Anda di halaman 1dari 24

Library Manager

Date Signature

BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Makassar, March 2018
KERAHASIAAN MEDIS PADA ERA GLOBALISASI

OLEH

Oleh:

MOHAMAD FARHAN BIN ROSLI C11113827


NURUL WAHIDAH BINTI TUMIN C11113812
RAJA MUHAMMAD SYAFIQ BIN RAJA AZMAN C1113841

RESIDEN PEMBIMBING
Dr. INDAH WULAN SARI

SUPERVISOR PEMBIMBING:
Dr CAHYONO KAELAN, Sp PA (K), Ph D, SpS, DFM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahawa :

Nama : Mohamad Farhan Bin Rosli C11113827

Nurul Wahidah Binti Tumin C11113812

Raja Muhammad Syafiq Raja Azman C11113841

Judul Refarat : Kerahsiaan Medis Pada Era Globalisasi

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Maret 2018

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

Dr. Cahyono Kaelan Sp PA (K), Ph D, SpS, DFM dr. Indah Wulan Sari

ii
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan………………………………………………………………..ii

Daftar Isi…………………………………………………………………………..iii

Disclaimer…………………………………………………………………………iv

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………….1

BAB IITinjauan Pustaka…………………………………………………………..2

1. Definisi………………………………………………………………………...2

2. Hal-Hal Yang Dirahsiakan…………………………………………………….4

3. Dasar Hukum dan Etika Kerahsiaan Meids…………………………………...5

4. Pihak-Pihak Yang Wajib Menjaga Kerahsiaan Medis………………………...6

5. Sanksi Membuka Kerahsiaan Medis…………………………………………..8

6. Pembukaan Rahsia Kedokteran………………………………………………10

7. Hak Pengunduran Diri………………………………………………………..14

BAB II Kesimpulan………………………………………………………………17

BAB III Tinjauan Pustaka………………………………………………………...18

Lampiran

iii
DISCLAIMER

Refarat berjudul “Kerahsiaan Medis Pada Era Globalisasi” mengambil rujukan dari
refarat yang disusun oleh :

1. Konfidensialitas medis oleh Yusri Asri sebanyak 40%

2. Konfidensialitas medic oleh Sutria Ningsih, Henny Stephani dan Marwa Safa
sebanyak 30 %

Yang berdasarkan referensi terangkum dalam daftar pustaka menjadi dasar dalam
penyusunan refarat in

iv
iii
BAB 1
Pendahuluan

Rahasia kedokteran merupakan suatu norma dasar yang mempunyai peran untuk
melindungi hubungan dokter dan pasien. Sesuai dengan lafaz sumpah Hipocrates yaitu
“I will respect the privacy of my patients, for their problems are not disclosed to me that
the world may know.”1, Seperti yang tertulis dalam United Nation Declaration of
Human Right pada tahun 1984 rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi
manusia, yang intinya menyatakan “Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati
sebagai manusia dan diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan”. Oleh karena itu, dalam proses menyampaikan
keluhan jasmani dan rohani kepada dokter, pasien tidak boleh merasa khawatir bahwa
rahasianya akan disebarkan kepada orang lain oleh dokter yang merawatnya atau
petugas kesehatan yang lain. 2
Kerahsiaan medis juga dapat dilihat sebagai satu privasi terhadap pasien. Privasi
secara umumnya dapat diajabarkan sebagai “hak untuk tidak diganggu” yang
bersangkutan dengan autonomi pasien itu sendiri. Di akhir ini, pengungkapan rahsia
kedoteran menjadi isu yang cukup kontroversial dikalangan masyarakat dan dilinkungan
medis sendiri. Seringkali kewajiban untuk merahasiakan catatan medis seseorang
bertabrakan dengan kepentingan umum. Dokter sangat perlu memperhatikan batasan-
batasan dalam merahasiakan dan mengungkapkan rahasia medis kepada umum, dimana
hal yang dimaksud diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Di
samping itu profesi kedokteran merupakan suatu profesi kepercayaan dan dianggap
sebagai profesi yang mulia, oleh karena pekerjaan yang dilakukan oleh seorang dokter
membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi dan dapat berakibat fatal. Profesi kedokteran
baru dapat berlangsung bila ada kerelaan pasien untuk mengungkapkan keadaan dirinya
termasuk hal-hal yang amat pribadi. Akibatnya dapat dikatakan bahwa konstriksi
hubungan dokter-pasien adalah berdasarkan azas kepercayaan, artinya dokter percaya
bahwa pasien akan mengungkapkan diri seutuhnya sedangkan pasien juga percaya
bahwa dokter akan menjaga rahasia yang diketahuinya. 3,4
Pasien dalam hubungan dokter-pasien menceritakan keluhan-keluhan yang
dirasakannya bahkan yang sifatnya amat pribadi karena keyakinannya bahwa dokter
akan menyimpan rahasianya. Hak pasien atas kerahasiaan ini adalah bagian atas prinsip

1
moral autonomi, bagian dari autonomi seseorang salah satunya adalah menentukan
siapa yang boleh mengetahui tentang dirinya. Konsultasi medis terjadi dengan
pengungkapan informasi kepada seorang dokter, dengan tujuan untuk mengobati pasien,
dan bukan untuk alasan yang lain. Informasi ini adalah milik pasien yang
mengungkapkan informasi dan tidak boleh diberikan pada orang ketiga tanpa
persetujuan yang bersifat spesifik. 2,3
Menurut pasal 1 PP no. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran,
segala suatu yan kita ketahui selama melakukan pekerjaan dalam lapangan adalah
menjadi rahsia kedokteran. Sebagai contoh pihak yang terlibat dengan rahsia kedokteran
adalah mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas di dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan, dan atau perawatan, ataupun orang lain yang ditentukan oleh menteri
kesehatan, secara hokum mereka diwajibkan untuk menjaga rahsia kedokteran.
Kegagalan dalam melaksanakan kewajiban ini akan mendatangkan ancaman hukuman
baik pidana, perdata, maupun administrasi.
Rahasia kedokteran sejak zaman Hippoctrates, disadari memiliki alasan yang
mendasar untuk dipertahankan dalam hubungan dokter pasien. Justice Clark
merumuskan berbagai alasan ini menjadi 3 alasan utama : 5,6,7
1. Tanpa jaminan kerahasiaan, maka orang yang membutuhkan pengobatan akan
berusaha menahan diri untuk mencari bantuan dokter (deterrence from
treatment).
2. Jaminan kerahasiaan menjadi kebutuhan essensial agar pasien mengungkapkan
seluruh keluhan terkait dengan penyakitnya dengan jujur (full disclosure).
3. Kerahasiaan adalah bagian integral untuk mencapai pengobatan yang berhasil
(successful treatment)

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Konfidensialitas berasal dari kata latin confidere, yang berarti mempercayai,


misalnya, seorang yang datang berobat kedokter, terpaksa ia harus menceritakan hal-hal
yang tidak enak rasanya bila diketahui oleh orang lain. Informasi konfidensial itu di
sampaikan atas dasar kepercayaan, dalam arti bahwa dokter yang dipercayakan
informasi tersebut tidak akan memberitahukan kepada orang yang lain.8
Konfidensialitas medik merupakan suatu kewajiban penting bagi para tenaga
medis. Dalam hubungan dengan dokter, seorang pasien sering harus menyampaikan hal-
hal yang harus konfidensial. Kewajiban konfidensialitas medik sepadan dengan hak atas
privacy pada pihak pasien. Tetapi kewajiban itu pun tidak bersifat mutlak, berarti ada
pengecualiaan demi kepentingan yang lebih tinggi daripada perlindungan privacy
pasien.9
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 36 tahun 2012 tentang rahsia
kedokteran, rahasia kedokteran adalah data serta informasi tentang kesehatan seseorang
yang diperoleh oleh tenaga medis atau tenaga kesehtaan pada waktu menjalankan
pekerjaannya.7 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit bagian
kedua Pengelolaan Klinik pasal 38 menyatakan bahwa, rahsia kedokteran adalah segala
suatu yang berhubungan dengal hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam
rangka pengobatan dan ha tersebut dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan
bersifat konfidensial. 9
Berdasarkan peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib
simpan rahasia kedokteran pasal 1, definisi dari rahasia kedokteran adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh oran-oran tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama
meaukakn pekerjaan dalam lapangan kedokteran. 9
Rahasia kedokteran ini meliputi 2 hal yaitu :
1. Rahasia pekerjaan ; Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus
dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu menerima
gelar seorang dokter.

3
2. Rahasia jabatan ; Adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan
berdasarkan lafal sumpah yang diucapkan pada waktu diangkat sebagai pegawai
negeri, yang berbunyi : “Bahwa saya akan memegang rahasia sesuai menurut
sifat atau menurut perintah harus saya rahasiakan”.

II. HAL-HAL YANG DIRAHASIAKAN


Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:9
(1) a. Identitas pasien;
b. Kesehatan pasien meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau
tindakanmkedokteran;
c. Hal lain yang berkenaan dengan pasien.
(2) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber
dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi
atau rujukan, atau sumber lainnya.

Dari kata-kata "segala sesuatu yang diketahui", dalam Peraturan Pemerintah RI


Nomor 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran pasal 1 dimaksud :
Segala data dan informasi yang didapat dari hasil pemeriksaan terhadap pasien,
interpretasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan. Sebagai contoh
informasi yang didapat dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat
kedokteran dan sebagainya. Juga termasuk fakta yang dikumpulkan oleh hal-hal lain
yang membantu untuk menegakkan sebuah diagnose medis.11

III. DASAR HUKUM DAN ETIKA KERAHASIAAN MEDIS


Dokter dan pasien adalah dua subjek hukum yang berhubungan dalam hukum
kedokteran. Hubungan medik dan hubungan hukum antara pasien dan dokter adalah
hubungan dalam pemeliharaan dan pelayanan kesehatan. Dalam menjamin keharmonian
antara hubungan dokter dan pasien, pelaksanaan hubupngan antara keduanya selalu
diatur dengan peraturan-peraturan tertentu.10
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 mengenai Rumah
Sakit Bagian Keempat Hak Pasien Pasal 32 menyatakan bahwa setiap pasien
mempunyai hak dalam mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita

4
termasuk data-data medisnya. Dalam undang-undang tersebut pada Bagian Keenam
Perlindungan Hukum Rumah Sakit Pasal 44 menyatakan bahwa:9
(1) Rumah Sakit dapat menolak mengungkapkan segala informasi kepada
publik yang berkaitan dengan rahasia kedokteran.
(2) Pasien dan/atau keluarga yang menuntut Rumah Sakit dan
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan
hak rahasia kedokterannya kepada umum.
(3) Penginformasian kepada media massa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) memberikan kewenangan kepada Rumah Sakit untuk mengungkapkan
rahasia kedokteran pasien sebagai hak jawab Rumah Sakit.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1966 mengenai
Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Pasal 4 menyatakan tentang pelanggaran ketentuan
mengenai kewajiban simpan rahasia kedokteran yang tidak atau tidak dapat dipidana
menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Menteri
Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undang-
undang mengenai Tenaga Kesehatan. 11
Pasal 322 KUHP menyatakan jika ada pihak yang membocorkan rahasia
jabatan, dalam hal ini rahasia kedokteran, adalah suatu tindak pidana yang dituntut
atas pengaduan (klachdelict), apabila kejahatan itu ditujukan pada seseorang
tertentu. Meskipun tidak ada pengaduan tentang pembocoran rahasia medis,
Menteri Kesehatan dapat juga bertindak berdasarkan Undang-undang yang telah
ditetapkan. Sebagai contoh seorang tenaga kesehatan sering menceritakan tentang
pasien yang dirawatnya di depan ramai orang, maka dia merendahkan martabat
jabatan kedokterab dan mengurangi kepercayaan orang kepada penjabat kedokteran
lainnya.12

5
IV. PIHAK-PIHAK YANG WAJIB MENJAGA KERAHASIAN
MEDIS

Menurut pasal 322 KUHP, seorang dokter atau sebgai pemangku jabatan,
dia wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya. Sesuai dengan lafaz
sumpah dokter yang singakt setelah bersedia untuk memikul tanggungjjawab sebgai
seorang tenaga kesehatan. Menurut pasal 322 KUHP yaitu :

"Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib


menyimpan oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah".
"Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seseorang yang tertentu maka ini hanya
dituntut atas pengaduan orang itu".12

Peraturan Pemerintah RI nomor 10 tahun 1966 menyatakan tentang


kewajiban simpan rahasia kedokteran pasal 2 menyatakan bahwa pengetahuan
tersebut pasal 1 hwajib dirahasiakan oleh orang-ornag tersebut dalam pasak 3
kecuali apabila peraturan lain yang sedarjat atau lebih tinggi daripada Peraturan
Pemerintah ini menentukan lain. Berdasarkan pasal ini orang selain dari pada
tenaga kesehatan yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan orang sakit atau
mengetahui keadaan si sakit, baik yang tidak maupun yang belum mengucapkan
sumpah jabatan, wajib menyimpan rahasia mengenai keadaan si sakit.12

Berhubungan dengan itu, semua mahasiswa yang terlibat dalam dunia


kesehatan yaitu mhasiswa kedokteran, kedokteran gigi, ahli farmasi, ahli
laboratorium, ahli sinar, bidan, para pegawai, murid para medis dan sebagainya
adalah termasuk dalam golongan yang wajib menyimpan rahasia. Menteri
Kesehatan juga menetapkan bahwa orang-orang lain yang wajib menyimpan
rahasia kedokteran, misalnya pegawai tata usaha pada rumah-rumah sakit dan
laboratorium-laboratorium.12

6
Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 10 Tahun 1966 mengenai Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran Pasal 3 menyatakan bahwa pihak yang diwajibkan
menyimpan rahasia yang dimaksud dalam pasal 1 ialah:
a. Tenaga kesehatan menurut pasal 2 Undang-undang tentang Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No. 79).
b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan,
pengobatan dan/atau perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.11
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 36 tahun 2012 Bab III mengenai
Kewajiban Menyimpan Rahasia Kedokteran pada Pasal 4, menyatakan bahwa :12
(1) Semua pihak yang terlibat dalam pelayanan kedokteran dan/atau
menggunakan data dan informasi tentang pasien wajib menyimpan rahasia
kedokteran.
(2) Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokter dan dokter gigi serta tenaga kesehatan lain yang memiliki akses
terhadap data dan informasi kesehatan pasien;
b. pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan;
c. tenaga yang berkaitan dengan pembiayaan pelayanan kesehatan;
d. tenaga lainnya yang memiliki akses terhadap data dan informasi
kesehatan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan;
e. badan hukum/korporasi dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan; dan
f. mahasiswa/siswa yang bertugas dalam pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan/atau manajemen informasi di fasilitas pelayanan
kesehatan.

Kewajiban dalam menjaga kerahasian medis pasien berlaku walaupun pasien


sudah meninggal dunia. Menurut Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004
mengenai Rahasia Kedokteran Paragraf 3 Rekam Medis Pasal 47 menyebutkan
bahwa: 5
(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan
milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi
rekam medis merupakan milik pasien.

7
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan
dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana
pelayanan kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Paragraf 6 mengenai Hak dan


Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi Pasal 51 menyatakan bahwa seorang dokter
atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban
yaitu merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, walaupun
setelah pasien itu meninggal dunia.5
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 Tahun 1996 mengenai Tenaga Kesehatan
pada Bab II menyatakan tentang jenis tenaga Kesehatan Pasal 2 yaitu;13
(1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a. tenaga medis;
b. tenaga keperawatan;
c. tenaga kefarmasian;
d. tenaga kesehatan masyarakat;
e. tenaga gizi;
f. tenaga keterapian fisik;
g. tenaga keteknisian medis.
(2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
(3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
(4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
(5) Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog
kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator
kesehatan dan sanitarian.
(6) Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
(7) Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis
wicara.
(8) Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi,
teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik
prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

8
V. SANKSI MEMBUKA KERAHASIAAN MEDIS
Pada umumnya, seorang dokter sudah mengetahui tentang kewajiban dan
peraturan hukum yang berlaku kepada profesi tersebut terutama yang berhubungan
dengan ilmu kedokteran dan secara khusus rahasia kedokteran. Apabila terjadinya
pelanggaran menegenai kewajiban tersebut, maka pelaku dapat dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Sanksi tersebut adalah :
1. Sanksi pidana, diatur dalam :14
- KUHP Pasal 112
“Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk
kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau
memberikannya kepada negara asing, kepada seorang raja atau suku bangsa,
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

- KUHP Pasal 322


(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib
disimpan karena jabatan atau pekerjaannya yang sekarang maupun yang
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan pada seorang tertentu maka perbuatannya itu
hanya dapat dituntut atas pengaduan orang tersebut.

2. Sanksi perdata, diatur dalam :15


- KUH Perdata Pasal 1365
Setiap perbuatan yang melanggar hukum yang berakibat kerugian bagi
orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya mengakibatkan
kerugian itu, mengganti kerugia tersebut.

- KUH Perdata Pasal 1366


Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
kelalaian atau kurang hati-hatinya.

9
- KUH Perdata Pasal 1367
Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan
karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan karena
perbuatan orang-orang yang berada dibawah pengawasannya.

3. Sanksi Administratif.
Diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1963 pasal 11 yang bunyinya
sebagai berikut :
Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan peraturan
perundang-undangan yang lain, maka terhadap tenaga kesehatan dapat
dilakukan tindakan administratif dalam hal sebagai berikut :
a. Melalaikan kewajiban,
b. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh diperbuat seorang
tenaga kesehatan, baik mengingat sumpah jabatannya ataupun sebagai
tenaga kesehatan,
c. Mengabaikan sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh tenaga
kesehatan,
d. Melanggar sesuatu ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang
ini.

4. Sanksi Sosial
Yaitu sanksi yang datangnya dari masyarakat itu sendiri.
Contohnya : Masyarakat enggan berobat ke dokter tersebut.

VI. PEMBUKAAN RAHASIA KEDOKTERAN


Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2012
membicarakan tentang pembukaan rahasia kedokteran yaitu:16,17,18
Pasal 5
(1) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan

10
hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terbatas sesuai kebutuhan.
Pasal 6
(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan kesehatan pasien
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 meliputi:
a. Kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan
perawatan pasien; dan
b. Keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan
kesehatan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan persetujuan dari pasien.
(3) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan persetujuan dari pasien baik secara tertulis maupun sistem
informasi elektronik.
(4) Persetujuan dari pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan telah
diberikan pada saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.
(5) Dalam hal pasien tidak cakap untuk memberikan persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), persetujuan dapat diberikan oleh keluarga terdekat atau
pengampunya.

Pasal 7
(1) Pembukaan rahasia kedokteran untuk memenuhi permintaan aparatur penegak
hukum dalam rangka penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan siding
pengadilan.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat
melalui pemberian data dan informasi berupa visum et repertum, keterangan
ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis.
(3) Permohonan untuk pembukaan rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang.

11
(4) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran dilakukan atas dasar perintah
pengadilan atau dalam siding pengadilan, maka rekam medis seluruhnya dapat
diberikan.
Pasal 8
(1) Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dilakukan dengan pemberian data
dan informasi kepada pasien baik secara lisan maupun tertulis.
(2) Keluarga terdekat pasien dapat memperoleh data dan informasi kesehatan
pasien, kecuali dinyatakan sebaliknya oleh pasien.
(3) Pernyataan pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan pada waktu
penerimaan pasien.
Pasal 9
(1) Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dilakukan tanpa persetujuan
pasien dalam rangka kepentingan penegakan etik atau disiplin,serta kepentingan
umum.
(2) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan penegakan etik atau
disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan atas permintaan tertulis
dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia.
(3) Pembukaan rahasia kedokteran dalam rangka kepentingan umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa membuka identitas pasien.
(4) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Audit medis;
b. Ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular;
c. Penelitian kesehatan untuk kepentingan negara;
d. Pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan
datang; dan
e. Ancaman keselamatan orang lain secara individual atau masyarakat.
(5) Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b dan huruf e, identitas pasien dapat dibuka
kepada institusi atau pihak yang berwenang untuk melakukan tindak lanjut
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

12
Pasal 10
(1) Pembukaan atau pengungkapan rahasia kedokteran dilakukan oleh penanggung
jawab pelayanan pasien.
(2) Dalam hal pasien ditangani/dirawat oleh tim,maka ketua tim yang berwenang
membuka rahasia kedokteran.
(3) Dalam hal ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berhalangan maka
pembukaan rahasia kedokteran dapat dilakukan oleh salah satu anggota tim yang
ditunjuk.
(4) Dalam hal penanggung jawab pelayanan pasien tidak ada maka pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dapat membuka kedokteran.
Pasal 11
Penanggung jawab pelayanan pasien atau pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dapat
menolak membuka rahasia kedokteran apabila permintaan tersebut bertentangan dengan
ketentuan perundang-undangan.

Pasal 12
Pembukaan rahasia kedokteran harus didasarkan pada data dan informasi yang benar
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 13
(1) Pasien atau keluarga terdekat pasien yang telah meninggal dunia yang menuntut
tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan serta
menginformasikannya melalui media massa, dianggap telah melepaskan hak
rahasia kedokterannya kepada umum.
(2) Penginformasian melalui media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memeberikan kewenangan kepada tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan
kesehatan untuk membuka atau mengungkap rahasia kedokteranyang
bersangkutan sebagai hak jawab.

Pasal 14
Dalam hal pasien menggugat tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan
maka tenaga kesehatan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan yang digugat berhak
membuka rahasia kedokteran dalam rangka pembelaannya di dalam sidang pengadilan.

13
Secara umum, pembukaan informasi atau rahasia kedokteran mengenai pasien
kepada pihak lain memerlukan persutujuan daripada pihak pasien sendiri dan
persetujuan tersebut haruslah diperoleh dengan caya yang benar yaitu melalui
pemberian informasi mengenai kabaikan dan keburukan pembukaan rahasia tersebut
bagi kepentingan pasien. 20
Tetapi terdapat beberapa kondisi bahwa tidak diperlukan persetujuan pasien
untuk membuka kerahasiaan medis seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 29
tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yaitu :5,19,,20
a) untuk kepentingan kesehatan pasien
b) memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum, misalnya dalam bentuk visum et repertum
c) atas permintaan pasien sendiri
d) berdasarkan ketentuan undang-undang, misalnya UU Wabah dan UU karantina

Apabila sudah mendapatkan persetujuan pasien bagi membuka kerahasiaannya


atau keadaan yang memerlukan untuk dibuka kerahasiaan medis, seorang dokter
haruslah memenuhi prinsip “need to know” yaitu prinsip memberikan informasi
kepada pihak yang terlibat secukupnya sahaja sebanyak yang dibutuhkan oleh pihak
tersebut. 17

VII. HAK PENGUNDURAN DIRI


Pada pasal 133 KUHAP mengatakan bahwa seorang dokter wajib untuk
memberikan keterangan sebagai ahli di pengadilan. Keterangan ahli merupakan satu
alat bukti yang sah di depan pengadilan berdasarkan pasal 184 KUHAP dan dapat
berlaku secara lisan dala pengadilan berdasarkan pasal 186 KUHAP. Apabila
dengan sengaja seorang dokter atau tenaga kesehatan tidak memenuhi kewajiban
untuk memberikan keterangan saat dipanggil oleh pengadilan dalam suatu kasus
tindak pidana, maka dapat dikenakan pidana penjara paling lama Sembilan bulan
dan dalam perkara lain, diancam pidana paling lama enam bulan menurut pasal 224
KUHAP. Dan pada kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hukum, maka seorang
dokter atau tenaga kesehatan dapat dikenakan pidana sesuai keputusan menurut
persidangan (pasal 522 KUHAP). 21,22
Menurut pasal 170 KUHAP menyatakan bahwa seorang dokter dapat
menggunakan hak undur diri untuk diminta dibebaskan dari kewajiban untuk

14
memberikan keterangan sebagai saksi mengenai rahasia kedokterna yang
dipercayakan kepadanya karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya dengan
memberikan alasan pada hakim. Hakim akan menentukan pengesahan permintaan
tersebut berdasarkan alasan yang diberikan. 21
Verschoningsrecht diartikan sebagai permohonan agar dibebaskan dari atau hak
mengundur diri berdasarkan kamus hukum Yan Pramadya Puspa. Van Bemmelan
berpendapat ada tiga dasar dalam penggunaan Verschoningsrecht sebagai saksi
yaitu :22
1. Adanya hubungan keluarga yang sangat dekat (sampai derajat ketiga);
2. Bahaya dikenakan hukuman pidana (gevaar voor straftrechtelijke
verordering);
3. Kedudukan, pekerjaan dan rahasia jabatan.
Dokter adalah ahli dalam bidang yang memperoleh pendidikan dan organisasi
mereka dan mengawasi setiap kelakuan mereka dengan sanksi disipliner. Oleh karena
itu, mereka diberi kepercayaan dan diharapkan mereka tidak menyalahgunakan
pengetahuan mereka. Dalam lafaz sumpah dokter juga ada menyebutkan tentang hal-hal
yang perlu dirahasiakan :
“segala sesuatu yang dalam melakukan pekerjaan saya dipercayakan sebagai rahasia
kepada saya dan diketahui oleh saya.”
Perkara yang harus dirahasiakan tidak hanya yang diberikan oleh pasien, akan
tetapi perkara yang hanya diketahui oleh dokter berdasarkan pengetahuannya. Rahasia
pekerjaan menurut lafal sumpah dokter tersebut menjadi lebih luas. 21,22
Dalam pasal 11 di Kode Etik Kedokteran menyatakan bahwa kewajiban seorang
dokter untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien karena sudah
dipercayai bahkan setelah pasien tersebut meninggal dunia. Ini berhubungan dengan
sumpah Hipocrates yang mencantumkan tentang rahasia dokter yaitu : 1,21,22
“Saya tidak akan menyebarkan segala sesuatu yang mungkin saya dengar atau mungkin
saya lihat dalam kehidupan penderita-penderita,baik pada waktu menjalankan tugas
jabatan saya maupun di luar waktu menjalankan tugas jabatan itu, semua itu akan saya
pelihara sebagai rahasia.”
Secara umum seorang dokter wajib untuk merahasiakan hal-hal yang
diketahuinya kerana jabatannya, berpokok pada norma kesusilaan, etik pada perilaku

15
seseorang sehingga kemudian norma etik tersebut diangkat menjadi hukum. Hukum
yang dimaksudkan adalah memperkokoh rahasia jabatan. 22
Pasal 33 KUHP mengkehendaki adanya kewajiban untuk berdiam diri. Ini
memberikan perlindungan dalam bentuk lain yaitu ancaman pindana bagi profesi wajib
penyimpanan rahasia yang membuka rahasia medis. 22

KUHP memberikan perlindungan dalam bentuk lain yaitu ancaman pemidanaan


bagi profesi-profesi wajib penyimpan rahasia yang membuka rahasia. Pasal 322 KUHP
menghendaki adanya kewajiban untuk berdiam diri.22

Baik sumpah jabatan notaris maupun Kode Etik notaris, keduanya memuat tentang
rahasia jabatan yang dimiliki oleh notaris. Seperti dituangkan di atas, notaris sebagai
jabatan kepercayaan wajib untuk mejaga rahasia yang dipercayakan orang yang
menggunakan jasa notaris kepadanya. Sama halnya dengan profesi advokat, rahasia
jabatan tidak sekedar merupakan ketentuan etik, melainkan pula menjadi asas hukum
yang memberikan verschoningsrecht. Pasal 170 KUHAP, notaris karena jabatan, harkat
martabat dan pekerjaannya wajib menyimpan rahasia, dibebaskan dari kesaksian. 22
Baik menurut Pasal 322 KUHP, maupun menurut pasal 146 HIR dan 227 RIB, ada
kategori-kategori orang yang karena jabatan atau pekerjaannya dianggap sebagai wajib
penyimpan rahasia. Dalam pasal 322 KUHP diadakan sanksi pidana terhadap mereka
dari kategori-kategori tersebut yang dengan sengaja membuka rahasia itu, sedangkan
menurut pasal 146 HIR dan 227 RIB mereka boleh menolak untuk memberi kesaksian
mengenai rahasia tersebut. 22

16
KESIMPULAN

1. Kerahasiaan medis adalah segala sesuatu berkenaan pasien dari awal mendapat
perawatan sehingga selesai perawatan.
2. Setiap pihak yang terlibat (dokter, perawat, mahasiswa, pusat pelayanan
kesehatan, Rumah Sakit) dalam menangani pasien wajib menyimpan
kerahasiaan medis pasien.
3. Rahasia medis menurut Peraturan Pemerintah Nomer 10 Tahun 1966 adalah
segala sesuatu yang diketahui oleh orang- orang yang tersebut pada pasal 3 (tiga)
pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
4. Pihak yang dengan sengaja membuka kerahasiaan medis akan mendapat sanksi
sesuai ditetapkan oleh pindana.
5. Pasien mempunyai hak untuk memberi izin kepada dokter bagi menyimpan
kerahasiaan medisnya daripada pengetahuan orang lain.
6. Bagi penelitian atau kepentingan medis yang harus mendapatkan data dari
pasien haruslah meminta izin atau merahasiakan identitas pasien daripada
dilampirkan pada penelitian.
7. Beberapa situasi yang dapat membuka kerahasiaan medis tanpa izin pasien yaitu
untuk kepentingan pasien, tindak pidana, wabah atau karantina dan atas
permintaan pasien sendiri.
8. Panggilan kepada dokter untuk memberi keterangan di pengadilan adalah wajib
karena keterangan daripada seorang dokter adalah bukti yang sah di pengadilan
namun seorang dokter mempunyai hak untuk mengundurkan diri daripada
memberi keterangan pada situasi yang dibenarkan oleh hakim.

17
REFERENSI

1. Hippocratic Oath
2. Ait KY. The Universal Declaration of Human Right . United Nations ; 2015.
3. Sankar P, Moran S, Merz JF, Jones NL. Review: Patient Perspective on Medical
Confidentiality. J Gen Intern Med 2003;18:659-669.
4. Jenkins G, Merz JF, Sankar P. A Qualitative Study of Women’s View on
Medical Confidentiality. J Med Ethics 2005;31:499-504.
5. Republik Indonesia , Undang – undang RI Nomor 29 tahun 2004 Tentang
Praktik Kedokteran , Indonesia 2004.
6. Dewi RWL. Wajib Simpan Rahasia Kedokteran Versus Kewajiban Hukum
Sebagai Saksi Ahli. Surabaya: Fakultas Kedokteran Wijaya Kusuma; 2013.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang
Rahasia Kedokteran.
8. Bertens Kees, kewajiban konfidensial [ cited 2012 April 24]: [pengantar Etika
Bisni].available from : URL: ttp://books. Google.co.id/books?id
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
10. Ali MM, Sidi IPS, dkk. Kemitraan Dalam Hubungan Dokter-Pasien. Indonesia
Medikal Council. Jakarta : 2006
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1966 tentang Wajib
Simpan Rahasia Kedokteran
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2012 tentang
Rahasia Kedokteran.
13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
14. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht)
15. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
16. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1963 tentang Tenaga
Kesehatan
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 36 Tahun 2012
18. Prof John R Williams (2005) Medical Ethics Manual, Ethics Unit of the World
Medical Association
19. Adang SU dkk (2006) Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
20. Blightman K dkk (2014) Patient confidentiality : when can a breach be
justified? , continuing education in Anaesthesia, critical care & pain, volume 14
(2), Oxford University
21. Rita S. (2013) Peran dokter sebagai saksi ahli di persidangan, Jurnal Kesehatan
Andalas, http://jurnal.fk.unamd.ac.id
22. Nurhidayanti SH (2006) Verschoniingsrecht (Hak Mengundurkan Diri) Notaris
Sebagai Saksi Dalam Perkara Perdata dan Pidana Di Kota Purwokerto

18
19

Anda mungkin juga menyukai