Anda di halaman 1dari 53

KLIPING

JURNAL PROTOZOA AIR SEBAGAI INDIKATOR LINGKUNGAN

“Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Avertebrata Air”

DISUSUN OLEH :

PEFI FIRMAN NURLAILUDIN ( 230110110030 )


RIANDI SAPUTRO ( 230110110042 )
FIQI MUHAMMAD SEPTIAN ( 230210110023 )

KELAS : FPIK I A

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
DAFTAR ISI

Resume Jurnal…………………………………………………………………… 1
1. Luli Gustiantini dan Ediar Usman : Distribusi Foraminifera Bentik Sebagai
Indikator Kondisi Lingkungan di Perairan Sekitar Pulau Batam – Riau
Kepulauan …………………………………………………………………... 2
2. Suhartati M. Natsir dan Rubiman : Distribusi Foraminifera Bentik Resen
di Laut Arafura…………………………………………………………….. 12
3. Suhartati M. Natsir : Kelimpahan Foraminifera Resen Pada Sedimen
Permukaan di Teluk Ambon……………………………………………...... 21
4. Effendi Parlindungan Sagala : Potensi Komunitas Plankton dalam
Mendukung Kehidupan Komunitas Nekton di Perairan Rawa Gambut,
Lebak Jungkal di Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir
(OKI), Propinsi Sumatera
Selatan……………………………………………………………………… 31
5. Ainin Niswati, Dermiyati, dan Mas Achmad Syamsul Arif : Perubahan
Populasi Protozoa dan Alga Dominan pada Air Genangan Tanah Padi
Sawah yang Diberi Bokashi Berkelanjutan ………………………………... 37
6. Rosmimik Emerde Palar : Peranan Mikroba dan Protozoa Dalam
Penanggulangan Limbah Cair Industri Kertas…………………………….. 44
Daftar Pustaka………………………………………………………….............. 51
RESUME JURNAL
Protozoa termasuk golongan protista eukariotik yang berada dalam
keadaan sel tunggal dan berkoloni. Protozoa hidup bebas tergantung adanya air,
pada bahan organik yang membusuk, dalam tanah dan pasir, hidupnya
dipengaruhi kelembaban, suhu, cahaya, nutrien dan kondisi fisik dan kimia.
Pertumbuhanannya dapat bertahan dalam air pada suhu 560 C, tetapi suhu
optimumnya adalah antara 36 s/d 400C, keasaman berkisar antara pH 6.0 dan pH
8.0. Protozoa memiliki 4 kelas yang dibedakan berdasarkan alat geraknya, yaitu
Rhizopoda, Flagellata (Mastigophora), Ciliata (Ciliophora), dan Apicomplexa
(Sporozoa).
Dalam Kliping Jurnal Protozoa Air Sebagai Indikator Lingkungan, dibahas
beberapa protozoa air sebagai indikator lingkungan antara lain :
1. Kandungan Foraminifera (Kelas Rhizopoda) di dalam sedimen permukaan
perairan sekitar Pulau Batam – Kepulauan Riau sangat berlimpah dan beraneka
ragam. Kumpulan Foraminifera yang ditemukan menunjukkan kondisi
lingkungan laut dangkal dengan energi arus relatif tinggi, dengan material
sedimen yang kasar sampai lumpuran.
2. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae) dan Flagellata merupakan
takson yang dominan yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau Lebak
Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies yang termasuk ketiga taksa tersebut
merupakan yang paling adaptif dan dapat dikembangkan untuk pakan alami
dalam budidaya ikan di wilayah Danau Lebak Jungkal.
3. Protozoa dan alga yang mendominasi pada air genangan tanah sawah pada
penelitian ini adalah dari genus Euglena, Pleodorina, Volvox, dan Diatom.
Pemberian bokashi terus menerus selama 4 tahun meningkatkan secara
siginifikan jumlah populasi protozoa dan algae secara keseluruhan, tetapi
hanya alga genus Volvox yang jumlahnya secara signifikan dipengaruhi oleh
pemberian bokashi terus menerus.
4. Protozoa aerob yang berfungsi mendegradasi limbah mentah yang ada dalam
tangki dan menghasilkan produk samping berupa amoniak, methan, hidrogen
sulfida. Protozoa yang digunakan adalah kelas Ciliata yaitu Metapus sp,
Saprodinium sp, Epulxis sp.
Dari pembahasan sekilas di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
protozoa yang dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan antara lain
Foraminifera (kelas Rhizopoda), Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp (kelas
Ciliata).
Dengan demikian protozoa dapat bermanfaat bagi manusia salah satunya
adalah untuk menentukan indikator suatu lingkungan yang mana apakah
lingkungan tersebut baik atau buruk bagi kelangsungan hidup manusia.
DISTRIBUSI FORAMINIFERA BENTIK SEBAGAI INDIKATOR KONDISI LINGKUNGAN DI
PERAIRAN SEKITAR PULAU BATAM – RIAU KEPULAUAN

Oleh :

Luli Gustiantini dan Ediar Usman

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Jl. Dr. Junjunan No. 236 Bandung-40174

SARI

Hasil analisis foraminifera bentik dari 42 percontoh sedimen dasar laut yang diambil dari Perairan
Batam menunjukkan kelimpahan yang sangat tinggi, terdiri dari 123 spesies, yang terbagi menjadi 72
spesies dari Grup Rotaliina, 28 spesies Miliolina, dan 23 spesies Textulariina. Berdasarkan analisis
cluster, lokasi penelitian terbagi menjadi 5 cluster, yang masing-masing didominasi oleh Asterorotalia
trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata, Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, dan
Operculina ammonoides. Kelima spesies tersebut merupakan penciri lingkungan laut dangkal, sedimen
kasar, dan berasosiasi dengan lingkungan berenergi tinggi dan terumbu karang.
Penyebaran foraminifera bentik di lokasi penelitian dipengaruhi oleh pola arus, distribusi sedimen,
dan terumbu karang. Ada perbedaan distribusi foraminifera bentik yang cukup signifikan antara
wilayah sebelah barat dengan di sebelah utara dan timur penelitian. Ketiga area tersebut memiliki pola
arus, tingkat energi dan distribusi sedimen yang cukup berbeda. Wilayah Perairan Batam dinilai masih
memiliki kondisi lingkungan yang bagus, dilihat dari kelimpahan foraminifera bentik, serta dari nilai
tingginya index diversitas yaitu >3.
Kata kunci : foraminifera bentik; analisis cluster; indikator lingkungan; Perairan Batam - Riau

ABSTRACT

Analysis of benthic foraminifera from 42 seafloor sediment samples from Batam Waters, shows very
high abundance, consists of 123 species, which are 72 species belong to Rotaliina, 28 species of Miliolina,
and 23 species of Textulariina. Based on cluster analysis, the study area is divided into 5 groups, each
cluster is dominated by Asterorotalia trispinosa, Pseudorotalia annectens, Amphistegina radiata,
Quinqueloculina cf. Q. philippinensis, and Operculina ammonoides. These five species of benthic
foraminifera are indicators for shallow marine water environment, with coarse sediment fraction and
associated with high energy environment and coral reef.
The benthic foraminiferal distribution is influenced by current pattern, sediment distribution, and
coral reef. There is a significant difference between benthic foraminiferal distribution in the western part
with the northern and the eastern parts. These three parts of the study area have different current pattern,
energy, and sediment distribution. Batam Waters is assumed still in good environment, derived from both
high abundance of benthic foraminifera and the high value of diversity index (>3).
Key words : benthic foraminifera; cluster analysis; environmental indicator; Batam Waters

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 6, No. 1, April 2008
43
PENDAHULUAN lebih didominasi oleh sedimen fraksi yang lebih
Perairan di sebelah utara P. Batam halus dan tebal (Usman, drr., 2005).
merupakan bagian dari jalur lalu lintas
internasional, dan merupakan batas antara METODE PENELITIAN
Indonesia – Malaysia, dan Indonesia – Pelaksanaan survei lapangan dilakukan oleh
Singapura. Perairan ini mempunyai karakteristik Tim Pusat Penelitian dan Pengembangan
arus yang relatif kuat, bergerak pada umumnya Geologi Kelautan (PPPGL) pada 1 Juni s/d 5 Juli
dari baratlaut ke tenggara sejajar dengan arah 2005, menggunakan kapal Geomarin I. Dalam
perairan Selat Malaka. Kedalaman rata-rata kegiatan tersebut telah dikoleksi sebanyak 80
daerah penelitian 10-20 m, sedangkan per contoh sedimen dasar laut dengan alat grab
kedalaman maksimal 65m terdapat di bagian sampler, lalu dipilih sebanyak 42 sampel yang
tengah penelitian (Usman, drr., 2005). dianggap mewakili daerah penelitian.
Seiring dengan perkembangan Selanjutnya 300 individu diambil dari percontoh
pembangunan, Perairan Batam sebagai kawasan hasil cucian masing-masing dari contoh fraksi
pesisir akan menjadi tujuan pengembangan ukuran terbesar, bila masih kurang diambil dari
sarana teknologi pelayaran, pelabuhan, industri, fraksi yang lebih kecil. Cangkang foraminifera
pemukiman, dan perikanan. Akibatnya akan tersebut akan dideterminasi mengacu pada
timbul permasalahan baru antara lain persoalan Barker (1960), Albani & Yassini (1993),
pencemaran lingkungan, abrasi pantai, banjir, Loeblich&Tappan (1994), dan Yassini & Jones
erosi permukaan tanah, amblasan, kelangkaan (1995).
air bersih, dll. (Usman, drr., 2005). Sehingga Tahap selanjutnya adalah analisis kuantitatif
perlu adanya monitoring terhadap berbagai dilakukan untuk mengetahui kelimpahan dan
perubahan lingkungan yang terjadi. Oleh karena keanekaragamannya, serta pengelompokkan
itu selain bertujuan untuk mengetahui berdasarkan metode cluster. Untuk
kandungan dan penyebaran foraminifera bentik pengelompokkan ini, dipilih 19 spesies yang
di lokasi penelitian dan faktor-faktor lingkungan paling melimpah di lokasi penelitian, dan
yang mempengaruhinya, penelitian ini juga kemudian diproses dalam program komputer
dimaksudkan sebagai monitoring terhadap “STATISTICA : cluster analysis”, yang telah
kondisi lingkungan perairan sekitar Pulau banyak dilakukan antara lain oleh Jorissen
Batam. (1986), dan Yassini & Jones (1991).
Foraminifera merupakan salah satu partikel Pengelompokkan dilakukan berdasarkan
dalam sedimen dasar laut yang keberadaannya kemiripan pola sebaran masing-masing spesies.
dapat menunjukkan lingkungan tempat dia Untuk menghitung tingkat
hidup. Cara hidupnya adalah menempelkan diri keanekaragaman, digunakan rumus Shannon-
pada sedimen, batuan, tumbuh-tumbuhan laut Weaver yang dikembangkan dalam program
dan karang yang berada di dasar perairan. komputer oleh Bakus (1990), yaitu:
Akibatnya foraminifera bentik sangat sensitif
terhadap berbagai perubahan lingkungan seperti H’ = - Σ pi log pi
temperatur, salinitas, cahaya, kedalaman,
kandungan oksigen, dll. (Boltovskoy dan Wright, Keterangan :
1976), sehingga merupakan indikator pi = ni / N
lingkungan yang sangat potensial. Σ = jumlah
Daerah penelitian adalah perairan Pulau ni = jumlah individu dari setiap spesies pada
Batam dan sekitarnya, yang terletak pada tiap contoh (I1, I2, . .., in)
koordinat 103030’ BT – 1050 BT, 1000’ LU- N = jumlah total individu
2000’LU (Gambar 1), termasuk ke dalam lembar
peta no. 1017. Sedimen dasar laut Perairan HASIL PENELITIAN DAN
Batam didominasi oleh pasir kuarsa dan PEMBAHASAN
campuran kerikil, serta cangkang dan Foraminifera bentik ditemukan cukup
batulempung kaolin, terutama di bagian timur melimpah, terdiri dari 123 spesies, terbagi
daerah pemetaan. Sementara di bagian barat menjadi 72 dari grup Rotaliina, 28 spesies dari

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


44 Volume 6, No. 1, April 2008
JURNAL GEOLOGI KELAUTAN
Volume 6, No. 1, April 2008

Gambar 1. Lokasi penelitian dan batimetrinya (Modifikasi dari Usman, drr., 2005)
45
Gambar 2. Foraminifera bentik yang dominan di lokasi penelitian (cluster 1: 1. Asterorotalia
trispinosa, 2. Textularia agglutinans, 3. Textularia cf. T. semialata, 4. Textularia conica;
Cluster 2 : 5 - 7. Pseudorotalia annectens, 8, 9. Eponides cibrorepondus, 10, 11.
Pseudorotalia conoides, 12, 13. Pseudorotalia sp. 2; Cluster 3: 14. Amphistegina radiata,
15. Elphidium cf. E. discoidalis multiloculum; Cluster 4 : 16. Quinqueloculina cf. Q.
philippinensis, 17. Heterolepa subhaidingeri; 18, 19. Asterorotalia inflata, 20.
Spiroloculina subimpresa; Cluster 5 : 21. Operculina ammonoides, 22. Agglutinella
agglutinans, 23. Siphotextularia sp.3, 24. Siphotextularia sp. 2, 25. Ammobaculites
agglutinans

grup Miliolina, dan 23 spesies dari grup penyusun lumpuran dan pasir (Boltovskoy &
Textulariina. Komposisi ini sangat ideal bagi Wright, 1976; Yassini & Jones, 1995, dan
lingkungan laut dangkal/zona paparan Rositasari & Rahayuningsih, 2000). Sedangkan
(Boltovskoy & Wright, 1976), di mana jenis keberadaan spesies Textularia conica
Rotaliina lebih dominan dibandingkan dengan menunjukkan energi tingkat menengah (Biswas,
jenis lainnya. 1976). Penyebarannya terutama pada area di
Berdasarkan analisis cluster, yang dilakukan sebelah baratlaut (lokasi 49), serta di sebelah
terhadap 19 jenis foraminifera paling dominan timurlaut penelitian sekitar lokasi 21 dan 81
(Gambar 2), lokasi penelitian terbagi menjadi 5 (Gambar 3).
cluster, di mana tiap cluster dicirikan oleh Cluster 2 dicirikan oleh Pseudorotalia
beberapa spesies yang pola penyebarannya annectens, Eponides cibrorepondus, Pseudorotalia
hampir sama. conoides, dan Pseudorotalia sp.2, yang
Cluster 1 dicirikan oleh spesies menunjukkan lingkungan perairan dangkal,
Asterorotalia trispinosa yang paling dominan, terbuka, dengan tingkat energi menengah, serta
Textularia agglutinans, Textularia cf. T.semialata, sedimen pasir lebih halus (Biswas, 1976).
dan Textularia conica, yang menunjukkan Penyebarannya terutama di sebelah utara P.
karakteristik lingkungan perairan terbuka Bintan (Gambar 4).
dengan arus menengah - kuat, serta sedimen

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


46 Volume 6, No. 1, April 2008
Gambar 3. Distribusi Cluster 1

Gambar 4. Distribusi Cluster 2

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 6, No. 1, April 2008
47
Tabel 1. Nilai indeks diversitas foraminifera bentik

No contoh Jumlah nilai indeks No contoh Jumlah nilai indeks


sedimen spesies diversitas sedimen spesies diversitas
1 32 3.47 38 32 3.47
2 45 3.99 39 42 3.74
4 24 3.14 40 42 3.95
5 28 3.50 45 50 4.28
7 30 3.40 47 40 4.20
8 33 3.81 49 17 2.77
9 39 3.66 51 27 3.30
12 36 3.58 55 21 3.04
13 37 3.83 56 32 3.66
17 27 3.50 58 35 3.81
18 28 3.33 60 51 4.11
21 22 3.09 63 34 3.61
23 37 3.87 65 26 3.26
24 40 3.69 66 46 3.83
28 20 3.40 71 30 3.40
30 30 3.37 73 37 3.91
31 40 4.01 74 28 3.33
32 29 3.56 75 39 4.01
33 36 3.93 76 28 3.47
35 39 3.66 80 43 4.03
36 36 3.58 81 37 3.78

Cluster 3 dicirikan oleh Amphistegina kondisi lingkungan laut terbuka, dangkal,


radiata dan Elphidium cf. E. discoidalis dengan komposisi sedimen pasir halus sampai
multiloculum, menunjukkan kondisi lingkungan lempung, dan fragmen cangkang (Biswas, 1976).
perairan dangkal dengan energi arus yang relatif Foraminifera yang ditemukan pada cluster 5
tinggi. Seperti diketahui, pada Perairan Batam, dicirikan oleh Operculina ammonoides,
terutama di sekitar Pulau Batam dan Bintan, Agglutinella agglutinans, Siphotextularia sp. 3,
terdapat populasi terumbu karang, yang Siphotextularia sp. 2, dan Ammobaculites
biasanya berasosiasi dengan kondisi turbulen agglutinans. Penyebarannya adalah di sebelah
dan temperatur hangat (Boltovskoy & Wright, timur daerah penelitian, terutama di wilayah
1976). Jenis-jenis foraminifera yang biasanya paling timurlaut, yaitu di sekitar lokasi 28, 30,
berasosiasi dengan terumbu karang antara lain 31, 38, dan 39 (Gambar 7). Dominasi dari
Amphistegina, Calcarina, serta Elphidium. Operculina ammonoides menunjukkan kondisi
Keterkaitan dengan terumbu karang inilah yang lingkungan laut dangkal terbuka, turbidit,
mempengaruhi penyebaran cluster 3, sehingga terumbu karang, dan sedimen pasir yang lebih
cenderung memiliki konsentrasi yang tinggi di halus, sampai lumpur dengan fragmen cangkang
sekitar Pulau Bintan, yaitu lokasi 4, 5, dan 7 dan kaya akan zat organik (Biswas, 1976;
(Gambar 5). Murray, 1991; dan Yassini & Jones, 1991).
Cluster 4 dicirikan oleh Quinqueloculina cf. Berdasarkan distribusi kelima cluster
Q. philippinensis, Heterolepa subhaidingeri, tersebut, hanya cluster 1 yang penyebarannya
Asterorotalia inflata, dan Spiroloculina mendominasi daerah bagian barat. Wilayah
subimpresa. Penyebarannya terutama di bagian bagian barat ini memiliki karakteristik sedimen
timurlaut penelitian, yaitu di sekitar lokasi no fraksi kasar, kecuali pada beberapa lokasi
24, 28, 32, dan 33 (Gambar 6). Spesies memiliki kandungan sedimen lumpur. Daerah ini
Quinqueloculina cf. Q. philippinensis yang didominasi oleh Asterorotalia trispinosa, yaitu
sangat dominan menunjukkan (indikator) jenis foraminifera bentik yang mampu bertahan

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


48 Volume 6, No. 1, April 2008
Gambar 5. Distribusi Cluster 3

Gambar 6. Distribusi Cluster 4

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 6, No. 1, April 2008
49
Gambar 7. Distribusi Cluster 5

Gambar 8. Kumpulan cangkang pecah dari lokasi 49 di sebelah barat penelitian (1.
Asterorotalia trispinosa (lebih dominan); 2. Operculina; 3. Pseudorotalia)

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


50 Volume 6, No. 1, April 2008
pada lingkungan dengan kondisi arus relatif kuat, foraminifera di dalam sedimen permukaan
terutama sangat berlimpah pada lokasi 49, yang perairan sekitar P Batam – Kepulauan Riau
mencapai 211 individu, atau 72,01 % dari sangat berlimpah dan beraneka ragam.
seluruh individu yang ada. Lokasi ini merupakan Kumpulan foraminifera yang ditemukan
lokasi paling ujung baratlaut, di mana seperti menunjukkan kondisi lingkungan laut dangkal
telah diungkapkan sebelumnya bahwa arus dengan energi arus relatif tinggi, dengan
berarah baratlaut-tenggara, sehingga material sedimen yang kasar sampai lumpuran.
diasumsikan daerah ini memiliki arus yang Ada perbedaan nyata antara penyebaran
sangat kuat. Asterorotalia trispinosa yang foraminifera di sebelah barat dengan di sebelah
ditemukan menunjukkan variasi dari bentuk dan utara dan timur penelitian, menunjukkan adanya
jumlah duri, gejala tersebut disebut ekofenotip, pengaruh dari faktor arus, jenis sedimen, dan
yaitu variasi morfologi cangkang sebagai salah terumbu karang yang terkonsentrasi di sekitar P.
satu cara beradaptasi terhadap lingkungan. Batam dan P. Bintan.
Gejala ini berasosiasi dengan lingkungan daerah Karena memiliki kelimpahan foraminifera
pesisir, dan lingkungan dengan variabel tinggi bentik tinggi (nilai indeks diversitas > 3),
(Walton & Sloan, dalam Rositasari, 1997). Perairan di sekitar P. Batam dan P. Bintan ini
Tingginya energi arus di bagian barat ini dianggap masih bagus dan cocok untuk
(lokasi 49) juga terlihat dari ditemukannya pertumbuhan mikrofauna.
cangkang-cangkang foraminifera dalam kondisi
pecah (tidak utuh), terutama jenis Asterorotalia, UCAPAN TERIMA KASIH
Pseudorotalia, dan Operculina (Gambar 8). Penulis berterima kasih kepada rekan-rekan
Kondisi ini menunjukkan adanya transportasi PPPGL yang merupakan anggota tim penelitian
cangkang akibat pergerakan arus. di Perairan Batam – Riau Kepulauan (LP 1017),
Sementara 4 cluster lainnya lebih K. T. Dewi, A. Fauzi, dan Y. Permanawati atas
terkonsentrasi di bagian utara sampai timur laut dukungan, bantuan, dan diskusi selama proses
lokasi penelitian. Daerah ini dicirikan dengan penyusunan makalah ini.
kandungan sedimen yang relatif lebih halus
dengan energi arus yang relatif lebih rendah. ACUAN
Pada daerah bagian utara dan sebelah timur Albani, A.D., & Yassini, I. 1993. Taxonomy and
penelitian ini, keberadaan terumbu karang juga distribution of the Family Elphididae
sangat berperan terhadap distribusi (foraminiferida) from shallow Australian
foraminifera, terutama karena habitatnya selalu Waters, Centre for Marine Science,
berasosiasi dengan kondisi yang cukup University of New South Wales, Australia.
mendapat sinar matahari, yang berarti 51h.
kandungan oksigen yang mencukupi, serta
pasokan nutrisi yang tinggi, maka kondisi ini Bakus, G.J. 1990. Quantitative ecology and
sangat menguntungkan bagi populasi marine biology, A.A. Balkema, Rotterdam.
foraminifera, sehingga daerah ini cenderung 157h.
lebih berlimpah dan beraneka ragam dibanding Barker, W. R., 1960. Taxonomic notes, soxy of
dengan bagian barat. economic paleontologists and mineralogist,
Nilai indeks diversitas lokasi penelitian Shelf Development Company, Houston,
relatif tinggi (> 3), dengan nilai rata-rata 3,72 Texas, 238h.
(Tabel 1). Hal tersebut menunjukkan bahwa
Biswas, B., 1976. Bathymetry of Holocene
wilayah Perairan Pulau Batam dan sekitarnya
foraminifera and Quaternary sea – level
masih memiliki kondisi lingkungan yang masih
changes on the Sunda Shelf. Dalam :
bagus dan cocok bagi perkembangan fauna
Journal of Foraminiferal Research, v. 6 (2) :
(Darsono, 1996).
107 – 133.
KESIMPULAN Boltovskoy, E., & Wright, R., 1976. Recent
Dari hasil penelitian dan pembahasan di foraminifera, Dr. W. Junk Publishers, The
atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan Netherlands, 414h.

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


Volume 6, No. 1, April 2008
51
Darsono, P. 1996. Analisis ”Infaunal benthos” Rositasari, R., dan Rahayuningsih, S. K., 2000.
untuk pemantauan pencemaran, studi Foraminifera bentik. Dalam Foraminifera
kasus di Fiji. Oseana. Vol. 21(2) : 45-63. sebagai bioindikator pencemaran, hasil
Loeblich, JR., A.R., & Tappan, H. 1994. studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap,
Foraminifera of the Sahul Shelf and Timor Tangerang, Pusat Penelitian dan
Sea, Cushman Foundation Special Pengembangan Oseanografi, Lembaga
Publication no.31. Dalam: Stephen J. Ilmu Pengetahuan Indonesia : 3 – 26.
Culvier (Edt). Cushman Foundation for Usman, E., Setyanto, A., Gustiantini, L.,
Foraminiferal Research, Cambridge, Permanawati, Y., Aryawan, I. K. G.,
U.S.A. 661h. Laputua, G., Novi., Subarsah, Sahudin, dan
Murray, J.W. 1991. Ecology and distribution of Hartono, 2005. Pemetaan geologi dan
benthic foraminifera. Dalam : Biology of potensi energi dan sumber daya mineral
foraminifera, J.J. Lee & O.R. Anderson bersistem (LP 1017) Batam – Riau
(Editor), Academic Press, United Kepulauan. Departemen Energi dan
Kingdom : 221 - 253. Sumber Daya Mineral, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Kelautan,
Rositasari, R. 1997. Variasi morfologi pada Bandung, Laporan Intern, Tidak
marga Ammonia. Dalam : Oseana. Majalah diterbitkan. 120h.
Ilmiah Semi Populer. Badan Penelitian dan
Pengembangan Oseanografi, Pusat Yassini, I. dan Jones, B.G. 1995. Foraminiferida
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi and Ostracoda from estuarine and shelf
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, environments on The South Eastern Coast
Jakarta, Volume XXII, no.3 : 1 - 15. of Australia, University press.,
Wollonggong, 270h.

JURNAL GEOLOGI KELAUTAN


52 Volume 6, No. 1, April 2008
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Hal. 74-82, Desember 2010

DISTRIBUSI FORAMINIFERA BENTIK RESEN DI LAUT ARAFURA

THE DISTRIBUTION OF RECENT BENTHIC FORAMINIFERA


IN THE ARAFURA SEA

Suhartati M. Natsir dan Rubiman


Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI
Email: suhartatinatsir@yahoo.com

ABSTRACT
Arafura Sea consists of shallow waters and located in the Southern of Papua to the north coast of
Australia. The waters is vegetated by shallow-water ecosytems such as mangrove, seagrass bed, and
coral reefs. The Arafura continental shelf is predominated by sediment from late Paleozoic,
Mesozoic to Cenozoic and underlain by granitic basement. Foraminifera is a single cell
microorgainsm, has pseudopodia with high level of diversity. Foraminifera dwells in every level of
sea depth, from estuary to the deep sea. However, a certain species commonly dwells in the specific
profundity. The aim of the study was to recognize the distribution of benthic foraminifera in the
waters of Arafura Sea and it relation with the environmental characteristics. As many as 11
sediment samples was collected in May 2010 from the water of Arafura Sea using a box core with
capcity of 0,3 m3. Laboratory analyses on the colleted samples were performed to determine the type
of sediments and identify the benthic foraminifera, and to determine the abundance of each samples.
The number of species found from the collected sediments were 37 species consisting of 29 genera of
which most of them were member of Suborder Rotaliina and many of them belong to Suborder
Miliolina and Textulariina. The most common species of the sampling sites were Ammonia beccarii
and Pseudorotalia schroeteriana. The Arafura Sea commonly recognized as shallow waters, open
seas, with current speed of midium to high. The predominant sediment type of the waters is sandy
mud and little of clay.
Keywords: distribution, benthic foraminifera, sediment and Arafura

ABSTRAK
Laut Arafura merupakan perairan dangkal yang terletak di wilayah Papua bagian Selatan sampai
bagian utara pantai Australia. Ekosistem yang terdapat pada perairan tersebut merupakan ekosistem
penciri perairan dangkal seperti hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Sedimen yang
mendominasi landas kontinen perairan Arafura berasal dari masa Paleozoikum akhir, Mesozoikum
sampai Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan granit pada bagian bawah. Foraminifera merupakan
mikroorganisme bersel tunggal dan berkaki semu yang mempunyai keragaman sangat tinggi. Habitat
foraminifera terdiri dari semua kedalaman laut dari tepi pantai sampai pada laut dalam. Secara
umum, suatu spesies bentik hidup pada kedalaman tertentu. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui distribusi foraminifera bentik yang terdapat pada sedimen di perairan Laut Arafura dan
kaitannya dengan karakteristik perairan tersebut. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Mei
2010 di Peraiaran Laut Arafura. Sebanyak 11 sampel sedimen diambil dari dasar perairan
menggunakan box core. Kemudian sampel yang diperoleh dianalisis jenis sedimennya dan
kandungan foraminifera bentik didalamnya. Jumlah spesies yang ditemukan mencapai 37 spesies
yang termasuk dalam 29 genus yang sebagian besar merupakan anggota dari subordo Rotaliina dan
beberapa spesies merupakan anggota Miliolina dan Textulariina. Spesies yang ditemukan merata
hampir di semua stasiun adalah Ammonia beccarii dan Pseudorotalia schroeteriana. Karakeristik
sebagian besar perairan Laut Arafura merupakan perairan dangkal, terbuka dengan tingkat energi
arus menengah sampai kuat. Jenis sedimen yang mendominasi perairan Laut Arafura adalah Lumpur
pasiran dengan sedikit lempung.
Kata Kunci: distribusi, foraminifera bentik, Sedimen, Arafura

©Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


74 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
Natsir dan Rubiman

I. PENDAHULUAN Program pemantauan lingkungan


perairan dapat dilakukan berdasarkan
Laut Arafura merupakan perairan distribusi foraminifera karena beberapa
yang meliputi landas kontinen Arafura – keunggulannya antara lain ukurannya
Sahul dan terletak di wilayah Papua yang relatif kecil, hidup pada lingkungan
bagian Selatan sampai perbatasan Benua tertentu, jumlahnya melimpah, mudah
Australia. Batas bagian Utara perairan dikoleksi, ekonomis dan secara signifikan
tersebut merupakan Laut Seram dan dapat diolah secara statistik. Habitat
Pulau Irian Jaya (Papua), sedangkan foraminifera terdiri dari semua
Pantai Utara Australia dari Semenanjung kedalaman laut dari tepi pantai sampai
York sampai Semenanjung Don pada laut dalam. Secara umum, suatu
merupakan batas di bagian Selatan. Di spesies bentik hidup pada kedalaman
bagian Barat, perairan tersebut dibatasi tertentu. Kedalaman merupakan faktor
oleh Laut Banda dan Laut Timor yang ekologi yang mempengaruhi distribusi-
melewati Kepulauan Aru dan Tanimbar. nya (Boltovskoy and Wright, 1976).
Sedangkan di bagian Timur terdapat Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk
Pulau Dolak dan Semenajung Don yang mengetahui distribusi foraminifera bentik
membatasi perairan tersebut. Brdasarkan yang terdapat pada sedimen di perairan
tingkat kedalamannya, Laut Arafura Laut Arafura dan kaitannya dengan
termasuk perairan dangkal dengan karakteristik perairan tersebut.
kisaran kedalaman antara 30-90 m.
Ekosistem yang terdapat pada perairan II. METODE PENELITIAN
tersebut merupakan ekosistem penciri
perairan dangkal seperti hutan mangrove, Secara umum, metode yang
padang lamun dan terumbu karang digunakan dalam penelitian dilapangan
(Wagey dan Arifin, 2008). Menurut adalah metode survey, sedangkan
Katili (1986), sedimen yang observasi dan analisis dilakukan di dalam
mendominasi landas kontinen perairan laboratorium. Pengambilan sampel
Arafura berasal dari masa Paleozoikum dilakukan pada bulan Mei 2010 di Laut
akhir, Mesozoikum sampai Kenozoikum Arafura dari bagian tenggara Kepulauan
yang dilandasi oleh lapisan granit pada Tanimbar ke arah bagian selatan dan
bagian bawah. timur Kepulauan Aru sampai sekitar
Foraminifera merupakan mikroor- Pulau Dolak dan Pulau Irian Jaya (Papua)
ganisme bersel tunggal dan berkaki semu (Gambar 1). Sedimen dasar laut diambil
yang mempunyai keragaman sangat dengan menggunakan box core yang
tinggi dan menempati hampir 2,5% dari berkapasitas 0,3 m3 untuk memperoleh
seluruh hewan yang dikenal sejak zaman sampel foraminifera bentik dari 11 lokasi
kambrium hingga resen. Sebanyak yang telah ditentukan. Sampel yang
38.000 spesies berupa fosil dan 10.000 – diperoleh dimasukkan ke dalam kantong
12.000 spesies foraminifera resen plastik yang telah diberi label untuk
ditemukan di seluruh lauatan dianalisa lebih lanjut di laboratorium.
(Boltovskoy and Wright, 1976). Menurut Proses preparasi, observasi dan analisis
Murray (1973), distribusi dan kelimpahan terhadap sampel dilakukan di
spesies mendapat perhatian yang cukup laboratorium Geologi Laut, Pusat
besar, baik spesies yang masih hidup Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta.
maupun yang sudah mati. Foraminifera
merupakan kelompok hewan yang
sebagian besar hidup di laut.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 75
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di perairan Laut Arafura

Sampel yang diperoleh merupakan pencucian dan pengeringan, saringan


material dari dasar laut secara harus direndam dalam larutan methiline
keseluruhan yang meliputi material blue untuk mencegah kontaminasi oleh
sedimen, serasah dan organisme sampel berikutnya dan dicuci. Tahap
termasuk foraminifera bentik. Tahap selanjutnya adalah picking yang
preparasi diperlukan untuk memisahkan dilakukan dengan menyebarkan sampel
foraminifera bentik yang terdapat pada yang telah dicuci pada extraction tray
sampel tersebut dari bahan-bahan dan dibawah mikroskop secara merata.
organisme lain sehingga dapat Foraminifera yang terdapat dalam sampel
diidentifikasi dengan mudah. Preparasi tersebut diambil dan disimpan pada
sampel dilakukan dengan beberapa tahap, foraminiferal slide.
antara lain pencucian sampel, picking, Kemudian dilakukan proses
deskripsi dan identifikasi serta sticking deskripsi dan identifikasi terhadap
dan dokumentasi. spesimen yang didapatkan. Spesimen
Pencucian sampel dilakukan yang telah dipisahkan diklasifikasikan
dengan menggunakan air mengalir diatas berdasarkan morfologinya seperti bentuk
saringan dengan diameter berturut-turut cangkang, bentuk kamar, formasi kamar,
1.0, 0.5, 0.250, 0.125, 0.063 mm. Setelah jumlah kamar, ornamentasi cangkang,
pencucian, sampel tersebut dikeringkan kemiringan apertura, posisi apertura dan
menggunakan oven pada suhu 30°C kamar tambahan. Sedangkan proses
sampai kering (selama ± 30 menit). identifikasi dilakukan berdasarkan
Sampel yang telah kering dimasukkan ke berbagai referensi tentang foraminifera
dalam kantong plastik yang telah diberi bentik. Tahap selanjutnya merupakan
label untuk analisis lebih lanjut. Setelah kajian sistemik dan analisis kuantitatif

76 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman

untuk mendapatkan data kelimpahan. Stasiun 13 yang terletak di bagian


Proses sticking dan dokumentasi Selatan Kepulauan Tanimbar tercatat
dilakukan dengan meletakkan spesimen mempunyai kedalaman yang mencapai
yang terpilih pada foraminiferal slide 341 m. Lokasi tersebut diduga
dengan posisi tampak apertura, tampak merupakan titik pertemuan antara Busur
dorsal, tampak ventral dan tampak Banda dan lempeng Benua Australia
samping yang kemudian didokumen- seperti yang dinyatakan oleh Katili
tasikan dibawah mikroskop. (1986) bahwa terdapat lengkungan
Pengelompokan kelimpahan fora- kebawah pada sedimen di perairan
minifera bentik yang ditemukan Arafura yang berbatasan dengan Busur
berdasarkan jumlah spesimen yang Banda. Pola tektonik dari deformasi
ditemukan. kelimpahan foraminifera tersebut terjadi karena dorongan Busur
bentik dikelompokkan kedalam 3 Banda ke arah Benua Australia dan
kategori yaitu tinggi (melimpah), sedang semakin meningkat ke arah Utara.
dan rendah (jarang). Spesies yang Sedangkan kedalaman di stasiun lainnya
tergolong dalam kelimpahan tinggi tercatat tidak lebih dari 60 m dan perairan
merupakan spesies yang ditemukan paling dangkal ditemukan di dekat Pulau
sebanyak lebih dari 50 spesimen, Dolak (stasiun 14).
sedangkan kelimpahan sedang dan Secara keseluruhan, hasil analisis
rendah masing-masing diwakili oleh terhadap sampel sedimen yang diperoleh
jumlah spsies yang ditemukan sebanyak dari 10 lokasi di perairan Laut Arafura
11 – 50 spesimen dan kurang dari 11 diperoleh foraminifera bentik resen
spesimen. sebanyak 1593 individu. Jumlah tersebut
Penentuan jenis sedimen dari terdiri dari 37 spesies yang termasuk
sampel yang diambil dilakukan dengan dalam 29 genus (Tabel 1). Sebagian besar
analisis granulometri menggunakan spesies yang ditemukan merupakan
ayakan berukuran 0,063 – 4 mm. anggota dari subordo Rotaliina, namun
Pengelompokan butir sedimen dilakukan juga ditemukan beberapa spesies yang
berdasarkan skala Wenworth (1922) dan merupakan anggota Milioliina dan
penamaannya berdasarkan klasifikasi Textulariina. Kelimpahan dan jenis
Shepard (1960). foraminifera bentik yang ditemukan pada
masing-masing stasiun berbeda-beda
III. HASIL DAN PEMBAHASAN seiring dengan komposisi atau jenis
sedimennya.
Laut Arafura terletak di wilayah Setiap stasiun mempunyai kompo-
Papua bagian Selatan sampai perbatasan sisi kelimpahan foraminifera bentik yang
Benua Australia. Menurut Wagey dan berbeda. Jumlah foraminifera terbanyak
Arifin (2008), perairan Laut Arafura diperoleh dari stasiun 22 dengan
merupakan perairan dangkal dengan kedalaman 38 m yang terletak di sebelah
kisaran kedalaman antara 30-90 m tenggara Kepulauan Aru. Sedimen yang
dengan Ekosistem yang terdapat pada mendominasi stasiun tersebut adalah
perairan tersebut merupakan ekosistem jenis lumpur pasiran dan sedikit lempung
penciri perairan dangkal seperti hutan (Tabel 2). Spesies yang ditemukan
mangrove, padang lamun dan terumbu melimpah pada stasiun tersebut adalah
karang. Namun, pada penelitian ini Ammonia beccarii dan Pseudorotalia
ditemukan bahwa terdapat perairan yang schroeteriana yang masing-masing
mempunyai kedalaman lebih dari 300 m. mencapai 111 dan 64 individu (Tabel 1).

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 77
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Tabel 1. Jumlah foraminifera bentik yang ditemukan pada sampel yang berasal dari
perairan Laut Arafura

Sampel
Foraminifera Benthic
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Ammonia beccarii (Linnaeus) - 104 21 46 121 69 14 116 131 111 14
Amphistegina lessonii - - - - - - - - - - 1
Anomalina rostrata (Bradyi) 21 - - - - - - - - - -
Asterorotalia trispinosa - - - - - - - - - 1 -
Astocolus reniformis (d'Orbigny) 6 - - - - - - - - - -
Bolivina earlandi (Parr) 82 - - - 2 - - - - - -
Bolivina spathulata (Williamson) 26 16 - - 41 4 - - - - 4
Bolivina subspinecens (Cushman) 12 - - - - - - - - - -
Cancris oblongus (Cushman) 40 - 48 - - - - - - 18 -
Cibicides berthelotianus (d'Orbigny) - - - - - - 2 - - - -
Cibicides molis - - - - - - - - - 14 -
Discorbinella biconcavus (Parker & Jones) - - - - - - - - - - 2
Elphidium craticulatum - - - - - - - 6 9 41 -
Elphidium crispum - - 7 - - 8 4 - - 29 -
Eponides berthelotianus (d'Orbigny) - 12 - - - - - - - - -
Fissurina exsculpra (Brady) - - - - 1 - - - - - -
Guttulina dawsoni (Chusman and Ozawa) - - - - - - 2 - - - -
Gyroidina neosoldanii - - - - - - 2 2 - - 2
Hoglundina elegans (d'Orbigny) - - - - 6 - 2 4 - - -
Lagena gracillisima (Sguenza) 1 - - - - - - - - - -
Nonion sp. 8 12 - - - - 24 2 - - 2
Oolina apiculata (Reuss) - - - - - 2 - - - - -
Operculina ammonoides - - - - - - - 12 12 - 1
Planispinoides bucculantus (Brady) - - - - - - - - 6 - -
Planorbulina sp. (d'Orbigny) - - - - - - - - - - 3
Pseudopolymorphina ligua (Rosmer) - - - - - - 2 - - - -
Pseudorotalia schroeteriana - 40 - 28 30 24 3 21 6 64 2
Quinqueloculina cultrate - - - - 2 - - - - - -
Quinqueloculina granulocostata - - - - - 4 - - - 3 -
Quinqueloculina parkery - 2 - - 1 3 - - - 8 1
Quinqueloculina seminulum - - - - - 2 - - - 8 2
Quinqueloculina sp. - - - - 1 - - - - 4 -
Rosalina sp. - - - - - - - - - - 2
Spiroloculina communis - - - - - 2 - - - - 3
Textularia pseudogramen - - - - - - - - - - 2
Triloculina tricarinata - - - - - - - - - - 8
Young miliolidae 4 - - - - 2 - - - - -

78 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman

Tabel 2. Kedalaman dan jenis sedimen pada masing-masing stasiun pengambilan


sampel di perairan Laut Arafura

Stasiun Kedalaman (m) Jenis sedimen


13 341 Lempung
14 19 Lempung
15 35 lumpur pasiran - pasir sedang
16 29 lanau – lempung
17 35 Lumpur - pasir sedang – lempung
18 38 Lumpur pasiran – lempung
19 48 Lumpur pasiran – lempung
20 60 Lumpur pasiran
21 35 Lumpur pasiran – lempung
22 38 Lumpur pasiran – Lempung
23 59 Pasir (sedang-kasar) lumpuran

Boltovskoy and Wright (1976) jumlah yang sangat sedikit. Hal ini dapat
menyatakan bahwa Asterorotalia mengindikasikan bahwa perairan tersebut
trispinosa dan Ammonia beccarii banyak bukan termasuk lingkungan yang
dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur kondusif untuk pertumbuhan terumbu
pasiran. Namun A. Trispinosa hanya karang. Spesies tersebut adalah
ditemukan dalam jumlah yang sangat Amphistegina lessonii yang ditemukan
sedikit. Spesies yang ditemukan dengan dengan kondisi cangkang yang sudah
tingkat kelimpahan sedang pada stasiun rusak. Demikian pula dengan beberapa
tersebut adalah Cancris oblongus, spesies yang ditemukan pada stasiun 17
Cibicides molis dan dua spesies dari dan 19 juga ditemukan dengan kondisi
genus Elphidium. Spesies yang terdapat cangkang yang rusak. Hal tersebut dapat
melimpah dan sedang tersebut dimungkinkan akibat hempasan arus
merupakan anggota dari Subordo sehingga dapat menghancurkan cangkang
Rotaliina. foraminifera bentik yang terdapat di
Selain itu, pada stasiun 22 juga perairan tersebut.
ditemukan beberapa spesies yang Beberapa spesies yang ditemukan
termasuk dalam Subordo Miliolina, di lokasi ini merupakan penciri perairan
namun dalam jumlah yang sedikit atau dangkal dan terbuka dengan kecepatan
termasuk dalam kelimpahan rendah. arus menengah sampai tinggi. Menurut
Spesies-spesies tersebut diwakili oleh Gustiantini dan Usman (2008), beberapa
merupakan anggota dari genus spesies dari genus Elphidium merupakan
Quinqueloculina yang diwakili oleh penciri perairan dangkal dengan energi
Quinqueloculina sp., Q. granulocostata, arus yang relatif tinggi. Sedangkan
Q. parkery dan Q. seminulum. Spesies- spesies dari genus Quinqueloculina
spesies yang bercangkang hialin tersebut merupakan penghuni lingkungan perairan
masing-masing ditemukan tidak lebih terbuka dengan kecepatan arus sedang
dari 10 individu. sampai tinggi, serta sedimen lumpur dan
Spesies yang bersimbiosis dengan pasir (Boltovskoy and Wright, 1976;
terumbu karang, berdasarkan klasifikasi Yassini and Jones, 1995; dan Rositasari
yang dilakukan oleh Hallock et al. (2003) dan Rahayuningsih, 2000). Suhartati
hanya ditemukan pada stasiun 23 dengan (1994 dan 2010) juga menemukan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 79
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

Quinqueloculina melimpah di Pulau Pari Hallock et al. (2003), terbukti dengan


dan Pulau Belanda, Kepulauan Seribu ditemukannya spesies tersebut pada 6
pada kedalaman 26-32 m, sedangkan stasiun dari 11 stasiun yang diteliti.
Barker (1960) menemukannya di bagian Namun, genus yang diwakili oleh E.
selatan Papua pada kedalaman 37 m. craticulatum dan E. crispum tersebut
Graham dan Milante (1959) menemukan hanya ditemukan dengan kelimpahan
spesies-spesies tersebut sangat melimpah rendah sampai sedang (tidak lebih dari 50
pada beberapa stasiun di Teluk Puerto individu). Spesies-spesies tersebut
Galera, Philipina dan termasuk spesies ditemukan pada stasiun yang memiliki
kosmopolitan. kisaran kedalaman antara 35-60 m. Hal
Spesies yang ditemukan hampir di ini sesuai dengan hasil peneletian yang
seluruh stasiun adalah Ammonia beccarii dilakukan oleh Murray (1973) dan
dan Pseudorotalia schroeteriana. A. Boltovskoy dan Wright (1976) yang
beccarii ditemukan sangat melimpah menyatakan bahwa E. craticulatum dan
pada semua stasiun kecuali stasiun 13 E. crispum memiliki penyebaran yang
dengan kedalaman yang mencapai 341 luas dari daerah pantai hingga neritik
m. Menurut Hallock et. al. (2003), A. tengah.
beccarii tergolong dalam spesies yang Menurut Katili (1986), sedimen
oportunis sehingga dapat ditemukan di yang mendominasi landas kontinen
berbagai lokasi yang berbeda. Walaupun perairan Arafura berasal dari masa
demikian, terdapat spesies oportunis lain Paleozoikum akhir, Mesozoikum sampai
yang ditemukan dalam jumlah melimpah Kenozoikum yang dilandasi oleh lapisan
dan dominan pada stasiun 13, yaitu dari granit pada bagian bawahnya. Hasil
genus Bolivina. Genus tersebut analisis sedimen yang diperoleh pada
didominasi oleh spesies Bolivina erlandi lokasi penelitian menunjukkan bahwa
yang ditemukan mencapai 82 individu, sebagian besar sedimen di perairan Laut
sedangkan B. spathulata dan B. Arafura adalah lumpur pasiran. Sedimen
subspinecens masing hanya mencapai 26 berupa lempung ditemukan disekitar
dan 12 individu. Kepulauan Tanimbar dengan kedalaman
Sebagai spesies penciri perairan 341 m (stasiun 13) dan di sekitar Pulau
dangkal, P. schroeteriana juga Dolak (stasiun 14). Sedangkan sedimen
ditemukan hampir di semua stasiun pasir sedang sampai kasar yang
kecuali stasiun 13 dan 15. Spesies bercampur dengan fragmen karang dan
tersebut ditemukan dengan kelimpahan moluska ditemukan pada stasiun 23 yang
rendah sampai tinggi. Menurut Biswas terletak di bagian selatan Kepulauan Aru
(1976), P. schroeteriana merupakan (Tabel 2 dan 3). Jenis spesies yang
penciri perairan dangkal, terbuka dengan ditemukan pada stasiun tersebut
tingkat energi arus menengah dengan sebanyak 13 spesies. Jumlah tersebut
sedimen pasir halus. Oleh karena itu relatif lebih banyak dibandingkan dengan
karakeristik sebagian besar perairan Laut stasiun lainnya, namun kelimpahan
Arafura merupakan perairan dangkal, masing-masing spesies tergolong sangat
terbuka dengan tingkat energi arus rendah. Kelimpahan tertinggi hanya
menengah sampai kuat karena juga mencapai 14 individu, yaitu pada spesies
ditemukan Elphidium sebagai penciri Ammonia beccarii. Secara keseluruhan
perairan berarus kuat. jumlah foraminifera bentik yang
Selain itu, spesies dari genus ditemukan di stasiun 23 hanya mencapai
Elphidium juga termasuk dalam genus 48 individu.
oportunis sesuai dengan pernyataan

80 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
Natsir dan Rubiman

Selain foraminifera bentik, juga anggota Milioliina dan Textulariina.


ditemukan foraminifera planktonik yang Spesies yang ditemukan merata hampir di
menyebar hampir di semua stasiun semua stasiun adalah Ammonia beccarii
kecuali stasiun 16, 17 dan 22. Begitu pula dan Pseudorotalia schroeteriana.
dengan fragmen moluska yang juga Berdasarkan distribusi foraminifera
terdapat di hampir semua stasiun (Tabel bentik yang ditemukan, karakeristik
3). Hal ini diduga karena karakteristik sebagian besar perairan Laut Arafura
perairan Laut Rafura yang terbuka merupakan perairan dangkal, terbuka
dengan arus yang relatif kuat dengan tingkat energi arus menengah
memungkinkan distribusi foraminifera sampai kuat. Selain P. schroeteriana,
planktonik dan fragmen moluska tersebut juga ditemukan spesies penciri lainnya
ke beberapa staiun disekitarnya, termasuk seperti dari genus Elphidium dan
perairan dalam (stasiun 23). Quinqueloculina. Selain itu, pada
perairan terbuka tersebut juga ditemukan
IV. KESIMPULAN foraminifera planktonik yang dtersebar
merata hampir di setiap stasiun. Jenis
Jumlah spesies yang ditemukan di sedimen yang mendominasi perairan
perairan Laut Arafura dari sekitar Laut Arafura adalah Lumpur pasiran
Kepulauan Tanimbar, Kepulauan Aru dengan sedikit lempung. Jumlah individu
hingga Pulau Dolak adalah 37 spesies terbanyak diperoleh dari stasiun dengan
yang termasuk dalam 29 genus. Sebagian sedimen lumpur pasiran, sedangkan
besar spesies yang ditemukan merupakan jumlah spesies terbanyak diperoleh dari
anggota dari subordo Rotaliina dan sedimen pasir lumpuran dengan butiran
beberapa spesies yang merupakan pasir sedang sampai kasar.

Tabel 3. Organisme selain foraminifera bentik yang ditemukan dari sampel yang
berasal dari perairan Laut Arafura

Stasiun
Keterangan
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Foraminifera planktonik    - -     - 
Moluska -  - - -    - - 
Bryozoa - - - - -   -  
Gastropoda - - - - -  - - - - -
Ostracoda - - - - -    - - -
Fragmen karang - - -  - - -  - - 
Fragmen moluska      -  -   
Keterangan: = terdapat dalam jumlah banyak; = terdapat dalam jumlah sedang; = terdapat dalam jumlah sedikit;
− = tidak ada

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 2, Desember 2010 81
Distribusi Foraminifera Bentik Resen di Laut Arafura

DAFTAR PUSTAKA Suhartati, M.N. 1994. Benthic Forami-


nifera In The Seagrass Beds of Pari
Barker, R.W. 1960. Taxonomic Notes. Island, Seribu Islands, Jakarta.
Society of Economic Paleontologist Proceedings. Third ASEAN-
and Mineralogist. Special Australia Symposium on Living
Publication No. 9. Tulsa. Coastal Resources. Volume 2:
Oklahoma, USA. 238 pp. Research Papers. Chulalongkorn
Boltovskoy, E. and R. Wright. 1976. University Bangkok, Thailand.
Recent Foraminifera. Dr. W. June, 323p.
B. V. Publisher, The Haque, ________. 2010. Sebaran Foraminifera
Netherland. Bentik di Pulau Belanda,
Graham, J.J. and Militante. 1959. Recent Kepulauan Seribu pada Musim
Foraminifera from The Puerto Barat. Ilmu Kelautan, Edisi khusus,
Galera Area Northern Mindoro, 2:381–387.
Philippines. Stanford University, Wagey, T., Arifin, Z. 2008. Marine
California. Biodiversity Review of The
Hallock, P., B.H. Lidz, E.M. Cockey- Arafura and Timor Seas. Ministry
Burkhard, and K.B. Donnelly. of Marine Affairs and Fisheries,
2003. Foraminifera as Indonesian Institute of Sciences,
bioindicators in coral reef United Nation Development
assessment and monitoring: the Program, and Cencus of Marine
FORAM Index. Environmental Life. Jakarta. 136 pp.
Monitoring and Assessment, 81(1- Wentworth, C. K. 1922, A scale of grade
3):221-238. and class term for clastic sediment.
Katili, J.A. 1986. Geology and Jour. Geol. 30:337-392
hydrocarbon potential of the Yassini, I. and B.G. Jones. 1995.
Arafura Sea. In: Future Petroleum Foraminiferida and Ostracoda from
Provinces of the World. AAPG estuarne and shelf environments on
Memoir 40, M.T. Halbouty (editor) The South Eastern Coast of
487-501. Australia. University press.,
Murray, J. W. 1973. Distribution and Wollonggong. 270 pp.
Ecology of Living Foraminifera.
The John Hopkins Press.
Baltimore.
Rositasari R. dan S. K. Rahayuningsih.
2000. Foraminifera Bentik: Dalam
Foraminifera sebagai bioindikator
pencemaran, hasil studi di perairan
estuarin Sungai Dadap,
Tangerang. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Oseanografi.
Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia: 3-26.
Shepard, F. P. 1954, Nomenclature based
on sand-silt-clay ratios: Journal of
Sedimentari Petrology, 24:151-158.

82 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22
E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 9-18, Juni 2010

KELIMPAHAN FORAMINIFERA RESEN PADA SEDIMEN PERMUKAAN


DI TELUK AMBON

THE ABUNDANCE OF RECENT FORAMINIFERA IN SURFACE SEDIMENT


OF AMBON BAY

Suhartati M. Natsir
Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Jl. Pasir Putih 1, Ancol Timur, Jakarta, Indonesia (14430)
1TU suhartatinatsir@yahoo.com
U1T

ABSTRACT
Foraminifera are generally live in sea water with various sizes. These organisms consist of
planktonic and benthic foraminifera. Geological activity on plutonic and volcanic with vomiting
magma is transpiring on, and then affects sedimentation and foraminiferal abundance of Ambon
Bay. The study was determined to study the abundance and distribution of foraminifera based
on the sediment characteristic of Ambon Bay. Sample collected in 2007 of Ambon Bay showed
that only 29 samples of 50 samples containing foraminifera. The collected sediments have 86
species of foraminifera, consisting 61 species of benthic foraminifera and 25 species of
planktonic foraminifera. The dominant benthic foraminifera in the surface sediment of Ambon
bay were Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium craticulatum, Operculina
ammonoides and Quinqueloculina parkery. The planktonic foraminifera that were frequently
collected from the bay were Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata,
Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis.
Generally, the species dwelled as abundant on substrate sand, whereas the areas within
substrate mud have no foraminifera lie on them.

Keywords: Foraminifera, Abundance, Sediment, Ambon Bay

ABSTRAK
Mayoritas anggota foraminifera hidup pada lingkungan laut dan mempunyai ukuran yang
beragam. Menurut habitatnya, foraminifera dibagi menjadi foraminifera planktonik dan
foraminifera bentik. Sedimen permukaan Teluk Ambon merupakan salah satu lokasi
ditemukannya foramifera bentik maupun planktonik. Teluk Ambon bagian dalam memiliki
bentuk membulat. Kegiatan geologi berupa plutonik dan vulkanik yang diikuti oleh naiknya
magma granetik pada fase pengangkatan geoantiklin di teluk tersebut masih aktif sehingga dapat
mempengaruhi pembentukan sedimen serta kondisi foraminifera di Teluk Ambon. Penelitian ini
dilakukan untuk mengkaji kelimpahan dan penyebaran foraminifera berdasarkan karakteristik
sedimen permukaan di perairan Teluk. Hasil identifikasi dari 50 sampel sedimen yang diambil
dari Teluk ambon pada tahun 2007 menunjukkan bahwa hanya terdapat 29 sampel yang
mengandung foraminifera. Foraminifera yang ditemukan pada sedimen permukaan di Teluk
Ambon mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 spesies foraminifera bentik dan 25 spesies
foraminifera planktonik. Spesies foraminifera bentik yang mendominasi sedimen permukaan
perairan Teluk Ambon adalah Amphistegina lessonii, Ammonia beccarii, Elphidium
craticulatum, Operculina ammonoides dan Quinqueloculina parkery. Foraminifera planktonik
yang sering dijumpai adalah Globorotalia tumida, Globoquadrina pseudofoliata,
Globigerinoides pseudofoliata, Globigerinoides cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pada
umumnya spesies tersebut ditemukan melimpah pada sedimen pasir, sedangkan pada sedimen
lumpur tidak ditemukan baik foraminifera bentik maupun planktonik.

Kata kunci: Foraminifera, kelimpahan, Sedimen, Teluk Ambon

©Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 9


Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

I. PENDAHULUAN perairan dengan substrat pasir.


Boltovskoy and Wright (1976), Dewi
Foraminifera termasuk dalam Filum (1984) dan Dewi (2010) menyatakan
Protozoa yang mulai berkembang pada bahwa beberapa spesies foraminifera
jaman Kambrium sampai Resen. bentik banyak dijumpai pada sedimen
Mayoritas anggotanya hidup pada pasir dan lumpur pasiran. Begitu pula
lingkungan laut dan mempunyai ukuran hasil studi yang dilakukan oleh Renema
yang beragam mulai dari 3 μm sampai 3 mm (2008) yang menemukan beberapa
(Haq and Boersma, 1983). Menurut spesies yang melimpah pada substrat
habitatnya, foraminifera dibagi menjadi karang bercampur pasir di Kepulauan
foraminifera planktonik dan foraminifera Seribu.
bentik. Foraminifera merupakan Menurut King (1974), pembentukan
organisme bersel tunggal yang sedimen pada perairan tertutup sangat
mempunyai kemampuan membentuk dipengaruhi oleh daratan yang
cangkang dari zat-zat yang berasal dari berdekatan, seperti halnya Teluk Ambon
dirinya sendiri atau dari benda asing di yang di apit oleh daratan Laihitu dan
sekelilingnya. Dinding cangkang tersebut Laitimur. Proses pencucian yang
mempunyai komponen dan struktur yang ditimbulkan oleh energi gelombang dan
bervariasi. arus serta tekanan aliran muara sungai
Sedimen permukaan Teluk Ambon menyebabkan agregat sedimen dari darat
merupakan lokasi ditemukannya dapat diuraikan menjadi partikel sedimen
foramifera bentik maupun planktonik. berbagai ukuran. Dinyatakan oleh Davies
Kondisi sedimen ini sangat dipengaruhi (1980), bahwa energi kinetik di setiap
oleh mineral penyusun dan sifat fisiknya. tempat berbeda-beda sehingga ukuran
Menurut Ongkosongo et al. (1978), partikel sedimen bervariasi sesuai dengan
mineral kuarsa dan fragmen batuan beku besar energi kinetik yang terjadi.
mendominasi Teluk Ambon merupakan Berdasarkan variasi sedimen tersebut,
pembatas populasi foraminifera, yang diduga mengakibatkan adanya perbedaan
ditunjukkan dari seringnya sampel jenis foraminifera yang terdapat di daerah
sedimen tidak mengandung foraminifera. tersebut. Oleh karena itu diperlukan
Teluk Ambon terletak pada busur penelitian untuk mengetahui jenis
Banda dalam sistem Banda dan terletak foraminifera berdasarkan perbedaan jenis
pada koordinat geografi 128°4’15” – sedimen permukaan yang terdapat di
128°14’25” BT dan 3°37’55” LS – suatau perairan. Penelitian ini dilakukan
3°47’35” LS. Menurut Van Bemelen untuk mengkaji kelimpahan dan
(1949 ) dan Dwiyanto et al. (1988), penyebaran foraminifera berdasarkan
stratigrafi yang melatarbelakangi Teluk karakteristik sedimen permukaan di
Ambon adalah batuan sedimen berumur perairan Teluk .
Trias Atas sampai Ultra Basa. Kegiatan
geologi selanjutnya adalah plutonik dan II. BAHAN DAN METODE
vulkanik yang diikuti oleh naiknya
magma granetik pada fase pengangkatan Penelitian ini dilakukan di perairan
geoantiklin (Lubis et al., 1988). Teluk Ambon pada tahun 2007 dengan
Kegiatan-kegiatan geologi ini masih aktif lokasi pengambilan sampel sebanyak 50
sehingga dapat berpengaruh terhadap stasiun (Gambar 1). Sampel sedimen
pembentukan sedimen serta kondisi diambil dengan menggunakan Van Veen
foraminifera di Teluk Ambon. Pada Grab dan dimasukkan ke dalam kantong
umumnya foraminifera hidup pada dasar plastik. Penentuan jenis sedimen dari

10 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21
Natsir

sampel yang diambil dilakukan dengan mikroskop secara merata. Foraminifera


analisis granulometri menggunakan yang terdapat dalam sampel tersebut
ayakan berukuran 0,063 – 4 mm. diambil dan disimpan pada foraminiferal
Pengelompokan butir sedimen dilakukan slide.
berdasarkan skala Wenworth (1922) dan Kemudian dilakukan proses
penamaannya berdasarkan klasifikasi deskripsi dan identifikasi terhadap
Shepard (1960) Preparasi sampel untuk spesimen yang didapatkan. Spesimen
identifikasi foraminifera dilakukan yang telah dipisahkan diklasifikasikan
dengan beberapa tahap, antara lain berdasarkan morfologinya seperti bentuk
pencucian, picking, deskripsi dan cangkang, bentuk kamar, formasi kamar,
identifikasi serta sticking dan jumlah kamar, ornamentasi cangkang,
dokumentasi. Sebelumnya, masing- kemiringan apertura, posisi apertura dan
masing sampel ditimbang sebanyak 50 kamar tambahan. Sedangkan proses
gram, ditambahkan 10% formaldehide, identifikasi dilakukan berdasarkan
dibiarkan selama 24 jam dan disaring. berbagai referensi tentang foraminifera.
Hasil saringan tersebut direndam dengan Tahap selanjutnya merupakan kajian
rose bengal 50% selama 24 jam, dan sistemik dan analisis kuantitatif untuk
dicuci lagi dengan air bersih. Pencucian mendapatkan data kelimpahan.
sampel dilakukan dengan air mengalir Foraminifera bentik yang ditemukan
diatas saringan dan dikeringkan diklasifikasikan dalam foraminifera
menggunakan oven pada suhu 30°C bentik dan foraminifera planktonik.
selama 2 jam. Setelah pencucian dan Proses sticking dan dokumentasi
pengeringan, saringan harus direndam dilakukan dengan meletakkan spesimen
dalam larutan methylene blue untuk yang terpilih pada foraminiferal slide
mencegah kontaminasi oleh sampel dengan posisi tampak apertura, tampak
berikutnya dan dicuci. Tahap selanjutnya dorsal, tampak ventral dan tampak
adalah picking yang dilakukan dengan samping yang kemudian
menyebarkan 25 gram sampel yang telah didokumentasikan dibawah mikroskop.
kering pada extraction tray dibawah

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di Teluk Ambon

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 11
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum, foraminifera bentik lebih


banyak dijumpai pada sedimen yang
Hasil identifikasi dari 50 sampel didominasi oleh pasir. Foraminifera
sedimen yang diambil menunjukkan bentik ditemukan melimpah pada stasiun
bahwa hanya terdapat 29 sampel yang 4, yaitu sebanyak 129 individu. Begitu
mengandung foraminifera. Hal ini pula dengan kelimpahannya di stasiun 2,
menunjukkan kemungkinan faktor 18, 38 dan 43 yang masing-masing
ekologis yang menyebabkan 21 lokasi mencapai 113, 9l, 88 dan 83 individu
lainnya tidak menunjang kehidupan (Gambar 2).
foraminifera terutama jenis substrat yang Hasil analisis yang didapatkan di
lebih didominasi oleh lumpur. Teluk Ambon menunjukkan bahwa
Boltovskoy and Wright (1976) dan Dewi foraminifera pada umumnya ditemukan
(1984) menyatakan bahwa Asterorotalia pada sedimen pasir dengan ukuran
trispinosa dan Ammonia beccarii banyak partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah
dijumpai pada sedimen pasir dan lumpur spesies semakin banyak pada daerah-
pasiran dengan turbiditas yang rendah. daerah yang semakin dalam dan pada
Turbiditas dapat mempengaruhi penetrasi sedimen yang memiliki kadar pasir yang
cahaya matahari di perairan, sehingga cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang
akan mempengaruhi fotosintesis. ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk
Akibatnya jumlah oksigen akan Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di
berkurang pada turbiditas tinggi. Secara Teluk Jakarta. Suhartati (1994)
umum di perairan dengan turbitas tinggi, menyatakan bahwa Ammonia beccarii
popolasi foraminifera bentik akan ditemukan dalam jumlah yang melimpah
berkurang. di Delta Mahakam dan Citarum pada
Berdasarkan jenisnya, foraminifera kedalaman antara 1,5 – 10 m yang
yang terdapat di Teluk Ambon cukup didominasi oleh sedimen pasir dan
heterogen, yaitu terdapat 86 spesies. lumpur. Banyak faktor yang
Secara keseluruhan, foraminifera bentik mempengaruhi kehidupan foraminifera,
yang ditemukan pada stasiun pengamatan terutama foraminifera bentik yang hidup
mencapai 61 spesies. Jumlah tersebut di dasar laut. Uchio (1966) dalam
relatif lebih banyak dibandingkan dengan penelitiannya di San Diego, California,
foraminifera planktonik yang hanya menyatakan bahwa tipe sedimen
mencapai 25 spesies (Tabel 1). Hal ini menentukan populasi foraminifera.
berkaitan dengan sampel yang diambil, Boltovskoy and Wright (1976), Dewi
yaitu sedimen permukaan sebagai habitat (1984) menyatakan bahwa foraminifera
yang sesuai untuk kehidupan bentik banyak dijumpai pada sedimen
foraminifera bentik. Secara tekstural, pasir dan lumpur pasiran terutama dari
sedimen permukaan yang terdapat di spesies Asterorotalia trispinosa dan
perairan Teluk Ambon terdiri dari 7 jenis, Ammonia beccarii. Beberapa spesies
yaitu lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir foraminifera bentik yang ditemukan
lumpuran, pasir krakalan, krakal pasiran hampir di semua lokasi adalah
dan krakal (Tabel 2). Amphistegina lessonii, Ammonia
Keberadaan foraminifera bentik beccarii, Elphidium craticulatum,
mendominasi setiap stasiun yang Operculina ammonoides dan
mengandung foraminifera. Bahkan pada Quinqueloculina parkery. Kelima spesies
beberapa stasiun sama sekali tidak tersebut ditemukan mendo-minasi hampir
ditemukan foraminifera planktonik, yaitu di semua lokasi yang ditemukan
stasiun 8, 22, 25, 35, 36, 39, 45 serta 46. foraminifera.

12 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21
Natsir

Tabel 1. Spesies foraminifera yang ditemukan di Teluk Ambon

No Spesies No Spesies
a. Foraminifera Bentik
1. Ammonia beccarii 32. Nodosari sp.
2. Ammonia umbonata 33. Nonion depressulum
3. Amphistegina lessonii 34. Operculina ammonoides
4. Amphistegina quoyii 35. Peneroplis pertusus
5. Anomalinella rostata 36. Peneroplis planatus
6. Baculogypsina sphaerulata 37. Piliolina papelliformis
7. Bolivina earlandi 38. Planorbulina larvata
8. Bolivina schwagerina 39. Pleurostomella sp.
9. Calcarina calcar 40. Pseudomassilina macilenta
10. Cancris oblongus 41. Pseudorotalia schroeteriana
11. Cibicides praecinctus 42. Pyrgo depressa
12. Discorbina mira 43. Pyrulina angusta
13. Discorbina sp. 44. Quinqueloculina auberiana
14. Elphidium advenum 45. Quinqueloculina granulocostata
15. Elphidium craticulatum 46. Quinqueloculina lamarckiana
16. Elphidium crispum 47. Quinqueloculina parkery
17. Elphidium macellum 48. Quinqueloculina pulchella
18. Eponide umbonatus 49. Quinqueloculina seminula
19. Eponides repandus 50. Quinqueloculina seminulum
20. Heterostegina depressa 51. Quinqueloculina sp.
21. Hoglundina elegans 52. Quinqueloculina tropicalis
22. Lecticulina cultrate 53. Reusella simlex
23. Lecticulina elegans 54. Reusella sp.
24. Lecticulina sp. 55. Siphogenerina alveolifrmis
25. Loxostomum amygdalaeformis 56. Siphogenerina raphanus
26. Marginophora vertebralis 57. Spiroloculina angulata
27. Massilina crenata 58. Spiroloculina communis
28. Massilina milleti 59. Spiroloculina sp.
29. Miliolinella oblonga 60. Textularia agglutinans
30. Miliolinella sublineata 61. Triloculina tricarinata
31. Neocorbina terquemi
b. Foraminifera Planktonik
1. Globigerina bulloides 14. Globorotalia seiglei
2. Globigerina falconensis 15. Globorotalia trucatulinoides
3. Globigerinella callida 16. Globorotalia tumida
4. Globigerinoides conglobatus 17. Globorotalia ungulata
5. Globigerinoides cyclostomus 18. Neogloboquadrina blowi
6. Globigerinoides fistulosus 19. Neogloboquadrina humerosa
7. Globigerinoides ruber 20. Orbulina universa
8. Globigerinoides sacculifer 21. Pulleniatina finalis
9. Globoquadrina pseudofoliata 22. Pulleniatina obliqueloculata
10. Globorotalia bermudezi 23. Pulleniatina praecursor
11. Globorotalia menardii 24. Pulleniatina primalis
12. Globorotalia pseudopumilio 25. Spheroidinella dehiscens
13. Globorotalia puncticulata

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 13
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Gambar 2. Kelimpahan foraminifera pada sedimen permukaan di Teluk Ambon

Hasil analisis yang didapatkan di pasir dan lumpur pasiran terutama dari
Teluk Ambon menunjukkan bahwa spesies Asterorotalia trispinosa dan
foraminifera pada umumnya ditemukan Ammonia beccarii. Beberapa spesies
pada sedimen pasir dengan ukuran foraminifera bentik yang ditemukan
partikel 60,063 – 0,500 mm. Jumlah hampir di semua lokasi adalah
spesies semakin banyak pada daerah- Amphistegina lessonii, Ammonia
daerah yang semakin dalam dan pada beccarii, Elphidium craticulatum,
sedimen yang memiliki kadar pasir yang Operculina ammonoides dan
cukup tinggi. Hal ini sama dengan yang Quinqueloculina parkery. Kelima spesies
ditemukan oleh Mintoba (1970) di Teluk tersebut ditemukan mendominasi hampir
Miyogi, Jepang dan Susmiati (1981) di di semua lokasi yang ditemukan
Teluk Jakarta. Suhartati (1994) foraminifera.
menyatakan bahwa Ammonia beccarii Kelimpahan foraminifera bentik
ditemukan dalam jumlah yang melimpah yang ditemukan di Teluk ambon tidak
di Delta Mahakam dan Citarum pada selalu diikuti oleh kelimpahan spesies.
kedalaman antara 1,5 – 10 m yang Jumlah spesies foraminifera bentik pada
didominasi oleh sedimen pasir dan stasiun yang mempunyai kelimpahan
lumpur. Banyak faktor yang tertinggi (stasiun 4) mencapai 20 spesies,
mempengaruhi kehidupan foraminifera, sedangkan pada stasiun 21 memiliki
terutama foraminifera bentik yang hidup jumlah spesies yang lebih banyak, yaitu
di dasar laut. Uchio (1966) dalam 23 spesies (Gambar 3). Foraminifera
penelitiannya di San Diego, California, planktonik yang sering dijumpai adalah
menyatakan bahwa tipe sedimen Globorotalia tumida, Globoquadrina
menentukan populasi foraminifera. pseudofoliata, Globigerinoides pseudo-
Boltovskoy and Wright (1976), Dewi foliata, Globigerinoides cyclostomus dan
(1984) menyatakan bahwa foraminifera Pulleniatina finalis.
bentik banyak dijumpai pada sedimen

14 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Natsir

Gambar 3. Kelimpahan spesies pada sedimen permukaan di Teluk Ambon

Pada perairan dangkal, seperti pada Lapisan lumpur hanya didapatkan


Stasiun 22, dijumpai spesies penciri laut pada bagian dalam teluk yaitu pada
dangkal seperti Ammonia beccarii, stasiun 44 dan 47 (kedalaman 20 – 30 m)
Quinqueloculina, Elphidium dan dengan kadar lumpur 75% sampai 90%.
Amphistegina. Hallock dalam Buzas and Menurut Suwartana (1986), Teluk
Gupta (1982) menyatakan bahwa Ambon bagian dalam memiliki bentuk
beberapa spesies dari genus membulat. Morfologi seperti ini dapat
Amphistegina hidup, tumbuh dan berpengaruh terhadap kondisi daerah
bereproduksi dengan baik pada perairan tersebut. Massa air yang berasal dari
dangkal (kurang dari 3 meter) dengan Teluk Ambon bagian luar akan menyebar
intensitas cahaya yang tinggi. Albani ke segala penjuru teluk dalam dan
(1979) menyatakan bahwa spesies dari semakin jauh ke tengah energi yang
Subordo Milioliina (Spiroloculina ditimbulkan semakin melemah.
communis, Quinqueloculina Gelombang yang ditimbulkan oleh angin
granulocostata, Q. parkery) merupakan jarang terjadi di tempat ini, kecuali di
spesies perairan dangkal. Pada lokasi- musim timur dengan frekuensi rendah.
lokasi yang lebih dalam, yaitu Stasiun l8 Kondisi oseanografi semacam ini
(15 m), ditemukan 5 spesies foraminifera mengakibatkan daerah Teluk Ambon
planktonik dan 9 spesies foraminifera bagian dalam relatif tenang sehingga
bentik yang semuanya berasal dari laut mudah terjadi proses sedimentasi
dangkal. Pada kedalaman lebih dari 35 m (Stoddart and Steers, 1977; Kennet,
banyak dijumpai foraminifera planktonik, l982). Hal ini berkaitan dengan
bahkan terkadang baik jumlah spesies kelimpahan foraminifera yang terdapat
maupun individu lebih banyak ditemukan pada perairan bagian dalam teluk. Rata-
daripada jenis foraminifera bentik. Hal rata kelimpahan foraminifera maupun
ini membuktikan bahwa pengaruh arus jumlah spesies yang ditemukan pada
dari Laut Banda cukup besar terhadap bagian dalam teluk relatif lebih rendah
Teluk Ambon sehingga dapat membawa dibandingkan pada bagian luar teluk.
foraminifera bentik menyebar ke daerah Kondisi substrat dasar yang didominasi
lain. oleh lumpur tersebut kurang sesuai untuk
kehidupan foraminifera.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 15
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Kebanyakan foraminifera hidup Galaxaura dan Chelidiopsis. Sifat fisik


dan tumbuh secara optimal pada daerah sedimen di Teluk Ambon berkaitan
yang memiliki sedimen dasar pasir dengan keberadaan foraminifera yang
maupun lumpur pasiran Boltovskoy and umunnya menempati sedimen yang
Wright (1976). Renema (2008) memiliki kandungan pasir, sedangkan
menemukan dua spesies dari marga pada sedimen lumpur dan lanau tidak
Amphistegina di lereng terumbu (reef ditemukan foraminifera. Pada tempat-
slope) pada pecahan karang (rubble) atau tempat tertentu, seperti stasiun 4 dan 2
pecahan karang bercampur pasir terjadi akumulasi sedimen pasir dan di
bersama-sama dengan beberapa spesies sini paling banyak ditemukan
dari marga Calcarina di Kepulauan foraminifera. Namun, pada stasiun 6, 10,
Seribu. Beberapa spesies Calcarina yang dan 11 sama sekali tidak dijumpai
ditemukan melimpah di paparan terumbu foraminifera, Pada lokasi ini mungkin
(reef flat) dan puncak terumbu (reef foraminifera mengalami pencucian dan
crest), atau yang berasosiasi dengan alga bergerak ke lokasi lain.
dan makroalga seperti Sargassum,

Tabel 2. Jenis sedimen permukaan di Teluk Ambon

Stasiun Sedimen Stasiun Sedimen


1 Pasir 26 Krakal pasiran
2 Pasir 27 Krakal
3 Pasir 28 Pasir
4 Pasir 29 Pasir lumpuran
5 Pasir lumpuran 30 Pasir lumpuran
6 Pasir krakalan 31 Pasir lumpuran
7 Pasir krakalan 32 Pasir lumpuran
8 Pasir lumpuran 33 Pasir
9 Krakal 34 Pasir
10 Krakal pasiran 35 Pasir
11 Krakal pasiran 36 Pasir
12 Pasir krakalan 37 Pasir
13 Pasir lumpuran 38 Pasir
14 Pasir lumpuran 39 Lumpur pasiran
15 Krakal pasiran 40 Lumpur
16 Pasir 41 Pasir
17 Pasir krakalan 42 Pasir
18 Pasir krakalan 43 Pasir
19 Pasir krakalan 44 Lumpur
20 Pasir krakalan 45 Pasir
21 Pasir krakalan 46 Pasir
22 Pasir krakalan 47 Lumpur
23 Lumpur pasiran 48 Lumpur pasiran
24 Pasir krakalan 49 Pasir
25 Krakal 50 Pasir

16 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Natsir

IV. KESIMPULAN Davies, J.L. 1980. Geographical variation


in coastal development. Lowe &
Foraminifera yang ditemukan pada Brydone Printers limited.
sedimen permukaan di Teluk Ambon Thetford, Nortfolk. 212p.
mencapai 86 spesies yang terdiri dari 61 Dewis, K.T., Suhartati, M.N. dan Y.
spesies foraminifera bentik dan 25 Siswantoro. 2010. Mikrofauna
spesies foraminifera planktonik. Spesies (Foraminifera) Terumbu Karang
foraminifera bentik yang ditemukan Sebagai Indikator Perairan Sekitar
hampir di semua lokasi adalah Pulau-Pulau Kecil. Ilmu
Amphistegina lessonii, Ammonia Kelautan, Edisi khusus, 1:162–
beccarii, Elphidium craticulatum, 170.
Operculina ammonoides dan Dewi, T. 1984. Ecology of Recent
Quinqueloculina parkery. Kelima spesies Benthic Foraminifera from the
tersebut ditemukan mendominasi hampir North Java Central Zones. Gadjah
di semua sedimen permukaan perairan Mada University Press,
Teluk Ambon. Foraminifera planktonik Yogyakarta.
yang sering dijumpai adalah Dwiyanto, B., T.A. Soeprapto, dan M.
Globorotalia tumida, Globoquadrina Hanafi. 1988. Laporan geology
pseudofoliata, Globigerinoides dan fisika kelautan di perairan
pseudofoliata, Globigerinoides Teluk Ambon, Maluku. Dep.
cyclostomus dan Pulleniatina finalis. Pertambangan dan Energi, PPGL,
Foraminifera pada umumnya ditemukan Bandung. 155hal.
melimpah pada daerah yang memiliki Haq, B.U. and Boersma. 1983.
sedimen pasir, sedangkan pada sedimen Introduction to Marine
lumpur sama sekali tidak ditemukan baik Micropaleontology. Elsevier
foraminifera bentik maupun planktonik . Biomedical. New York,
Amsterdam, Oxford. Hedley, R.H
DAFTAR PUSTAKA and C.G. Adams.
Kennet, J.P. 1982. Marine geology.
Albani, R. D. 1979. Recent Shallow Prentice Hal, Inc. Englewood
Water Foraminifera From New Cliffs, 822p.
South Wales. AMS Handbook King, C.A.M. 1974. Techniques to
No. 3. The Australian Marine marine geology. Edward Arnold
Assosiation, Australia. (Publishers) Ltd. 41 London,
Van Bemelen, R.W. 1949. The gology of 309p.
Indonesia, V.IA, Government Lubis, S., M. Widjajanegara, Wahyudi, I
Printing Office, The Hague: 640 Wayan Lugra, dan A. Wahib
p. 1988. Laporan penyelidikan
Boltovskoy, E. and R. Wright. 1976. geofisika marine di Teluk Ambon
Recent Foraminifera. Dr. W. Maluku. Dep. Pertambangan dan
June, B. V. Publisher, The Haque, Energi, PPGL, Bandung: 62hal.
Netherland. Mintoba, Y. 1970. Distribution of recent
Buzas, M. A. and B. K. Gupta. 1982. shallow water Foraminifera in
Foraminifera. Notes for a Short Matshima Bay, Miyogi
Course. University of Tennessee. Prefecture, Northeast Japan:
Department of Geological Tohuku Univ, Sci. Rep., 2nd Ser.
Science, Louisiana. (Geol), 42(1):1–87.

http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt21 17
Kelimpahan Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan ...

Ongkosongo, O.S.R., Soemoenar, dan Susmiati. 1981. Ekologi foraminifera


Susmiati. 1978. Foraminifera bentonik resen di Teluk Jakarta.
resen dari daerah kehidupan hutan Skripsi Sarjana. Fak. Teknik, Jur.
bakau di Teluk Ambon. Prosiding Geologi UGM, Yogyakarta.
Seminar Ekosistem Hutan Suhartati. 1994. The Distribution of
Mangrove. Jakarta, 129-138. Benthic Foraminifera in Citarum
Renema, W., 2008. Habitat Selective and Mahakam Delta, Indonesia.
Factors fluencing
In the Symposium on Living Coastal
Distribution of Larger Benthic Resources, Chulalongkorn
Foraminiferal Assemblages Over University Bangkok, Thailand.
the Kepulauan Seribu. Marine Suwartana, A. 1986. Analisa parameter
Micropaleontology, 68:286–298. morfometri perairan Teluk
Shepard, F.E. 1960. Nomenclature Based Ambon bagian dalam. Oseanologi
on Sand-Silt-Clay Ratios. Journ. di Indonesia, 2l:37–52.
Sed. Petrology, 24:151–158. Uchio, T. 1966. Ecology of living
Stoddart, D.R. dan J.A. Streers. 1977. benthonic fomraminifera from the
The natural and origin of coral San Diego, California area.
reef islands. Dalam “Biology and Cushman foundation for
Geology of Coral Reef'” (O. Foraminifera Research, Special
Ajones dan R. Endean, eds). Publication No.5.
Academic Press, New York, San Wenworth, C.K. 1922. A Scale of grade
Francisco, London: 60–102. class term for clastic sediments.
Journ. Geology, 30:337–392.

18 E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol.2, No.1, Juni 2010
Jurnal Penelitian Sains Edisi Khusus Desember 2009 (D) 09:12-11

Potensi Komunitas Plankton dalam Mendukung Kehidupan


Komunitas Nekton di Perairan Rawa Gambut, Lebak Jungkal di
Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),
Propinsi Sumatera Selatan

Effendi Parlindungan Sagala


Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan, Indonesia

Intisari: Analisis plankton telah dilakukan di laboratorium terhadap contoh air yang diambil dari perairan Danau
Lebak Jungkal, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk mengetahui komposisi dan kelimpahan
jenis-jenis plankton, September, 2009. Dari pengamatan tersebut diperoleh 38 spesies plankton yang terbagi menjadi 26
jenis termasuk fitoplankton dan 12 spesies zooplankton. Secara keseluruhan termasuk ke dalam 7 kategori taksonomi
(Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Diatomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). Ke-
limpahan komunitas plankton berkisar dari 49 individu/liter (Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Betung).
Dari hasil studi yang dilakukan ternyata, keanekaragaman yang tertinggi adalah fitoplankton dari kelompok takson
Chlorophyceae, yaitu terdiri dari 11 spesies dengan penyebaran 2 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 6
spesies hanya terdapat di Lebak Betung serta 3 spesies dijumpai pada Lebak Bahanan dan Lebak Betung. Keanekaraga-
man tertinggi kedua adalah fitoplankton dari kelompok takson Diatomae atau Bacillariophyceae, yaitu terdiri dari sekitar
10 spesies dengan penyebaran 1 spesies yang hanya dijumpai di Lebak Bahanan dan 2 spesies yang hanya dijumpai di
Lebak Betung serta 7 spesies dijumpai pada Lebadan Bahanan dan Lebak Betung. Dengan demikian, ganggang hijau
(Chlorophyceae) dan ganggang kersik (Diatomae) ini berperanan penting dalam menopang produktivitas primer ekosis-
tem di perairan Danau Lebak Jungkal. Potensi komunitas plankton diperlihatkan taksa Chlorophyceae, Diatomae dan
Flagellata. Berdasarkan data yang diperoleh, maka perairan Danau Lebak Jungkal yang diambil pada September, 2009
adalah tergolong perairan dengan kesuburan rendah. Kondisi ini ditandai tidak hanya kelimpahan plankton yang rendah
tetapi juga dari beberapa parameter fisika kimia yang juga tidak menguntungkan. Kandungan C-organik yang tinggi
(505,6 mg/l), kandungan fosfat yang rendah (0,38 mg/l) dan juga kandungan NH4 yang rendah (3,15 mg/l) juga rendah
akan menghambat pertumbuhan phytoplankton dan pada gilirannya zooplankton.

Kata kunci: Potensi, Komposisi, kelimpahan, plankton, phytoplankton, zooplankton, takson, taksa

Abstract: Analysis plankton had be done in laboratorium for water sample from Danau Lebak Jungkal waters,
subregion Pampangan, Region Ogan Komering Ilir to know the composition and abundance of plankton species,
September, 2009. From the observation can find 38 species plankton consists 26 species phytoplankton and 12 species
zooplankton. All of plankton consists of 7 category taxonomy (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae, Di-
atomae/Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera). The abundance of plankton in Danau Lebak Jungkal
waters was 49 inviduals/liter (Lebak Bahanan) upto 79 inviduals/liter (Lebak Betung). Base to results of studies, in fact
that highest diversity was phytoplankton from Chlorophyceae, namely 11 species with 2 species only in Lebak Bahanan
and 6 spesies only in Lebak Betung and 3 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And the second highest
diversity was phytoplankton from Diatomae (Bacillariophyceae), namely 10 species with 1 species only in Lebak Ba-
hanan and 2 spesies only in Lebak Betung and 7 species only in Lebak Bahanan and Lebak Betung. And than, the green
algae (Chlorophyceae) and diatoms algae (Bacillariophyceae) are very importance to support the primary productivity
in ecosystem of Danau Lebak Jungkal waters. The potency of plankton community showed by Chlorophyceae, Diatomae
and Flagellata. From results of these research, can be said that Danau Lebak Jungkal waters at September 2009 was
oligotrophic waters or the low fertility. This condition showed by low plankton populations and the low of organic
matters (505,6 mg/l), phosphates (0,38 mg/l) and NH4 (3,15 mg/l) also so low and all of these can to limite the growth
of phytoplankton and than to stop zooplankton.

Keywords: Composition, abundance, plankton, phytoplankton, zooplankton, category, taxonomy.

Desember 2009


c 2010 FMIPA Universitas Sriwijaya 0912-11-53
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11

1 PENDAHULUAN ikan rawa lebak. Kemerosotan fungsi ekologis hutan


rawa karena pada musim kemarau berpeluang ter-
erairan rawa gambut Lebak Jungkal merupakan bakar, akan berdampak penurunan produksi perika-
P bagian dari perairan rawa lebak yang terletak
pada wilayah pantai timur Pulau Sumatera di Daerah
nan tangkap di rawa gambut, bukan saja di lokasi
tersebut tetapi juga memungkinkan ke lokasi lain-
Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Sumatera nya. Hal ini berdasarkan sifat ekologi rawa lebak
Selatan. Danau Lebak Jungkal cukup luas, diperki- yang merupakan bagian dari ekosistem air tawar, an-
rakan ratusan hektar. Dengan luasan seperti itu, tara lain berfungsi menyediakan nutrisi untuk organ-
potensi perikanan rawa lebak di perairan ini men- isme akuatik, terutaka kelompok nekton (ikan-ikan).
jadi cukup penting. Hal ini terlihat dari banyaknya Nutrisi yang tersedia dalam badan air tersebut sa-
nelayan yang mencari ikan di areal Danau Lebak ngat menentukan produksi primer dalam badan air,
Jungkal tersebut. Danau Lebak Jungkal ini memiliki dalam hal ini adalah komunitas plankton. Hal ini
kedalaman air sekitar 2 - 3 meter di waktu kemarau dipertegas oleh Barnes dan Mann [1] yang menyatakan
dan mencapai 4 - 5 meter pada musim hujan. Pada bahwa produksi primer pada bagian tepi ekosistem
waktu kemarau panjang seperti terjadi tahun 1997, akuatik dalam hal ini mikrohabitat rumput kumpai
danau rawa gambut ini sebagian besar mengalami ke- adalah tergolong tinggi dan sering sangat tinggi yang
keringan, sehingga berpotensi terjadinya kebakaran. biasanya berupa algae planktonik. Dengan kondisi
Bila dilihat dari sisa vegetasi strata pohon yang seperti itu, daur hidup ikan-ikan yang dimulai dengan
masih ada, maka wilayah Danau Lebak Jungkal ini larva ikan akan menggantungkan hidupnya dari pakan
diperkirakan sebelumnya merupakan hutan rawa yang alami yang ada berupa komunitas plankton yang ada.
didominasi berbagai jenis vegetasi rawa seperti gelam Sebagaimana ditegaskan oleh Effendie [2] bahwa
rawa, kayu gabus, perepat darat, serdang, palas, pergerakan migrasi atau ruaya ikan ke daerah pemija-
pandan rawa dan sebagainya. Namun kondisi saat han mengandung tujuan penyesuaian dan peyakinan
ini, hutan rawa seperti disebutkan di atas hampir tempat yang paling menguntungkan untuk perkem-
tidak dijumpai lagi dan diganti dengan vegetasi herba bangan telur dan larva. Demikian hal nya ikan-ikan
rawa. Vegetasi herba rawa ini didominasi oleh rumput yang beruaya dari sungai-sungai ke daerah rawa lebak
kumpai (Panicum stagininum, Panicum colonum dan atau rawa gambut adalah bertujuan untuk menda-
Panicum reptans). Vegetasi lainnya yang tidak dom- patkan tempat spesifik yang aman dan mampu mem-
inan adalah: eceng gondok (Eichhornia crassipes), beriken nutrisi dan kebutuhan ekologis lainnya untuk
purun (Lepironia mucronata), telipuk (Nymphoides perkembangan telur dan larvanya.
indica), ketanan (Polygonum pulchrum), belidang Kesuburan suatu perairan antara lain dapat dili-
(Fimbristylis annua), petai air (Neptunia prostrata), hat dari keberadaan organisme planktonnya, karena
kangkung (Ipomoea aquatica) dan rumput ganggang plankton dalam suatu perairan dapat menggambarkan
(Hydrilla verticillata). tingkat produktivitas perairan tersebut [3] . Dalam sis-
Dari segi ekologi, hutan rawa gambut Danau Lebak tem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem
Jungkal ini telah membentuk kondisi alami sesuai de- rawa gambut, organisme plankton sangat berperan
ngan kemampuan ekologis habitat yang ada, yaitu veg- sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar,
etasi herba dari jenis kumpai sebagaimana disebutkan yaitu menentukan keberadaan organisme pada jen-
beserta seluruh perakarannya, sehingga membentuk jang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh
microhabitat. Kondisi vegetasi kumpai itu merupakan karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sa-
microhabitat penting untuk pembiakan berbagai je- ngat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-
nis nekton (ikan-ikan) yang beradaptasi di rawa lebak. ikan di perairan tersebut, terutam bagi ikan-ikan pe-
Ikan-ikan yang beradaptasi di rawa lebak adalah ikan- makan plankton atau ikan-ikan yang berada pada taraf
ikan yang memiliki warna kulit atau sisik yang hi- perkembangan awal.
tam atau gelap, sehingga dikenal dengan nama “black Kerusakan vegetasi yang terjadi pada daerah areal
fishes” atau ikan-ikan hitam. Hal ini disebabkan kon- rawa gambut di sekitar Danau Lebak Jungkal diperki-
disi air memang hitam karena pengaruh tanah gambut rakan akan mengganggu kehidupan berbagai jenis
serta permukaan air yang sebagian besar tertutup veg- plankton. Mengingat pentingnya diketahui potensi
etasi, sehingga sinar matahari tidak menembus hingga dan peranan plankton sebagai jasad alami dan pro-
ke dasar perairan. dusen ekosistem akuatik, maka perlu dilakukan peneli-
Dari segi perikanan perairan Danau Lebak Jungkal tian tentang komposisi dan kelimpahan plankton di
ini sangat penting, karena sistem perakaran rumput perairan Danau Lebak Jungkal, di Kecamatan Pam-
kumpai yang mengantung atau terapung serta pro- pangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Propinsi Su-
duksi bahan organik yang dihasilkannya sangat men- matera Selatan. Hal ini dilakukan, karena merupakan
dukung kestabilan sifat fisik-kimia kualitas air untuk langkah penting untuk mengetahui keanekaragaman
menopang sebagian fase daur hidup berbagai jenis dan kelimpahan komunitas plankton sebagai indikator

0912-11-54
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11

kesuburan terhadap potensi perikananan dan sebagai Hasil analisis plankton menunjukkan bahwa ke-
dasar untuk meningkatkan keberhasilan usaha konser- limpahan plankton berkisar dari 49 individu/liter
vasi perikanan di perairan rawa gambut. (Lebak Bahanan) hingga 79 individu/liter (Lebak Be-
tung). Rendahnya kelimpahan plankton pada ke-
2 BAHAN DAN METODE dua lokasi di Danau Lebak Jungkal tersebut sangat
berkaitan dengan rendahnya kandungan oksigen ter-
Pengambilan contoh plankton dilakukan pada bulan larut (3,70 mg/l) dan rendahnya kesuburan perairan
September, 2009. Lokasi atau stasiun pengambi- yang ditunjukkan oleh kandungan NH4 sebesar 3,15
lan contoh ditentukan secara purposive pada 2 sta- mg/l dan kandungan fosfat (PO4 ) sebesar 0,38 mg/l.
siun pengamatan yaitu: 1) Lebak Bahanan dan 2) Meskipun kelimpahan plankton tergolong rendah, na-
Lebak Betung, keduanya dalam wilayah Danau Lebak mun secara ekologis kondisi ekosistem tergolong masih
Jungkal. baik. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya
Pengumpulan organisme plankton dilakukan de- nilai indeks keanekaragaman plankton yang berkisar
ngan cara menyaring air contoh sebanyak 50 liter ke 3,02 (Lebak Betung) hingga 3,06 (Lebak Bahanan).
dalam net plankton nomor 25 yang ditampung dalam Dengan demikian rata-rata indeks keanekaragaman
botol flakon bervolume 25 ml., selanjutnya diawetkan plankton di Danau Lebak Jungkal pada penelitian ini
dengan larutan formalin 4%. Analisis plankton di- > 3, 00 bermakna bahwa kondisi komunitas plankton
lakukan di laboratorium Ekologi Jurusan Biologi F. adalah sangat stabil atau sangat mantap. Menurut
MIPA UNSRI dengan menggunakan buku petunjuk Dresscher dan Mark [9] bahwa indeks keanekaragaman
APHA [4] ; Mizuno [5] ; Edmondson [6] ; Needham and > 2, 0 menunjukkan kondisi perairan tidak tercemar.
Needham [7] dan Pennak [8] . Kelimpahan plankton Sehingga dapat dikatakan bahwa kondisi komunitas
diukur secara lintasan berdasarkan metode Sedwick plankton pada Danau Lebak Jungkal tergolong masih
Rafter Counting Cell [4] yaitu: alami (tidak tercemar).
C × 1000mm3 Potensi Fitoplankton di Danau Lebak Jungkal sa-
No./ml = ngat ditentukan oleh komposisi dari masing-masing
L×D×W ×S
taksa Fitoplanktonnya. Taksa fitoplankton yang tera-
dengan C, L, D, W , dan S berturut-turut adalah jum-
mati seperti terlihat dalam Tabel 1 meliputi taksa
lah organisme yang dihitung, panjang setiap lintasan
Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Di-
(50 mm), kedalaman Sedwick-Rafter (1mm), lebar lin-
atomae. Cyanophyceae merupakan kelompok gang-
tasan (1 mm), dan jumlah lintasan yang dihitung (4
gang biru yang sangat berperan dalam memfiksasi ni-
lintas).
trogen udara yang bersentuhan dalam air, sehingga
Untuk mengukur indeks keanekaragaman digunakan
P menambah penyediaan nitrogen dalam air dalam ben-
indeks: Shannon - Wiener: H = − Pi ln Pi dengan
tuk NH4 [10] . Taksa Cyanophyceae terdiri dari 4 spe-
Pi = ni /N , ni = nilai penting setiap spesies, dan N =
sies (Lyngbya birgei, Lyngbya limnetica, Nodularia
total nilai penting; sedangkan untuk mengukur indeks
spumigena dan Oscillatoria splendida) yang penye-
kemerataan digunakan rumus:
barannya tidak merata untuk tiga spesies dan dengan
H penyebaran merata untuk 1 spesies. Taksa Chloro-
E=
log S phyceae terdiri dari 11 spesies, dimana hanya 3 spe-
dengan E = Indeks kemerataan, H = Indeks Keane- sies yang penyebarannya merata (Chaetophora ele-
karagaman, dan S = Jumlah spesies. gans, Chlorella vulgaris dan Scenedesmus bijuga) dan
Untuk data pendukung dilakukan pula penguku- 8 spesies dengan penyebaran tidak merata, yaitu 2 spe-
ran kualitas air yang terdiri dari pH, oksigen terlarut sies hanya pada Lebak Bahanan (Chladophora glomer-
(DO), kedalaman, kecerahan, temperatur, kandungan ata dan Scenedesmus ellipsoideus) dan 6 spesies hanya
lumpur, zat padat terlarut, zat padat tersuspensi, kan- ada pada Lebak Betung (Ankistrodesmus spiralis,
dungan fosfat (PO4) dan kandungan NH4. Chaetophora incrassata, Chlorella ellipsoidea, Oedo-
gonium varians, Quadrigula chodatii dan Quadrigula
3 HASIL DAN PEMBAHASAN recustris).Taksa Desmidiaceae terdiri hanya 1 spesies
(Pleurotaenium trabecula) dengan penyebaran tidak
Dari hasil tabulasi data pengamatan mikroskopis kom- merata, yakni hanya terdapat pada Lebak Bahanan,
posisi plankton di perairan perairan rawa gambut di Jungkal. Taksa Diatomae terdiri dari 10 spesies dan
Lebak Bahanan dan Lebak Betung perairan Danau diantaranya ada 7 spesies yang penyebarannya mer-
Lebak Jungkal disajikan pada Tabel 1. Dari hasil ata (Asterionella gracillima, Diatoma elongatum, Di-
tersebut didapatkan 38 spesies plankton dari 7 kate- atoma vulgare, Eunotia arcus, Eunotia gracilis, Euno-
gori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae, Desmidi- tia lunaris dan Nitzschia linearis).
aceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhizopoda dan Potensi Zooplankton di Lebak Jungkal sangat di-
Rotifera). tentukan oleh komposisi taksa zooplanktonya. Taksa

0912-11-55
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11

Zooplankton yang teramati terdiri dari 3 taksa yaitu ber oksigen terlarut dalam badan air Danau Lebak
Flagellata, Rhizopoda dan Rotifera. Dari 10 spesies Jungkal terutama dari hasil fotosintesis fitoplankton
yang terdapat pada Flagellata, ternyata hanya ada 4 yang ada dalam badan air. Tingkat kecerahan air yang
spesies (Carteria crucifera, Carteria globosa, Chlamy- diukur dengan lempeng seki (Secchi Disk) memperli-
domonas cingulata dan Trachelomonas curta). yang hatkan tingkat kecerahan yang rendah yaitu sekitar
penyebarannya merata pada Danau Lebak Jungkal, se- 30 cm, menunjukkan zona fotosintesis yang tipis, se-
mentara 3 spesies (Lepocinclis ovum, Trachelomonas hingga produksi oksigen dalam badan air menjadi ren-
abrupta dan Trachelomonas cervicula) hanya terdapat dah.
pada Lebak Bahanan dan juga 3 spesies hanya terda-
pat pada Lebak Betung. 4 KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis plankton yang telah di-
lakukan seperti disajikan pada Tabel 1 berikut ini, Dari hasil studi yang dilakukan di perairan Danau
maka dapat dinyatakan bahwa peranan komunitas Lebak Jungkal, September, 2009, maka dapat ditarik
plankton di Lebak Jungkal didominasi oleh Fito- kesimpulan sebagai berikut:
plankton sebagai produsen primer dari taksa Chloro-
phyceae dan Diatomae. Produsen primer sebagaimana 1. Dapat ditemukan 38 spesies plankton dari 7
disebutkan di atas sangat berperan dalam menjamin kategori takson (Cyanophyceae, Chlorophyceae,
pakan alami bagi konsumen primer berupa larva ikan- Desmidiaceae, Bacillariophyceae, Flagellata, Rhi-
ikan dan zooplankton lainnya yang hidup di ekosis- zopoda dan Rotifera).
tem perairan Danau Lebak Jungkal. Berikut ini pada 2. Berdasarkan kandungan fosfat (PO4 ) sekitar 0,38
Tabel 1 disajikan hasil analisis plankton pada dua mg/l dan kandungan NH4 sekitar 3,15 mg/l,
lokasi di Danau Lebak Jungkal, yaitu: Lebak bahanan maka perairan studi Danau Lebak Jungkal adalah
(P1) dan Lebak Betung (P2). tergolong perairan yang kurang sumbur yang
Berdasarkan hasil rangking prosentase individual didukung dengan kepadatan plankton rendah
pada masing-masing takson, seperti disajikan pada hingga sedang (49 - 79 individu/liter air atau
Tabel 2 berikut ini, ternyata potensi plankton 49.000 - 79.000 individu/m3 air).
pada Lebak Bahanan didominasi oleh Diatomae
(34,69%), Flagellata (34,69%) dan Chlorophyceae 3. Chlorophyceae, Diatomae (Bacillariophyceae)
(18,37%). Sementara potensi plankton pada Lebak dan Flagellata merupakan takson yang dominan
Betung didominasi oleh Chlorophyceae (39,24%), Di- yang dijumpai pada ekosistem perairan Danau
atomae (27,84%) dan Flagellata (25,32%). Dengan Lebak Jungkal. Dengan demikian spesies-spesies
demikian pada Danau Lebak Jungkal, potensi ko- yang termasuk ketiga taksa tersebut merupakan
munitas plankton diperlihatkan oleh taksa: Chloro- yang paling adaptif dan dapat dikembangkan un-
phyceae, Diatomae dan Flagellata. Untuk memper- tuk pakan alami dalam budidaya ikan di wilayah
tahankan dan meningkatkan kualitas plankton dalam Danau Lebak Jungkal.
upaya meningkatkan produksi perikanan di Danau
Berdasarkan hasil pembahasan dan studi yang di-
Lebak Jungkal, maka perlu dilakukan studi un-
lakukan ini, maka disarankan:
tuk meningkatkan kelimpahan ketiga taksa: Chloro-
phyceae, Diatomae dan Flagellata sebagai mana dise- 1. Perlu dikaji bagaimana sistem pengembangan
butkan di atas. Untuk meningkatkan budidaya dan peningkatan kelimpahan komunitas plankton
ikan rawa lebak yang adaptif pada kondisi ekosis- di Danau Lebak Jungkal untuk memacu produksi
tem rawa gambut Danau Lebak Jungkal, maka upaya optimal perikanan rawa lebak gambut.
pengkayaan plankton dapat dikembangkan dari jenis-
jenis plankton seperti yang disajikan pada Tabel 1 di 2. Perlu dilakukan aplikasi pengembangan perika-
atas. nan rawa lebak dengan pengembangan kultur
Bila dilihat dari Pada Tabel 3 berikut, terlihat plankton dari jenis-jenis yang diidentifikasi dalam
bahwa pH air Danau Lebak Jungkal sebesar 6,66, me- penelitian ini.
nunjukkan kondisi pH mendekati normal (mendekati
nilai 7,00). Kondisi cukup mendukung kehidupan ko-
munitas plankton yang ada dalam badan air. Kan-
dungan oksigen terlarut (DO, Dissolved Oxygen) sebe-
sar 3,70 adalah tergolong rendah, dimana batas baku
mutu lingkungan (BML) sebesar 3,00. kandungan
oksigen yang rendah ini berkaitan dengan laju kon-
sumsi oksigen yang rendah oleh banyaknya komunitas
biota air yang mengkonsumsinya. Sementara itu, sum-

0912-11-56
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11

Tabel 1: Komposisi dan kelimpahan plankton di perairan Danau Lebak Jungkal, Kabupaten OKI, September, 2009.

Jml Indv/ltr Jml Indv/ltr


No Nama Kelompok dan Spesies P1 P2 No Nama Kelompok dan Spesies P1 P2
I. PHYTOPLANKTON: II. ZOOPLANKTON:
A. Cyanophyceae: A. Flagellata:
1. Lyngbya birgei 1 2 1. Anisonema ovale - 1
2. Lyngbya limnetica 2 - 2. Carteria crucifera 2 6
3. Nodularia spumigena - 1 3. Carteria globosa 3 7
4. Oscillatoria splendida - 2 4. Chlamydomonas cingulata 3 1
B. Chlorophyceae: 5. Lepocinclis ovum 2 -
1. Ankistrodesmus spiralis - 2 6. Trachelomonas abrupta 3 -
2. Chaetophopra elegans 1 2 7. Trachelomonas cervicula 1 -
3. Chaetophora incrassata - 12 8. Trachelomonas curta 3 2
4. Chlorella ellipsoidea - 2 9. Trachelomonas oblonga - 1
5. Chlorella vulgaris 4 2 10. Trachelomonas volvocina - 2
6. Chladophora glomerata 1 - B. Rhizopoda:
7. Oedogonium varians - 1 1. Astramoeba radiosa 1 -
8. Quadrigula chodatii - 1 C. Rotifera:
9. Quadrigula recustris - 1 1. Philodina roseola - 1
10. Scenedesmus bijuga 1 8 2. Populasi plankton per liter: 49 79
11. Scenedesmus ellipsoideus 2 - 3. Populasi phytoplankton per liter: 31 58
C. Desmidiaceae: 4. Populasi zooplankton per liter: 18 21
1. Pleurotaenium trabecula 2 - 5. Keanekaan spesies plankton: 24 28
D. Diatomae: 6. Keanekaan spesies fitoplankton: 16 21
1. Asterionella gracillima 2 2 7. Keanekaan spesies zooplankton: 8 7
2. Diatoma elongatum 3 3 8. Indeks Kemerataan (Shannon): E 2,22 2,09
3. Diatoma vulgare 3 5 9. Indeks Keanekaragaman Plankton (H): 3,06 3,02
4. Eunotia arcus 1 1
5. Eunotia gracilis 4 5
6. Eunotia lunaris 2 3
7. Navicula hasta - 1
8. Navicula minima - 1
9. Navicula spicula 1 -
10. Nitzschia linearis 1 1

Tabel 2: Proporsi masing-masing kategori takson di perairan Danau Lebak Jungkal, September, 2009

Proporsi (%) Individu


No Katagori Takson pada Dua Stasiun Pengamatan
Lebak Bahanan Lebak Betung
1. Cyanophyceae 6,12 6,33
2. Chlorophyceae 18,37 39,24
3. Desmidiaceae 4,08 0
4. Diatomae/Bacillariophyceae 34,69 27,84
5. Flagellata 34,69 25,32
6. Rhizopoda 2,05 0
7. Rotifera 0 1,27
Jumlah 100,00 100,00

0912-11-57
E.P. Sagala/Potensi Komunitas Plankton . . . JPS Edisi Khusus (D) 09:12-11

Tabel 3: Kisaran parameter kualitas perairan Lebak


Jungkal, September 2009.

No Parameter Hasil Pengukuran


1. pH 6,66
2. Oksigen terlarut (DO) 3,70
3. Kedalaman (m) 2-5
4. Kecerahan (cm) 30
5. Temperatur (◦ C) 29
6. TSS (mg/l) 14,6
7. NH4 (mg/l) 3,15
8. PO4 (mg/l) 0,38
9. C- Organik 505,6
10. Besi (Fe) terlarut (mg/l) 1.8491
11. Sulfat (mg/l) 8.3136

DAFTAR PUSTAKA
[1] Barnes, R.S.K. and K.H. Mann, 1980, Fundamentals of
Aquatic Ecosystems, Blackwell Scientific Publications,
Oxford London Edinburgh Boston Melbourne, 229 p.
[2] Effendi, H.M.I., 2002, Biologi Perikanan, Yayasan Pustaka
Nusantara, 163 hal.
[3] Sachlan, M., 1980, Planktonologi, Fakultas Peternakan dan
Perikanan, UNDIP Semarang, 103 hal.
[4] APHA, 1980, Standard Methods for The Examination of
Water and Wastewater, 15th Ed., APHA Inc., New York,
1134 p.
[5] Mizuno, T., 1979, Illustrations of The Freshwater
Plankton of Japan, Hoikusha Publishing Co., Ltd., 353 p.
[6] Edmondson, W.T., 1959, Fresh-Water Biology, University
of Washington, Seattle, Printed in the University States of
America, 1248 p.
[7] Needham, J.G. and D.R. Needham, 1963, A guide to study
of freshwater biology, 15th Ed., Holden Day Inc., San
Fransisco, 108 p.
[8] Pennak, R.W., 1978, Freshwater invertebrates of the
united states, Jhon Wiley and Sons, New York, 803 p.
[9] Dresscher, T.G.N. and H. van der Mark, 1976, A Simplified
method for the assessment of quality of fresh & Slightly
Brakish Water, Hydrobiologia, Vol. 48, 3, pp. 199-201
[10] Marschner, 1986, Mineral Nutrition of Higher Plants,
Academic Press, Harcourt Brace Javanovic, Publishers,
London

0912-11-58
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231

Perubahan Populasi Protozoa dan Alga Dominan pada Air Genangan


Tanah Padi Sawah yang Diberi Bokashi Berkelanjutan

Ainin Niswati, Dermiyati, dan Mas Achmad Syamsul Arif1

Makalah diterima 26 Juni 2008 /disetujui 12 September 2008

ABSTRACT

Changes of the Dominant Population of Protozoa and Algae Inhabited the Floodwater of Paddy Fields Subjected
by Continued Bokashi Applications (A. Niswati, Dermiyati, and M.A.S. Arif): Protozoa and alga play important
roles in biogeochemical nutrient cycles in freshwater environment, especially in the paddy fields. The changes from
the conventional technologies to organic technologies will change the communities structures of organisms lived in
the paddy fields environment. The fields experiment was conducted to study the population dynamic of protozoa
and algae dominant inhabited in the floodwater of the paddy fields subjected by continues ‘bokashi’ application.
The results showed that protozoa and algae inhabited in the paddy fields in present study were dominated by Euglena,
Pleodorina, Volvox, and Diatom. The continued application of bokashi for 4 years significantly increased the total
population of protozoa and algae, however, the significantly effect was obtained in the population of Volvox only.
The population of protozoa and algae were affected by the time of flooding of paddy fields where it increases
exponentially at the 20 and 30 days after flooding and stable after that, ecxept for Euglena where it increases sligthly
by flooding time.
Keywords: Bokashi, days after flooding, paddy fields. population of protozoa and algae

PENDAHULUAN lingkungan biotik pertanaman padi sawah.


Biodiversitas ekosistem padi sawah tersebut berubah
Lahan padi sawah merupakan tanah tergenang karena masukan yang diberikan berbeda dengan
buatan manusia yang bersifat unik dan berbeda sebelumnya. Tetapi sejauh mana perubahan tersebut
dengan lahan basah alami. Penggenangan hanya perlu diklarifikasi lebih lanjut.
dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan keperluan Seperti dilaporkan oleh banyak peneliti bahwa
dengan tinggi genangan sekitar 5-10 cm. pada air genangan tanah padi sawah dihuni oleh
Kedangkalan genangan air tersebut menyebabkan berbagai populasi organisme yang saling berinteraksi
keadaan air sangat dipengaruhi oleh radiasi matahari, satu sama lain membentuk suatu rantai dan jaring-
angin, suhu udara, dan curah hujan (Bambaradeniya jaring makanan yang khas (Kuwabara, 1999; Roger
dan Amarasinghe, 2004) yang akan mempengaruhi et al., 1993; Ali, 1990). Pengaruh langsung dan tidak
juga organisme yang hidup di dalamnya. Di langsung dari salah satu organisme air dapat
Indonesia, agroekosistem padi sawah dikelola dengan mempengaruhi struktur komunitas organisme dalam
berbagai cara, antara lain dengan cara konvensional lingkungan tanah sawah yang antara lain terdiri dari
dan organik. Pengelolaan secara konvensional protozoa, alga, larva serangga, moluska, oligocaheta,
dilakukan dengan mengaplikasikan berbagai macam nematoda, dan mikrokrustacea (Mogi, 1993; Adrian
bahan kimia pertanian seperti pupuk dan pestisida dan Schneider-Olt, 1999). Selain berinteraksi antara
kimia. Akhir-akhir ini pengelolaan secara organik sesama organisme, populasi mereka juga dipengaruhi
atau semi organik terus disosialisasikan ke masyarakat oleh faktor lingkungan seperti penggunaan pupuk
tani. Beberapa kelompok tani di Indonesia telah mulai kimia dan organik, pestisida, penggenangan, penge-
melaksanakannya. Per ubahan dari pertanian lolaan air, varietas tanaman, lama penggenangan dan
konvensional ke organik tersebut akan mempengaruhi sebagainya (Simpson et al., 1994; Ferrari et al., 1991).

1
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1
Bandarlampung 35145. e-mail: niswati@unila.ac.id
J. Tanah Trop., Vol. 13, No. 3, 2008: 225-231
 ISSN 0852-257X
225
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi

Di antara berbagai organisme yang mendiami yang digunakan yaitu tanpa aplikasi bokashi kontrol
air genangan tanah sawah adalah protozoa dan alga. (B0 ), aplikasi bokashi selama 2 tahun (B 1 ), dan
Mereka berperanan penting dalam siklus unsur hara aplikasi bokashi selama 4 tahun (B2). Data dianalisis
di lingkungan air tawar, khususnya pada pertanaman dengan sidik ragam dan perbedaan nilai tengah diuji
padi sawah. Beberapa alga pada genangan tanah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
sawah dilaporkan dapat memfiksasi nitrogen (Grant Keanekaragaman protozoa dan alga dinyatakan
et al., 1983a) yang kuantitasnya sangat dipengaruhi dengan menggunakan indeks keanekaragaman
oleh aktivitas organisme lain yang mendiami air Shanon-Wiener (Krebs, 1985).
genangan tanah sawah tersebut (Kivi et al., 1996;
Grant et al., 1983b ). Selain itu secara langsung Pelaksanaan Penelitian
protozoa dan alga juga sebagai penyumbang
Pengambilan contoh air genangan dilakukan
biomassa tanah pada pertanaman padi sawah.
pada lahan pertanaman padi sawah yang menerapkan
Peranan penting lain dari protozoa and algae adalah
sistem pertanian organik selama 5 tahun dimulai dari
sebagai bioindikator perubahan lingkungan (Dawah,
tahun 2000. Petani yang termasuk dalam kelompok
2006). Oleh karena itu perubahan dan dinamika
pertanian organik, memberikan input kompos bokashi
populasi alga dan protozoa dominan yang menghuni
sebanyak 4 ton/ha sebagai pengganti pupuk anorganik
padi sawah kemungkinan akan terpengaruh oleh
serta tanpa menggunakan pestisida sintesis. Bokashi
aplikasi bokashi yang diberikan terus menerus.
dibuat dengan memfermentasikan jerami padi,
Alga hijau biru mempunyai arti penting dalam
kotoran ternak dan mikroorganisme lokal yang berasal
mempertahankan kesuburan tanah sawah karena
dari fermentasi buah-buahan matang yang
fungsinya dalam fiksasi nitrogen (Banerjee, 1991).
dihancurkan, air kelapa, dan gula merah.
Aplikasi bahan organik ke tanah akan merubah
Titik contoh air ditentukan secara acak pada
lingkungan tanah sedemikian sehingga sumber bahan
lahan sawah dengan masing-masing perlakuan pada
organik bagi bakteri, fungi, dan organisme lainnya
setiap ulangan sehingga didapat 12 titik pengamatan.
akan berubah. Keberadaan alga di dalam tanah akan
Pada masing-masing titik diambil contoh air dengan
menyetabilkan dan memperbaiki sifat-sifat fisika
menggunakan gayung sebanyak 250 ml dan
tanah dengan mengagregasi partikel-partikel dan
dimasukkan ke dalam botol plastik. Pengambilan
menambahkan bahan organik. Beberapa alga
sampel dilakukan setiap 10 hari selama pertanaman
beradaptasi pada tanah lembab, bahkan permukaan
padi sawah. Sebelum pengambilan sampel terlebih
batuan, alga tersebut mendegradasi mineral yang
dahulu dilakukan pengukuran ketinggian muka air
belum terhancurkan sehingga menjadikan produk-
genangan sawah dengan menggunakan penggaris
produk dekomposisinya tersedia untuk membangun
panjang. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke
dan memperkaya tanah (Pelczar dan Chan, 1986).
dalam termos es yang telah diberi es batu hingga
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengamatan dilakukan. Penyimpanan dalam termos
perubahan populasi protozoa dan alga dominan yang
es bertujuan untuk menghambat berkembangbiaknya
mendiami air genangan tanah sawah akibat pemberian
protozoa dan alga serta menghambat aktivitas
pupuk bokashi berkelanjutan selama pertanaman padi
protozoa dan alga selama dalam perjalanan dari
sawah.
lapangan ke laboratorium lebih kurang 1,5 jam.
BAHAN DAN METODE
Pengamatan
Desain Percobaan dan Analisis Data Pengamatan protozoa dan alga pada setiap
sampel dilakukan dengan mengambil sebanyak 10-
Penelitian ini dilakukan di lahan padi sawah di
50 ml sampel air dituangkan ke dalam cawan petri
Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Tanggamus yang
lalu diamati dengan menggunakan mikroskop stereo
dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2006.
dengan perbesaran 20 – 40 x, kemudian digambar,
Pengamatan jumlah dan keanekaragaman protozoa
difoto dan jumlah protozoa dan alga dihitung. Hal
dan alga dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,
ini dilakukan hingga seluruh sampel air habis.
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Protozoa dan alga hasil tangkapan diidentifikasi
Lampung. Penelitian dilakukan dalam Rancangan
jenisnya. Protozoa yang berhasil dilihat dihitung
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan. Perlakuan
jumlahnya kemudian diidentifikasi secara manual,

226
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231

dengan melihat flagel serta bentuk tubuh protozoa dan Fluktuasi protozoa dan alga
alga. Jumlah protozoa dan alga yang didapat
Fluktuasi jumlah protozoa dan alga total pada
dikonversi ke dalam jumlah protozoa dan alga
tanah yang tidak diberi bokashi pada waktu 10 hst
genangan air per dm3. Variabel pendukung yang
sampai 80 hst lebih rendah dibandingkan dengan
diamati adalah pH air, C-organik tanah, dan
jumlah protozoa pada tanah yang diberi bokashi
ketinggian genangan air.
selama 2 tahun dan 4 tahun berturut-turut.
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
% menunjukkan bahwa total protozoa dan alga pada
air genangan padi sawah tertinggi diperoleh pada
Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga
perlakuan aplikasi bokashi berkelanjutan selama 4
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat tahun (Tabel 1). Populasi protozoa dan alga mulai
2 genus protozoa dan 2 genus alga dominan yang meningkat tajam sejak 30 hst dan cenderung stabil
dapat diamati pada lahan sawah yang diberi bokashi jumlahnya sampai akhir masa panen. Hal ini
berkelanjutan (Gambar 1) yang lebih tinggi jumlahnya disebabkan karena penambahan kompos (bokashi)
dibandingkan dengan tanah sawah yang tidak diberi berkelanjutan ke dalam tanah, akan meningkatkan
bokashi. Dua genus protozoa tersebut yaitu Euglena populasi bakteri dan fungi dalam tanah (Labidi et al.,
sp., Pleodorina sp., dan 2 genus alga adalah Volvox 2007) yang menjadi sumber makanan bagi protozoa.
sp., dan Diatom (Gambar 1).

Euglena sp. P leo d o ri n a s p .

1000 100 0
900 90 0
Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga (Propagul dm-1 air)

800 80 0
700 70 0
600 60 0
500 50 0
400 40 0
300 30 0
20 0
200
10 0
100
0
0
ko n tro l 2 t ah u n 4 ta h u n
kontrol 2 tahun 4 tahun

Diatom
Vo lvo x s p .

1000
1000 900
900 800
800 700
700 600
600 500
500 400
400 300
300 200
200 100
100 0
0
kontrol 2 tahun 4 tahun
kontrol 2 tahun 4 tahun

Lama aplikasi bokashi

Gambar 1. Kepadatan Populasi protozoa dan alga dominan yang terdapat di air genangan padi sawah
yang diberi bokashi berkelanjutan. Bar menunjukkan standar eror (P = 0,95 %).
227
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi

2 00 0
Kepadatan populasi protozoa

1 80 0
dan alga (propagul dm-1)

1 60 0
1 40 0
1 20 0
1 00 0 kontrol
8 00
2 tahun
6 00
4 tahun
4 00
2 00
0
10 20 30 40 50 60 70 80

Waktu (hari setelah tanam)

Gambar 2. Fluktuasi populasi protozoa dan alga dalam air genangan padi sawah selama
pertanaman padi yang diberi bokashi berkelanjutan.

Tabel 1. Pengaruh pemberian bokashi berkelanjutan Perubahan Kepadatan Populasi Masing-masing


terhadap kepadatan populasi protozoa dan Protozoa
alga air genangan padi sawah.
Populasi Euglena sp. Secara deskriptif, jumlah
Lama aplikasi bokashi Kepadatan populasi protozoa Euglena sp. di genangan air padi sawah pada
dan alga (propagul dm-3) perlakuan kontrol lebih rendah dibandingkan dengan
Kontrol 7.406 ± 40,92 a perlakuan yang diberi bokashi berkelanjutan (Gambar
2 tahun 8.600 ± 76,35 b 3) seiring dengan pertumbuhan padi jumlah Euglena
4 tahun 9.044 ± 27,78 c sp. yang diberi pupuk bokashi berkelanjutan
BNJ 5% = 90 meningkat sampai 80 hst. Namun secara statistika
lama aplikasi bokashi tidak mempengaruhi populasi
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama Euglena sp.
tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%. Populasi Pleodorina sp. Secara deskriptif,
jumlah populasi Pleodorina sp. di air genangan padi
Di samping itu pemberian kompos ke dalam tanah sawah pada kontrol atau pertanian padi sawah secara
akan menambah biomassa C, N, P dan S (Perucci, konvensional memiliki jumlah lebih rendah
1990) yang diperlukan oleh protozoa dan alga. dibandingkan dengan perlakuan yang diberi bokashi
Penambahan bokashi akan digunakan protozoa dan
Kepadatan populasi Euglena sp.

alga sebagai sumber makanan selain bakteri dan fungi.


500
Semakin banyak bokashi yang diberikan ke dalam 450
tanah maka semakin banyak pula aktivitas biota tanah. 400
(propagul dm-1)

350
Dengan demikian semakin banyak pula protozoa dan 300
alga yang akan hidup. Hal ini diduga disebabkan oleh 250
200 kontrol
mulai termineralisasinya nitrogen dan hara lain 150 2tahun
sehingga dapat digunaan oleh mereka. Selain sifat 100
kimia tanah yang diperbaiki (Zhang et al., 2006) oleh 50 4tahun
0
pemberian kompos ke tanah, sifat fisik tanah juga
10 20 30 40 50 60 70 80
menjadi lebih baik. Penurunan jumlah populasi
Waktu (hari setelah tanam)
protozoa dan alga terjadi pada 30 dan 60 hari setelah
tanam, disebabkan dilakukannya manajemen Gambar 3. Fluktuasi populasi Euglena sp. dalam air
pengelolaan padi sawah organik oleh para petani yaitu genangan padi sawah selama pertanaman
dengan melakukan penyiangan gulma, pergiliran air padi sawah yang diberi bokashi
irigasi, dan pengeringan air genangan padi sawah. berkelanjutan.
228
Kepadatan populasi Pleidorina sp. J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231

Kepadatan populasi Volvox sp.


800 800
700 700

(propagul dm-1)
600 600
-1
)

500 500
d m

400 kontrol 400 kontrol


( p r o p a g u l

300 2tahun 300


2tahun
200 4tahun 200
4tahun
100 100
0 0
10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 70 80
Waktu (hari setelah tanam) Waktu (hari setelah tanam)

Gambar 4. Fluktuasi populasi Pleidorina sp. dalam Gambar 5. Fluktuasi populasi Volvox sp. dalam air
air genangan padi sawah selama genangan padi sawah selama pertanaman
pertanaman padi sawah yang diberi padi sawah yang diberi bokashi
bokashi berkelanjutan. berkelanjutan.

berkelanjutan (Gambar 4) selain itu seiring dengan Tabel 2. Pengaruh pemberian bokashi berkelanjutan
waktu pertumbuhan tanaman padi jumlah Pleodorina terhadap kepadatan populasi Volvox sp.
sp. meningkat tajam sejak 20 hst dan kemudian stabil pada air genangan padi sawah.
sejak 40 hst. Namun secara statistika lama aplikasi
bokashi tidak mempengaruhi populasi Pleodorina sp. Lama aplikasi bokashi Kepadatan populasi
Pada penelitian ini diperoleh bahwa protozoa Volvox sp. (propagul dm-3)
dominan yang mendiami air genangan tanah sawah Kontrol 734 ± 43,02a
adalah dua protozoa seperti disebutkan di atas. Sampai 2 tahun 814 ± 55,95b
saat ini alasan mengapa didominasi oleh kedua 4 tahun 896 ± 50,17c
organisme tersebut belum dapat dijelaskan pada studi BNJ 5% = 80
saat ini.
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama
Perubahan Kepadatan Populasi Masing-masing tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%.
Alga
perlakuan yang diberi bokashi berkelanjutan (Gambar
Populasi Volvox sp. Secara deskriptif, jumlah 6). Populasi Diatom menurun pada perlakuan aplikasi
populasi Volvox sp. yang menghuni genangan air padi bokashi selama 2 tahun pada 70 hst yang disebabkan
sawah pada perlakuan kontrol lebih rendah dilakukannya pengeringan air genangan padi sawah.
dibandingkan dengan perlakuan yang diberi bokashi Populasi Diatom ternyata juga banyak ditemui pada
berkelanjutan (Gambar 5). Populasi volvox sp. sawah-sawah di Australia (Grant et al., 2006).
meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman padi Peningkatan jumlah alga pada padi sawah
kecuali pada 30 hst, yang disebabkan dilakukannya kemungkinan akan mempengaruhi ketersediaan
manajemen pengelolaan padi sawah organik oleh para nitrogen bagi tanaman padi, namun hal ini perlu studi
petani yaitu dengan melakukan penyiangan gulma, lebih lanjut. Roger et al. (1987) melaporkan bahwa
dan pergiliran air irigasi. alga hijau biru sangat berpotensi untuk dijadikan
Hasil Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5 inokulum penambatan nitrogen secara biologi pada
% menunjukkan bahwa total Volvox sp. air genangan pertanaman padi sawah.
padi sawah tertinggi diperoleh pada perlakuan
aplikasi bokashi berkelanjutan selama 4 tahun (Tabel Kepadatan Populasi Protozoa dan Alga lainnya
2).
Populasi Diatom. Secara deskriptif, kepadatan Secara deskriptif, protozoa dan alga lainnya
populasi Diatom di air genangan padi sawah pada (antara lain: Chlococcum, Archipora, Bdelloida,
perlakuan kontrol lebih rendah dibandingkan dengan Spirogyra, Ploimida) di air genangan padi sawah pada
pertanaman konvensional (kontrol) memiliki jumlah
229
A. Niswati et al.: Protozoa dan Alga pada Padi Sawah yang Diaplikasi Bokashi

selama 2 tahun, dan 3,89 untuk lahan yang diaplikasi


Kepadatan populasi Diatom

25 bokashi selama 4 tahun. Hal ini diduga sebabkan


20 aplikasi bokashi mempengaruhi keselur uhan
(propagul dm-1)

15 organisme yang mendiami air genangan tanah sawah


kontrol sehingga rantai dan jaring-jaring makanan belum
10 terganggu. Protozoa dan algae pada ekosistem air
2tahun
5 dimangsa oleh makrozooplankton seperti Cladocera,
4tahun
dan Copepoda (Yoshida et al., 2001).
0
10 20 30 40 50 60 70 80
KESIMPULAN
Waktu (hari setelah tanam)

Gambar 6. Fluktuasi populasi Diatom dalam air Protozoa dan alga yang mendominasi pada air
genangan padi sawah selama genangan tanah sawah pada penelitian ini adalah dari
pertanaman padi sawah yang diberi genus Euglena, Pleodorina, Volvox, dan Diatom.
bokashi berkelanjutan. Pemberian bokashi terus menerus selama 4 tahun
meningkatkan secara siginifikan jumlah populasi
protozoa dan algae secara keseluruhan, tetapi hanya
Kepadatan populasi protozoa dan
alga lainnya (propagul dm-1)

30 alga genus Volvox yang jumlahnya secara signifikan


25 dipengaruhi oleh pemberian bokashi terus menerus.
20 Populasi protozoa dan alga dipengaruhi oleh
kontrol
15 waktu penggenangan tanah sawah, dimana
2tahun populasinya cenderung meningkat sejak 20 sampai
10
5 4tahun 30 hari setelah penggenangan dan kemudian stabil
0 sampai akhir penggenangan, kecuali protozoa genus
Euglena yang populasinya terus meningkat sampai
10 20 30 40 50 60 70 80
akhir penggenangan.
Waktu (hari setelah tanam) Indeks keanekaragaman spesies protozoa dan
algae tidak dipengaruhi oleh aplikasi bokashi
Gambar 7. Fluktuasi populasi protozoa dan alga secara berkelanjutan.
lainnya dalam air genangan padi sawah
selama pertanaman padi sawah yang
UCAPAN TERIMA KASIH
diberi bokashi berkelanjutan.
Penulis mengucapkan terima kasih Bapak
populasi yang lebih rendah dibandingkan dengan Widodo, Kepala Kelompok Tani Organik Kecamatan
perlakuan bokashi berkelanjutan (Gambar 7). Pagelaran, Kabupaten Tanggamus yang telah
Populasi protozoa dan alga lainnya meningkat seiring menyediakan lahan sawahnya untuk penelitian ini dan
dengan pertumbuhan tanaman padi meskipun kepada Saudara Akbar Hariyadi, S.P. yang telah
kepadatan populasinya lebih rendah dibandingkan membantu pengambilan sampel di lapangan dan
dengan protozoa dan alga dominan. enumerasi di laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Indeks Keanekaragaman Protozoa dan Alga
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa Adrian, R and B. Schneider-Olt. 1999. Top-down effects
pemberian bokashi berkelanjutan tidak berpengaruh of crustacean zooplankton on pelagic microorganisms
secara signifikan terhadap indeks keanekaragaman in a mesotrophic lake. J. Plankton Res. 21: 2175-2190.
Ali, A.B. 1990. Seasonal dynamics of microcrustacean and
populasi protozoa dan alga air genangan padi sawah.
rotifer communities in Malaysian rice fields used for
Hasil perhitungan indeks keanekaragaman protozoa rice-fish farming. Hydrobiologia 206: 139-148.
dan alga air genangan padi sawah, memiliki nilai rata- Bambaradeniya, C.N.B and P. Amarasinghe. 2004.
rata indeks keanekaragaman sebesar 3,93 untuk lahan Biodiversity Associated with the Rice Field Agro-
kontrol, 3,95 untuk lahan yang diaplikasi bokashi Ecosystem in Asian Countries: A Brief Review.

230
J. Tanah Trop., Vol. 13, No.3, 2008: 225-231

Working Paper 63. International Water Management of arbuscular mycorrhizal fungi in Acacia tortilis ssp.
Institute, Srilanka, 24 pp. raddiana savanna in a pre-Saharan area. Appl. Soil
Banerjee, M. 1991. Blue green algal ecology of paddy Ecol. 35 184-192.
fields. Bionatures 11: 45-49 Mogi, M. 1993. Effect of intermittent irrigation on
Dawah, A.M.A. 2006. Influence of saturn herbicide on a mosquitoes (Diptera: Culicidae) and larviviorous
natural phytoplankton community of rice fields. predators in rice fields. J. Med. Entomol. 30: 309-
Egypt J. Agric. Res., 84: 587-594. 319.
Ferrari, I., A. Bachiorri, F.G. Margaritora, and V. Rossi. Pelczar Jr., M.J. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar
1991. Succession of cladocerans in a northern Italian mikrobiologi. Penerjemah: R.S. Hadioetomo, T.
ricefield. Hydrobiologia 225: 309-318. Imas, S.S. Tjitrosomo, dan S.L. Angka. Penerbit
Grant, A.J., M. Pavlova, L. Wilkinson-White, A. Universitas Indonesia. Jakarta. 443 hlm.
Haythornthwaite, I. Grant, D. Ko, B. Sutton, and R. Perucci, P., 1990. Effect of the addition of municipal soild-
Hinde. 2006. Ecology and biology of nuisance algae waste compost on microbial biomass and enzyme
in rice fields. A report for the Rural Industries activities in soil. Biol. Fertil. Soils 10: 221-226.
Research and Development Corporation. University Roger, P.A., S. Santiago-Ardales, and I. Watanabe. 1987.
of Sydney, NSW: 38 p. The abundance of heterocystous blue-green algae in
Grant, I.F., A.C. Tirol, T. Aziz, and I. Watanabe. 1983a. rice soils and inocula used for application in rice
Regulation of invertebrate grazers as a means to fields. Biol. Fertil. Soils 5: 96-105.
enhance biomass and nitrogen fixation of Roger, P.A., W.J. Zimmerman and T.A. Lumpkin. 1993.
Chyanophyceace in wetland rice field. Soil Sci. Soc. Microbiological management of wetland rice fields.
Am. J. 47: 669-675. In F.B. Metting Jr. ed. Soil Microbial Ecology,
Grant, I.F., E.A. Egan, and M. Alexander. 1983 b. Applications in Agricultural and Environmental
Measurement of rates of grazing of the ostracod Management. pp. 417-455 Mercell Dekker, Inc.
Cyprinotus carolinensis on blue green algae. Simpson, I.C., P.A. Roger, R. Oficial, and I.F. Grant. 1994.
Hydrobiologia 106: 199-208. Effects of nitrogen fertilizer and pesticide
Kivi, K., H. Kuosa, and S. Tanskanen. 1996. An management of floodwater ecology in a wetland tice
experimental study on the role of crustacean and field II. Dynamics of microcrustaceans and dipteran
microzooplankton grazers in the planktonic food web. larvae. Biol. Fertil. Soils. 17:138-146.
Marine Ecol. Prog. Ser. 136: 59-68. Yoshida, T., T.B Gurung, M. Kagami and J. Urabe. 2001.
Krebs, J.K. 1985. Ecology. The Experimental Analysis of Contrasting effects of a cladoceran (Daphnia galeata)
Distribution and Abundance.Third Edition Harper & and a calanoid copepod (Eodiaptomus japonicus) on
Row, Publisher. New York. Pp. 521-522. algal and microbial plankton in a Japanese lake, Lake
Kuwabara, R. 1999. Dynamic of water quality and Biwa. Oecologia 129: 602-610.
planktonic community in a paddy of northeastern Zhang, M., D. Heaney, B. Henriquez, E. Solberg, and E.
Hokkaido along with the growth of rice plant. Proc. Bittner. 2006. A four year study on influence of
of Int. Seminar on Development of Agribusiness and biosolids/MSW cocompost application in less
its Impact on Agricultural Production in Southeast productive soils in Alberta: nutrient dynamics.
Asia. 14-19 November 1998, Tokyo, p. 434-442. Compost Sci. Util. 14: 68-80.
Labidi, S., H. Nasr, M. Zouaghi, and H. Wallander. 2007.
Effects of compost addition on extra-radical growth

231
PERANAN MIKROBA DAN PROTOZOA DALAM PENANGGULANGAN
LIMBAH CAIR INDUSTRI KERTAS
Dra. Rosmimik Emerde Palar, M.Si.

Latar Belakang

Kertas merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat


dipisahkan. Disadari atau tidak, permintaan kertas dari tahun ketahun terus
meningkat. Seiring dengan hal tsb dibutuhkan bahan baku pembuatan
pulp,khususnya kayu sebagai sumber selulosa. Pulp merupakan bahan berbentuk serat
hasil pengolahan bahan berlignoselulosa dengan proses mekanis. Umumnya bahan
baku yang digunakan untuk hal ini adalah kayu dari jenis Acacia sp , kayu ini
termasuk pohon berbuah polong, keras, yang tumbuh cepat dan menghasilkan kayu
padat bewarna coklat muda sampai coklat tua. Tanaman acacia sp ini mengandung
selulosa tinggi, lignin, abu sedang, serta kadar pentosa yang rendah, keadaan
demikian diharapkan dapat menghasilkan pulp dengan rendemen yang cukup tinggi
dan berkualitas baik.

Kesulitan utama dalam analisis kayu secara umum bukanlah karena jumlah
komponen kayu yang kadang-kadang sangat berbeda komposisi dan sifat-sifatnya,
melain karena eratnya asosiasi ultra struktur dan kimia yang ada diantara
makromolekul dinding sel.

Pembuatan pulp secara kimia mekanis merupakan gabungan antara perlakuan


kimia dan mekanis. Perlakuan kimi merupakan tahap penambahan bahan kimia
pemasak pulp, sebelum pulp diberikan perlakuan mekanis. Bahan kimia yang biasa
digunakan adalah natrium karbonat, sulfit, atau sulfat, bisulfit pada air pengasahan
untuk penghematan energi dan menaikan derajad putih pulp yang dihasilkan.Selain
pereaksi tsb pereaksi lain jang digunkan yaitu Na 2SO3, Na2 S, NaHCO3, Na2SO4.
Bahan –bahan ini berfungsi sebagai larutan penyanggah untuk mencegah terjadinya
korosi dan hidrolisis jang berkelanjutan dari Na2SO3, sehingga kandungan selulosa
tetap tinggi.

Warna pulp terutama disebabkan oleh adanya lignin dan zat ekstrak serta
perubahan-perubahan kimia yang terjadi pada zat-zat tersebut. Pemutih merupakan
proses penghilangan lignin dan bahan-bahan lain dari serat untuk meningkatkan
kecerahan warna pulp. Limbah dari pulp memberikan warna gelap dan keruh yang
mengakibatkan air buangannya sangat mencemari perairan dilingkungan
pabrik,sehingga mengakibatkan syarat COD dan BOD yang ditetapkan oleh
AMDAL tidak terpenuhi. Untukmengatasi haltsb diatas maka limbah tersebut harus
kita perlakukan secara biologi jangan secara kimia karena cara kimia tetap
meninggalkan residu terhadap lingkungan. Cara biologi yang paling tepat adalah
dengan memanfaatkan jasa Mikroba dan Protozoa .

MIKROBA

Mikroba milik CV.MARROS LESTARI

Segala jasad hidup yang berukuran kecil disebut mikroba / mikroorganisme /


jasad renik. Disebut jasad renik karena ukurannya yang kecil (kurang dari 0,1 mm),
sehingga sukar dilihat dengan mata biasa, umumnya hanya dapat dilihat dengan alat
pembesar atau mikroskop, ada mikroba yang berukuran besar sehingga dapat dilihat
tanpa alat pembesar, pengaturan kehidupannya yang lebih sederhana dibandingkan
dengan jasad tingkat tinggi.

Mikroba di alam secara umum berperanan sebagai produsen, konsumen, maupun


redusen.
a) Jasad Produsen
Menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan energi sinar
matahari. Mikroba yang berperanan sebagai produsen adalah algae dan bakteri
fotosintetik.
b) Jasad Konsumen
Menggunakan bahan organik yang dihasilkan oleh produsen. Contoh:
protozoa
c) Jasad Redusen
Menguraikan bahan organik dan sisa-sisa jasad hidup yang mati menjadi
unsur-unsur kimia (mineralisasi bahan organik), sehingga di alam terjadi
siklus unsur-unsur kimia. Contoh: bakteri dan jamur (fungi).

Mikroba-mikroba ini sangat bermanfaat untuk pertanian, dan juga pengolahan


limbah, terutama yang mengandung bahan organik.
PROTOZOA

Protozoa : Spirostomu ambiguum

Protozoa termasuk golongan protista eukariotik yang berada dalam keadaan


sel tunggal dan berkoloni. Protozoa hidup bebas tergantung adanya air, pada bahan
organik yang membusuk, dalam tanah dan pasir, hidupnya dipengaruhi kelembaban,
suhu, cahaya, nutrien dan kondisi fisik dan kimia. Pertumbuhanannya dapat bertahan
dalam air pada suhu 560 C, tetapi suhu optimumnya adalah antara 36 s/d
400C,keasaman berkisar antara pH 6.0 dan pH 8.0. Protozoa ini mempunyai banyak
jenis, bentuk, ukuran dan kebanyakkan mikroskopis, tetapi ada beberapa yang bisa
dilihat dengan mata seperti Klas Ciliata tepatnya Stentor polimorfis ukuran 1 – 2
mm, Spirostomu ambiguum dapat berkembang sampai dengan 3 mm. Reproduksinya
dengan cara sexual dengan cara konjugasi dan singami, dan asexual dengan cara
binari yaitu proses pembelah, budding yaitu bagian dari induk yang berdifrensiasi
dan berkembang menjadi individu baru, exogeneas budding dimana tunas amuba
yang muda dari induk lepas sendiri membentuk individu yang baru.

Protozoa digunakan sebagai indikator kualitas air, materi limbah mentah dapat
dikatagorikan kedalam tiga golongan.

1. Kotoran cara domestik


2. Limbah industri senyawa pengdegradasi senyawa kimia anorganik.
3. Stromwater yang mengandung polutan ( air mengalir yang membawa kotoran
permukaan
Peranan mikroba dan protozoa dalam penanggulangan limbah cair kertas
secara aerobik.

Limbah yang berisikan kotoran mentah yang bersifat semi solid dilewatkan
kedalam tanki aerobik , dalam tanki tsb masukakan mikroba dan protozoa aerob
yang berfungsi mendegradasi limbah mentah yang ada dalam tangki dan
menghasilkan produk samping berupa amoniak, methan, hidrogen sulfida . Dalam
tangki aerob terdapat tiga lapisan, dimana lapisan pertama berisikan hasil samping
dari degradasi limbah cair kertas oleh mikroba aerob dan protozoa, lapisan kedua
berisi cairan yang masih mengandung limbah cair kertas dan lapisan ketiga berupa
sludge yang dapat dipergunakan untuk pupuk.. Protozoa yang digunakan adalah klas
Ciliata yaitu Metapus sp, Saprodinium sp, Epulxis sp. Cairan yang berada pada
lapisan ke dua dialirkan kedalam trickling filter yang dilapisi batuan dan lapisan
yang berisikan mikroba dan protozoa aerobik pada proses ini terjadi oksidasi yang
berkelanjutan dengan kehadiran microorganisme tsb sampai terjadi dekomposisi yang
sempurna. Hasil samping dari proses ini berupa CO 2dan H2O. Kemudian cairan
dilewatkan kedalam setting tank agar detrius settle out. Sebelum air dialirkan ke
pembuangan dilperlakukan terlebih dahulu dengan klorin guna untuk
menghancurkan pathogen yang ada.
Teknik Penyamplingan,

Sampel di ambil sampel secara aseptik masukkan kedalan botol steril untuk
sampel yang berupa cairan dan masukkan kedalam kantong plastik untuk sampel
yang berupa sedimen atau tanah dll. Untuk botol jar, isi botol sampai 1/3 bagian
dengan sampel (vegetasi tanaman), daun mengenbang, dan parutan batu.

Isolasi mikroba erobik termofilik dari sampel cairan dan Padat


Siapkan air aquadest steril 9 ml didalam test tube sesuai keperluan.

1. Contoh tanah/ air sebanyak (5 g/ 5 ml) dilarutkan dalam 45 mlair steril,kocok


30menit dalam inkubator goyang pada .
2. Pipet I ml cairan nomor diatas masukkan kedalam test tube yang berisi air
steril 9 ml vortex (10 -2 ). Lakukan seterusnya sampai diperoleh pengenceran
10-4.
3. Ambil 100 mikro pengenceran 10-3. 10-4 masing-masing tabung sebarkan
kedalam media Nutrien agar dalam petridish untuk bakteri, media Rose bengal
agar untuk jamur, media selulolitik untuk selulase dan media lignolitik
untuklignase.
4. Inkubasi pada suhu kamar 2-3 hari dan dalam inkubator pada suhu kamar
untuk bakteri dan jamur umum mesofilik dan inkubasi pada suhu 60 0 C,
untuk bakteri dan jamur termopilik.
5. Inkubasi pada suhu kamar 3 – 5 hari dan dalam inkubator pada suhu kamar
untuk selulolitik dan lignolitik mesofilik dan inkubasi pada suhu 60 0 C,
untuk termopilik.
6. Koloni yang tumbuh diamati dan siap untuk diperbanyak, dalam media
kultivasi untuk bakteri dan jamur umum
7. Reaksi pewarnaan untuk selulolitik dan lignolitik dengan menggunakan
pewarna Congo Red 1%.
8. Timbulnya zona bening disekeliling isolat menunjukkan positip adanya
selulase.
9. Timbulnya warna merah kecoklatan disekeliling isolat menunjukkan positip
adanya lignolitik.

Pemurnian isolat
Dilakukan dengan mengambil koloni dari hasil diatas disebar kembali kedalam media
spesifik dengan sistim kwadran, timbulnya koloni disepanjang garis goresen yang
tumbuh tunggal disimpan sebagai isolat yang sudah murni.
Kultivasi
Isolat yang sudah murni (bakteri, jamur, selulolitik dan lignolitik) ambil
dengan menggunakan ose,masukkan kedalam media NA cair untuk bakteri umum ,
media PDA cair untuk jamur umum, Inkubasi pada suhu kamar 2-3 hari untuk
mesofilik dan 60 0 C, untuk bakteri dan jamur termopilik, media selulolitik cair untuk
selulase dan media lignolitik cair untuk lignase inkubasi 3 – 5 hari pada suhu kamar
untuk mesofilik dan suhu 600 C untuk termopilik.
HASIL
Dari proses pengolahan limbah cair industri kertas ini didapatkan :
1. Pupuk Mikroba Fungsi Ganda
Keunggulannya :

1. Efisiensi pemakaian pupuk nitrogen dan pupuk fosfat karena mengandung


bakteri penambat nitrogen dan bakteri pelarut fosfat.
2. Meningkatkan pertumbuhan tanaman karena mengandung hormon tumbuh
IAA.
3. Meningkatkan produktivitas tanaman dan meningkatkan pembentukkan zat
hijau daun (klorofil) karenamengandung bakteri diazotrof endofitik.
4. Tidak merusak tanah atau lahan karena tidak meninggalkan residu terhadap
tanah.
5. Aman dan ramah lingkungan.

2. Bioaktivator Perombak Bahan Organik


Suatu bahan aktivator yang berisikan mikroba perombak bahan organik yang bekerja
merombak limbah organik seperti, sampah pasar, sampah rumah tanggga dan limbah
pertanian seperti jerami dll.
Keunggulannya :

1. Inokulan mengandung mikroba perombak yang akan merubah sampah dan


limbah menjadi kompos plus multiguna karena mengandung unsur-unsur hara
esensial yang dibutuhkan oleh tanaman.
2. Aktivitas inokulan dalam merombak bahan organik, tidak meninggalkan bau
dan aroma lainnya.
3. Penggerjaannya sangat mudah hanya dengan menaburkan inokulan kepada
limbah atau sampah.
4. Aman dan ramah lingkungan.
3. Blok Pembibitan

Keunggulannya :

1. Mengandung bahan organik siap pakai, karena dibuat dari bahan-bahan


organik yang telah didekomposisi oleh mikroba dekomposer.
2. Meningkatkan ketersedian fosfat tanah, karena asam-asam organik yang
dihasilkan selama proses dekomposisi.
3. Efisiensi pemakaian pupuk Kalium.
4. Bentuk blok praktis bisa langsung ditanam ditanah.
5. Tidak meninggalkan residu pada tanah dan ramah lingkungan.

Catatan :
Proyek pengolahan limbah pabrik kertas, oleh Tenaga Ahli CV. MARROS
LESTARI, 2005
DAFTAR PUSTAKA

 http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/61084352.pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.47 WIB.
 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt22/jurnal/ML_185_final%20(74-82).pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.49 WIB.
 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itk21/jurnal/2_foraminifera.pdf.
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 19.53 WIB.
 http://jpsmipaunsri.files.wordpress.com/2010/08/1153-58-d-sagala
ganjil.pdf. Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 21.59 WIB.
 http://marrosorganoferti.blogspot.com/2011/05/peranan-mikroba-dan-
protozoa-dalam.html . Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 22.05 WIB
 http://journal.unila.ac.id/index.php/tropicalsoil/article/download/63/315 .
Diakses 23 Oktober 2011. Pukul 22.09 WIB.

Anda mungkin juga menyukai