Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


HEMORRHAGE POST PARTUM DI IGD KANDUNGAN
RSUD. DR. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

Tanggal 20 - 25 November 2017

Oleh:
Nadia, S.Kep
NIM. 1730913320028

PROGRAM PROFESI NERS ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : Nadia, S.Kep

NIM : 1730913320028

JUDUL LP : Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hemorrhage Post


Partum di IGD Kandungan RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin

Banjarmasin, November 2017

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Emmelia Astika, F.D, S.Kep., Ns, M.Kep Hj. Fauziah, S.Kep., Ns


NIK 1990 2011 1 098 NIP. 19730323 199703 2 011
HAEMORAGIC POST PARTUM
A. Definisi
Hemorrhage post partum (perdarahan postpartum adalah perdarahan yang
melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan
memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat perdarahan yang
lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan tanda vital (seperti
kesadaran menurun, pucat, berkeringat dingin, sesak napas, serta tensi < 90
mmHg dan nadi > 100/menit), maka penanganan harus segera dilakukan
(Prawirohardjo, 2011).
Perdarahan postpartum adalah perdarahan kala IV yang lebih dari 500-600
mL dalam masa 24 jam setelah bayi dan plasenta lahir (Sofian, 2012).
Hemorrhage post partum ialah perdarahan dengan sejumlah 500 ml atau
lebih untuk persalinan per vaginam dan 1000 ml atau lebih untuk persalinan
sesar yang terjadi setelah persalinan (Prawirohardjo, 2008).

B. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, di bagi menjadi dua, sebagai berikut (Sofian,
2012):
1. Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah bayi lahir.
2. Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
setelah 24 jam, biasanya antara hari ke 5 samapi 15 postpartum.

C. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain
4T (Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin) (Fransisca, 2012):
1. Tone Dimished : Atonia teri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk
berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat -
serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia
uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat
timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus
dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang
sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab
utama perdarahan postpartum. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
terjadinya atonia uteri :
a) Manipulasi uterus yang berlebihan.
b) General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi yang
dalam.
c) Uterus yang teregang berlebihan.
d) Kehamilan kembar.
e) Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).
f) Polyhydramnion (akumulasi cairan ketuban yang berlebihan cairan
yang mengelilingi bayi di dalam rahim selama kehamilan)
g) Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
h) Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).
i) Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ).
j) Plasenta previa, Solutio plasenta.

2. Tissue
a) Retensio plasenta
b) Sisa plasenta
c) Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum
lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan,
tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan
indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
karena :
d) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )
e) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium - sampai dibawah peritoneum (
plasenta akreta - perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ).
Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20 - 25 % dari kasus
perdarahan postpartum. (Fransisca, 2012).

3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir akibat :
a) Ruptur uterus
b) Inversi uterus
c) Perlukaan jalan lahir
d) Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi
uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus
sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi
dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi
karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan
bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walaupun begitu
laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah
dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan
akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi
selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara
persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama
merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan
dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui
sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada
inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
a) Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari
ruang tersebut.
b) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat
crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali
pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita
dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat
menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina.
Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka
kematian tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan
yang terbaik untuk keselamatan penderita.

4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah


Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit
keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
a) Hipofibrinogenemia,
b) Trombocitopeni,
c) Idiopathic thrombocytopenic purpura,
d) HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count ),
e) Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f) Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan
trombosit sudah rusak.

D. Manifestasi Klinis
Tanda - tanda perdarahan post partum secara umum yaitu sebagai berikut
(Manuaba, 2007):
1. Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan
syok. Atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan - lahan tapi
terjadi terus menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan
ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
2. Pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil
3. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x / menit) dan napas cepat,
pucat (Hb <8%), extremitas dingin, sampai terjadi syok.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab (Nuratif & Kusuma, 2016):
a) Atonia Uteri
 Gejala yang selalu ada : Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum
primer).
 Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok (tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan
lain-lain)
b) Robekan jalan lahir
 Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
 Gejala yang kadang - kadang timbul : pucat, lemah, menggigil.
c) Retensio plasenta
 Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
 Gejala yang kadang - kadang timbul : tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
 Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan
segera
 Gejala yang kadang - kadang timbul : Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e) Inversio uterus
 Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat.
 Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan pucat.

E. Patofisiologi
Faktor resiko yang terdiri dari: Grande multipara, jarak persalinan kurang
dari 2 tahun, persalinan dengan tindakan: pertolongan dukung, tindakan paksa,
dengan narkosa, kelahiran sulit atau manual dari plasenta, penyakit yang diderita
(Penyakit jantung, DM dan kelainan pembekuan darah) dapat menyebabkan
terjadinya atonia uteri, trauma genital (perineum, vulva, vagina, servik, atau
uterus), retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Pada atonia
uterus ditandai dengan uterus tidak berkontraksi dan lembek menyebabkan
pembuluh darah pada bekas implantasi plasenta terbuka sehingga menyebabkan
perdarahan. Pada genetalia terjadi robekan atau luka episiotomi, ruptur
varikositis, laserasi dinding servik, inversi uterus menyebabkan perdarahan.
Pada retensio plasenta ditandai plasenta belum lahir setelah 30 menit. Sisa
plasenta ditandai dengan plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh
darah) tidak lengkap dan robekan jalan lahir terjadi perdarahan segera setelah
bayi lahir, jika ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi. Tetapi,
apabila perdarahan tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan komplikasi :
dehidrasi, hipovolemik, syok hipovolemik, anemia berat, infeksi dan syok
septik, sepsis purpuralis, ruptur uterus, kerusakan otak, trombo embolik, emboli
paru (Erawati, 2010).
F. Pathway

Etiologi

Atonia uteri Persalinan dgn tindakan episiotomi Retensio plasenta


(robekan diserviks, perineum)

Uterus dalam keadaan Plasenta tdk terlepas, masih ada


Terputusnya
relaksasi, melebar dan lembek sisa plasenta di dlm rahim
kontinuitas pembuluh
darah
darah

Pembuluh darah tak Mengganggu


mampu berkontraksi kontraksi uterus

Plasenta terbuka Pembuluh darah tdk


dapat menutup
HAEMORRHAGIC POST
PARTUM

Penurunan jumlah Kekurangan volume cairan Nyeri akibat terputusnya


cairan intravaskuler kontinuitas jaringan (prosedur
invansif)
Jumlah Hb dalam Berlangsung secara
darah menurun terus menerus Nyeri akut

Suplai O2 ke Penurunan jumlah cairan


jaringan menurun intravaskuler dalam jumlah
banyak

Hipoksia
Resiko syok hipovolemik Virus/ bakteri dpt masuk
dan mudah ke dlm tubuh
akral dingin, nadi cepat tapi
dan menyebabkan infeksi
lemah, anemia, mukosa pucat

Risiko infeksi
G. Komplikasi
Komplikasi Perdarahan postpartum yaitu sebagai berikut (Harry Oxorn,
2010):
1. Syok hemoragie
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan
menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini
menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat
menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan
cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus
renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90%
darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak
terselamatkan.
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan
perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah.
Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu
pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI
bayi.
3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan
postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang
dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisi
dapat mempengaruhi sistem endokrin.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan sebagai berikut (Morgan,
2009):
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan.
2. Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan
konsepsi intrauterine.
3. Kultur uterus dan vaginal
Menentukan efek samping apakah ada infeksi yang terjadi.
4. Urinalisis
Memastikan kerusakan kandung kemih.
5. Profil Koagulasi
Menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin, penurunan
fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa tromboplastin parsial.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan keperawanan yaitu sebagai berikut (Morgan,
2009):
1. Penatalaksanaan Medis
Terapi Medis yang dapat digunakan:
a) Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung
dengan analgesik bila terjadi kram.
b) Pitocin 10-20 unit dalam 1000 cc cairan IV
c) Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
d) Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum
e) Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5
menit sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit setelah
pemberian Prostin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
a) Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
b) Periksa konsistensi uterus
1) Bila terjadi atonia, pijat uterus
2) Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
3) Berikan oksitoksik dan/ atau ergot, seperti berikut:
 Pitocin 10-20 unit dalam 1000 cc cairan IV
 Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
 Prostin supositoria pervagina, uterus, atau rectum
 Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul per
IM setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Beri dosis pertama 10
menit setelah pemberian prostin.
4) Lanjutkan kompresi bimanual
5) Pantau TTV dan tanda syok
c) Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan
apakah ada laserasi.
1) Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua,
segera perbaiki
2) Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum
derajat tiga atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan bila
terjadi hemostasis
d) Bila terjadi tanda-tanda syok:
1) Berikan infuse RL dengan cepat
2) Baringkan pasien dengan kaki sedikit dinaikkan
3) Berikan oksigen melalui masker
4) Jaga pasien agar tetap hangat, beri selimut
5) Pantau tanda-tanda vital
e) Pada kasus yang ekstrem, pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal
berikut:
1) Injeksi oksitosin secara langsung ke uterus dengan trompet lowa
2) Lakukan kompresi aorta
3) Penatalaksanaan tindak lanjut
4) Lakukan uji hemotokrit:
 Saat 12 jam setelah pelahiran
 Saat 24 jam sesudah pelahiran
 Pertimbangkan pemberian suplemen zat besi (Morgan, 2009).
J. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Haemorrhagic Post Partum
1. Pengkajian
Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dan lain – lain.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering didapatkan dari klien dengan perdarahan post
partum adalah perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar,
gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia, perdarahan
saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus,
partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan
III.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
yang mempunyai riwayat yang sama
3. Pengkajian Fisik
a) Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg)
2) Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit)
3) Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit )
4) Suhu : Normal/ meningkatn
5) Kesadaran : Normal / turun (Barbara R.Stright, 2004)
b) Inspeksi
1) Inspeksi perineum apakah ada memar, bengkak, dan karakteristik
episiotomi
2) Kaji karakter lokia, yakni warna, bau dan jumlah
3) Pervaginam: keluar darah, robekan
4) Inspeksi kaki apakah ada edema atau goresan merah
5) Inspeksi payudara adakah area kemerahan
6) Inspeksi putting susu apakah ada pecah-pecah, memepuh dan perdarahan.
c) Palpasi
1) Palpasi apakah uterus lembek, lokasi dan nyeri tekan
2) Palpasi adakah nyeri tekan, hangat, benjolan, dan nyeri pada kaki
3) Palpasi payudara untuk memeriksa bengkak, benjolan dan nyeri tekan
4) Kulit apakah dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil
memanjang
5) Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.
d) Pola pengkajian keluarga
1) Aktivitas istirahat : Insomia mungkin teramat.
2) Sirkulasi : kehilangan darah selama proses post portum
3) Integritas ego : Peka rangsang, takut atau menangis sering terlihat kira-
kira 3hari setelah melahirkan “post portum blues”
4) Eliminasi : BAK tidak teratur sampai hari ke 2dan ke 5
5) Makan dan cairan : Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira-
kira sampai hari ke 5
6) Persepsi sensori: Tidak ada gerakan dan sensori
7) Nyeri dan ketidaknyamanan: Nyeri tekan payudara dan pembesaran
dapat terjadi diantara hari ke 3 sampai hari ke 5 post partum
8) Seksualitas:
 Uterus diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran menurun
satu jari setiap harinya
 Lochea rubra berlanjut sampai hari ke 2
 Payudara produksi kolostrum 24 jam pertama
9) Pengkajian Psikologis
 Apakah pasien dalam keadaan stabil
 Apakah pasien biasanya cemas sebelum persalinan dan masa
penyembuhan

K. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (pendarahan)
2. Nyeri Akut b.d agens cidera fisik (prosedur bedah)
3. Risiko infeksi dengan faktor risiko prosedur invasi
4. Risiko syok hipovolemik dengan faktor risiko hipoksia, hipoksemia
No. Diagnosa
NOC NIC Rasional
Keperawatan

1. Kekurangan Volume Fluid Balance Fluid Management 1. Mengetahui penyebab untuk


Cairan b.d kehilangan Hydration 1. Identifikasi kemungkinan menentukan intervensi
cairan aktif Nutritional Status : Food penyebab ketidakseimbangan penyelesaian
(pendarahan) and Fluid Intake elektrolit 2. Mengetahui keadaan umum
Setelah dilakukan tindakan 2. Pertahankan catatan intake dan pasien
Batasan karakteristik:
keperawatan selama 3 x 60 output yang akurat 3. Mengetahui perkembangan
1. Penurunan tekanan
menit kekurangan volume 3. Monitor status hidrasi rehidrasi
darah
cairan teratasi dengan kriteria (kelembaban membran mukosa, 4. Evaluasi intervensi
2. Peningkatan
hasil: nadi adekuat, tekanan darah 5. Mengetahui keadaan umum
frekuensi nadi
1. Mempertahankan urine ortostatik), jika diperlukan pasien
3. Kelemahan
output sesuai dengan usia 4. Monitor vital Ibn 6. Rehidrasi optimal.
dan BB, BJ urine normal, 5. Monitor masu kan makanan / 7. Mengetahui status nutrisi
HT normal cairan dan hitung intake kalori 8. Untuk menjaga keseimbangan
2. Tekanan darah, nadi, suhu harian cairan pada suhu ruangan
tubuh dalam batas normal 6. Kolaborasikan pemberian cairan 9. Pemberian cairan I.V sangat
3. Tidak ada tanda-tanda IV penting bagi klien yang
dehidrasi, membran 7. Monitor status nutrisi mengalami deficit volume
mukosa lembab, elastisitas 8. Berikan cairan IV pada suhu cairan untuk memenuhi
turgor kulit baik, tidak ada ruangan
rasa haus yang berlebihan 9. Persiapan untuk tranfusi kebutuhan cairan klien.
4. keseimbangan intake dan Hypovolemia Management
output selama 1. Monitor status cairan termasuk
persalinan/operasi intake dan output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan
hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Pemberian cairan IV monitor
adanya tanda dan gejala kelebihan
volume cairan

2. Nyeri Akut b.d agens Pain Level Pain Management 1. Untuk mengetahui tingkat
cidera fisik (prosedur Pain Control 1. Kaji secara komprehensip nyeri pasien
bedah) Setelah dilakukan tindakan terhadap nyeri termasuk lokasi, 2. Untuk mengetahui tingkat
keperawatan selama 3 x 60 karakteristik, durasi, frekuensi, ketidaknyamanan dirasakan
menit nyeri klien akan kualitas, intensitas nyeri dan oleh pasien
berkurang dengan kriteria faktor presipitasi 3. Untuk mengalihkan
hasil: 2. Observasi reaksi ketidaknyaman perhatian pasien dari rasa
1. Mampu mengenali nyeri secara nonverbal nyeri
(skala, intensitas, 3. Gunakan strategi komunikasi 4. Untuk mengurangi faktor
frekuensi, dan hal yang terapeutik untuk mengungkapkan yang dapat memperburuk
memperberat nyeri) pengalaman nyeri dan nyeri yang dirasakan klien
2. Mampu mengontrol nyeri penerimaan klien terhadap respon 5. untuk mengetahui apakah
(tahu penyebab nyeri, nyeri terjadi pengurangan rasa
mampu menggunakan 4. Tentukan faktor yang dapat nyeri atau nyeri yang
teknik nonfarmakologi memperburuk nyeri dirasakan klien bertambah.
untuk mengurangi nyeri) 5. Lakukan evaluasi dengan klien 6. Pemberian “health
3. Menyatakan rasa nyaman dan tim kesehatan lain tentang education” dapat
setelah nyeri berkurang ukuran pengontrolan nyeri yang mengurangi tingkat
telah dilakukan kecemasan dan membantu
6. Berikan informasi tentang nyeri klien dalam membentuk
termasuk penyebab nyeri, berapa mekanisme koping terhadap
lama nyeri akan hilang, antisipasi rasa nyer
terhadap ketidaknyamanan dari 7. Agar nyeri yang dirasakan
prosedur klien tidak bertambah.
7. Hilangkan faktor presipitasi yang 8. Agar klien mampu
dapat meningkatkan pengalaman menggunakan teknik
nyeri klien( ketakutan, kurang nonfarmakologi dalam
pengetahuan) memanagement nyeri yang
8. Ajarkan cara penggunaan terapi dirasakan.
non farmakologi (distraksi, guide 9. Pemberian analgetik dapat
imagery,relaksasi) mengurangi rasa nyeri
9. Kolaborasi pemberian analgesic pasien

3. Risiko Infeksi dengan Knowledge : Infection Infection Control 1. Mencegah terjadi infeksi
faktor risiko prosedur control 1. Cuci tangan setiap sebelum dan nosokomial.
invasif Risk control sesudah melakukan tindakan 2. Mencegah infeksi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan. 3. Nutrisi yang baik dapat
keperawatan selama 3 x 60 2. Instruksikan pada pengunjung meningkatkan imun
menit klien tidak mengalami untuk mencuci tangan sebelum 4. Untuk mencegah terjadi
infeksi dengan kriteria hasil : dan sesudah berkunjung pada infeksi.
1. Klien bebas dari tanda dan pasien. 5. Mengidentifikasi dini
gejala infeksi 3. Tingkatkan intake nutirsi. infeksi dan mencegah
2. Menunjukkan kemampuan 4. Berikan antibiotic bila perlu. infeksi berlanjut.
untuk mencegah timbulnya 5. Observasi tanda dan gejala 6. Nilai leukosit merupakan
infeksi infeksi. indicator adanya infeeksi.
3. Jumlah leukosit dalam batas 6. Monitor kerentangan terhadap 7. Membantu penyembuhan
normal infeksi luka dan mencegah
4. Menunjukkan perilaku 7. Berikan perawatan kulit pada area terjadinya infeksi.
hidup sehat epidema 8. Agar klien dan keluarga
8. Inspeksi kulit dan membran dapat secara mandiri
mukosa terhadap kemerahan, meenghindari infeksi tanpa
panas, drainase bantuan perawat.
9. Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
10. Berikan perawatan pada area
luka.
11. Ajarkan klien dan keluarga cara
menghindar infeksi
4. Risiko syok Syok Prevention Syok Prevention 1. Mengetahui keadaan umum
hipovolemik dengan Syok Management 1. Monitor status sirkulasi BP, pasien
faktor risiko hipoksia, Setelah dilakukan tindakan warna kulit, suhu kulit, denyut 2. Memantau kondisi klien selama
hipoksemia keperawatan selama 2 x 60 jantung, HR, dan ritme, nadi masa perawatan terutama saat
menit klien tidak mengalami perifer, dan kapiler refill. terjadi perdarahan sehingga
syok dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda inadekuat tanda pra syok, syok dapat
1. Nadi dalam batas yang oksigenasi jaringan ditangani.
diharapkan 3. Monitor suhu dan pernafasan 3. Tanda vital dalam batas normal
2. Irama jantung dalam batas 4. Monitor input dan output menandakan keadaan umum
yang diharapkan 5. Pantau nilai labor : HB, HT, AGD klien baik
3. Frekuensi nafas dalam dan elektrolit 4. Mengetahui keseimbangan
batas yang diharapkan 6. Monitor hemodinamik invasi yng cairan dan elektrolit
4. Irama pernapasan dalam sesuai 5. Untuk mengetahui kadar Hb,
batas yang diharapkan 7. Monitor tanda awal syok Hematokrit apakah perlu
5. PH darah serum dalam 8. Tempatkan pasien pada posisi transfusi atau tidak.
batas normal supine, kaki elevasi untuk 6. Keterlibatan keluarga untuk
peningkatan preload dengan tepat segera melaporkan jika terjadi
Hidrasi
9. Lihat dan pelihara kepatenan perdarahan terhadap pasien
Indicator :
jalan nafas sangat membantu tim perawatan
1. Mata cekung tidak
10. Berikan cairan IV dan atau oral untuk segera melakukan
ditemukan
yang tepat tindakan yang tepat
2. Demam tidak ditemukan
11. Berikan vasodilator yang tepat
3. Tekanan darah dalam
12. Ajarkan keluarga dan pasien
batas normal
tentang tanda dan gejala
4. Hematokrit dalam batas
datangnya syok
normal
13. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang langkah untuk mengatasi
gejala syok
Syok Management
1. Monitor fungsi neurotogis
2. Monitor fungsi renal (e.g BUN
dan Cr : Lavel)
3. Monitor tekanan nadi
4. Monitor status cairan, input,
output
5. Catat gas darah arteri dan oksigen
dijaringan
6. Memanfaatkan pemantauan jalur
arteri untuk meningkatkan akurasi
pembacaan tekanan darah, sesuai
7. Menggambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
8. Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP,
MAP, tekanan kapiler pulmonal /
arteri)
9. Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Erawati, Ambar Dwi. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Normal.
Jakarta: EGC.

Fransisca. 2012. Perdarahan Post Partum. Surabaya: Fakultas Kedokteran


Universitas Kusuma Surabaya.

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions and Classification 2015-2017. Oxford: Wiley
Blackwell.

Johnson, M., Moorhead, S., Buluchek, G., Butcher, H., Meridean M., Swanson,
Elizabeth. 2013. NOC and NIC Lingkages to NANDA-I and Clinical
Conditions. United States, Elsevier Mosby.
Manuaba, I.B.G, dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Morgan, Geri dkk. 2009. Obstetri & Ginekologi Panduan Praktik- Ed.2 . Jakarta:
EGC.
Nuratif, A. H. & Kusuma, H., 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Edisi Revisi
Jilid 1. Yogyakarta: Mediaction.

Oxorn, Harry dan William R.Forte. 2010. Ilmu Kebidanan:Patologi dan Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika.

Prawirohardjo, Sarwono, 2008. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu


Kebidanan Edisi Ke Empat. Jakarta: YBP-SP.

Prawirohardjo, Sarwono, 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.

Sofian, Amru. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri: Obstetri Operatif


Obstetri Sosial Edisi 3 Jilid 1 & 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai