Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

PRIMING PGPR DAN KNO3 PADA JAGUNG

Disusun Oleh :

Nama : Daffa’ Dzakwan Pambudi


NIM : 165040200111160
Kelompok : A1
Asisten : Bunga F Samba

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benih merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk
menentukan keberhasilan budidaya pertanian. Benih yang baik dapat
menghasilkan hasil yang baik bagi produksi pertanian yang dikembangkan, dan
sebaliknya jika benih memiliki kualitas yang rendah dapat menyebabkan
penurunan produksi bahkan kegagalan suatu budidaya tanaman. Usaha untuk
meningkatkan produktivitas tanaman, baik kualitas maupun kuantitas perlu
diperhatikan dari berbagai factor yang dapat mempengaruhinya.
Upaya peningkatan produktivitas tanaman memerlukan dukungan suplai
benih unggul secara genetik, fisik, dan fisiologis serta mempunyai daya adaptasi
yang tinggi pada lingkungan tumbuh yang beragam. Rendahnya produktivitas
tanaman terutama disebabkan oleh rendahnya mutu benih yang digunakan dan
daya adaptasi pada lingkungan yang rendah terutama pada kondisi lingkungan
suboptimal. Oleh karena itu perlu adanya perlakuan benih agar dapat
berkecambah walaupun dalam kondisi lingkungan suboptimum.
Pemberian perlakuan pada benih sebelum digunakan dapat membantu
memperbaiki dan meningkatkan kualitas benih, perlakuan ini disebut invigorasi.
Invigorasi benih ialah perlakuan yang diberikan terhadap benih sebelum
penanaman dengan tujuan memperbaiki perkecambahan dan pertumbuhan
kecambah. Beberapa perlakuan invigorasi benih juga digunakan untuk
menyeragamkan pertumbuhan kecambah dan meningkatkan laju pertumbuhan
kecambah. Invigorasi benih dapat dilakukan dengan cara perendaman benih dalam
air, priming dengan berbagai macam larutan, dan penggunaan matriconditioning.
Jagung merupakan salah satu komoditas pangan terpenting yang ada di
Indonesia bahkan dunia. Selain digunakan untuk konsumsi (tanaman pangan)
jagung juga digunakan sebagai pakan ternak, industri dll. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan akan jagung perlu adanya intensifikasi yang diharapkan
mampu meningkatkan produktivitasnya, salah satunya dengan cara invigorisasi
benih dengan cara priming. Benih yang mendapatkan perlakuan tertentu sebelum
digunakan sebagai bahan tanam diharapkan mampu memperbaiki perkecambahan,
pertumbuhan serta perkembangan tanaman sehingga dapat meningkatkan
produksi, baik kualitas maupun kuantitas komoditas tanaman yang dibudidayakan.
Oleh karena itu perlu adanya dilakukan praktikum priming pada benih jagung
untuk mengetahui perbandingan dalam kemampuan berkecambahnya.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui perbedaan kemampuan perkecambahan benih jagung pada benih
kontrol, priming menggunakan PGPR dan priming menggunakan KNO3
2. Mengetahui perbandingan kemampuan berkecambah benih jagung antara
priming dengan waktu 8 jam dan 16 jam
1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat dari praktikum ini antara lain dapat memberikan
informasi bagi para mahasiswa, produsen benih dan petani untuk peningkatan
produksi tanaman terutama pada tanaman jagung dapat dilakukan dengan
perlakuan priming. Priming mampu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
tanaman dalam berkecambah, tumbuh serta berkembang, sehingga dapat
meningkatakan produktivitas dari komoditas tanaman yang dibudidayakan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Priming
Priming dikenal sebagai salah satu perlakuan invigorasi, dapat dilakukan
pada saat sebelum tanam (presowing treatment) untuk memperbaiki kinerja
tanaman di lapangan, sebelum penyimpanan (prestorage treatment) untuk
meningkatkan daya simpan dan kinerja lapang serta ditengah periode simpan
(midstorage treatment) untuk memperbaiki vigor, viabilitas dan produktivitas
(Zanzibar dan Safrudin, 2007).
Priming merupakan teknik invigorasi benih yang merupakan suatu proses
yang mengontrol proses hidrasi-dehidrasi benih untuk berlangsungnya proses-
proses metabolik menjelang perkecambahan. Tekonologi ini sangat sederhana dan
mudah diterapkan di tingkat petani, terutama pada wilayah tadah hujan atau
lingkungan yang tidak mempunyai fasilitas irigasi yang memadai (Arief ramlah
dan Fauziah Koes, 2010).
2.2 Macam-macam Priming
2.2.1 Matriks Priming
Matriks priming (Matriconditioning) adalah perlakuan hidrasi terkontrol
yang dikendalikan oleh media padat lembab dengan potensial matriks rendah dan
potensial osmotik yang dapat diabaikan. Matriconditioning adalah istilah yang
sesuai untuk conditioning yang menggunakan media yang memiliki potensial
matriks. Media yang digunakan untuk matriconditioning harus memenuhi syarat
antara lain, memiliki potensial matriks yang tinggi dan potensial osmotik yang
dapat diabaikan, kelarutan dalam air rendah dan dapat utuh selama
matriconditioning, merupakan bahan kimia inert dan tidak beracun, kapasitas daya
pegang air yang cukup tinggi, kemampuan aerasi tinggi, mampu untuk tetap
kering dan bebas dari serbuk, memiliki permukaan yang cukup luas, kerapatan
ruang yang besar dan kerapatan isi yang rendah, serta mampu menempel pada
permukaan benih (Koes dan Ramlah, 2011).
2.2.2 Osmotik Priming
Osmotok priming (Osmoconditioning) merupakan salah satu metode untuk
invigorasi benih yang sudah mengalami kemunduran dengan mengaktifkan dan
mengefektifkan proses-proses pemulihan diri setelah pengeringan atau penurunan
kadar air benih. Osmoconditioning didasarkan pada hidrasi terkontrol pada benih
hingga berlangsungnya aktivitas metabolik pra perkecambahan. Prinsip dasar
osmoconditioning adalah mengontrol masuknya air ke dalam benih sehingga
memberikan kesempatan yang lebih lama kepada benih untuk pemulihan diri.
Selama osmoconditioning terjadi aktivasi enzim dan proses-proses metabolism
penting untuk perkecambahan sehingga benih siap untuk berkecambah, tetapi
pembelahan sel dan pembentukan struktur penting dari embrio belum muncul
(Lewar dkk, 2016).
2.3 Manfaat Priming
Priming pada benih dapat meningkatkan resistensi terhadap penyakit pada
beberapa tanaman, dan pada tanaman lainnya dapat mengatasi defisiensi beberapa
unsur hara mikro. Priming juga dapat menyebabkan terjadinya penguatan
(penyembuhan) membran plasma, memperkecil kehilangan elektrolit dan
meningkatkan perkecambahan serta kekuatan semai (Arief dan Fauziah, 2010).
Untuk tanaman yang diambil bagian vegetatifnya, priming dapat
meningkatkan aktivitas fotosintetik per unit luas daun, memudahkan peningkatan
produksi berat kering dan hasil pada beberapa tanaman. Meningkatnya laju
perkecambahan dan keseragaman pada benih yang dipriming akibat membaiknya
proses metabolisme selama proses imbibisi (Ekosari dkk, 2011).
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan (Fungsi)
3.1.1 Alat

