DISUSUN OLEH :
KELAS : FPIK I A
Resume Jurnal…………………………………………………………………… 1
1. Luli Gustiantini dan Ediar Usman : Distribusi Foraminifera Bentik Sebagai
Indikator Kondisi Lingkungan di Perairan Sekitar Pulau Batam – Riau
Kepulauan …………………………………………………………………... 2
2. Suhartati M. Natsir dan Rubiman : Distribusi Foraminifera Bentik Resen
di Laut Arafura…………………………………………………………….. 12
3. Suhartati M. Natsir : Kelimpahan Foraminifera Resen Pada Sedimen
Permukaan di Teluk Ambon……………………………………………...... 21
4. Effendi Parlindungan Sagala : Potensi Komunitas Plankton dalam
Mendukung Kehidupan Komunitas Nekton di Perairan Rawa Gambut,
Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI), Propinsi Sumatera
Selatan……………………………………………………………………… 31
5. Ainin Niswati, Dermiyati, dan Mas Achmad Syamsul Arif : Perubahan
Populasi Protozoa dan Alga Dominan pada Air Genangan Tanah Padi
Sawah yang Diberi Bokashi Berkelanjutan ………………………………... 37
6. Rosmimik Emerde Palar : Peranan Mikroba dan Protozoa Dalam
Penanggulangan Limbah Cair Industri Kertas…………………………….. 44
Daftar Pustaka………………………………………………………….............. 51
RESUME JURNAL
Protozoa termasuk golongan protista eukariotik yang berada dalam
keadaan sel tunggal dan berkoloni. Protozoa hidup bebas tergantung adanya air,
pada bahan organik yang membusuk, dalam tanah dan pasir, hidupnya
dipengaruhi kelembaban, suhu, cahaya, nutrien dan kondisi fisik dan kimia.
Pertumbuhanannya dapat bertahan dalam air pada suhu 560 C, tetapi suhu
optimumnya adalah antara 36 s/d 400C, keasaman berkisar antara pH 6.0 dan pH
8.0. Protozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya, yaitu
Rhizopoda, Flagellata (Mastigophora), Ciliata (Ciliophora), dan Apicomplexa
(Sporozoa).
Dalam Kliping Jurnal Protozoa Air Sebagai Indikator Lingkungan, dibahas
beberapa protozoa air sebagai indikator lingkungan antara lain :
1. Kandungan Foraminifera (Kelas Rhizopoda) di dalam sedimen permukaan
perairan sekitar Pulau Batam – Kepulauan Riau sangat berlimpah dan beraneka
ragam. Kumpulan Foraminifera yang ditemukan menunjukkan kondisi
lingkungan laut dangkal dengan energi arus relatif tinggi, dengan material
sedimen yang kasar sampai lumpuran.
2. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae) dan Flagellata merupakan
takson yang dominan yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau Lebak
Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies yang termasuk ketiga taksa tersebut
merupakan yang paling adaptif dan dapat dikembangkan untuk pakan alami
dalam budidaya ikan di wilayah Danau Lebak Jungkal.
3. Protozoa dan alga yang mendominasi pada air genangan tanah sawah pada
penelitian ini adalah dari genus Euglena, Pleodorina, Volvox, dan Diatom.
Pemberian bokashi terus menerus selama 4 tahun meningkatkan secara
siginifikan jumlah populasi protozoa dan algae secara keseluruhan, tetapi
hanya alga genus Volvox yang jumlahnya secara signifikan dipengaruhi oleh
pemberian bokashi terus menerus.
4. Protozoa aerob yang berfungsi mendegradasi limbah mentah yang ada dalam
tangki dan menghasilkan produk samping berupa amoniak, methan, hidrogen
sulfida. Protozoa yang digunakan adalah kelas Ciliata yaitu Metapus sp,
Saprodinium sp, Epulxis sp.
Dari pembahasan sekilas di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
protozoa yang dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan antara lain
Foraminifera (kelas Rhizopoda), Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp (kelas
Ciliata).
Dengan demikian protozoa dapat bermanfaat bagi manusia salah satunya
adalah untuk menentukan indikator suatu lingkungan yang mana apakah
lingkungan tersebut baik atau buruk bagi kelangsungan hidup manusia.
DISTRIBUSI FORAMINIFERA BENTIK SEBAGAI INDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN DI
PERAIRAN SEKITAR PULAU BATAM – RIAU KEPULAUAN
Oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No. 236 Bandung-40174
SARI
Hasil analisis foraminifera bentik dari 42 percontoh sedimen dasar laut yang diambil dari Perairan
Batam menunjukkan kelimpahan yang sangat tinggi, terdiri dari 123 spesies, yang terbagi menjadi 72
spesies dari Grup Rotaliina, 28 spesies Miliolina, dan 23 spesies Textulariina. Berdasarkan analisis
cluster, lokasi penelitian terbagi menjadi 5 cluster, yang masing-masing didominasi oleh Asterorotalia
trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata, Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, dan
Operculina ammonoides. Kelima spesies tersebut merupakan penciri lingkungan laut dangkal, sedimen
kasar, dan berasosiasi dengan lingkungan berenergi tinggi dan terumbu karang.
Penyebaran foraminifera bentik di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pola arus, distribusi sedimen,
dan terumbu karang. Ada perbedaan distribusi foraminifera bentik yang cukup signifikan antara
wilayah sebelah barat dengan di sebelah utara dan timur penelitian. Ketiga area tersebut memiliki pola
arus, tingkat energi dan distribusi sedimen yang cukup berbeda. Wilayah Perairan Batam dinilai masih
memiliki kondisi lingkungan yang bagus, dilihat dari kelimpahan foraminifera bentik, serta dari nilai
tingginya index diversitas yaitu >3.
Kata kunci : foraminifera bentik; analisis cluster; indikator lingkungan; Perairan Batam - Riau
ABSTRACT
Analysis of benthic foraminifera from 42 seafloor sediment samples from Batam Waters, shows very
high abundance, consists of 123 species, which are 72 species belong to Rotaliina, 28 species of Miliolina,
and 23 species of Textulariina. Based on cluster analysis, the study area is divided into 5 groups, each
cluster is dominated by Asterorotalia trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata,
Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, and Operculina ammonoides. These five species of benthic
foraminifera are indicators for shallow marine water environment, with coarse sediment fraction and
associated with high energy environment and coral reef.
The benthic foraminiferal distribution is influenced by current pattern, sediment distribution, and
coral reef. There is a significant difference between benthic foraminiferal distribution in the western part
with the northern and the eastern parts. These three parts of the study area have different current pattern,
energy, and sediment distribution. Batam Waters is assumed still in good environment, derived from both
high abundance of benthic foraminifera and the high value of diversity index (>3).
Key words : benthic foraminifera; cluster analysis; environmental indicator; Batam Waters
Gambar 1. Lokasi penelitian dan batimetrinya (Modifikasi dari Usman, drr., 2005)
45
Gambar 2. Foraminifera bentik yang dominan di lokasi penelitian (cluster 1: 1. Asterorotalia
trispinosa, 2. Textularia agglutinans, 3. Textularia cf. T. semialata, 4. Textularia conica;
Cluster 2 : 5 - 7. Pseudorotalia annectens, 8, 9. Eponides cibrorepondus, 10, 11.
Pseudorotalia conoides, 12, 13. Pseudorotalia sp. 2; Cluster 3: 14. Amphistegina radiata,
15. Elphidium cf. E. discoidalis multiloculum; Cluster 4 : 16. Quinqueloculina cf. Q.
philippinensis, 17. Heterolepa subhaidingeri; 18, 19. Asterorotalia inflata, 20.
Spiroloculina subimpresa; Cluster 5 : 21. Operculina ammonoides, 22. Agglutinella
agglutinans, 23. Siphotextularia sp.3, 24. Siphotextularia sp. 2, 25. Ammobaculites
agglutinans
grup Miliolina, dan 23 spesies dari grup penyusun lumpuran dan pasir (Boltovskoy &
Textulariina. Komposisi ini sangat ideal bagi Wright, 1976; Yassini & Jones, 1995, dan
lingkungan laut dangkal/zona paparan Rositasari & Rahayuningsih, 2000). Sedangkan
(Boltovskoy & Wright, 1976), di mana jenis keberadaan spesies Textularia conica
Rotaliina lebih dominan dibandingkan dengan menunjukkan energi tingkat menengah (Biswas,
jenis lainnya. 1976). Penyebarannya terutama pada area di
Berdasarkan analisis cluster, yang dilakukan sebelah baratlaut (lokasi 49), serta di sebelah
terhadap 19 jenis foraminifera paling dominan timurlaut penelitian sekitar lokasi 21 dan 81
(Gambar 2), lokasi penelitian terbagi menjadi 5 (Gambar 3).
cluster, di mana tiap cluster dicirikan oleh Cluster 2 dicirikan oleh Pseudorotalia
beberapa spesies yang pola penyebarannya annectens, Eponides cibrorepondus, Pseudorotalia
hampir sama. conoides, dan Pseudorotalia sp.2, yang
Cluster 1 dicirikan oleh spesies menunjukkan lingkungan perairan dangkal,
Asterorotalia trispinosa yang paling dominan, terbuka, dengan tingkat energi menengah, serta
Textularia agglutinans, Textularia cf. T.semialata, sedimen pasir lebih halus (Biswas, 1976).
dan Textularia conica, yang menunjukkan Penyebarannya terutama di sebelah utara P.
karakteristik lingkungan perairan terbuka Bintan (Gambar 4).
dengan arus menengah - kuat, serta sedimen
Gambar 8. Kumpulan cangkang pecah dari lokasi 49 di sebelah barat penelitian (1.
Asterorotalia trispinosa (lebih dominan); 2. Operculina; 3. Pseudorotalia)
ABSTRACT
Arafura Sea consists of shallow waters and located in the Southern of Papua to the north coast of
Australia. The waters is vegetated by shallow-water ecosytems such as mangrove, seagrass bed, and
coral reefs. The Arafura continental shelf is predominated by sediment from late Paleozoic,
Mesozoic to Cenozoic and underlain by granitic basement. Foraminifera is a single cell
microorgainsm, has pseudopodia with high level of diversity. Foraminifera dwells in every level of
sea depth, from estuary to the deep sea. However, a certain species commonly dwells in the specific
profundity. The aim of the study was to recognize the distribution of benthic foraminifera in the
waters of Arafura Sea and it relation with the environmental characteristics. As many as 11
sediment samples was collected in May 2010 from the water of Arafura Sea using a box core with
capcity of 0,3 m3. Laboratory analyses on the colleted samples were performed to determine the type
of sediments and identify the benthic foraminifera, and to determine the abundance of each samples.
The number of species found from the collected sediments were 37 species consisting of 29 genera of
which most of them were member of Suborder Rotaliina and many of them belong to Suborder
Miliolina and Textulariina. The most common species of the sampling sites were Ammonia beccarii
and Pseudorotalia schroeteriana. The Arafura Sea commonly recognized as shallow waters, open
seas, with current speed of midium to high. The predominant sediment type of the waters is sandy
mud and little of clay.
Keywords: distribution, benthic foraminifera, sediment and Arafura
ABSTRAK
Laut Arafura merupakan perairan dangkal yang terletak di wilayah Papua bagian Selatan sampai
bagian utara pantai Australia. Ekosistem yang terdapat pada perairan tersebut merupakan ekosistem
penciri perairan dangkal seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Sedimen yang
mendominasi landas kontinen perairan Arafura berasal dari masa Paleozoikum akhir, Mesozoikum
sampai Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan granit pada bagian bawah. Foraminifera merupakan
mikroorganisme bersel tunggal dan berkaki semu yang mempunyai keragaman sangat tinggi. Habitat
foraminifera terdiri dari semua kedalaman laut dari tepi pantai sampai pada laut dalam. Secara
umum, suatu spesies bentik hidup pada kedalaman tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui distribusi foraminifera bentik yang terdapat pada sedimen di perairan Laut Arafura dan
kaitannya dengan karakteristik perairan tersebut. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei
2010 di Peraiaran Laut Arafura. Sebanyak 11 sampel sedimen diambil dari dasar perairan
menggunakan box core. Kemudian sampel yang diperoleh dianalisis jenis sedimennya dan
kandungan foraminifera bentik didalamnya. Jumlah spesies yang ditemukan mencapai 37 spesies
yang termasuk dalam 29 genus yang sebagian besar merupakan anggota dari subordo Rotaliina dan
beberapa spesies merupakan anggota Miliolina dan Textulariina. Spesies yang ditemukan merata
hampir di semua stasiun adalah Ammonia beccarii dan Pseudorotalia schroeteriana. Karakeristik
sebagian besar perairan Laut Arafura merupakan perairan dangkal, terbuka dengan tingkat energi
arus menengah sampai kuat. Jenis sedimen yang mendominasi perairan Laut Arafura adalah Lumpur
pasiran dengan sedikit lempung.
Kata Kunci: distribusi, foraminifera bentik, Sedimen, Arafura
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 75
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura
76 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 77
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura
Tabel 1. Jumlah foraminifera bentik yang ditemukan pada sampel yang berasal dari
perairan Laut Arafura
Sampel
Foraminifera Benthic
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Ammonia beccarii (Linnaeus) - 104 21 46 121 69 14 116 131 111 14
Amphistegina lessonii - - - - - - - - - - 1
Anomalina rostrata (Bradyi) 21 - - - - - - - - - -
Asterorotalia trispinosa - - - - - - - - - 1 -
Astocolus reniformis (d'Orbigny) 6 - - - - - - - - - -
Bolivina earlandi (Parr) 82 - - - 2 - - - - - -
Bolivina spathulata (Williamson) 26 16 - - 41 4 - - - - 4
Bolivina subspinecens (Cushman) 12 - - - - - - - - - -
Cancris oblongus (Cushman) 40 - 48 - - - - - - 18 -
Cibicides berthelotianus (d'Orbigny) - - - - - - 2 - - - -
Cibicides molis - - - - - - - - - 14 -
Discorbinella biconcavus (Parker & Jones) - - - - - - - - - - 2
Elphidium craticulatum - - - - - - - 6 9 41 -
Elphidium crispum - - 7 - - 8 4 - - 29 -
Eponides berthelotianus (d'Orbigny) - 12 - - - - - - - - -
Fissurina exsculpra (Brady) - - - - 1 - - - - - -
Guttulina dawsoni (Chusman and Ozawa) - - - - - - 2 - - - -
Gyroidina neosoldanii - - - - - - 2 2 - - 2
Hoglundina elegans (d'Orbigny) - - - - 6 - 2 4 - - -
Lagena gracillisima (Sguenza) 1 - - - - - - - - - -
Nonion sp. 8 12 - - - - 24 2 - - 2
Oolina apiculata (Reuss) - - - - - 2 - - - - -
Operculina ammonoides - - - - - - - 12 12 - 1
Planispinoides bucculantus (Brady) - - - - - - - - 6 - -
Planorbulina sp. (d'Orbigny) - - - - - - - - - - 3
Pseudopolymorphina ligua (Rosmer) - - - - - - 2 - - - -
Pseudorotalia schroeteriana - 40 - 28 30 24 3 21 6 64 2
Quinqueloculina cultrate - - - - 2 - - - - - -
Quinqueloculina granulocostata - - - - - 4 - - - 3 -
Quinqueloculina parkery - 2 - - 1 3 - - - 8 1
Quinqueloculina seminulum - - - - - 2 - - - 8 2
Quinqueloculina sp. - - - - 1 - - - - 4 -
Rosalina sp. - - - - - - - - - - 2
Spiroloculina communis - - - - - 2 - - - - 3
Textularia pseudogramen - - - - - - - - - - 2
Triloculina tricarinata - - - - - - - - - - 8
Young miliolidae 4 - - - - 2 - - - - -
78 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman
Boltovskoy and Wright (1976) jumlah yang sangat sedikit. Hal ini dapat
menyatakan bahwa Asterorotalia mengindikasikan bahwa perairan tersebut
trispinosa dan Ammonia beccarii banyak bukan termasuk lingkungan yang
dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur kondusif untuk pertumbuhan terumbu
pasiran. Namun A. Trispinosa hanya karang. Spesies tersebut adalah
ditemukan dalam jumlah yang sangat Amphistegina lessonii yang ditemukan
sedikit. Spesies yang ditemukan dengan dengan kondisi cangkang yang sudah
tingkat kelimpahan sedang pada stasiun rusak. Demikian pula dengan beberapa
tersebut adalah Cancris oblongus, spesies yang ditemukan pada stasiun 17
Cibicides molis dan dua spesies dari dan 19 juga ditemukan dengan kondisi
genus Elphidium. Spesies yang terdapat cangkang yang rusak. Hal tersebut dapat
melimpah dan sedang tersebut dimungkinkan akibat hempasan arus
merupakan anggota dari Subordo sehingga dapat menghancurkan cangkang
Rotaliina. foraminifera bentik yang terdapat di
Selain itu, pada stasiun 22 juga perairan tersebut.
ditemukan beberapa spesies yang Beberapa spesies yang ditemukan
termasuk dalam Subordo Miliolina, di lokasi ini merupakan penciri perairan
namun dalam jumlah yang sedikit atau dangkal dan terbuka dengan kecepatan
termasuk dalam kelimpahan rendah. arus menengah sampai tinggi. Menurut
Spesies-spesies tersebut diwakili oleh Gustiantini dan Usman (2008), beberapa
merupakan anggota dari genus spesies dari genus Elphidium merupakan
Quinqueloculina yang diwakili oleh penciri perairan dangkal dengan energi
Quinqueloculina sp., Q. granulocostata, arus yang relatif tinggi. Sedangkan
Q. parkery dan Q. seminulum. Spesies- spesies dari genus Quinqueloculina
spesies yang bercangkang hialin tersebut merupakan penghuni lingkungan perairan
masing-masing ditemukan tidak lebih terbuka dengan kecepatan arus sedang
dari 10 individu. sampai tinggi, serta sedimen lumpur dan
Spesies yang bersimbiosis dengan pasir (Boltovskoy and Wright, 1976;
terumbu karang, berdasarkan klasifikasi Yassini and Jones, 1995; dan Rositasari
yang dilakukan oleh Hallock et al. (2003) dan Rahayuningsih, 2000). Suhartati
hanya ditemukan pada stasiun 23 dengan (1994 dan 2010) juga menemukan
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 79
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura
80 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman
Tabel 3. Organisme selain foraminifera bentik yang ditemukan dari sampel yang
berasal dari perairan Laut Arafura
Stasiun
Keterangan
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Foraminifera planktonik - - -
Moluska - - - - - -
Bryozoa - - - - - -
Gastropoda - - - - - - - - - -
Ostracoda - - - - - - - -
Fragmen karang - - - - - - - -
Fragmen moluska - -
Keterangan: = terdapat dalam jumlah banyak; = terdapat dalam jumlah sedang; = terdapat dalam jumlah sedikit;
− = tidak ada
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 81
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura
82 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 9-18, Juni 2010
Suhartati M. Natsir
Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta, Indonesia (14430)
1TU suhartatinatsir@yahoo.com
U1T
ABSTRACT
Foraminifera are generally live in sea water with various sizes. These organisms consist of
planktonic and benthic foraminifera. Geological activity on plutonic and volcanic with vomiting
magma is transpiring on, and then affects sedimentation and foraminiferal abundance of Ambon
Bay. The study was determined to study the abundance and distribution of foraminifera based
on the sediment characteristic of Ambon Bay. Sample collected in 2007 of Ambon Bay showed
that only 29 samples of 50 samples containing foraminifera. The collected sediments have 86
species of foraminifera, consisting 61 species of benthic foraminifera and 25 species of
planktonic foraminifera. The dominant benthic foraminifera in the surface sediment of Ambon
bay were Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina
ammonoides and Quinqueloculina parkery. The planktonic foraminifera that were frequently
collected from the bay were Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata,
Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis.
Generally, the species dwelled as abundant on substrate sand, whereas the areas within
substrate mud have no foraminifera lie on them.
ABSTRAK
Mayoritas anggota foraminifera hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang
beragam. Menurut habitatnya, foraminifera dibagi menjadi foraminifera planktonik dan
foraminifera bentik. Sedimen permukaan Teluk Ambon merupakan salah satu lokasi
ditemukannya foramifera bentik maupun planktonik. Teluk Ambon bagian dalam memiliki
bentuk membulat. Kegiatan geologi berupa plutonik dan vulkanik yang diikuti oleh naiknya
magma granetik pada fase pengangkatan geoantiklin di teluk tersebut masih aktif sehingga dapat
mempengaruhi pembentukan sedimen serta kondisi foraminifera di Teluk Ambon. Penelitian ini
dilakukan untuk mengkaji kelimpahan dan penyebaran foraminifera berdasarkan karakteristik
sedimen permukaan di perairan Teluk. Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil
dari Teluk ambon pada tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang
mengandung foraminifera. Foraminifera yang ditemukan pada sedimen permukaan di Teluk
Ambon mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 spesies foraminifera bentik dan 25 spesies
foraminifera planktonik. Spesies foraminifera bentik yang mendominasi sedimen permukaan
perairan Teluk Ambon adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium
craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Foraminifera planktonik
yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata,
Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pada
umumnya spesies tersebut ditemukan melimpah pada sedimen pasir, sedangkan pada sedimen
lumpur tidak ditemukan baik foraminifera bentik maupun planktonik.
10 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 11
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
12 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21
Natsir
No Spesies No Spesies
a. Foraminifera Bentik
1. Ammonia beccarii 32. Nodosari sp.
2. Ammonia umbonata 33. Nonion depressulum
3. Amphistegina lessonii 34. Operculina ammonoides
4. Amphistegina quoyii 35. Peneroplis pertusus
5. Anomalinella rostata 36. Peneroplis planatus
6. Baculogypsina sphaerulata 37. Piliolina papelliformis
7. Bolivina earlandi 38. Planorbulina larvata
8. Bolivina schwagerina 39. Pleurostomella sp.
9. Calcarina calcar 40. Pseudomassilina macilenta
10. Cancris oblongus 41. Pseudorotalia schroeteriana
11. Cibicides praecinctus 42. Pyrgo depressa
12. Discorbina mira 43. Pyrulina angusta
13. Discorbina sp. 44. Quinqueloculina auberiana
14. Elphidium advenum 45. Quinqueloculina granulocostata
15. Elphidium craticulatum 46. Quinqueloculina lamarckiana
16. Elphidium crispum 47. Quinqueloculina parkery
17. Elphidium macellum 48. Quinqueloculina pulchella
18. Eponide umbonatus 49. Quinqueloculina seminula
19. Eponides repandus 50. Quinqueloculina seminulum
20. Heterostegina depressa 51. Quinqueloculina sp.
21. Hoglundina elegans 52. Quinqueloculina tropicalis
22. Lecticulina cultrate 53. Reusella simlex
23. Lecticulina elegans 54. Reusella sp.
24. Lecticulina sp. 55. Siphogenerina alveolifrmis
25. Loxostomum amygdalaeformis 56. Siphogenerina raphanus
26. Marginophora vertebralis 57. Spiroloculina angulata
27. Massilina crenata 58. Spiroloculina communis
28. Massilina milleti 59. Spiroloculina sp.
29. Miliolinella oblonga 60. Textularia agglutinans
30. Miliolinella sublineata 61. Triloculina tricarinata
31. Neocorbina terquemi
b. Foraminifera Planktonik
1. Globigerina bulloides 14. Globorotalia seiglei
2. Globigerina falconensis 15. Globorotalia trucatulinoides
3. Globigerinella callida 16. Globorotalia tumida
4. Globigerinoides conglobatus 17. Globorotalia ungulata
5. Globigerinoides cyclostomus 18. Neogloboquadrina blowi
6. Globigerinoides fistulosus 19. Neogloboquadrina humerosa
7. Globigerinoides ruber 20. Orbulina universa
8. Globigerinoides sacculifer 21. Pulleniatina finalis
9. Globoquadrina pseudofoliata 22. Pulleniatina obliqueloculata
10. Globorotalia bermudezi 23. Pulleniatina praecursor
11. Globorotalia menardii 24. Pulleniatina primalis
12. Globorotalia pseudopumilio 25. Spheroidinella dehiscens
13. Globorotalia puncticulata
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 13
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
Hasil analisis yang didapatkan di pasir dan lumpur pasiran terutama dari
Teluk Ambon menunjukkan bahwa spesies Asterorotalia trispinosa dan
foraminifera pada umumnya ditemukan Ammonia beccarii. Beberapa spesies
pada sedimen pasir dengan ukuran foraminifera bentik yang ditemukan
partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah hampir di semua lokasi adalah
spesies semakin banyak pada daerah- Amphistegina lessonii, Ammonia
daerah yang semakin dalam dan pada beccarii, Elphidium craticulatum,
sedimen yang memiliki kadar pasir yang Operculina ammonoides dan
cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang Quinqueloculina parkery. Kelima spesies
ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk tersebut ditemukan mendominasi hampir
Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di di semua lokasi yang ditemukan
Teluk Jakarta. Suhartati (1994) foraminifera.
menyatakan bahwa Ammonia beccarii Kelimpahan foraminifera bentik
ditemukan dalam jumlah yang melimpah yang ditemukan di Teluk ambon tidak
di Delta Mahakam dan Citarum pada selalu diikuti oleh kelimpahan spesies.
kedalaman antara 1,5 – 10 m yang Jumlah spesies foraminifera bentik pada
didominasi oleh sedimen pasir dan stasiun yang mempunyai kelimpahan
lumpur. Banyak faktor yang tertinggi (stasiun 4) mencapai 20 spesies,
mempengaruhi kehidupan foraminifera, sedangkan pada stasiun 21 memiliki
terutama foraminifera bentik yang hidup jumlah spesies yang lebih banyak, yaitu
di dasar laut. Uchio (1966) dalam 23 spesies (Gambar 3). Foraminifera
penelitiannya di San Diego, California, planktonik yang sering dijumpai adalah
menyatakan bahwa tipe sedimen Globorotalia tumida, Globoquadrina
menentukan populasi foraminifera. pseudofoliata, Globigerinoides pseudo-
Boltovskoy and Wright (1976), Dewi foliata, Globigerinoides cyclostomus dan
(1984) menyatakan bahwa foraminifera Pulleniatina finalis.
bentik banyak dijumpai pada sedimen
14 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 15
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
16 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Natsir
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 17
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...
