Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali dijumpai fenomena mengenai
konsep kekekalan energi. Konsep kekekalan energi menyatakan bahwa energi
tidak dapat diciptakan ataupun dimusnahkan, akan tetapi energi dapat diubah atau
berpindah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Salah satu contoh energi yang
dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari adalah panas (kalor).
Perpindahan panas merupakan suatu fenomena berpindahnya energi
berupa panas (kalor) dari suatu tempat ke tempat lain atau suatu media ke media
lainnya. Fenomena perpindahan panas dapat terjadi akibat adanya perbedaan
temperatur diantara kedua tempat atau media tersebut. Mekanisme perpindahan
panas yang akan dibahas dalam praktikum ini adalah konduksi. Konduksi
merupakan proses perpindahan panas dimana panas mengalir dari yang memiliki
temperature tinggi menuju tempat yang memiliki temperatur lebih rendah melalu
sebuah media penghantar panas tetap (stationary fluid ataupun solid).
Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai fenomena perpindahan
panas, khususnya secara konduksi. Sebagai contoh adalah pada saat memasak air
dalam panci. Pegangan panci akan terasa panas walaupun yang dipanasi oleh api
adalah bagian bawah panci. Juga terdapat beberapa contoh mekanisme
perpindahan panas secara konduksi dalam dunia industri, seperti pada boiler, dan
lain-lain. Oleh karena itu diperlukan pemahaman proses konduksi melalui
percobaan ini.

1.2 Rumusan masalah


Adapun rumusan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dasar proses terjadinya perpindahan panas secara
konduksi ?

1
2. Bagaimana cara membandingkan serta mengestimasi nilai konduktivitas
dan overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui
pengolahan data ?
3. Bagaimana pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperatur yang terjadi dan juga pengruh kenaikan temperatur spesimen
terhadap nilai konduktifitasnya ?

1.3 Tujuan percobaan


Praktikum perpindahan panas menganai konduksi ini mempunyai tujuan
percobaan sebagai berikut :
1. Meningkatkan pemahaman terhadap konsep dasar proses perpindahan
panas secara konduksi.
2. Mampu membandingkan serta mengestimasi nilai konduktivitas dan
overall heat transfer coefficient suatu jenis material melalui pengolahan
data.
3. Mengetahui pengaruh jarak perpindahan panas terhadap distribusi
temperature yang terjadi dan juga pengaruh kenaikan temperatur spesimen
terhadap nilai konduktifitasnya.

1.4 Batasan masalah


Adapun batasan masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Steady state
Steady state merupakan keadaan dimana properties spesimen tidak
berpengaruh terhadap waktu.
2. No heat generation
Spesimen yang akan uji diasumsikan tidak mempunyai energi
bangkitan karena spesimen dianggap sebagai logam murni sehingga tidak
terjadi reaksi kimia yang menyebabkan energi bangkitan.
3. Kontak resisten diabaikan

2
Tahanan kontak antara dua permukaan dianggap tidak ada (diabaikan)
karena bidang kontak antara spesimen dan logam penghantar dianggap
rata.
4. Perpindahan panas konstan
Panas yang ditimbulkan oleh arus listrik diasumsikan konstan dimana
arus dan tegangannya diatur konstan.
5. One dimensional conduction
Perpindahan panas konduksi diasumsikan hanya satu arah dikarenakan
di sekeliling benda uji yang terisolasi.
6. Radiasi diabaikan
Mekanisme perpindahan panas yang dapat diakibatkan oleh lampu
penerang secara radiasi dianggap tidak ada (diabaikan).

1.5 Sistematika laporan


Laporan percobaan ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sabagai
berikut, yaitu pada bagian awal terdapat abstrak yang berisikan garis besar
percobaan.
Bab 1 adalah Pendahuluan.Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,
tujuan percobaan, batasan masalah dan sistematika laporan percobaan.
Bab 2 berisi dasar teori, yaitu teori-teori yang mendukung pelaksanaan
percobaan.
Bab 3 yaitu Metodologi Percobaan. Pada bab ini berisikan peralatan yang
digunakan, instalasi percobaan, langkah percobaan dan flowchart percobaan.
Bab 4 Pembahasan. Berisikan data percobaan dan contoh perhitungan
yang didapatkan pada saat praktikum beserta tabel perhitungan dan grafik hasil
perhitungan serta analisa grafik.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran. Memuat kesimpulan dari seluruh praktikum
yang telah dilakukan dan saran agar praktikum pengukuran teknik menjadi lebih
baik.

3
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Konduksi


Pada dasarnya konduksi adalah perpindahan panas tanpa disertai
perpindahan bagian-bagian zat perantaranya, dimana energi panasnya dipindahkan
dari satu molekul ke molekul lain dari benda tersebut. Contohnya perpindahan
panas melalui sepotong besi, dari salah satu ujung ke ujung lainnya. Untuk lebih
jelasnya, mekanisme peristiwa konduksi dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 Aktivitas molekul pada perpindahan panas secara konduksi

Pada kondisi nilai T1 lebih besar dari T2 menyebabkan partikel-partikel


yang berbeda dekat dengan T1 akan bergerak secara acak (berputar dan bergetar)
dan saling bertumbukan dengan partikel yang lainnya sehinggaterjadi perpindahan
energi yaitu berupa panas dari T1 ke T2. Besarnya laju perpindahan panas dapat
dinyatakan dalam bentuk HeatFlux, q” dengan satuan W/m2, yaitu perpindahan
panas tiap satuan luas, yang arahnya tegak lurus dengan luasan dan besarnya
sebanding dengan gradien temperaturnya. Secara umum, besarnya nilai
perpindahan panas adalah :
𝑑𝑇
𝑞𝑛" = −𝑘 𝑑𝑛…………..………………….(2.1)

4
dalam arah x adalah :
𝑑𝑇
𝑞𝑥" = −𝑘 𝑑𝑥………………….…………..(2.2)
𝑊
k adalah properties yang disebut sebagai konduktifitas thermal dengan satuan .
𝑚.𝐾
Dengan asumsi steadystateconditions, distribusi temperatur pada konduksi adalah
linier sehinggadistribusi temperatur dapat dinyatakan :
𝑑𝑇 𝑇2− 𝑇1
=
𝑑𝑥 𝐿

𝑇2− 𝑇1
𝑞 " = −𝑘
𝐿
𝑇2− 𝑇1 ∆𝑇
𝑞" = 𝑘 =𝑘 ....................................... (2.3)
𝐿 𝐿

Heat rate konduksi pada planewall dengan luasan A adalah q = q”. A


(watt). Kemampuan suatu material untuk menyimpan energi panas adalah
volumetricheatcapacity. Kebanyakan solid dan liquid merupakan media
penyimpanan energi yang bagus yang mempunyai harga angka perbandingan heat
𝑀𝐽
capacity (𝜌. 𝑐𝑝 > 1 ) , sedangkan gas merupakan media penyimpanan energi
𝑚3 .𝐾
𝑀𝐽
panas yang kurang bagus (𝜌. 𝑐𝑝 ≈ 1 ). Rasio thermal conductivity terhadap
𝑚3 .𝐾

heat capacity disebut sebagai thermal diffusifity,


𝑘 𝑚2
𝛼= [ ]....................................... (2.4)
𝜌 𝑐𝑝 𝑠

5
2.2 Heat Diffusion Equation untuk Koodinat Kartesian

Gambar 2.2 Differential control volume, dx dy dz


𝜕𝑞𝑥
𝑞𝑥+𝑑𝑥 = 𝑞𝑥 + 𝑑𝑥
𝜕𝑥

𝜕𝑞𝑦
𝑞𝑦+𝑑𝑦 = 𝑞𝑦 + 𝑑𝑦....................................... (2.5)
𝜕𝑦

𝜕𝑞𝑧
𝑞𝑧+𝑑𝑧 = 𝑞𝑧 + 𝑑𝑧
𝜕𝑧

Bentuk umum konservasi energy adalah :


Ė𝑖𝑛 + Ė𝑔 − Ė𝑜𝑢𝑡 = Ė𝑠𝑡 …................................. (2.6)
dengan
Ė𝑔 = 𝑞̇ 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧......................................... (2.7)
𝑊
𝑞̇ = energi bangkitan per unit volume (𝑚3 )
𝜕𝑇
Ė𝑠𝑡 = 𝜌 . 𝑐𝑝 . 𝜕𝑡 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧................................. (2.8)

persamaan (2.5), (2.6) disubtitusi ke persamaan (2.4) :


𝜕𝑇
𝑞𝑥 + 𝑞𝑦 + 𝑞𝑧 + 𝑞 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 − 𝑞𝑥+𝑑𝑥 − 𝑞𝑦+𝑑𝑦 − 𝑞𝑧+𝑑𝑧 = 𝜌 . 𝑐𝑝 . 𝜕𝑡 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑..(2.9)

subtitusi persamaan (2.3)


𝜕𝑞𝑥 𝜕𝑞𝑦 𝜕𝑞𝑧 𝜕𝑇
− 𝑑𝑥 − 𝑑𝑦 − 𝑑𝑧 + 𝑞̇ 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 = 𝜌 . 𝑐𝑝 . 𝜕𝑡 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧......(2.10)
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧

karena laju perpindahan panas konduksi adalah


𝜕𝑇
𝑞𝑥 = −𝑘 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧
𝜕𝑥
6
𝜕𝑇
𝑞𝑦 = −𝑘 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧 𝜕𝑦.......................................(2.11)

𝜕𝑇
𝑞𝑧 = −𝑘 . 𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧
𝜕𝑧

Maka subtitusi (2.9) ke (2.8)

𝜕 𝜕𝑇 𝜕 𝜕𝑇 𝜕 𝜕𝑇 𝜕𝑇
(𝑘 𝜕𝑥 ) + 𝜕𝑦 (𝑘 𝜕𝑦) + 𝜕𝑧 (𝑘 𝜕𝑧 ) + 𝑞̇ = 𝜌 . 𝑐𝑝 ……………(2.12)
𝜕𝑥 𝜕𝑡

2.3 Tahanan Thermal pada PlaneWall

Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi satu dimensi

𝑇1−𝑇2 𝐿
𝑅𝑡,𝑐𝑜𝑛𝑑 = = .........................................(2.13)
𝑞𝑥 𝑘𝐴

7
2.4 Overall Heat Transfer Coefficient

Gambar 2.4 Perpindahan panas pada dinding komposit

Berikut adalah rumusan overall heat transfer coefficient pada tiga dinding
berlapis A, B, dan C disertai konveksi pada udara bebas :
1 1
𝑈= = 1 ..................(2.14)
𝑅𝑡𝑜𝑡.𝐴 [( 𝐿𝐴
ℎ1 )+( 𝐿𝐵
𝑘𝐴 )+( 𝐿𝐶
𝑘𝐵) +( 1
𝑘𝐶) +(
ℎ4 )]

𝑞𝑥 = 𝑈𝐴∆𝑇..............................................(2.15)

2.5 Konduktivitas Thermal Kalor Zat Padat


Mekanisme penghantaran energi kalor pada zat padat adalah sebagai
berikut :
1. Melalui angkutan elektron bebas
Dimana elektron bebas yang bergerak di dalam struktur kisi-kisi
bahan dapat membawa energi kalor dari yang bertemperatur tinggi menuju
daerah bertemperatur rendah.

8
2. Melalui getaran kisi (phonon)
Dimana energi berpindah sebagai energi getaran dalam struktur kisi bahan.
Diantara material berbahan logam dan non logam, terdapat perbedaan besarnya
konduktivitas, hal ini dikarenakan pada logam yang mengalami beda potensial,
electron-elektron pada logam dapat bergerak bebas, tidak sama halnya dengan
bahan non logam. Sehingga konduktivitas kalor dan listrik pada bahan logam
dapat terbilang tinggi. Sedangkan logam murni mempunyai nilai konduktivitas
kalor paling besar daripada bahan logam paduan ataupun non logam. Pada
temperature kamar, struktur kisi dari logam murni sangat teratur. Akan tetapi
dengan naiknya temperature akan mengakibatkan ketidakteraturan dalam struktur
lattice dan dengan kenaikan yang lebih besar dapat menghancurkan struktur kisi
yang akhirnya menyebabkan terjadinya penyebaran electron yang bergerak
melalui kisi sehingga mengurangi nilai konduktivitas kalor.
Sedangkan harga konduktivitas kalor pada logam paduan tergantung pada
komposisi bahan, perlakuan panas, dan temperatur. Pada logam paduan,
penambahan unsure paduan akan merusak struktur lattice pada logam murni dan
mengakibatkan penyimpangan electron yang merambat. Perlakuan panas pada
logam paduan akan menyebabkan perubahan struktur mikro berupa butir. Pada
batas butir terdapat daerah transisi yan tidak searah dengan pola sehingga kalor
yang merambat melewati batas butir akan terhambat. Semakin banyaknya batas
butir maka tahanan thermal semakin tinggi. Dan faktor terakhir yaitu pengaruh
temperature. Pengaruh temperature terhadap konduktivitas kalor paduan
menghasilkan konduktivitas kalor yang berbeda-beda, tergantung pada paduan
logamnya.
Pada bahan non logam, perpindahan kalor hamper seluruhnya dilakukan
oleh getaran ksi, sedangkan pengaruh dari electron dapat diabaikn. Bahan non
logam memiliki konduktivitas rendah. Pada bahan isolator, umumnya material
mengandung gas atau cairan dalam pori-porinya. Dimana gas adalah penghantar
kalor yang buruk dibandingkan cairan.

9
Berikut merupakan jangkauan besarnya konduktivitas thermal pada
beberapa material berbeda pada tekanan dan temperature normal.

Gambar 2.5 Rentang konduktivitas thermal dari berbagai bentuk pada suhu dan
tekanan normal
Dan berikut adalah grafik hubungan antara temperature, konduktvitas
thermal, dan beberapa material solid.

Gambar 2.6 Pengaruh temperatur pada konduktifitas termal pada benda padat

10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Peralatan Percobaan


Adapun peralatan yang diperlukan dalam melaksanakan praktikum ini
sebagai berikut:
1. Amperemeter
2. Thermocouple selector
3. Thermocouple (1, 2, 3, 4, 5, dan 6)
4. Voltmeter
5. Set point adjuster
6. Pompa
7. Thermocontrol referensi
8. Elemen panas
9. Logam perantara (1 dan 2)
10. Penampung air
11. Isolator
12. Thermocontrol
13. Spesimen

3.2 Instalasi Peralatan


Praktikum dilakukan menggunakan logam tembaga dalam bentuk silinder
sebagai logam penghantar dengan pemberian panas melalui elemen heater,
spesimen yang digunakan adalah besi, alumunium, dan stainless steel. Deskripsi
jelasnya dapat digambarkan pada skema instalasi sebagai berikut:

11
Gambar 3.1 Instalasi peralatan percobaan konduksi
Keterangan :
1. Amperemeter
1. Thermocouple 6 (TC 6)
2. Thermo couple selector
2. Pompa
3. Set point adjuster
3. Thermo control referensi
4. Voltmeter
4. Elemen pemanas
5. Thermocontrol
5. Logam perantara 1
6. Thermocouple 1 (TC 1)
6. Spesimen
7. Thermocouple 2 (TC 2)
7. Isolator
8. Thermocouple 3 (TC 3)
8. Logam perantara 2
9. Thermocouple 4 (TC 4)
9. Penampung air
10. Thermocouple 5 (TC 5)

3.3 Langkah - langkah Praktikum


Dalam praktikum ini terdapat prosedur untuk memperoleh hasil yang
akurat, berikut ini merupakan langkah-langkah dalam melakukan praktikum:
1. Tahap Persiapan
a. Sarung tangan selalu digunakan sebagai perlengkapan dan tindakan
keselamatan diri.
b. Sistem peralatan uji konduksi dipastikan telah terinstalasi dengan baik dan
benar sesuai dengan skema instalasi peralatan konduksi.

12
c. Tegangan voltage regulator dipastikan pada nilai 0 volt dan set point
thermocontrol pada nilai 0°C.
d. Thermocouple dipastikan terpasang baik dengan mengecek nilai yang
ditujukan pada display digital thermocouple. Apabila nilai temperature
yang relevan tidak ditampilkan pada digital thermocouple, pemasangan
thermocouple dicek kembali pada spesimen atau kabel penghantar antara
thermocouple selector dan thermometer digital diatur.
e. Thermocouple dipasang pada spesimen pada sistem peralatan uji konduksi,
ditutup, dan isolator dirapatkan. Kemudian pemasangan heater
dikencangkan dengan logam penghantar pada bagian atas sistem peralatan
uji konduksi.
f. Thermocouple referensi dipasang pada heater.
g. Pembacaan temperature pada digital thermocouple dicek kembali. Apabila
nilai temperature yang relevan tidak ditampilkan pada digital
thermocouple, diulangi mulai langkah pertama.

2. Tahap Pengambilan Data


a. Tegangan voltage regulator diatur pada nilai 220 volt.
b. Pompa dipastikan mensirkulasikan air pendinginan dengan baik.
c. Thermocontrol dinyalakan dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi ON.
d. Set point thermocontrol diatur pada nilai 100°C.
e. Data siap diambil dengan waktu tunggu minimum 10 menit setelah
prosedur 4. Data yang diambil terdapat pada lembar data praktikum
konduksi. Pengambilan data arus dapat dilihat pada amperemeter, data
tegangan dapat dilihat pada voltmeter, dan data temperature tiap titik dapat
dilihat pada digital thermometer dengan set point thermoselector diatur.
f. Data tiap spesimen diambil dengan kenaikan set point thermocontrol
sebesar 25°C hingga set point thermocontrol mencapai nilai 175°C. Waktu
tunggu pengambilan data minimum 5 menit untuk tiap kenaikan nilai set
point thermocontrol.

13
g. Setelah data selesai diambil, set point thermocontrol diatur pada nilai 0°C
dan thermocontrol dimatikan dengan menekan saklar tegangan
thermocontrol pada posisi OFF.
h. Prosedur persiapan dilakukan hingga pengambilan data untuk masing-
masing spesimen, mulai dari stainless steel, besi, kemudian alumunium
dan dengan waktu pendinginan minimum 5 menit. Pendinginan sistem
peralatan uji dilakukan dengan tetap mensirkulasikan air pendinginan dan
juga melepaskan spesimen yang telah diambil data.
i. Setelah dilakukan pengambilan data untuk spesimen yang terakhir, yakni
alumunium, voltage regulator dimatikan dengan mengatur tegangannya
pada nilai 0 volt. Kemudian kabel supply dilepaskan untuk pompa.
j. Sistem peralatan uji konduksi dikembalikan dan dirapikan pada kondisi
semula.

3.4 Flowchart Percobaan

Start

Amperemeter, Thermocouple Isolator Pompa, Thermocontrol


Elemen Panas Voltmeter, Kipas Penampung air, Logam perantara,
Spesimen (stainless steel, besi, aluminium)

Peralatan disusun sesuai skema instalasi dengan spesimen awal stainless steel (i=1)

Set point voltage regulator diatur pada V0=220 Volt

14
A

Pompa dipastikan mendistribusikan air pendingin dengan baik

Thermocontrol dinyalakan

Set point thermocontrol diatur pada T0=100°C

Ditunggu selama 10 menit

Pengambilan data arus, tegangan, dan suhu ppada voltmeter dan digital
thermometer dengan mengatur set point thermometer

Ditunggu minimum 5 menit untuk Tt

Mencatat data tegangan (V) dan arus (A)

NO
Tt>=150 Tt=To+25

YES

Nt=N+1 NO N=3
1.

YES
Voltage regulator
diatur pada 0 Volt

15
A

Arus (i) , Tegangan(V), Temperature (°C)

End

16
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data hasil percobaan


Terlampir
4.2 Flowchart Perhitungan

Start

T1 : Temperatur tembaga, T2 : Temperaturtembaga, Dtembaga 1 ,


Ltembaga 1
T3 : Temperatur Spesimen, T4 : Temperatur Spesimen, Dspesimen,
Lspesimen
T5: Temperatur Tembaga, T6: TemperaturTembaga, Dtembaga 2 ,
Ltembaga 2

Spesimen (I) : 1

Thermocouple = 100

Tavg = T1/2+T2/2

K didapatdaritabel A-1

1
𝐴 = 𝜋𝑑2
4

𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖1 = 𝑘. 𝐴. ∆𝑇/𝐿

B C

17
B A C

Rtembaga1=L/kA

Tavg2= T3/2+T4/2

Kteorididapatdari tabelA-
1

Aspesimen= ¼ 𝜋𝑑2

qteori2= k.A. ΔT/L

Rtspesimen= L/k.A

Q praktekspesimen = q teori 1

Kpraktek

Tavg3= T5/2 + T6/2

K teorididapatdaritabel A-1

A= ¼ 𝜋𝑑2 C
B

D
18
D

q teori 3= k.A.ΔT/L

Rttembaga= L/k.A

Rtotal=Rtembaga+Rspesimen+Rtembaga
B
C

U=1/Rtot.A

NO
Thermocoupl Thermocouple
e>=150 = i+25

YES
NO
I=i+1 i>=3

YES

RtKonduksitembaga 1
Rtspesimen
Rt konduksitembaga 2

End

19
4.3 Contoh Perhitungan
I. Data Percobaan
Spesimen : Stainless Steel
Set point : 100
Tegangan : 220 Volt
Arus : 1.5 Ampere
T∞ : 29o C
T1 : 38.8 o C
T2 : 37.7 o C
T3 : 34.2o C
T4 : 31.4 o C
T5 : 28.8 o C
T6 : 28.5 o C

II. Menghitung Tavg


 Tembaga 1
𝑇1 + 𝑇2
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
38.8 ℃ + 37.7℃
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
Tavg = 38.25 o C = 311.25 K
 Spesimen : stainless steel
𝑇3 + 𝑇4
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
34.2 ℃ + 31.4℃
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
Tavg = 32.8 o C = 305.8 K
 Tembaga 2
𝑇5 + 𝑇6
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
28.8℃ + 28.5℃
𝑇𝑎𝑣𝑔 =
2
Tavg = 28.65 o C = 301.65 K

20
III. Menghitung K Teori
 Tembaga 1 (didapatkan interpolasi dari table A-1)
K teori = 393.9 W/mK
 Spesimen (didapatkan interpolasi dari table A-1)
K teori = 15.23 W/mK
 Tembaga 2 (didapatkan interpolasi dari table A-1)
K teori = 393.13 W/mK

IV. Menghitung q teori


 Tembaga 1

393.9 0.001256637 1.1


𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
0.14
3.89 W
 Spesimen
𝐾𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 . 𝐴 . ∆𝑇
𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
𝐿
15.23 0.001256637 2.8
𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
0.049
1.0936 W
 Tembaga 2

393.13 0.001256637 0.3


𝑞𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖 =
0.14
1.06 W

V. Menghitung K praktikum
 Spesimen

21
3.89 0.049
𝑘𝑝𝑟𝑎𝑘 =
0.001256637 2.8
54.16 W/mK
VI. Menghitung R
 Tembaga 1

0.14
𝑅=
393.9 0.001256637
0.28 K/W
 Spesimen

0.049
𝑅=
15.23 0.001256637
0.72 K/W
 Tembaga 2

0.14
𝑅=
393.13 0.001256637
0.28 K/W
VII. Menghitung U

1
𝑈=
(0.28 + 0.72 + 0.28)0.001256637
𝑈 = 618.719

4.4 Pembahasan Grafik


4.4.1 Pembahasan Grafik Temperatur terhadap Jarak pada Stainless steel

22
Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)
pada Stainless Steel
Set
325.0
Point
320.0 100
Temperature

315.0 Set
Point
310.0 125
305.0
Set
300.0 Point
0 1 2 3 4 5 6 7 150
Thermocouple Position

Gambar 4.1 Grafik Temperatur terhadap Jarak pada Stainless steel


Dari grafik diatas terlihat bahwa tren line yang terbentuk dari ketiga grafik
sama yaitu terus menurun dari posisi 1 sampai posisi 5 lalu cenderung datar
sampai posisi 6. Grafik pada saat set point 100 nilai T1 311.8 K lalu grafik turun
secara curam sampai T5 pada temperatur 301.8 K kemudian datar sampai T6
pada temperatur 301,5 K. Pada set poin 125 pada T1 nilainya sebesar 315.8 K
kemudian grafik turun drastis sampai T5 pada 302.1K kemudian datar sampai T6
yaitu pada 301.7 K sedangkan pada set poin 150 didapat nilai T1 321 K lalu
grafik turun secara curam sampai T5 pada temperatur 302.3 K kemudian turun
landai sampai T6 pada temperatur 302K.
Berdasarkan grafik diatas juga terlihat hubungan antara temperatur dan
panjang spesimen (L). Semakin besar L maka temperatur semakin turun. Hal ini
berarti hubungan antara temperatur dengan L berbanding terbalik. Berdasarkan
Δ𝑇
rumus konduksi q= k.A L dengan q adalah laju perpindahan panas konduksi

(watt) A adalah luas permukaan spesimen (m²), k adalah konduktivitas termal


(W/mK), ∆T adalah perubahan temperatur (K), dan L adalah panjang spesimen
(m). Pada rumus tersebut terlihat bahwa perubahan temperatur berbanding terbalik
dengan panjang spesimen.
Jika hasil pengamatan dan perhitungan dibandingkan dengan teori yang
ada, dapat dikatakan hasil pengamatan dan trendline grafik yang terbentuk sudah

23
sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai
konduktansi seiring bertambahnya jarak pada thermocouple. Meskipun terdapat
beberapa kesalahan pada beberapa titik. Kesalahan – kesalahan ini dapat terjadi
karena adanya kesalahan pengamat yang kurang teliti dalam memasang peralatan
dan membaca data yang belum stabil ( nilai masih berfluktuasi ), tidak ratanya
spesimen sehingga membentuk tahanan kontak, dan faktor - faktor lainnya berupa
gangguan dari lingkungan sekitar.

4.4.2 Pembahasan Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada


Spesimen Besi

Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)


pada Besi
340 Set
335 Point
330 100
Temperature

325 Set
320 Point
315 125
310 Set
305 Point
150
300
0 1 2 3 4 5 6 7
Thermocouple Position

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen Besi
Pada set point 100, grafik menunjukkan trendline menurun dengan kriteria
pada T3 = 313.6 K menuju T5 = 303.1 K terjadi penurunan drastis. Setelah itu,
temperatur hingga T6 tidak menunjukkan penuruan temperature yang signifikan.
Pada set point 150 hampir sama dengan set point 100, namun dengan temperature
yang lebih tinggi yaitu T3 = 315.7 dan nilai T5 sama dengan set point 100. Pada
set point 150, trendline grafik menurun secara keseluruhan
Secara teori trendline set point 150 berada di atas trendline set point 125
dan 100 dimana suhu semakin menurun dengan bertambahnya jarak. Hal ini dapat
dijelaskan melalui rumusan berikut:

24
𝐴 𝑘 ∆𝑇
q= 𝐿

Besarnya nilai q berbanding lurus dengan besarnya nilai perbedaan


temperature dimana semakin besar nilai ∆T maka nilai q juga akan semakin besar,
begitu pula sebaliknya. Trendline grafik di atas, dipengaruhi oleh nilai set point
dan jarak titik referensi pengecekan. Dengan nilai set point yang tinggi maka akan
menghasilkan q yang besar dan jarak titik referensi pengecekan yang jauh dari
heater mempengaruhi turunnya trendline pada grafik. Hal ini sesuai dengan
rumusan di atas, dimana L sebagai variable pembagi akan mempengaruhi nilai q.
Oleh karena itu, urutan trendline secara teoritis berturut-turut dari atas dimulai
dengan grafik set point 150, 125 dan 100.
Jika hasil pengamatan dan perhitungan dibandingkan dengan teori yang
ada, dapat dikatakan hasil pengamatan dan trendline grafik yang terbentuk sudah
sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai
konduktansi seiring bertambahnya jarak pada thermocouple. Meskipun terdapat
beberapa kesalahan pada beberapa titik. Kesalahan – kesalahan ini dapat terjadi
karena adanya kesalahan pengamat yang kurang teliti dalam memasang peralatan
dan membaca data yang belum stabil ( nilai masih berfluktuasi ), tidak ratanya
spesimen sehingga membentuk tahanan kontak, dan faktor - faktor lainnya berupa
gangguan dari lingkungan sekitar.

25
4.4.3 Pembahasan Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada
Spesimen Aluminium

Perbandingan Jarak terhadap T (˚K)


pada Aluminium
330
325 Set Point 100
Temperature

320
315 Set Point 125

310
Set Point 150
305
300
0 1 2 3 4 5 6 7
Thermocouple Position

Gambar 4.3 Grafik Perbandingan Jarak terhadap Temperatur pada Spesimen


Aluminium
Pada grafik T=f(x) Alumunium, keseluruhan grafik pada ketiga set point
tersebut menunjukkan trendline yang menurun. Untuk set point 100 didapatkan
trendline yang terus menurun dari titik 1 hingga 5 dan cenderung datar kenuju T6.
Untuk set point 125 didapatkan trendline yang terus menurun, dari titik 1 hingga
5, namun penurunan lebih tajam dari set point 100 terutama pada T4 menuju T5.
Sedangkan penurunan untuk set point 150 adalah yang paling tajam.
Perbandingan antara nilai heat rate ataupun jarak dari nilai perbedaan
temperatur dapat dilihat pada formula heat rate konduksi yaitu :
∆𝑇
q=kA 𝐿

Dimana : q = heat rate konduksi (W/m2)


A = luas penampang spesimen (m2)
∆T = perbedaan temperatur (K)
L = panjang permukaan spesimen (m)
k = konduktifitas termal (W/m.K)
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila ∆T atau
perbedaan temperatur bertambah, maka nilai q juga bertambah. Apabila nilai k

26
bertambah, maka nilai q juga akan bertambah. Namun apabila nilai L bertambah,
maka q akan menurun.
Jika hasil pengamatan dan perhitungan dibandingkan dengan teori yang
ada, dapat dikatakan hasil pengamatan dan trendline grafik yang terbentuk sudah
sesuai dengan teori yang ada. Hal ini dibuktikan dengan turunnya nilai
konduktansi seiring bertambahnya jarak pada thermocouple. Meskipun terdapat
beberapa kesalahan pada beberapa titik. Kesalahan – kesalahan ini dapat terjadi
karena adanya kesalahan pengamat yang kurang teliti dalam memasang peralatan
dan membaca data yang belum stabil ( nilai masih berfluktuasi ), tidak ratanya
spesimen sehingga membentuk tahanan kontak, dan faktor - faktor lainnya berupa
gangguan dari lingkungan sekitar.

4.4.4 Pembahasan Grafik Perbandingan Nilai k Teori dan k Praktikum


terhadap Temperature Average

Grafik k Spesimen terhadap T.avg


350
k praktikum SS
300
k teori SS
250
konduktivitas

200 k praktikum
150 Besi
k teori Besi
100
50 k praktikum Al

0
k teori Al
305 310 315 320
temperatur

Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Nilai k Teori dan k Praktikum terhadap


Temperature Average
Pada grafik k = f(T.avg) didapatkan k teori Alumunium trendlinenya
relatif konstan, untuk k praktikum Alumunium, trend linenya naik tajam,
kemudian relatif konstan. Pada k teori Besi trendlinenya relatif konstan dan pada k
praktikum Besi trendlinenya relative turun perlahan. Pada k teori stainless steel,
trendlinenya relatif konstan, dan pada k praktikum stainless steel trendlinenya

27
relative konstan pula. Berdasarkan grafik di atas, urutan k dari yang besar hingga
k yang kecil, adalah k praktikum aluminium, k teori aluminium, k teori besi, k
praktikum besi, k praktikum stainless steel, dan k teori stainless steel.
Perbandingan antara nilai heat rate ataupun jarak dari nilai perbedaan
temperatur dapat dilihat pada formula heat rate konduksi yaitu :
∆𝑇
q=kA 𝐿
2
Dimana : q = heat rate konduksi (W/m )
A = luas penampang spesimen
∆T = perbedaan temperatur
L = panjang permukaan spesimen
k = konduktifitas termal
Besarnya nilai q praktikum disamadengankan dengan nilai q teori, dengan
besarnya k dari q teori didapat dari tabel. Dengan asumsi nilai q, L, dan A yang
sama besarnya, maka didapatkan nilai praktikum spesimen dengan melihat data
perbedaan temperature.
Jika hasil pengamatan dan perhitungan dibandingkan dengan teori yang
ada, dapat dikatakan trendline grafik yang terbentuk tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori yang ada. Hal ini dibuktikan dengan ketidakcocokan nilai
konduktansi hasil praktikum dengan nilai konduktansi sebenarnya. Kesalahan –
kesalahan ini dapat terjadi karena adanya kesalahan pengamat yang kurang teliti
dalam memasang peralatan dan membaca data yang belum stabil ( nilai masih
berfluktuasi ), tidak ratanya spesimen sehingga membentuk tahanan kontak, dan
faktor - faktor lainnya berupa gangguan dari lingkungan sekitar.

28
4.4.5 Pembahasan Grafik Perbandingan Nilai U terhadap Temperature
Average

U praktikum, U teori VS T avg


1600 U teori SS
1400
U teori dan praktikum

1200 U praktikum SS

1000
U teori Besi
800
600 U praktikum Besi
400
U teori Al
200
0 U praktikum Al
304 306 308 310 312 314 316 318 320
T avg

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Nilai U terhadap Temperature Average


Pada grafik U stainless steel terjadi peningkatan kemudian penurunan.
Untuk grafik U praktikum besi, didapatkan kurva yang cenderung menurun pada
saat T avg ke 2 hingga ke 3. Untuk U praktikum aluminium, terjadi penurunan U
dari T avg 1 ke 2 lalu mengalami peningkatan.
Berdasarkan teori, besarnya U dapat dirumuskan sebagai berikut :
1
𝑈=
𝑅
Di mana : U = overall heat transfer
R = thermal resistance
∆𝑇
Sedangkan, 𝑞 = 𝑅

Maka jika persamaan tersebut disubstitusikan ke persamaan U (overall heat


transfer), menjadi :
𝑞
𝑈=
∆𝑇
∆𝑇
Dengan nilai q yaitu, q = k A 𝐿

Maka,
𝑘𝐴
𝑈= 𝐿

29
Berdasarkan persamaan di atas, dapat kita ketahui hubungan U terhadap k yaitu
sebanding. Sedangkan pada grafik 4.4 telah dijelaskan hubungan k terhadap T.avg
yaitu berbanding terbalik. Sehingga berdasarkan teori, hubungan U terhadap
T.avg yaitu berbanding terbalik.
Jika hasil pengamatan dan perhitungan dibandingkan dengan teori yang
ada, dapat dikatakan trendline grafik yang terbentuk tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori yang ada. Hal ini dibuktikan dengan ketidakcocokan nilai U hasil
praktikum dengan nilai U sebenarnya. Kesalahan – kesalahan ini dapat terjadi
karena adanya kesalahan pengamat yang kurang teliti dalam memasang peralatan
dan membaca data yang belum stabil ( nilai masih berfluktuasi ), tidak ratanya
spesimen sehingga membentuk tahanan kontak, dan faktor - faktor lainnya berupa
gangguan dari lingkungan sekitar.

30
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan seperti yang
tertera dibawah ini :
1. Pada grafik jarak terhadap temperatur, dapat disimpulkan bahwa semakin
besar jarak perpindahan panas, maka nilai Temperatur akan semakin
menurun.
2. Nilai konduktivitas suatu material akan dipengaruhi oleh temperature dari
material itu sendiri .
3. Nilai overall heat capacity suatu material akan semakin besar seiring
dengan turunnya nilai temperatur.

5.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilakukan, ada beberapa saran untuk praktikan
selanjutnya :
1. Sebaiknya alat yang digunakan diperbaiki/diperbarui agar hasil praktikum
lebih akurat.
2. Pada praktikum ini sebaiknya ada pendampingan agar kesalahan pada
praktikan dapat diantisipasi.
3. Sebaiknya praktikan melakukan pengamatan lebih teliti

31

Anda mungkin juga menyukai