No. Alat Fungsi


Tempat untuk membuat larutan PGPR
1. Gelas ukur
dan KNO3
2 Botol bekas Tempat merendam larutan
3. Plastik Sebagai wadah benih
4. Kertas buram Sebagai tempat tumbuh benih
5. Alat Tulis Untuk mencatat hasil
6. Kamera Untuk mendokumentasikan

3.1.2 Bahan
No. Alat Fungsi
1. Jagung Sebagai bahan pengamatan
2. KNO3 Sebagai zat pemacu tumbuh
3. PGPR Sebagai zat pemacu tumbuh
4. Air Untuk mencampur larutan
3.2 Cara Kerja
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Waktu Berkecambah

Lama Perendaman Primming PGPR (hst) Primming KNO3 (hst)


0 Sampai waktu pengamatan perkecmbahan yaitu
8 2,3,4, dan 5 hst benih jagung belum ada yang
16 berkecambah

4.1.2 Priming PGPR


Lama Perendaman Pengamatan Panjang Tanaman
(Jam) 2 hst 3 hst 4 hst 5 hst
0 0 0 0 0
8 0 0 0 0
16 0 0 0 0

4.1.3 Priming KNO3

Lama Perendaman Pengamatan Panjang Tanaman


(Jam) 2 hst 3 hst 4 hst 5 hst
0 0 0 0 0
8 0 0 0 0
16 0 0 0 0

4.2 Pembahasan
4.2.1 Perbandingan Perbedaan Konsentrari PGPR (0, 8, 16)

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa benih jagung tidak


mengalami perkecambahan pada setiap perlakuan lama perendaman pgpr. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar tempat perkecambahan.
Faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi adalah suhu lingkungan. Suhu
yang rendah dapat meningkatkan perkecambahan benih jagung. Hal tersebut
sesuai dengan pendapat Rahni (2012) yang menyatakan bahwa inokulasi PGPR
terhadap benih dapat meningkatkan bobot kering tanaman dan perkecambahan
benih jagung pada suhu rendah.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi tidak berkecambahnya benih adalah
media yang digunakan. Media perkecambahan yang baik adalah media yang dapat
menyediakan kebutuhan tanaman. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, media
yang digunakan adalah kertas buram sehingga tidak terjadi perkecambahan.
Alangkah lebih baiknya jika dalam perkecambahan jagung digunakan media alami
seperti tanah yang dicampur kompos. Menurut Munif dan Hipi (2011), media
tanam tanah dicampur kompos dapat memberikan tempat perkembangbiakan
tanaman yang lebih baik, dan diduga menyebabkan perkembangan bakteri endofit
lebih baik.
4.2.2 Perbandingan Perbedaan Konsentrari KNO3 (0, 8, 16)