18 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Desember 2009 (D) 09:12-11
Intisari: Analisis plankton telah dilakukan di laboratorium terhadap contoh air yang diambil dari perairan Danau
Lebak Jungkal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan
jenis-jenis plankton, September, 2009. Dari pengamatan tersebut diperoleh 38 spesies plankton yang terbagi menjadi 26
jenis termasuk fitoplankton dan 12 spesies zooplankton. Secara keseluruhan termasuk ke dalam 7 kategori taksonomi
(Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Diatomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). Ke-
limpahan komunitas plankton berkisar dari 49 individu/liter (Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Betung).
Dari hasil studi yang dilakukan ternyata, keanekaragaman yang tertinggi adalah fitoplankton dari kelompok takson
Chlorophyceae, yaitu terdiri dari 11 spesies dengan penyebaran 2 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 6
spesies hanya terdapat di Lebak Betung serta 3 spesies dijumpai pada Lebak Bahanan dan Lebak Betung. Keanekaraga-
man tertinggi kedua adalah fitoplankton dari kelompok takson Diatomae atau Bacillariophyceae, yaitu terdiri dari sekitar
10 spesies dengan penyebaran 1 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 2 spesies yang hanya dijumpai di
Lebak Betung serta 7 spesies dijumpai pada Lebadan Bahanan dan Lebak Betung. Dengan demikian, ganggang hijau
(Chlorophyceae) dan ganggang kersik (Diatomae) ini berperanan penting dalam menopang produktivitas primer ekosis-
tem di perairan Danau Lebak Jungkal. Potensi komunitas plankton diperlihatkan taksa Chlorophyceae, Diatomae dan
Flagellata. Berdasarkan data yang diperoleh, maka perairan Danau Lebak Jungkal yang diambil pada September, 2009
adalah tergolong perairan dengan kesuburan rendah. Kondisi ini ditandai tidak hanya kelimpahan plankton yang rendah
tetapi juga dari beberapa parameter fisika kimia yang juga tidak menguntungkan. Kandungan C-organik yang tinggi
(505,6 mg/l), kandungan fosfat yang rendah (0,38 mg/l) dan juga kandungan NH4 yang rendah (3,15 mg/l) juga rendah
akan menghambat pertumbuhan phytoplankton dan pada gilirannya zooplankton.
Kata kunci: Potensi, Komposisi, kelimpahan, plankton, phytoplankton, zooplankton, takson, taksa
Abstract: Analysis plankton had be done in laboratorium for water sample from Danau Lebak Jungkal waters,
subregion Pampangan, Region Ogan Komering Ilir to know the composition and abundance of plankton species,
September, 2009. From the observation can find 38 species plankton consists 26 species phytoplankton and 12 species
zooplankton. All of plankton consists of 7 category taxonomy (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Di-
atomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). The abundance of plankton in Danau Lebak Jungkal
waters was 49 inviduals/liter (Lebak Bahanan) upto 79 inviduals/liter (Lebak Betung). Base to results of studies, in fact
that highest diversity was phytoplankton from Chlorophyceae, namely 11 species with 2 species only in Lebak Bahanan
and 6 spesies only in Lebak Betung and 3 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And the second highest
diversity was phytoplankton from Diatomae (Bacillariophyceae), namely 10 species with 1 species only in Lebak Ba-
hanan and 2 spesies only in Lebak Betung and 7 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And than, the green
algae (Chlorophyceae) and diatoms algae (Bacillariophyceae) are very importance to support the primary productivity
in ecosystem of Danau Lebak Jungkal waters. The potency of plankton community showed by Chlorophyceae, Diatomae
and Flagellata. From results of these research, can be said that Danau Lebak Jungkal waters at September 2009 was
oligotrophic waters or the low fertility. This condition showed by low plankton populations and the low of organic
matters (505,6 mg/l), phosphates (0,38 mg/l) and NH4 (3,15 mg/l) also so low and all of these can to limite the growth
of phytoplankton and than to stop zooplankton.
Desember 2009
c 2010 FMIPA Universitas Sriwijaya 0912-11-53
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11
0912-11-54
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11
kesuburan terhadap potensi perikananan dan sebagai Hasil analisis plankton menunjukkan bahwa ke-
dasar untuk meningkatkan keberhasilan usaha konser- limpahan plankton berkisar dari 49 individu/liter
vasi perikanan di perairan rawa gambut. (Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Be-
tung). Rendahnya kelimpahan plankton pada ke-
2 BAHAN DAN METODE dua lokasi di Danau Lebak Jungkal tersebut sangat
berkaitan dengan rendahnya kandungan oksigen ter-
Pengambilan contoh plankton dilakukan pada bulan larut (3,70 mg/l) dan rendahnya kesuburan perairan
September, 2009. Lokasi atau stasiun pengambi- yang ditunjukkan oleh kandungan NH4 sebesar 3,15
lan contoh ditentukan secara purposive pada 2 sta- mg/l dan kandungan fosfat (PO4 ) sebesar 0,38 mg/l.
siun pengamatan yaitu: 1) Lebak Bahanan dan 2) Meskipun kelimpahan plankton tergolong rendah, na-
Lebak Betung, keduanya dalam wilayah Danau Lebak mun secara ekologis kondisi ekosistem tergolong masih
Jungkal. baik. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya
Pengumpulan organisme plankton dilakukan de- nilai indeks keanekaragaman plankton yang berkisar
ngan cara menyaring air contoh sebanyak 50 liter ke 3,02 (Lebak Betung) hingga 3,06 (Lebak Bahanan).
dalam net plankton nomor 25 yang ditampung dalam Dengan demikian rata-rata indeks keanekaragaman
botol flakon bervolume 25 ml., selanjutnya diawetkan plankton di Danau Lebak Jungkal pada penelitian ini
dengan larutan formalin 4%. Analisis plankton di- > 3, 00 bermakna bahwa kondisi komunitas plankton
lakukan di laboratorium Ekologi Jurusan Biologi F. adalah sangat stabil atau sangat mantap. Menurut
MIPA UNSRI dengan menggunakan buku petunjuk Dresscher dan Mark [9] bahwa indeks keanekaragaman
APHA [4] ; Mizuno [5] ; Edmondson [6] ; Needham and > 2, 0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar.
Needham [7] dan Pennak [8] . Kelimpahan plankton Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi komunitas
diukur secara lintasan berdasarkan metode Sedwick plankton pada Danau Lebak Jungkal tergolong masih
Rafter Counting Cell [4] yaitu: alami (tidak tercemar).
C × 1000mm3 Potensi Fitoplankton di Danau Lebak Jungkal sa-
No./ml = ngat ditentukan oleh komposisi dari masing-masing
L×D×W ×S
taksa Fitoplanktonnya. Taksa fitoplankton yang tera-
dengan C, L, D, W , dan S berturut-turut adalah jum-
mati seperti terlihat dalam Tabel 1 meliputi taksa
lah organisme yang dihitung, panjang setiap lintasan
Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Di-
(50 mm), kedalaman Sedwick-Rafter (1mm), lebar lin-
atomae. Cyanophyceae merupakan kelompok gang-
tasan (1 mm), dan jumlah lintasan yang dihitung (4
gang biru yang sangat berperan dalam memfiksasi ni-
lintas).
trogen udara yang bersentuhan dalam air, sehingga
Untuk mengukur indeks keanekaragaman digunakan
P menambah penyediaan nitrogen dalam air dalam ben-
indeks: Shannon - Wiener: H = − Pi ln Pi dengan
tuk NH4 [10] . Taksa Cyanophyceae terdiri dari 4 spe-
Pi = ni /N , ni = nilai penting setiap spesies, dan N =
sies (Lyngbya birgei, Lyngbya limnetica, Nodularia
total nilai penting; sedangkan untuk mengukur indeks
spumigena dan Oscillatoria splendida) yang penye-
kemerataan digunakan rumus:
barannya tidak merata untuk tiga spesies dan dengan
H penyebaran merata untuk 1 spesies. Taksa Chloro-
E=
log S phyceae terdiri dari 11 spesies, dimana hanya 3 spe-
dengan E = Indeks kemerataan, H = Indeks Keane- sies yang penyebarannya merata (Chaetophora ele-
karagaman, dan S = Jumlah spesies. gans, Chlorella vulgaris dan Scenedesmus bijuga) dan
Untuk data pendukung dilakukan pula penguku- 8 spesies dengan penyebaran tidak merata, yaitu 2 spe-
ran kualitas air yang terdiri dari pH, oksigen terlarut sies hanya pada Lebak Bahanan (Chladophora glomer-
(DO), kedalaman, kecerahan, temperatur, kandungan ata dan Scenedesmus ellipsoideus) dan 6 spesies hanya
lumpur, zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, kan- ada pada Lebak Betung (Ankistrodesmus spiralis,
dungan fosfat (PO4) dan kandungan NH4. Chaetophora incrassata, Chlorella ellipsoidea, Oedo-
gonium varians, Quadrigula chodatii dan Quadrigula
3 HASIL DAN PEMBAHASAN recustris).Taksa Desmidiaceae terdiri hanya 1 spesies
(Pleurotaenium trabecula) dengan penyebaran tidak
Dari hasil tabulasi data pengamatan mikroskopis kom- merata, yakni hanya terdapat pada Lebak Bahanan,
posisi plankton di perairan perairan rawa gambut di Jungkal. Taksa Diatomae terdiri dari 10 spesies dan
Lebak Bahanan dan Lebak Betung perairan Danau diantaranya ada 7 spesies yang penyebarannya mer-
Lebak Jungkal disajikan pada Tabel 1. Dari hasil ata (Asterionella gracillima, Diatoma elongatum, Di-
tersebut didapatkan 38 spesies plankton dari 7 kate- atoma vulgare, Eunotia arcus, Eunotia gracilis, Euno-
gori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidi- tia lunaris dan Nitzschia linearis).
aceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Potensi Zooplankton di Lebak Jungkal sangat di-
Rotifera). tentukan oleh komposisi taksa zooplanktonya. Taksa
0912-11-55
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11
Zooplankton yang teramati terdiri dari 3 taksa yaitu ber oksigen terlarut dalam badan air Danau Lebak
Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera. Dari 10 spesies Jungkal terutama dari hasil fotosintesis fitoplankton
yang terdapat pada Flagellata, ternyata hanya ada 4 yang ada dalam badan air. Tingkat kecerahan air yang
spesies (Carteria crucifera, Carteria globosa, Chlamy- diukur dengan lempeng seki (Secchi Disk) memperli-
domonas cingulata dan Trachelomonas curta). yang hatkan tingkat kecerahan yang rendah yaitu sekitar
penyebarannya merata pada Danau Lebak Jungkal, se- 30 cm, menunjukkan zona fotosintesis yang tipis, se-
mentara 3 spesies (Lepocinclis ovum, Trachelomonas hingga produksi oksigen dalam badan air menjadi ren-
abrupta dan Trachelomonas cervicula) hanya terdapat dah.
pada Lebak Bahanan dan juga 3 spesies hanya terda-
pat pada Lebak Betung. 4 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis plankton yang telah di-
lakukan seperti disajikan pada Tabel 1 berikut ini, Dari hasil studi yang dilakukan di perairan Danau
maka dapat dinyatakan bahwa peranan komunitas Lebak Jungkal, September, 2009, maka dapat ditarik
plankton di Lebak Jungkal didominasi oleh Fito- kesimpulan sebagai berikut:
plankton sebagai produsen primer dari taksa Chloro-
phyceae dan Diatomae. Produsen primer sebagaimana 1. Dapat ditemukan 38 spesies plankton dari 7
disebutkan di atas sangat berperan dalam menjamin kategori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae,
pakan alami bagi konsumen primer berupa larva ikan- Desmidiaceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhi-
ikan dan zooplankton lainnya yang hidup di ekosis- zopoda dan Rotifera).
tem perairan Danau Lebak Jungkal. Berikut ini pada 2. Berdasarkan kandungan fosfat (PO4 ) sekitar 0,38
Tabel 1 disajikan hasil analisis plankton pada dua mg/l dan kandungan NH4 sekitar 3,15 mg/l,
lokasi di Danau Lebak Jungkal, yaitu: Lebak bahanan maka perairan studi Danau Lebak Jungkal adalah
(P1) dan Lebak Betung (P2). tergolong perairan yang kurang sumbur yang
Berdasarkan hasil rangking prosentase individual didukung dengan kepadatan plankton rendah
pada masing-masing takson, seperti disajikan pada hingga sedang (49 - 79 individu/liter air atau
Tabel 2 berikut ini, ternyata potensi plankton 49.000 - 79.000 individu/m3 air).
pada Lebak Bahanan didominasi oleh Diatomae
(34,69%), Flagellata (34,69%) dan Chlorophyceae 3. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae)
(18,37%). Sementara potensi plankton pada Lebak dan Flagellata merupakan takson yang dominan
Betung didominasi oleh Chlorophyceae (39,24%), Di- yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau
atomae (27,84%) dan Flagellata (25,32%). Dengan Lebak Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies
demikian pada Danau Lebak Jungkal, potensi ko- yang termasuk ketiga taksa tersebut merupakan
munitas plankton diperlihatkan oleh taksa: Chloro- yang paling adaptif dan dapat dikembangkan un-
phyceae, Diatomae dan Flagellata. Untuk memper- tuk pakan alami dalam budidaya ikan di wilayah
tahankan dan meningkatkan kualitas plankton dalam Danau Lebak Jungkal.
upaya meningkatkan produksi perikanan di Danau
Berdasarkan hasil pembahasan dan studi yang di-
Lebak Jungkal, maka perlu dilakukan studi un-
lakukan ini, maka disarankan:
tuk meningkatkan kelimpahan ketiga taksa: Chloro-
phyceae, Diatomae dan Flagellata sebagai mana dise- 1. Perlu dikaji bagaimana sistem pengembangan
butkan di atas. Untuk meningkatkan budidaya dan peningkatan kelimpahan komunitas plankton
ikan rawa lebak yang adaptif pada kondisi ekosis- di Danau Lebak Jungkal untuk memacu produksi
tem rawa gambut Danau Lebak Jungkal, maka upaya optimal perikanan rawa lebak gambut.
pengkayaan plankton dapat dikembangkan dari jenis-
jenis plankton seperti yang disajikan pada Tabel 1 di 2. Perlu dilakukan aplikasi pengembangan perika-
atas. nan rawa lebak dengan pengembangan kultur
Bila dilihat dari Pada Tabel 3 berikut, terlihat plankton dari jenis-jenis yang diidentifikasi dalam
bahwa pH air Danau Lebak Jungkal sebesar 6,66, me- penelitian ini.
nunjukkan kondisi pH mendekati normal (mendekati
nilai 7,00). Kondisi cukup mendukung kehidupan ko-
munitas plankton yang ada dalam badan air. Kan-
dungan oksigen terlarut (DO, Dissolved Oxygen) sebe-
sar 3,70 adalah tergolong rendah, dimana batas baku
mutu lingkungan (BML) sebesar 3,00. kandungan
oksigen yang rendah ini berkaitan dengan laju kon-
sumsi oksigen yang rendah oleh banyaknya komunitas
biota air yang mengkonsumsinya. Sementara itu, sum-
0912-11-56
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11
Tabel 1: Komposisi dan kelimpahan plankton di perairan Danau Lebak Jungkal, Kabupaten OKI, September, 2009.
Tabel 2: Proporsi masing-masing kategori takson di perairan Danau Lebak Jungkal, September, 2009
0912-11-57
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11
DAFTAR PUSTAKA
[1] Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980, Fundamentals of
Aquatic Ecosystems, Blackwell Scientific Publications,
Oxford London Edinburgh Boston Melbourne, 229 p.
[2] Effendi, H.M.I., 2002, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka
Nusantara, 163 hal.
[3] Sachlan, M., 1980, Planktonologi, Fakultas Peternakan dan
Perikanan, UNDIP Semarang, 103 hal.
[4] APHA, 1980, Standard Methods for The Examination of
Water and Wastewater, 15th Ed., APHA Inc., New York,
1134 p.
[5] Mizuno, T., 1979, Illustrations of The Freshwater
Plankton of Japan, Hoikusha Publishing Co., Ltd., 353 p.
[6] Edmondson, W.T., 1959, Fresh-Water Biology, University
of Washington, Seattle, Printed in the University States of
America, 1248 p.
[7] Needham, J.G. and D.R. Needham, 1963, A guide to study
of freshwater biology, 15th Ed., Holden Day Inc., San
Fransisco, 108 p.
[8] Pennak, R.W., 1978, Freshwater invertebrates of the
united states, Jhon Wiley and Sons, New York, 803 p.
[9] Dresscher, T.G.N. and H. van der Mark, 1976, A Simplified
method for the assessment of quality of fresh & Slightly
Brakish Water, Hydrobiologia, Vol. 48, 3, pp. 199-201
[10] Marschner, 1986, Mineral Nutrition of Higher Plants,
Academic Press, Harcourt Brace Javanovic, Publishers,
London
0912-11-58
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231
ABSTRACT
Changes of the Dominant Population of Protozoa and Algae Inhabited the Floodwater of Paddy Fields Subjected
by Continued Bokashi Applications (A. Niswati, Dermiyati, and M.A.S. Arif): Protozoa and alga play important
roles in biogeochemical nutrient cycles in freshwater environment, especially in the paddy fields. The changes from
the conventional technologies to organic technologies will change the communities structures of organisms lived in
the paddy fields environment. The fields experiment was conducted to study the population dynamic of protozoa
and algae dominant inhabited in the floodwater of the paddy fields subjected by continues ‘bokashi’ application.
The results showed that protozoa and algae inhabited in the paddy fields in present study were dominated by Euglena,
Pleodorina, Volvox, and Diatom. The continued application of bokashi for 4 years significantly increased the total
population of protozoa and algae, however, the significantly effect was obtained in the population of Volvox only.
The population of protozoa and algae were affected by the time of flooding of paddy fields where it increases
exponentially at the 20 and 30 days after flooding and stable after that, ecxept for Euglena where it increases sligthly
by flooding time.
Keywords: Bokashi, days after flooding, paddy fields. population of protozoa and algae
1
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1
Bandarlampung 35145. e-mail: niswati@unila.ac.id
J. Tanah Trop., Vol. 13, No. 3, 2008: 225-231
ISSN 0852-257X
225
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi
Di antara berbagai organisme yang mendiami yang digunakan yaitu tanpa aplikasi bokashi kontrol
air genangan tanah sawah adalah protozoa dan alga. (B0 ), aplikasi bokashi selama 2 tahun (B 1 ), dan
Mereka berperanan penting dalam siklus unsur hara aplikasi bokashi selama 4 tahun (B2). Data dianalisis
di lingkungan air tawar, khususnya pada pertanaman dengan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah diuji
padi sawah. Beberapa alga pada genangan tanah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
sawah dilaporkan dapat memfiksasi nitrogen (Grant Keanekaragaman protozoa dan alga dinyatakan
et al., 1983a) yang kuantitasnya sangat dipengaruhi dengan menggunakan indeks keanekaragaman
oleh aktivitas organisme lain yang mendiami air Shanon-Wiener (Krebs, 1985).
genangan tanah sawah tersebut (Kivi et al., 1996;
Grant et al., 1983b ). Selain itu secara langsung Pelaksanaan Penelitian
protozoa dan alga juga sebagai penyumbang
Pengambilan contoh air genangan dilakukan
biomassa tanah pada pertanaman padi sawah.
pada lahan pertanaman padi sawah yang menerapkan
Peranan penting lain dari protozoa and algae adalah
sistem pertanian organik selama 5 tahun dimulai dari
sebagai bioindikator perubahan lingkungan (Dawah,
tahun 2000. Petani yang termasuk dalam kelompok
2006). Oleh karena itu perubahan dan dinamika
pertanian organik, memberikan input kompos bokashi
populasi alga dan protozoa dominan yang menghuni
sebanyak 4 ton/ha sebagai pengganti pupuk anorganik
padi sawah kemungkinan akan terpengaruh oleh
serta tanpa menggunakan pestisida sintesis. Bokashi
aplikasi bokashi yang diberikan terus menerus.
dibuat dengan memfermentasikan jerami padi,
Alga hijau biru mempunyai arti penting dalam
kotoran ternak dan mikroorganisme lokal yang berasal
mempertahankan kesuburan tanah sawah karena
dari fermentasi buah-buahan matang yang
fungsinya dalam fiksasi nitrogen (Banerjee, 1991).
dihancurkan, air kelapa, dan gula merah.
Aplikasi bahan organik ke tanah akan merubah
Titik contoh air ditentukan secara acak pada
lingkungan tanah sedemikian sehingga sumber bahan
lahan sawah dengan masing-masing perlakuan pada
organik bagi bakteri, fungi, dan organisme lainnya
setiap ulangan sehingga didapat 12 titik pengamatan.
akan berubah. Keberadaan alga di dalam tanah akan
Pada masing-masing titik diambil contoh air dengan
menyetabilkan dan memperbaiki sifat-sifat fisika
menggunakan gayung sebanyak 250 ml dan
tanah dengan mengagregasi partikel-partikel dan
dimasukkan ke dalam botol plastik. Pengambilan
menambahkan bahan organik. Beberapa alga
sampel dilakukan setiap 10 hari selama pertanaman
beradaptasi pada tanah lembab, bahkan permukaan
padi sawah. Sebelum pengambilan sampel terlebih
batuan, alga tersebut mendegradasi mineral yang
dahulu dilakukan pengukuran ketinggian muka air
belum terhancurkan sehingga menjadikan produk-
genangan sawah dengan menggunakan penggaris
produk dekomposisinya tersedia untuk membangun
panjang. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke
dan memperkaya tanah (Pelczar dan Chan, 1986).
dalam termos es yang telah diberi es batu hingga
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengamatan dilakukan. Penyimpanan dalam termos
perubahan populasi protozoa dan alga dominan yang
es bertujuan untuk menghambat berkembangbiaknya
mendiami air genangan tanah sawah akibat pemberian
protozoa dan alga serta menghambat aktivitas
pupuk bokashi berkelanjutan selama pertanaman padi
protozoa dan alga selama dalam perjalanan dari
sawah.
lapangan ke laboratorium lebih kurang 1,5 jam.
BAHAN DAN METODE
Pengamatan
Desain Percobaan dan Analisis Data Pengamatan protozoa dan alga pada setiap
sampel dilakukan dengan mengambil sebanyak 10-
Penelitian ini dilakukan di lahan padi sawah di
50 ml sampel air dituangkan ke dalam cawan petri
Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus yang
lalu diamati dengan menggunakan mikroskop stereo
dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2006.
dengan perbesaran 20 – 40 x, kemudian digambar,
Pengamatan jumlah dan keanekaragaman protozoa
difoto dan jumlah protozoa dan alga dihitung. Hal
dan alga dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,
ini dilakukan hingga seluruh sampel air habis.
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Protozoa dan alga hasil tangkapan diidentifikasi
Lampung. Penelitian dilakukan dalam Rancangan
jenisnya. Protozoa yang berhasil dilihat dihitung
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Perlakuan
jumlahnya kemudian diidentifikasi secara manual,
226
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231
dengan melihat flagel serta bentuk tubuh protozoa dan Fluktuasi protozoa dan alga
alga. Jumlah protozoa dan alga yang didapat
Fluktuasi jumlah protozoa dan alga total pada
dikonversi ke dalam jumlah protozoa dan alga
tanah yang tidak diberi bokashi pada waktu 10 hst
genangan air per dm3. Variabel pendukung yang
sampai 80 hst lebih rendah dibandingkan dengan
diamati adalah pH air, C-organik tanah, dan
jumlah protozoa pada tanah yang diberi bokashi
ketinggian genangan air.
selama 2 tahun dan 4 tahun berturut-turut.
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
% menunjukkan bahwa total protozoa dan alga pada
air genangan padi sawah tertinggi diperoleh pada
Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga
perlakuan aplikasi bokashi berkelanjutan selama 4
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat tahun (Tabel 1). Populasi protozoa dan alga mulai
2 genus protozoa dan 2 genus alga dominan yang meningkat tajam sejak 30 hst dan cenderung stabil
dapat diamati pada lahan sawah yang diberi bokashi jumlahnya sampai akhir masa panen. Hal ini
berkelanjutan (Gambar 1) yang lebih tinggi jumlahnya disebabkan karena penambahan kompos (bokashi)
dibandingkan dengan tanah sawah yang tidak diberi berkelanjutan ke dalam tanah, akan meningkatkan
bokashi. Dua genus protozoa tersebut yaitu Euglena populasi bakteri dan fungi dalam tanah (Labidi et al.,
sp., Pleodorina sp., dan 2 genus alga adalah Volvox 2007) yang menjadi sumber makanan bagi protozoa.
sp., dan Diatom (Gambar 1).
1000 100 0
900 90 0
Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga (Propagul dm-1 air)
800 80 0
700 70 0
600 60 0
500 50 0
400 40 0
300 30 0
20 0
200
10 0
100
0
0
ko n tro l 2 t ah u n 4 ta h u n
kontrol 2 tahun 4 tahun
Diatom
Vo lvo x s p .
1000
1000 900
900 800
800 700
700 600
600 500
500 400
400 300
300 200
200 100
100 0
0
kontrol 2 tahun 4 tahun
kontrol 2 tahun 4 tahun
Gambar 1. Kepadatan Populasi protozoa dan alga dominan yang terdapat di air genangan padi sawah
yang diberi bokashi berkelanjutan. Bar menunjukkan standar eror (P = 0,95 %).
227
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi
2 00 0
Kepadatan populasi protozoa
1 80 0
dan alga (propagul dm-1)
1 60 0
1 40 0
1 20 0
1 00 0 kontrol
8 00
2 tahun
6 00
4 tahun
4 00
2 00
0
10 20 30 40 50 60 70 80
Gambar 2. Fluktuasi populasi protozoa dan alga dalam air genangan padi sawah selama
pertanaman padi yang diberi bokashi berkelanjutan.
350
Dengan demikian semakin banyak pula protozoa dan 300
alga yang akan hidup. Hal ini diduga disebabkan oleh 250
200 kontrol
mulai termineralisasinya nitrogen dan hara lain 150 2tahun
sehingga dapat digunaan oleh mereka. Selain sifat 100
kimia tanah yang diperbaiki (Zhang et al., 2006) oleh 50 4tahun
0
pemberian kompos ke tanah, sifat fisik tanah juga
10 20 30 40 50 60 70 80
menjadi lebih baik. Penurunan jumlah populasi
Waktu (hari setelah tanam)
protozoa dan alga terjadi pada 30 dan 60 hari setelah
tanam, disebabkan dilakukannya manajemen Gambar 3. Fluktuasi populasi Euglena sp. dalam air
pengelolaan padi sawah organik oleh para petani yaitu genangan padi sawah selama pertanaman
dengan melakukan penyiangan gulma, pergiliran air padi sawah yang diberi bokashi
irigasi, dan pengeringan air genangan padi sawah. berkelanjutan.
228
Kepadatan populasi Pleidorina sp. J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231
(propagul dm-1)
600 600
-1
)
500 500
d m
Gambar 4. Fluktuasi populasi Pleidorina sp. dalam Gambar 5. Fluktuasi populasi Volvox sp. dalam air
air genangan padi sawah selama genangan padi sawah selama pertanaman
pertanaman padi sawah yang diberi padi sawah yang diberi bokashi
bokashi berkelanjutan. berkelanjutan.
berkelanjutan (Gambar 4) selain itu seiring dengan Tabel 2. Pengaruh pemberian bokashi berkelanjutan
waktu pertumbuhan tanaman padi jumlah Pleodorina terhadap kepadatan populasi Volvox sp.
sp. meningkat tajam sejak 20 hst dan kemudian stabil pada air genangan padi sawah.
sejak 40 hst. Namun secara statistika lama aplikasi
bokashi tidak mempengaruhi populasi Pleodorina sp. Lama aplikasi bokashi Kepadatan populasi
Pada penelitian ini diperoleh bahwa protozoa Volvox sp. (propagul dm-3)
dominan yang mendiami air genangan tanah sawah Kontrol 734 ± 43,02a
adalah dua protozoa seperti disebutkan di atas. Sampai 2 tahun 814 ± 55,95b
saat ini alasan mengapa didominasi oleh kedua 4 tahun 896 ± 50,17c
organisme tersebut belum dapat dijelaskan pada studi BNJ 5% = 80
saat ini.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
Perubahan Kepadatan Populasi Masing-masing tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Alga
perlakuan yang diberi bokashi berkelanjutan (Gambar
Populasi Volvox sp. Secara deskriptif, jumlah 6). Populasi Diatom menurun pada perlakuan aplikasi
populasi Volvox sp. yang menghuni genangan air padi bokashi selama 2 tahun pada 70 hst yang disebabkan
sawah pada perlakuan kontrol lebih rendah dilakukannya pengeringan air genangan padi sawah.
dibandingkan dengan perlakuan yang diberi bokashi Populasi Diatom ternyata juga banyak ditemui pada
berkelanjutan (Gambar 5). Populasi volvox sp. sawah-sawah di Australia (Grant et al., 2006).
meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman padi Peningkatan jumlah alga pada padi sawah
kecuali pada 30 hst, yang disebabkan dilakukannya kemungkinan akan mempengaruhi ketersediaan
manajemen pengelolaan padi sawah organik oleh para nitrogen bagi tanaman padi, namun hal ini perlu studi
petani yaitu dengan melakukan penyiangan gulma, lebih lanjut. Roger et al. (1987) melaporkan bahwa
dan pergiliran air irigasi. alga hijau biru sangat berpotensi untuk dijadikan
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 inokulum penambatan nitrogen secara biologi pada
% menunjukkan bahwa total Volvox sp. air genangan pertanaman padi sawah.
padi sawah tertinggi diperoleh pada perlakuan
aplikasi bokashi berkelanjutan selama 4 tahun (Tabel Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga lainnya
2).
Populasi Diatom. Secara deskriptif, kepadatan Secara deskriptif, protozoa dan alga lainnya
populasi Diatom di air genangan padi sawah pada (antara lain: Chlococcum, Archipora, Bdelloida,
perlakuan kontrol lebih rendah dibandingkan dengan Spirogyra, Ploimida) di air genangan padi sawah pada
pertanaman konvensional (kontrol) memiliki jumlah
229
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi
Gambar 6. Fluktuasi populasi Diatom dalam air Protozoa dan alga yang mendominasi pada air
genangan padi sawah selama genangan tanah sawah pada penelitian ini adalah dari
pertanaman padi sawah yang diberi genus Euglena, Pleodorina, Volvox, dan Diatom.
bokashi berkelanjutan. Pemberian bokashi terus menerus selama 4 tahun
meningkatkan secara siginifikan jumlah populasi
protozoa dan algae secara keseluruhan, tetapi hanya
Kepadatan populasi protozoa dan
alga lainnya (propagul dm-1)
DAFTAR PUSTAKA
Indeks Keanekaragaman Protozoa dan Alga
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Adrian, R and B. Schneider-Olt. 1999. Top-down effects
pemberian bokashi berkelanjutan tidak berpengaruh of crustacean zooplankton on pelagic microorganisms
secara signifikan terhadap indeks keanekaragaman in a mesotrophic lake. J. Plankton Res. 21: 2175-2190.
Ali, A.B. 1990. Seasonal dynamics of microcrustacean and
populasi protozoa dan alga air genangan padi sawah.
rotifer communities in Malaysian rice fields used for
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman protozoa rice-fish farming. Hydrobiologia 206: 139-148.
dan alga air genangan padi sawah, memiliki nilai rata- Bambaradeniya, C.N.B and P. Amarasinghe. 2004.
rata indeks keanekaragaman sebesar 3,93 untuk lahan Biodiversity Associated with the Rice Field Agro-
kontrol, 3,95 untuk lahan yang diaplikasi bokashi Ecosystem in Asian Countries: A Brief Review.
230
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231
Working Paper 63. International Water Management of arbuscular mycorrhizal fungi in Acacia tortilis ssp.
Institute, Srilanka, 24 pp. raddiana savanna in a pre-Saharan area. Appl. Soil
Banerjee, M. 1991. Blue green algal ecology of paddy Ecol. 35 184-192.
fields. Bionatures 11: 45-49 Mogi, M. 1993. Effect of intermittent irrigation on
Dawah, A.M.A. 2006. Influence of saturn herbicide on a mosquitoes (Diptera: Culicidae) and larviviorous
natural phytoplankton community of rice fields. predators in rice fields. J. Med. Entomol. 30: 309-
Egypt J. Agric. Res., 84: 587-594. 319.
