini mengalami keringat pada malam hari diikuti dengan kejang-kejang. Hal ini tidak dapat dijelaskan karena pasien tidak mempunyai resiko kejang dan interaksi paracetamol dan pengobatan lain termasuk dengan obat ART. Pasien toleransi dengan pengobatan jenis lain. Hal ini juga patut dicatat bahwa reaksi pertama terjadi pada paracetamol oral sementara reaksi kedua terjadi pada penggunaan merek berbeda dari parasetamol yang digunakan secara parenteral. Dengan adanya reaksi yang telah dijelaskan sebelumnya maka diberikan NSAID (diklofenak) untuk mengontrol demam. Ternyata NSAID ini memiliki reaksi yang serupa dengan parasetamol. Pada banyak orang yang menunjukkan alergi pada parasetamol mungkin mentolerir NSAID ini. Hal itu tidak menjadi tidak biasa pada beberapa pasien yang mengalami alergi pada paracetamol dan NSAID. Reaksi segera pada paracetamol dan diklofenak pada pasien ini disebabkan dimediasi IgE. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki resiko tinggi dari kejadian efek merugikan pada obat ini. Kesimpulan Kasus ini adalah sebuah tantangan yang dibutuhkan pengiriman laporan kasus ini ke NAFDAC (National Agency for Foods and Drug Administration and Control) di Nigaria. Reaksi diamati untuk parasetamol dan NSAID yang jarang tapi pasien tidak mengalami kejadian seperti yang dilaporkan. Pengamatan reaksi itu disarankan dengan mekanisme yang lain selain dimediasi IgE yang berkaitan dengan kehadiran infeksi HIV. .