Berdasarkan hasil pada perlakuan perendaman benih jagung menggunakan


KNO3 dengan perbedaan waktu perendaman tidak memperlihatkan adanya
perkecambahan pada setiap perlakuan. Hal tersebut dapat disebabkan karena
kurangnya Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi. Penggunaan
KNO3 dimaksudkan untuk menggantikan cahaya yang dapat mematahkan
dormansi biji.
Pada praktiknya tidak terjadi perkecambahan dari perlakuan
KNO3sehingga dapat diprediksi adanya kekurangan konsentrasi KNO3 dalam
perkecambahan benih. KNO3 seharusnya dapat mengaktifkan giberelin yang
dapat meningkatkan pertumbuhan benih. Seperti pendapat Supiniati (2015),
KNO3 diduga dapat mengaktifkan efektifitas giberelin, dimana giberelin dapat
mengaktifkan kerja enzim alfa amylase yang dapat meningkatkan perombakan
pati sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan bibit.

4.2.3 Perbandingan Priming KNO3 dan PGPR

Berdasarkan hasil dari kedua perlakuan menggunakan KNO3 dan PGPR


didapatkan hasil yang sama yaitu tidak menunjukan adanya perkecambahan.
Sehingga dari praktikum yang dihasilkan tidak dapat dibandingkan dari
pengunaan kedua bahan tersebut dalam hal kecepatan perkecambahan benih
jagung. Namun, dari kedua perlakuan tersebut memiliki faktor penghambat
perkecambahan masing-masing. Pada perlakuan PGPR suhu dan media dapat
menjadi penghambat, sedangkan perlakuan KNO3 konsentrasi perendaman yang
dimungkinkan masih belum dapat menggantikan cahaya sehingga dormansi belum
dapat dipecahkan. Namun tidak dipungkiri juga danya kesalahan dalam proses
perlakuan perkecambahan sehingga mengakibatkan benih tidak berkecambah.
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarakan hasil dan pembahasan, dapat diketahui bahwa pada semua
perlakuan tidak ditemukan adanya perkecambahan. Hal tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Pada perlakuan PGPR faktor suhu
lingkungan dan media yang digunakan merupakan faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi. Sedangkan pada perlakuan KNO3 konsentrasi perendaman yang
dimungkinkan masih belum dapat menggantikan cahaya sehingga dormansi belum
dapat dipecahkan. Namun tidak dipungkiri juga danya kesalahan dalam proses
perlakuan perkecambahan sehingga mengakibatkan benih tidak berkecambah.

5.2 Kritik dan Saran


Maaf dan Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Ramlah dan Fauziah Koes. 2010. Invigorasi Benih. Balai Penelitian
Tanaman Serealia: Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Ekosari., Nur Aeni A., dan Purwanti W. 2011. Priming Benih Sebagai Usaha
Peningkatan Performansi Bibit Kubis (Brassica Oleracea Var. Capitata).
Seminar Nasional Biologi FMIPA. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Koes, F. dan Ramlah A. 2011. Pengaruh Perlakuan Matriconditioning Terhadap
Viabilitas dan Vigor Benih Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia:
Seminar Nasional Serealia.
Lewar, Y., Yohanes H. D. M., dan Senny J. B. 2016. Kajian Potensial Osmotik
dan Durasi Osmoconditioning Terhadap Daya Hantar Listrik dan
Kandungan Kimia Benih Kacang Merah yang Telah Mengalami
Deteriorasi. Partner. Vol. 21(2): 293-303.
Munif, Abdul., Dan Hipi, Awaludin. 2011. Potensi Bakteri Endofit dan Rhizosfer
dalam Meningkatkan Pertumbuhan Jagung. Seminar Nasional Serealia.
Institut Pertanian Bogor.
Rahni, Nini. 2012. Efek Fitohormon PGPR terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jagung (Zea mays). Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. Vol 3
(2). 27-35.
Supiniati. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Dan Konsentrasi KNO3 Terhadap
Viabilitas Benih Lengkeng (Dimocarpus longan Lour). Skripsi.
Universitas Teuku Umar.
Zanzibar, M. dan Safrudin M. 2007. Pengaruh Perlakuan Hidrasi-Dehidrasi
Terhadap Berbagai Tingkat Kemunduran Perkecambahan Benih Damar
(Agathis Loranthifolia F. Salisb) dan Mahoni (Swietenia Macrophylla
King). Jurbal Penelitian Hutan Tanaman. Vol.4 (1): 001-067
Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai