Anda di halaman 1dari 11

APPENDISITIS AKUT

PENDAHULUAN
Appendisitis akuta adalah suatu keadaan inflamasi akut dari apendiks
dengan gejala nyeri perut bagian kanan bawah disertai demam, anoreksia dan
leukositosis. Appendisitis akuta merupakan penyebab tersering dari akut
abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan segera.
Appendisitis akuta terjadi pada 1dari 500 orang setiap tahunnya, penyakit
ini dapat mengenai semua golongan usia namun paling sering pada dekade II
dan III dalam kehidupan. Penyakit ini jarang mengenai golongan anak-anak
karena bentuk apendiks pada anak-anak mempunyai kemungkinan kecil untuk
mengalami obstruksi pada lumennya. Lumen apendiks pada anak-anak relatif
lebih besar dari orang dewasa. Rasio jenis kelamin untuk appendisitis akuta
sekitar 1: 1 pada masa pra pubertas menjadi 2 :1 dengan peningkatan insidens
pada pria sewaktu pubertas yakni antara usia 15 hingga 25 tahun. Selanjutnya
insidens pada pria menurun secara bertahap hingga insidensnya mendekati
semula.
Insidens appendisitis akuta pada bayi, anak-anak, dan orang tua sangat
jarang. Sekitar 10% pasien appendisitis akuta berusia kurang dari 10 tahun atau
berusia lebih dari 50 tahun. Usia sangat muda dan usia sangat tua mempunyai
resiko yang tinggi untuk mengalami perforasi karena gejalanya yang tidak khas,
sedangkan pada bayi keuslitan dalam mengungkapkannya. Selain itu pada
kedua golongan usia ini sistem pertahanan tubuh mengalami penurunan jika
sudah tua dan belum matang pada kelompok usia muda.
Appendisitis selama kehamilan terjadi sekitar 1 dari 2000 kehamilan.
Meskipun diagnosis relatif lebih mudah ditegakkan pada beberapa bulan
pertama dalam kehamilan. Namun seiring dengan semakin membesarnya
uterus menyebabkan perpindahan posisi appendiks ke sekum menyebabkan
nyeri terletak lebih di atas dan lebih ke lateral dari seharusnya. Juga bila ada
proteksi dari uterus maka akan sukar untuk menampakkan gejalanya.
Secara patologi klinik ada 3 tipe appendisitis, yakni :
1. Appendisitis akuta,
2. appendisitis akuta dengan massa inflamasi,
3. Appendisitis dengan peritonitis generalisata.

ANATOMI
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung yang berpangkal pada
sekum dengan panjang yang bervariasi sekitar 6 hingga 10 sm. Pada janin,
sekum mempunyai bentuk kerucut dengan appendiks merupakan puncak dari
kerucut ini.
Lumen appendiks dilapisi oleh epitel toraks, saat lahir folikel limfoid ada di
dalam tela submukosa dan secara bertahap meningkat jumlahnya menjadi 200
folikel saat pubertas. Setelah itu ada pengurangan progresif dalam jaringan
limfoid sampai menghilang pada dasawarsa ke lima atau ke enam dari
kehidupan. Ada dua jenis lapisan otot di dalam dinding appendiks. Lapisan
dalam (sirkularis) merupakan terusan dari otot sekum yang sama. Lapisan luar
(longitudinal) merupakan penyatuan dari tiga taenia coli (taenia omentalis, taenia
liberae dan taenia mesokolika)
Appendiks memliki persarafan parasimpatis yang berasal dari cabang n.
Vagus (chorda posterior) yang mengikuti a. Mesenterika superior dan a.
Appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus Torakalis 10
melalui pleksus mesenterika superior. Oleh karena itu nyeri viseral pada
appendistis bermula dari sekitar umbilikus (rangsang peritoneum oleh sistem
saraf otonom).

Nyeri viseral
Adalah nyeri yang timbul akibat perangsangan peritoneum yang meliputi
organ intraperitoneal yang dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Periotneum
viseral tidak sensitif terhadap rabaan, pemotongan, atau radang. Nyeri tidak dapt
ditunjuk secara tepat lokasi nyerinya oleh penderita. Pasien bisa bergerak tanpa
bertambah nyerinya.
Nyeri viseral tidak berlangsung terus menerus. Misalnya kolik karena
spasme otot polos viseral.
Sumbatan, perforasi atau torsio menyebabkan nyeri perut hebat dan tiba-
tiba.

Nyeri somatik
Karena rangsangan peritoneum parietale yang dipersarafi oleh saraf tepi
terus menuju ke saraf pusat. Rasa nyeri seperti ditusuk atau disayat, dapat
ditunjuk secara tepat oleh penderita.
Pergeseran antara organ viseral yang meradang dengan peritoneum
parietale. Nyeri karena perangan sendiri dan karena pergesekan antar ke dua
pasif. Timbul rasa nyeri atau intensitas meningkat. Nyeri ini menyebabkan
penderita tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk.
Suplai darah dari apendiks berasal dari a. Apendikularis yang merupakan
cabang terminal dari arteri ileokolika yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika
arteri ini tersumbat. Misalnya mengalami trombosis karena infeksi maka
appendiks akan mengalami gangren.
Perforasi organ menyebabkan tumpahnya bahan kimiawi sehingga
menimbulkan nyeri yang lebih cepat dibanding proses inflamasi.

Defans muskuler
Adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi organ intra
abdomen dengan jalan mengeraskan dinding abdomen. Defans muskuler
menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale
(nyero somatik).
Defans murni adalah proses refleks otot abdomen sewaktu inspirasi dan
ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap tekanan. Jika kaku otot
berkurang sewaktu pasien relaksasi dengan napas dalam melalui mulut maka
hal ini bukan defans muskuler.
Beberapa posisi appendiks yang umum ditemukan adalah:
1. Retrosekal (74%),
2. Pelvikal (21%),
3. Parasekal (2%),
4. Subsekal (1,5%),
5. Preileal atau retroileal (1%), dan
6. Post ileal (0,5%).
Letak appendiks sangat mempengaruhi gejala klinik dan hasil
pemeriksaannya, seperti appendiks letak retrosekal akan memberikan gejala
klinik nyeri punggung, appendiks letak pelvikal akan memberikan gejala nyeri
suprapubik dan appendiks letak retroileal dapat memberikan gejala nyeri
testikular.

ETIOLOGI
Ada 2 faktor utama sebagai penyebab timbulnya appendisitis akuta :
1. Faktor obstruksi
a. Benda asing :
- Sayuran (biji-bijian),
- Mineral (fekolith),
- Parasit
b. Jaringan limfoid submukosa

2. Faktor infeksi
Oleh berbagai organisme antara lain E. Coli, Streptokokus faecalit,
Bacteroides sp, dan kuman komensalis lainnya.

Fecolith dan Calculi


Terjadinya adalah karena feses terjebak dalam lumen appendiks dan sejaln
dengan waktu akan terbungkus oleh mineral dan appendiks mengalami nekrosis
akibat tekanan dan ulserosa. Proses fecolith dan calculi ini dipresipitasi oleh
garam-garam inorganik sehingga dapat terjadai inflamasi kronik.
Fecolith dan calculi bertamnbah ukurannya hingga mencapai diameter yang
kritis dan jika disertai dengan rekasi inflamasi lokal akan berkembang menjadi
appendisitis akuta. Tahapannya adalah melalui gangguan limfe dulu nkemudian
menyebabkan gangguan vena dan selanjutnya mengganggu arteri yang
menimbulkan vaskular trombosis lalu terjadi transmural nekrosis dan akhirnya
terjadi perforasi.

PATOFISIOLOGI
Appendistis disebabkan karena tersumbatnya lumen oleh benda asing,
fekolith, tumor atau parasit. Pada kebanyakan pasien dan khususnya kelompok
usia lebih muda, appendistis karena hiperplasia kelenjar limfoid submukosa yang
menyebabkan obstruksi lumen apendiks bagian proksimal. Karena sekresi sel-
sel mukosa terus berlanjut maka tekanan di dalam lumen akan meningkat
dengan cepat. Karena tekanan intraluminer yang semakin meningkat maka
dinding mengalami penekanan sehingga terjadi penyumbatan aliran limfe
dengan akibat terjadi edema dari appendiks. Ini merupakan stadium appendisitis
fokal akut yang ditandai dengan ekstravasasi dini bakteri. Karena appendiks dan
usus halus mempunyai persarafan yang sama maka mula-mula nyeri visera
diterima sebagai nyeri tumpul yang samar-samar dalam area periumbilikalis.
Stadium kedua appendisitis (appendisitis suppuratif akut) ditandai dengan
peningkatan lebih lanjut tekanan intraluminer sehingga bukan hanya aliran limfe
yang mengalami obstruksi tetapi aliran vena juga sudah mengalami obstruksi
dan menimbulkan iskmeik fokal serta iritasi pada serosa. Bila tunika serosa
appendiks yang meradang dekat dengan peritoneum parietalis maka pasien
akan merasakan perpindahan nyeri dari peri umbilikalis ke kuadran kanan
bawah. Nyeri somatik yang terlokalisasi dengan baik menunjukkan adanya
ancaman asupan darah arteri yang jika dibiarkan akan menimbulkan iskemik
sehingga terjadi infark kecil sepanjang batas antemesenterika appendiks, yang
merupakan daerah yang mendapatkan aliran darah paling akhir.Keadaan ini
disebut sebagai appendisitis gangrenosa. Stadium appendisitis gangrenosa ini
disertai dengan peningkatan ekstravasasi bakteri dan kontmainasi lokal kavitas
peritonealis. Progresifitas penyakit menyebabkan perforasi dan dapat timbul
massa periappendikular yang merupakan usaha tubuh dalam membatasi proses
radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa
dan jika usaha ini gagal maka akan terjadi peritonitis generalisata.
Pada pasien dengan usia lanjut, appendiks sudah mengalami atrofi
sehingga lumennya mengecil. Appendisitis akut pada golongan usia ini dapat
disebabkan oleh karena sumbatan kausa fekolit, bahan-bahan dari saluran
pencernaan dan bahkan oleh tumor yang sangat jarang terjadi.
Pada orang tua berusia lanjut, proses perjalanan penyakit appendisitis
akuta berlangsung cepat karena pada orang tua:
1. Telah terjadi penurunan jaringan limfoid,
2. Asupan darah ke arteri appendiceal telah mengalami penurunan,
3. Mukosa appendiks lebih tipis,
4. Lumen appendiks telah mengalami obliterasi,
5. Telah terjadi fibrosis dan infiltrasi lemak pada appendiks,
6. Telah terjadi arteriosklerosis pembuluh darah kecil,
7. Phlebosclerosis pembuluh darah kecil di appendiks.

Sedangkan pada anak-anak beberpa hal yang menyebabkan perjalan


penyakit ini berlangsung cepat serta diagnosis sulit untuk ditegakkan adalah :
1. Appendiks masih besar,
2. Mesoappendiks belum terfiksir, begitu juga dengan sekum,
3. Kolon kiri masih tinggi letaknya sehingga punctum amksimum berada di
atas titik Mc Burney,
4. Omentum belum terbentuk sempurna,
5. Dinding appendiks masih tipis.

GAMBARAN KLINIK
Sejumlah faktor turut berpengaruh dalam manifestasi gejala appendisitis
akuta, antara lain :
1. Lokasi appendiks,
2. Usia penderita,
3. Status kesehatan penderita, termasuk penyakit penyerta, terapi yang telah
diberikan.
4. Keadaan patologi appendiks saat dilakukan pemeriksaan,

Beberapa gejala klasik yang sering timbul pada appendisitis akuta antara lain :

1. Nyeri samar-samar dan tumpul


Merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intra luminer appendiks. Dalamn
beberapa jam nyeri ini akan berpindah ke perut bagian kanan bawah di titik
Mc Burney. Nyeri di daerah Mc Burney ini dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya karena merupakan neyri somatik setempat. Nyeri somatik ini
timbul akibat kontak appendiks yang meradang dengan ujung saraf di
peritoneum. Neyri dapat menghebat pada saat penderita menarik napas
dalam, batuk, bersin, atau pada saat dilakukan penekanan pada titik Mc
Burney ini.
Bila appendiks letaknya retrosekal maka appendiks terletak ekstraperitoneal
dan terlindung oleh sekum sehingga tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tanda perangsangan peritoneum lambat muncul. Rasa nyei
lebih mengarah ke perut kanan bawah agak ke belakang atau nyeri ini timbul
pada saat berjalan akibat kontraksi m. Psoas mayor yang menegang di
dorsal appendiks.

2. Mual dan muntah


Gejala ini timbul sebagai akibat obstruksi pada appendiks. Pada appendiks
mual dan muntah timbul setelah timbul nyei perut kanan bawah.

3. Demam
Demam biasanya tidak begitu tinggi atau subfebril (< 38 0C), beberapa pasien
datang dengan suhu tubuh yang normal. Pengukuran suhu dilakukan secara
aksiler dan rektal dengan selisih 0,6 0C lebih tinggi suhu rektal pada
appendistis akut.

4. Konstipasi
Bahkan sering dengan kesulitan untuk flatus. Ini juga timbul sebagai akibat
obstruksi pada appendiks.

5. Diare
Menandakan adanya perangsangan pada sigmoid dan rektum oleh
appendiks yang meradang sehingga peristaltik meningkat, pengosongan
rektum akan terjadi lebih cepat dan berulang-ulang.

6. Gejala-gejala urinasi
Frekuensi miksi meningkat atau timbul disuria yang terjadi akibat inflamasi
pada appendiks yang letaknya pelvikal.
7. Defans lokal
Perut daerah appendiks menegang akibat kontak peritoneum pareital dengan
appendiks yang meradang. Mekanisme ini timbul sebagai usaha untuk
melindungi tubuh terhadap nyeri (guarding).

8. Gejala-gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak khas. Gejala awalnya


sering hanya berupa tidak mau makan. Anak seringkali tidak dapat
menunjukkan lokasi nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian timbul muntah-
muntah, demam, anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak
khas serta omentum pada anak-anak yang masih pendek maka appendisitis
pada anak-anak sering diketahui setelah terjadi perforasi.

9. Pada orang tua yang telah berusia lanjut (>50 tahun) gejala-gejala
appendisitis juga samar-samar, sering terlambat didiagnosis sehingga sering
telah terjadi perforasi. Pada orang yang telah berusia lanjut, sistem
pertahanan tubuh telah menurun dan tidak seperti orang dewasa.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik sering mengungkapkan hal-hal sebagi berikut :

1. Keadaan umum tampak benar-benar sakit.


2. Suhu tubuh akan naik sedikit (subfebril) tetapi akan naik tinggi bila telah
terjadi perforasi.
3. Dehidrasi ringan sampai berat, bergantung pada derajat beratnya penyakit.
Dehidrasi timbul akibat kekurangan asupan, muntah, dan kenaikan suhu
tubuh.
4. Pada colok dubur akan didapatkan nyeri bila daerah infeksi dapat dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada appendiks yang letaknya pelvikal. Nyeri
biasanya dirasakan pada jam 11.
5. Pemeriksaan fisik pada anak-anak kadang-kadang sukar karena anak sukar
diajak kerjasama pada saat pemeriksaan. Palpasi abdomen pada anak-anak
dilakukan dengan menggunakan tangan anak itu sendiri dan dituntun tangan
pemeriksa. Ketika didapatkan nyeri tekan maksimal maka anak akan menarik
tangannya sendiri dan mulai menangis. Jika masih ada keraguan walaupun
telah menggunakan cara tersebut maka dapat diberikan sedatif lalu di uji
ulang ketika anak sudah mulai tertidur.

Beberapa macam tes yang sering dilakukan pada appendisitis :


1. Rovsing Sign (baca : rousing sain)
Penekanan dilakukan pada perut kiri bawah dan terasa nyeri pada perut
kanan bawah karena gas di dalam kolon kiri (desendens) akan bergerak ke
kolon kanan (asendens) lalu menekan appendiks sehingga timbul rasa nyeri.
Nyeri ini bisa juga terjadi akibat sewaktu dilakukan penekanan pada perut kiri
bawah terjadi pergesekan usus di dalam dengan appendiks yang meradang
sehingga timbul rasa nyeri.
2. Blumberg’s sign (indirect rebound phenomenon, Referred rebound
phenomenon)
Penekanan dilakukan pada perut kiri bawah secara hati-hati/ perlahan lalu
sekonyong-konyong tekanan dilepaskan maka akan terasa sakit pada perut
kanan bawah. Mekanismenya sama pada Rovsing sign hanya nyeri justru
timbul pada saat penekanan dilepaskan.

3. Direct rebound phenomenon


Dilakukan penekanan secara perlahan dan hati-hati pada daerah abdomen
kanan bawah, sekonyong-konyong tekanan dilepaskan, jika timbul nyeri
maka menunjukkan adanya peradangan pada appendiks. Nyeri ini timbul
akibat tekanan dalam abdomen yang tiba-tiba menghilang menyebabkan
pergesekan appendiks yang meradang dengan organ sekitarnya.

4. Nyeri tekan titik Mc Burney


Penekanan langsung ada perut kanan bawah, maka akan terasa nyeri.

5. Cope’s sign
Dilakukan fleksi paha kanan dan rotasi interna artikulasio koksae kanan, jika
appendiks letak pelvikal maka akan timbul rasa nyeri karena appendiks
bersebelahan dengan m. obturator internus.

6. Psoas sign
Ekstensi pada pinggul kanan, jika appendiks yang meradang letaknya
retrosekal atau pelvikal dan dekat dengan m. psoas maka akan timbul nyeri.

7. Straight Leg Raising sign (SLR sign)


Dilakukan penekanan pada abdomen kanan bawah sambil mengangkat kaki
kanan dengan lutut lurus, maka nyeri akan bertambah. Nyeri yang timbul
menunjukkan appendiks letak retrosekal.

8. Testikular retraction
Dilakukan penekanan pada perut kanan bawah, maka testis ipsilateral akan
tertarik/ mendekati abdomen.

9. Tes Alders
Dilakukan penekanan pada tempat yang dikeluhkan nyeri di perut kanan
bawah oleh pasien dengan posisi telentang, selanjutnya pasien diminta
berbaring miring ke kiri dan ditunggu selama beberapa saat (1 menit). Jika
nyeri berasal dari appendiks yang meradang maka lokasi nyeri tidak akan
berpindah, sebaliknya jika nyeri berpindah maka kemungkinan nyeri berasal
dari uterus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan jumlah lekosit umumnya sedikit meningkat, antara 10.000/mm 3
sampai 18.000 /mm3 dengan shift to the left. Sel-sel PMN predominan, kecuali
pada orang tua lekosit biasanya kurang dari 18.000/mm 3. Bila terdapat shift to
the left yang ekstrim atau jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm 3 maka
kemungkinan telah terjadi perforasi. Jika LED lebih dari 40/jam II maka
kemungkinan appendisitis dengan infiltrat periappendikular.
Pada pemeriksaan PA secara makroskopik akan tampak apendiks yang
mengalami kongesti, keras dan tertutup oleh eksudat fibrineus dan secara
mikroskopis pada kasus awal akan memperlihatkan adanya mikroabses mukosa
dan eksudat pururlen dalam lumen. Pada kongesti yang progresif seluruh dinding
telah diinfiltrasi oleh netrofil sehingga mencapai lapisan serosa. Jadi, adanya
lekosit PMN pada lumen appendiks serta fokus peradangan pada mukosa
appendiks yang kadang dengan ulserasi mukosa di atas folikel ataupun
kelompok lekosit PMN ditemukan menembus permukaan mukosa merupakan
gambaran yang umum dari appendisitis akuta.

Pemeriksaan Radiologis
Umumnya pemeriksaan radiologis tidak begitu membantu. Jika ada peritonitis
lokal pada kuadran kanan bawah, maka pada foto polos abdomen tegak akan
tampak perselubungan yang mungkin terlihat pada daerah ileal atau ileosekal.
Kadangkala psoas line tidak tampak pada bagian kanan. Gambaran radiologis
yang patognomonik bila terlihat gambaran fekolit yang radiopak.
Sedangkan apendisitis perforasi gambaran radiologisnya berupa
perselubungan yang lebih jelas dan dapat tidak terbatas pada kuadran kanan
bawah, penebalan dinding usus di sekitar appendiks sepeti di sekum dan ilem
serta garis peritoneal menghilang.
Pemeriksaan USG membantu dalam memeriksa pasien yang asimptomatik
seperti pada anak dan orang tua. Dengan pemeriksaan ini didapat adanya
perluasan lumen dan penebalan dinding appendiks. Selain itu pemeriksaan USG
berguna untuk membedakan pasien dengan appendisitis akut dan pasien
dengan nyeri perut kanan bawah lainnya yang mempunyai appendiks normal
seperti abses tubo ovarium, kehamilan ekstopik dan ruptur kista ovarium, dan
juga berguna untuk membedakan antara flegmon periappendiseal dan abses.
Pada pemeriksaan USG dengan tehnik kompresi didapatkan gambaran
appendisitis akuta berupa non compressible target-like structure dengan dinding
hipoechoic berdiameter lebih dari 2 mm.

DIAGNOSIS
Diagnostik konvensional mempunyai spesifitas yang rendah serta sensitifitas
yang beragam. Pada pemeriksaan dengan USG dapat menunjang diagnosis
penyakit ini terutama pada anak-anak dan orang tua berusia lanjut utamanya
untuk menyingkirkan penyebab lainnya. Pengaruh USG terhadap diagnosis
penyakit ini sekitar 18,4 %.
Kesalahan diagnosis appendisitis akuta masih berkisar 15-20% walaupun
dilakukan pemeriksaan yang cermat dan teliti. Kesalahan diagnosis lebih sering
pada perempuan dibanding pada laki-laki. Hal ini mengingat perempuan
terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip appendisitis
akuta.
Untuk memudahkan diagnosis biasanya digunakan sistem skoring. Ada
banyak sistem skoring untuk hal ini namun skoring Alvarado dan skor Kalesaran
yang paling banyak digunakan.

SKOR ALVARADO

Gejala Skor Interpretasi


Anoreksia 1
Nausea / vomitus 1
Nyeri perut kanan bawah 2 5 – 6 : compatible
Nyeri tekan lepas 1 7 – 8 : Probable
Peningkatan suhu 1 9 – 10 : Very probable
Lekosit > 10.000 /mm3 2
Shift to the left 1

SKOR KALESARAN

Gejala Skor Interpretasi


Positif Negatif
Mual 7 -10
Muntah 11 -15
Demam 7 - 27 > 20 : opname
Nyeri batuk 15 - 20 -49 – -20 : observasi
Nyeri tekan 5 - 23 < 49 : tidak opname
Defans lokal 10 - 23
Lekosit > 10.000 /mm3 15
Lekosit < 10.000 /mm3 - 11

PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis jelas maka tindakan untuk appendisitis akuta adalah
appendektomi karena penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan perforasi atau abses. Pemberian analgetik tidak
diperbolehkan karena akan menyamarkan gejala dan menyulitkan diganosis
serta mengaburkan dalam menilai status penyakit. Pemberian analgetik hanya
diperbolehkan jika telah dilakukan tindakan operatif.
Insisi pada appendektomi dapat dilakukan model insisi Grid Iron yang
dilakukan pada sepertiga bagian lateral jarak anatara spina iliaka anterior
superior dengan umbilikus. Insisi dilakukan dari kraniolateral ke kaudomedial dan
jika kurang luas dapat dilanjutkan ke bawah menjadi insisi pfannensteil. Dapat
juga dilakukan insisi Lanz, pada daerah yang sama namun garis insisi
transversal yang akan memberikan hasil kosmetik lebih baik. Jenis insisi lainnya
adalah Rockey-Davis incision atau Fowler-weir incision yang digunakan jika telah
terjadi abses appendiks yang meluas ke flank, lipat paha, rektum atau vagina.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas maka dilakukan observasi dulu
selama 12 jam untuk melihat perkembangan penyakit.
Walaupun terdapat gejala konstipasi namun pemberian laksansia tidak
diperbolehkan karena dapat mengakibat perforasi atau ruptur dari appendiks
yang sedang meradang.
Pemberian antibiotik pre operatif dianjurkan dengan mengingat beberapa hal
berikut ini :
1. Keadaan appendiks tidak diketahui masih intak ataukah sudah ruptur,
2. Keputusan dokter untuk membiarkan luka insisi operasi terbuka atau
tertutup masih belum diketahui.
3. Sebagai tindakan untuk prefentif terhadap infeksi dari kulit.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Perforasi.
Terjadi pada 20% pasien (80-90% pada anak-anak dan 30% pada orang tua).
Rasa sakit yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan
leukosit yang sangat tinggi.

2. Peritonitis
Merupakan kelanjutan dari perforasi appendiks. Gejala-gejala peritonitis yang
tampak seperti gejala peritonitis kausa lainnya seperti demam tinggi, defans
muskuler general, nyeri tekan perut difus, pergerakan perut terlambat,
penderita takut bergerak, peristaltik menurun sampai menghilang.

3. Abses appendiks
Akan teraba suatu massa lunak dan hangat pada kuadran kanan bawah yang
disertai nyeri tekan dan demam.

DIAGNOSIS BANDING
Banyak penyakit yang mempunyai gejala mirip dengan appendisitis akuta dan
perlu dipikirkan sebelum menegakkan diganosis appendisitis akuta, yakni :

1. Limfadenitis mesenterika
2. Kolik ureter kanan
3. Divertikulitis Meckel
4. Salpingitis
5. Gastroenteritis
6. Kolitis
7. Kehamilan ektopik terganggu
8. Penyakit inflamasi pelvis
9. Torsio kista ovarii kanan

PROGNOSIS
Prognosis sangat dipengaruhi oleh stadium penyakit sewaktu datang
berobat, kecepatan dilakukan tindakan operatif, status kesehatan penderita, usia
penderita, dan ada tidaknya penyakit penyerta.
Appendisitis akuta tidak berkomplikasi mempunyai mortalitas kurang dari
0,1%. Angka kematian appendisitis dengan komplikasi telah berkurang dramatis
dengan kemajuan antibiotik dan penanganan namun masih tetap tinggi sekitar 2-
5% dan 10-15% pada anak kecil dan orang yang sudah lanjut usia.

Anda mungkin juga menyukai