Ferrari, I., A. Bachiorri, F.G. Margaritora, and V. Rossi. Pelczar Jr., M.J. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar
1991. Succession of cladocerans in a northern Italian mikrobiologi. Penerjemah: R.S. Hadioetomo, T.
ricefield. Hydrobiologia 225: 309-318. Imas, S.S. Tjitrosomo, dan S.L. Angka. Penerbit
Grant, A.J., M. Pavlova, L. Wilkinson-White, A. Universitas Indonesia. Jakarta. 443 hlm.
Haythornthwaite, I. Grant, D. Ko, B. Sutton, and R. Perucci, P., 1990. Effect of the addition of municipal soild-
Hinde. 2006. Ecology and biology of nuisance algae waste compost on microbial biomass and enzyme
in rice fields. A report for the Rural Industries activities in soil. Biol. Fertil. Soils 10: 221-226.
Research and Development Corporation. University Roger, P.A., S. Santiago-Ardales, and I. Watanabe. 1987.
of Sydney, NSW: 38 p. The abundance of heterocystous blue-green algae in
Grant, I.F., A.C. Tirol, T. Aziz, and I. Watanabe. 1983a. rice soils and inocula used for application in rice
Regulation of invertebrate grazers as a means to fields. Biol. Fertil. Soils 5: 96-105.
enhance biomass and nitrogen fixation of Roger, P.A., W.J. Zimmerman and T.A. Lumpkin. 1993.
Chyanophyceace in wetland rice field. Soil Sci. Soc. Microbiological management of wetland rice fields.
Am. J. 47: 669-675. In F.B. Metting Jr. ed. Soil Microbial Ecology,
Grant, I.F., E.A. Egan, and M. Alexander. 1983 b. Applications in Agricultural and Environmental
Measurement of rates of grazing of the ostracod Management. pp. 417-455 Mercell Dekker, Inc.
Cyprinotus carolinensis on blue green algae. Simpson, I.C., P.A. Roger, R. Oficial, and I.F. Grant. 1994.
Hydrobiologia 106: 199-208. Effects of nitrogen fertilizer and pesticide
Kivi, K., H. Kuosa, and S. Tanskanen. 1996. An management of floodwater ecology in a wetland tice
experimental study on the role of crustacean and field II. Dynamics of microcrustaceans and dipteran
microzooplankton grazers in the planktonic food web. larvae. Biol. Fertil. Soils. 17:138-146.
Marine Ecol. Prog. Ser. 136: 59-68. Yoshida, T., T.B Gurung, M. Kagami and J. Urabe. 2001.
Krebs, J.K. 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Contrasting effects of a cladoceran (Daphnia galeata)
Distribution and Abundance.Third Edition Harper & and a calanoid copepod (Eodiaptomus japonicus) on
Row, Publisher. New York. Pp. 521-522. algal and microbial plankton in a Japanese lake, Lake
Kuwabara, R. 1999. Dynamic of water quality and Biwa. Oecologia 129: 602-610.
planktonic community in a paddy of northeastern Zhang, M., D. Heaney, B. Henriquez, E. Solberg, and E.
Hokkaido along with the growth of rice plant. Proc. Bittner. 2006. A four year study on influence of
of Int. Seminar on Development of Agribusiness and biosolids/MSW cocompost application in less
its Impact on Agricultural Production in Southeast productive soils in Alberta: nutrient dynamics.
Asia. 14-19 November 1998, Tokyo, p. 434-442. Compost Sci. Util. 14: 68-80.
Labidi, S., H. Nasr, M. Zouaghi, and H. Wallander. 2007.
Effects of compost addition on extra-radical growth
231
PERANAN MIKROBA DAN PROTOZOA DALAM PENANGGULANGAN
LIMBAH CAIR INDUSTRI KERTAS
Dra. Rosmimik Emerde Palar, M.Si.
Latar Belakang
Kesulitan utama dalam analisis kayu secara umum bukanlah karena jumlah
komponen kayu yang kadang-kadang sangat berbeda komposisi dan sifat-sifatnya,
melain karena eratnya asosiasi ultra struktur dan kimia yang ada diantara
makromolekul dinding sel.
Warna pulp terutama disebabkan oleh adanya lignin dan zat ekstrak serta
perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada zat-zat tersebut. Pemutih merupakan
proses penghilangan lignin dan bahan-bahan lain dari serat untuk meningkatkan
kecerahan warna pulp. Limbah dari pulp memberikan warna gelap dan keruh yang
mengakibatkan air buangannya sangat mencemari perairan dilingkungan
pabrik,sehingga mengakibatkan syarat COD dan BOD yang ditetapkan oleh
AMDAL tidak terpenuhi. Untukmengatasi haltsb diatas maka limbah tersebut harus
kita perlakukan secara biologi jangan secara kimia karena cara kimia tetap
meninggalkan residu terhadap lingkungan. Cara biologi yang paling tepat adalah
dengan memanfaatkan jasa Mikroba dan Protozoa .
MIKROBA
Protozoa digunakan sebagai indikator kualitas air, materi limbah mentah dapat
dikatagorikan kedalam tiga golongan.
Limbah yang berisikan kotoran mentah yang bersifat semi solid dilewatkan
kedalam tanki aerobik , dalam tanki tsb masukakan mikroba dan protozoa aerob
yang berfungsi mendegradasi limbah mentah yang ada dalam tangki dan
menghasilkan produk samping berupa amoniak, methan, hidrogen sulfida . Dalam
tangki aerob terdapat tiga lapisan, dimana lapisan pertama berisikan hasil samping
dari degradasi limbah cair kertas oleh mikroba aerob dan protozoa, lapisan kedua
berisi cairan yang masih mengandung limbah cair kertas dan lapisan ketiga berupa
sludge yang dapat dipergunakan untuk pupuk.. Protozoa yang digunakan adalah klas
Ciliata yaitu Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp. Cairan yang berada pada
lapisan ke dua dialirkan kedalam trickling filter yang dilapisi batuan dan lapisan
yang berisikan mikroba dan protozoa aerobik pada proses ini terjadi oksidasi yang
berkelanjutan dengan kehadiran microorganisme tsb sampai terjadi dekomposisi yang
sempurna. Hasil samping dari proses ini berupa CO 2dan H2O. Kemudian cairan
dilewatkan kedalam setting tank agar detrius settle out. Sebelum air dialirkan ke
pembuangan dilperlakukan terlebih dahulu dengan klorin guna untuk
menghancurkan pathogen yang ada.
Teknik Penyamplingan,
Sampel di ambil sampel secara aseptik masukkan kedalan botol steril untuk
sampel yang berupa cairan dan masukkan kedalam kantong plastik untuk sampel
yang berupa sedimen atau tanah dll. Untuk botol jar, isi botol sampai 1/3 bagian
dengan sampel (vegetasi tanaman), daun mengenbang, dan parutan batu.
Pemurnian isolat
Dilakukan dengan mengambil koloni dari hasil diatas disebar kembali kedalam media
spesifik dengan sistim kwadran, timbulnya koloni disepanjang garis goresen yang
tumbuh tunggal disimpan sebagai isolat yang sudah murni.
Kultivasi
Isolat yang sudah murni (bakteri, jamur, selulolitik dan lignolitik) ambil
dengan menggunakan ose,masukkan kedalam media NA cair untuk bakteri umum ,
media PDA cair untuk jamur umum, Inkubasi pada suhu kamar 2-3 hari untuk
mesofilik dan 60 0 C, untuk bakteri dan jamur termopilik, media selulolitik cair untuk
selulase dan media lignolitik cair untuk lignase inkubasi 3 – 5 hari pada suhu kamar
untuk mesofilik dan suhu 600 C untuk termopilik.
HASIL
Dari proses pengolahan limbah cair industri kertas ini didapatkan :
1. Pupuk Mikroba Fungsi Ganda
Keunggulannya :
Keunggulannya :
Catatan :
Proyek pengolahan limbah pabrik kertas, oleh Tenaga Ahli CV. MARROS
LESTARI, 2005
DAFTAR PUSTAKA
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61084352.pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.47 WIB.
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22/jurnal/ML_185_final%20(74-82).pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.49 WIB.
http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itk21/jurnal/2_foraminifera.pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.53 WIB.
http://jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2010/08/1153-58-d-sagala
ganjil.pdf. Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 21.59 WIB.
http://marrosorganoferti.blogspot.com/2011/05/peranan-mikroba-dan-
protozoa-dalam.html . Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 22.05 WIB
http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/download/63/315 .
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 22.09 WIB.