Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CA CERVIX


DI RUANG RAJAWALI 4A RSUP. Dr. KARIADI

Persiapan praktek ruang : Rajawali 4A


Tanggal praktek : 13 – 18 November 2017
Nama mahasiswa : Dewi Sinta W. K
NIM : G3A017074
Nama pembimbing :
Saran pembimbing :
Tanda tangan pembimbing:

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN AJARAN 2017 / 2018
A. Pengertian
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang
disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005).
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa
columnar junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002).

B. Klasifikasi
Secara konsep CKD, untuk menentukan derajat (stage) menggunakan
terminology CCT (Clearance Creatinin Test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
Sedangkan CRF (Cronic Renal Failure) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien
datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan
istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat
d) 2% - 20% fungsi ginjal normal

c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia


1) Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) Ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) Air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal
C. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak nefron
ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan bilateral.

D. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan
yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak
bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya
gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan
ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, akan semakin berat.
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea
darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling
sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN
tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan dan Ureum
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan
kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus gjnjal untuk
menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium bikarbonat (HCO3) .
penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga terjadi
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling
timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka yang satu menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar serum
fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium
serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal
ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di
ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat dan
keseimbangan parathormon.

E. Manifestasi Klinis
1. Kelainan hemopoesis, dimanifestasikan dengan anemia
a. Retensi toksik uremia → hemolisis sel eritrosit, ulserasi mukosa sal.cerna,
gangguan pembekuan, masa hidup eritrosit memendek, bilirubuin serum
meningkat/normal, uji comb’s negative dan jumlah retikulosit normal.
b. Defisiensi hormone eritropoetin
Ginjal sumber ESF (Eritropoetic Stimulating Factor) → def. H eritropoetin
→ Depresi sumsum tulang → sumsum tulang tidak mampu bereaksi terhadap
proses hemolisis/perdarahan → anemia normokrom normositer.
2. Kelainan Saluran cerna
a. Mual, muntah, hicthcup
Dikompensasi oleh flora normal usus → ammonia (NH3) → iritasi/rangsang
mukosa lambung dan usus.
b. Stomatitis uremia
Mukosa kering, lesi ulserasi luas, karena sekresi cairan saliva banyak mengandung
urea dan kurang menjaga kebersihan mulut.
c. Pankreatitis
Berhubungan dengan gangguan ekskresi enzim amylase.
3. Kelainan mata
4. Kardiovaskuler :
a. Hipertensi
b. Pitting edema
c. Edema periorbital
d. Pembesaran vena leher
e. Friction Rub Pericardial
5. Kelainan kulit
a. Gatal
Terutama pada klien dgn dialisis rutin karena:
1) Toksik uremia yang kurang terdialisis
2) Peningkatan kadar kalium phosphor
3) Alergi bahan-bahan dalam proses HD
b. Kering bersisik
Karena ureum meningkat menimbulkan penimbunan kristal urea di bawah kulit.
c. Kulit mudah memar
d. Kulit kering dan bersisik
e. rambut tipis dan kasar
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
9. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi ginjal yang
serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif. Rangkaian perubahan
tersebut biasanya menimbulkan efek berikut pada pasien : bila GFR menurun 5-10%
dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien menderita apa yang
disebut Sindrom Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
a. Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya,
serta anemia akibat defisiensi sekresi ginjal.
b. Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan kelainan lainnya

Manifestasi Sindrom Uremik


Sistem Tubuh Manifestasi
Biokimia a. Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
b. Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
c. Hiperkalemia
d. Retensi atau pembuangan Natrium
e. Hipermagnesia
f. Hiperurisemia
Perkemihan& Kelamin a. Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
b. Nokturia, pembalikan irama diurnal
c. Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
d. Protein silinder
e. Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular a. Hipertensi
b. Retinopati dan enselopati hipertensif
c. Beban sirkulasi berlebihan
d. Edema
e. Gagal jantung kongestif
f. Perikarditis (friction rub)
g. Disritmia
Pernafasan a. Pernafasan Kusmaul, dispnea
b. Edema paru
c. Pneumonitis
Hematologik a. Anemia menyebabkan kelelahan
b. Hemolisis
c. Kecenderungan perdarahan
d. Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit a. Pucat, pigmentasi
b. Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi,
ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
c. Pruritus
d. “Kristal” uremik
e. Kulit kering
f. Memar
Saluran cerna a. Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
b. Nafas berbau amoniak
c. Rasa kecap logam, mulut kering
d. Stomatitis, parotitid
e. Gastritis, enteritis
f. Perdarahan saluran cerna
g. Diare
Metabolisme intermedier a. Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
b. Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
c. Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular a. Mudah lelah
b. Otot mengecil dan lemah
c. Susunan saraf pusat :
d. Penurunan ketajaman mental
e. Konsentrasi buruk
f. Apati
g. Letargi/gelisah, insomnia
h. Kekacauan mental
i. Koma
j. Otot berkedut, asteriksis, kejang
k. Neuropati perifer :
l. Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
m. Perubahan sensorik pada ekstremitas – parestesi
n. Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan a. Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka b. Hiperparatiroidisme sekunder
c. Osteodistropi ginjal
d. Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
e. Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi,
pembuluh darah, jantung, paru-paru
f. Konjungtivitis (uremik mata merah)

F. Komplikasi
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah selama
hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
b. Ureum kreatinin.
c. Asam urat serum.
2. Identifikasi etiologi gagal ginjal
a. Analisis urin rutin
b. Mikrobiologi urin
c. Kimia darah
d. Elektrolit
e. Imunodiagnosis
f. Identifikasi perjalanan penyakit
g. Progresifitas penurunan fungsi ginjal
h. Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)

GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal

Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau

0,93 - 1,32 mL/detik/m2

Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau

0,85 - 1,23 mL/detik/m2

Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+

Endokrin : PTH dan T3,T4

Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk ginjal, misalnya:


infark miokard.

3. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
b. Foto polos abdomen
c. USG
d. Nefrotogram
e. Pielografi retrograde
f. Pielografi antegrade
g. Mictuating Cysto Urography (MCU)
h. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal

H. Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal Desease
(CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
1) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
2) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan ekstraseluler dan
hipotensi.
3) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
4) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein.
5) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
6) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.
7) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa indikasi medis
yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
1) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
2) Kendalikan terapi ISK.
3) Diet protein yang proporsional.
4) Kendalikan hiperfosfatemia.
5) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
6) Terapi hIperfosfatemia.
7) Terapi keadaan asidosis metabolik.
8) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
1) Pembatasan konsumsi protein hewani.
2) Terapi keluhan gatal-gatal.
3) Terapi keluhan gastrointestinal.
4) Terapi keluhan neuromuskuler.
5) Terapi keluhan tulang dan sendi.
6) Terapi anemia.
7) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama dengan 7,35
atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom Normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi hormon
eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia ini diterapi dengan
pemberian Recombinant Human Erythropoetin ( r-HuEPO ) dengan pemberian
30-530 U per kg BB.
2) Anemia Hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan adalah
membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran cerna dan
kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti hemodialisis ). Klien yang
mengalami anemia, tranfusi darah merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif ,murah dan efektif, namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
1) HCT < atau sama dengan 20 %
2) Hb < atau sama dengan 7 mg5
3) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum anemia dan high
output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
1) Hemosiderosis
2) Supresi sumsum tulang
3) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
4) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
5) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk rencana
transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal, insiden
meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic papula dan
lichen symply

Beberapa pilihan terapi :

a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme


b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg, terapi ini bisa
diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
- Diphenhidramine 25-50 P.O
- Hidroxyzine 10 mg P.O
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa berhubungan denga
retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan
adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen hipertensi, tipe
vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program terapinya meliputi :
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal
(LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah :
i. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
ii. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi:
a) Hiperkalemia > 17 mg/lt
b) Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c) Kegagalan terapi konservatif
d) Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis
metabolik berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau
berat atau kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg
%
e) Kelebihan cairan
f) Mual dan muntah hebat
g) BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h) preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i) Sindrom kelebihan air
j) Intoksidasi obat jenis barbiturate
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten,
dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan
kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5
dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar,
2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15
mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan
LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila
terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik
berulang, dan nefropatik diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang
telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal
buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel
(hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur
yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang
mahal (Rahardjo, 2006).
2) Dialisis Peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal
Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik
CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-
pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang
cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal
terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan
pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan
di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
b. Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal
ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
I. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Airway
a. Lidah jatuh kebelakang
b. Benda asing/ darah pada rongga mulut
c. Adanya secret

Breathing
a. pasien sesak nafas dan cepat letih
b. Pernafasan Kusmaul
c. Dispnea
d. Nafas berbau amoniak
Circulation
a. TD meningkat
b. Nadi kuat
c. Disritmia
d. Adanya peningkatan JVP
e. Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
f. Capillary refill > 3 detik
g. Akral dingin
h. Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
Disability
a. Pemeriksaan neurologis
b. GCS menurun bahkan terjadi koma
c. Kelemahan dan keletihan
d. Konfusi
e. Disorientasi,
f. Kejang
g. Kelemahan pada tungkai

A (Allert) : Sadar penuh, respon bagus

V (Voice Respon) : Kesadaran menurun, berespon thd suara

P (Pain Respons) : Kesadaran menurun, tidak berespon terhadap suara, berespon


thd rangsangan nyeri

U (Unresponsive) : Kesadaran menurun, tidak berespon terahdap suara, tidak


bersespon thd nyeri

2. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan sekunder meliputi :

a. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

b. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe


c. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

1) Keluhan Utama

Badan lemah, cepat lelah, nampak sakit, pucat keabu-abuan, kadang-kadang


disertai udema ekstremitas, napas terengah-engah.

2) Riwayat kesehatan

Faktor resiko (mengalami infeksi saluran nafas atas, infeksi kulit, infeksi saluran
kemih, hepatitis, riwayat penggunaan obat nefrotik, riwayat keluarga dengan
penyakit polikistik, keganasan, nefritis herediter)

d. Pengkajian Pola Gordon

1) Aktivitas dan istirahat

Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, insomnia,

Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus otot, penurunan rentang gerak

2) Sirkulasi

Gejala : nyeri dada

Tanda : nadi kuat, pitting pada kaki, distrimia jantung, pucat

3) Integritas Ego

Gejala : faktor stess (faktor finansial)

Tanda : ansietas, takut, perubahan kepribadian

4) Eliminasi

Gejala : penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria

Tanda : perubahan warna urine

5) Makan/Cairan

Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), malnutrisi

Tanda : distensi abdomen, perubahan turgor, edema


6) Neurosensori

Gejala : sakit kepala, pengelihatan kabur, kesemutan

Tanda : kejang, ketidak mampuan berkonsentrasi,

7) Nyeri/Kenyamanan

Gejala : nyeri panggul, sakit kepala

Tanda : distraksi, gelisah

8) Pernafasan

Gejala : nafas pendek, batuk tanpa sputum

Tanda : takipnea, dispnea,

9) Keamanan

Gejala : kulit gatal

Tanda : pruritus, demam

10) Seksualitas

Gejala : penurunan libido, amenore, infertilisasi

11) Interaksi Sosial

Gejala : kesulitan menetukan kondisi (tidak mampu bekerja)

12) Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : riwayat DM, penyakit polikstik

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama rawat 6 hari, memerlukan


bantuan dalam obat, pengobatan, suplai, transportasi, pemeriharaan rumah

J. Pathways keperawatan
K. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d asites, pengembangan paru tidak maksimal
2. Kelebihan volume cairan b.d kerusakan fungsi ginjal
3. Nyeri (kram otot, iritasi okular, luka akibat pruritus) yang berhubungan dengan
kekurangan natrium, uremia.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen dan nutrisi
ke jaringan sekunder

L. Intervensi Keperawatan

N Dx NOC NIC
o Keperawatan

1 Pola nafas NOC : Fluid management


tidak efektif
b.d asites, 1. Respiratory status : Ventilation a. Pertahankan catatan intake dan output
pengembanga 2. Respiratory status : yang akurat
n paru tidak Airway patency b. Pasang urin kateter jika diperlukan
maksimal 3. Vital sign Status c. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
urin )
Kriteria Hasil : d. Monitor status hemodinamik termasuk
CVP, MAP, PAP, dan PCWP
a) Mendemonstrasikan batuk e. Monitor vital sign
efektif dan suara nafas yang f. Monitor indikasi retensi / kelebihan
bersih, tidak ada sianosis dan cairan (cracles, CVP , edema, distensi
dyspneu (mampu vena leher, asites)
mengeluarkan sputum, g. Kaji lokasi dan luas edema
mampu bernafas dengan h. Monitor masukan makanan / cairan dan
mudah, tidak ada pursed lips) hitung intake kalori harian
b) Menunjukkan jalan nafas i. Monitor status nutrisi
yang paten (klien tidak j. Berikan diuretik sesuai interuksi
merasa tercekik, irama nafas, k. Batasi masukan cairan pada keadaan
frekuensi pernafasan dalam hiponatrermi dilusi dengan serum Na <
rentang normal, tidak ada 130 mEq/l
suara nafas abnormal) l. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
c) Tanda Tanda vital dalam berlebih muncul memburuk
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
Fluid Monitoring

a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake


cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c. Monitor serum dan elektrolit urine
d. Monitor serum dan osmilalitas urine
e. Monitor BP, HR, dan RR
f. Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
g. Monitor parameter hemodinamik infasif
h. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
i. Monitor tanda dan gejala dari odema
2 Kelebihan NOC : Fluid management
volume
cairan 1. Electrolit and acid base balance a. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
b.d kerusakan 2. Fluid balance b. Pertahankan catatan intake dan output yang
fungsi ginjal akurat
c. Pasang urin kateter jika diperlukan
Kriteria Hasil: d. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan
retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas
a) Terbebas dari edema, efusi, urin )
anaskara e. Monitor status hemodinamik termasuk
b)Bunyi nafas bersih, tidak ada CVP, MAP, PAP, dan PCWP
dyspneu/ortopneu f. Monitor vital sign
c) Terbebas dari distensi vena jugularis,g. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan
reflek hepatojugular (+) (cracles, CVP , edema, distensi vena leher,
d)Memelihara tekanan vena sentral, asites)
tekanan kapiler paru, output h. Kaji lokasi dan luas edema
jantung dan vital sign dalam i. Monitor masukan makanan / cairan dan
batas normal hitung intake kalori harian
e) Terbebas dari kelelahan, j. Monitor status nutrisi
kecemasan atau kebingungan k. Berikan diuretik sesuai interuksi
f) Menjelaskanindikator kelebihan l. Batasi masukan cairan pada keadaan
cairan hiponatrermi dilusi dengan serum Na < 130
mEq/l
m. Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk

Fluid Monitoring

a. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake


cairan dan eliminaSi
b. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari
ketidak seimbangan cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan renal, gagal
jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
c. Monitor berat badan
d. Monitor serum dan elektrolit urine
e. Monitor serum dan osmilalitas urine
f. Monitor BP, HR, dan RR
g. Monitor tekanan darah orthostatik dan
perubahan irama jantung
h. Monitor parameter hemodinamik infasif
i. Catat secara akutar intake dan output
j. Monitor adanya distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan penambahan BB
k. Monitor tanda dan gejala dari odema
3 Nyeri (kram Pain Level, Pain Management
otot, iritasi
okular, luka 1. Pain control, a. Lakukan pengkajian nyeri secara
akibat 2. Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
pruritus) Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
yang faktor presipitasi
berhubungan a) Mampu mengontrol nyeri (tahu b. Observasi reaksi nonverbal dari
dengan penyebab nyeri, mampu ketidaknyamanan
kekurangan menggunakan tehnik c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
natrium, nonfarmakologi untuk untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
uremia. mengurangi nyeri, mencari d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
bantuan) nyeri
b) Melaporkan bahwa nyeri e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
berkurang dengan menggunakan f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
manajemen nyeri lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
c) Mampu mengenali nyeri (skala, masa lampau
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
d) Menyatakan rasa nyaman dan menemukan dukungan
setelah nyeri berkurang h. Kontrol lingkungan yang dapat
e) Tanda vital dalam rentang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
normal pencahayaan dan kebisingan
i. Kurangi faktor presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
o. Tingkatkan istirahat
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
q. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,


dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
c. Cek riwayat alergi
d. Kolaborasi pemberian analgesik yang
diperlukan atau kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih dari satu
e. Kolaborasi analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
f. Kolaborasi analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
g. Kolaborasi rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
i. Kolaborasi analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
4 Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Rasional : Memberikan informasi tentang
perfusi keperawatan perfusi jaringan derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan
jaringan adekuat. membantu menentukan kebutuhan tubuh.
berhubungan
dengan Kriteria hasil : Membran mukosa Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan
penurunan warna merah muda, kesadaran memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
suplai O2 dan pasien compos mentis, pasien tidak seluler, vasokonstrisi (ke organ vital)
nutrisi ke ada keluhan sakit kepala, tidak ada menurunkan sirkulasi perifer.
jaringan tanda sianosis ataupun hipoksia,
sekunder capillary refill kurang dari 3 detik, Rasional : Kenyamanan klien atau kebutuhan
nilai laboratorium dalam batas rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan
normal (Hb 12-15 gr %), untuk menghindari panas berlebihan pencetus
konjungtiva tidak anemis, tanda- vasodilatasi (penurunan perfusi organ).
tanda vital stabil: TD 120/80
mmHg, nadi 60-80 x/menit. Rasional : Memaksimalkan transport oksigen
ke jaringan.
a) Awasi tanda-tanda vital, kaji
pengisian kapiler, warna kulit Rasional : Mengetahui status transport
dan dasar kuku. O2.
b) Tinggikan kepala tempat tidur
sesuai toleransi.
c) Catat keluhan rasa dingin,
pertahankan suhu lingkungan
dan tubuh hangat sesuai
dengan indikasi.
d) Kolaborasi untuk pemberian
O2.
e) Kolaborasikan pemeriksaan
laboratorium (hemoglobin)
DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC

Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3. Jakarta :
EGC

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika

Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC

Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 2.
Jakarta : EGC

Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius

Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai