Anda di halaman 1dari 22

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Konsep Dasar Halusinasi

a. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.

Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Damayanti,

2008).

Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya

rangsangan dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang

“khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan

mental penderita yang “teresepsi” (Yosef, 2014).

Menurut Varcaloris dalam Yosef (2014), Halusinasi adalah

terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat

stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah halusinasi

pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan. Seseorang

merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada dan merasa ada suara

tetapi tidak ada stimulus suara. Melihat bayangan orang atau sesuatu

yang menakutkan padahal tidak ada bayangan tersebut. Merasakan

mengecap sesuatu padahal tidak sedang makan apapun. Merasakan

sensasi rabaan padahal tidak ada apapun dalam permukaan kulit.


8

Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang

ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihtan, pengecapan, perabaan atau penghiduan.

Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Nanda, 2015).

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa

halusinasi adalah persepsi seseorang yang dialami dari diri sendiri

yang merasakan rangsangan berupa suara, penglihatan, perabaan dan

pengecapan yang sebenarnya tidak ada tetapi seseorang tersebut

merasakannya.

b. Rentang Respon

Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu

yang berada dalam rentang respon neurobiologis. Ini merupakan

respon persepsi paling mal adaptif. Jika klien ehat persepsinya akurat,

mampu mengindentifikasi dan menginterprestasikan stimulus

berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindera

(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien

dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindera

walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu

(yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi) yaitu salah

mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut sebagai ilusi.

Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakuakn terhadap

stimulus pancaindera tidak akurat sesuai dengan stimulus yang

diterima. Rentang respon tersebut diganmbarkan seperti pada gambar

dibawah ini.
9

Respon Adaptif Respon Mal Adaptif

1. Gangguan
1. Distorsi pikiran
1. Pikiran Logis piker/delusi
2. Ilusi
2. Persepsi akurat 2. Halusinasi
3. Reaksi emosi
3. Emosi konsisten 3. Sulit
berlebihan
dengan merespon
4. Perilaku aneh
pengalaman emosi
atau tidak biasa
4. Perilaku sesuai 4. Perilaku
5. Menarik diri
5. Berhubungan disorganisasi
social 5. Isolasi social

Skema 2.1 Rentang Respon Neurobiologis

(Stuart dan Laraia, 2005 dalam Damayanti, 2008 )

1) Respon adaptif

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma

social budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut

dalambatas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat

memecahkan masalah tersebut, respon adptif:

a) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b) Persepsi akurat adalah pandangan yang teapt pada kenyataan.

c) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang

timbul dari pengalaman ahli.

d) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam

batas kewajaran.
10

e) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang

lain dan lingkungan.

2) Respon psikososial

Respon psikososial meliputi antara lain:

a) Proses pikiran terganggu adalah proses pikir yang

menimbulkan gangguan.

b) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena

rangsangan panca indera.

c) Emosi berlebihan atau berkurang

d) Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang

melebihi batas kewajaran.

e) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi

dengan orang lain.

3) Respon maladaptif

Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan

maslah menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan

lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:

a) Kelainan pikiran adalah keyainan secara kokoh dipertahankan

walaupuntidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan

dengan kenyataan sosial.

b) Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.


11

c) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul

dari hati.

d) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

e) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh

individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan

sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

c. Jenis-jenis Halusinasi

Menurut Yosef (2007) halusinasi terdiri dari 8 jenis. Penjelasan

secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah

sebagai berikut:

1) Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)

Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau

suara bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering

terdengar sebagai sebuah kata atau kaliamat yang bermakna.

Biasanya suara tersebut ditujuakan pada penderita sehingga tidak

jarang penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara

tersebut.

2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)

Lebih sering terjadi pada keadaan penyakit organic. Biasanya

sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,

menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang

mengerikan.
12

3) Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)

Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan

dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita.

Bau dila,bangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita

sebagai suatu kombinasi moral.

4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)

Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi

penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi

gastorik lebih jarang dari halusinasi gustatorik.

5) Halusinasi Perabaan (Taktil)

Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang

bergerak dibawah kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis

dan skizofrenia.

6) Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba

Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia

dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.

7) Halusinasi Kinistetik

Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang

atau anggota badannya bergerak-gerak. Sering padaskizofrenia

dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.

8) Halusinasi Viseral

Timbulnya perasaan tertentu didalam tubuhnya.

a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa

pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai


13

dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia, misalnya

sering merasa dirinya terpecah dua.

b) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya

yang tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala

sesuatu yang dialaminya seperti dalam impian.

d. Faktor yang mempengaruhi terjadinya halusinasi

1) Faktor Predisposisi

Menurut Yosef (2010) dalam Damayanti (2012) faktor

predisposisi klien dengan halusinasi adalah:

a) Faktor Perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya

rendahnya control dan kenhangatan keluarga menyebabkan

klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang

percaya diri, dan lebih rendah terhadap stress.

b) Faktor Sosiokultural

Seseorang yang merasa tidak dterima lingkungannya

sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak

percaya pada lingkungannya.

c) Faktor Biologi

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan

jiwa. Adanya stress yang berlebihan dalam sesorang maka

didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan

menyebabkan teraktivitasinya neurotransmitter otak.


14

d) Faktor Psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih

memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju

alam khayal.

e) Faktor Genetik dan Pola Asuh

Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh

oleh orang tua skizofrenia cendrung mengalami skizofrenia.

Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan

hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

2) Faktor Presipitasi

a) Perilaku

Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,

ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku

menarik diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan serta tidak dapat mebedakan keadaan nyata dan tidak

nyata. Menurut Rawlins dan Heacock 1993 dalam Yosef 2014,

mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas

hakikat keberadaan seseorang individu sebagai makhluk yang

dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual.


15

Sehingga halusinasi dilihat dari lima dimensi yaitu:

(1) Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbukan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

demam, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

(2) Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem

yang tidak dapat diatas merupakan penyebab halusinasi itu

terjadi, isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa

dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang

perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien

berbuat sesuatu terhadap ketakutan hal tersebut.

(3) Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa

individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya

penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan

usaha dari ego sendiri untuk melawan implus yang

menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan

kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien

dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

(4) Dimensi Sosial

Klien mengalami gangguan interaksi social dalam fase

awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup

bersosialisasi dalam nyata sangat membahayakan. Klien


16

asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan

tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi social,

kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam

dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan control oleh individu

tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,

dirinya atau orang lain individu cenderung keperawatan

klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang

menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,

serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien

selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi

tidak berlangsung.

(5) Dimensi Spiritual

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan

kehampaan hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya

aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk

menyucikan diri, karena ia sering tidur larut malam dan

bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan

tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi

lemah dalam upaya menjeput rejeki, menyalahkan

lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya

memburuk.
17

e. Tanda dan gejala

Menurut Hamid (2000) dalam Damayanti (2012), perilaku klien

yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

1) Bicara sendiri.

2) Senyum sendiri.

3) Ketawa sendiri.

4) Menggerakkan bibir tanpa suara.

5) Pergerakan mata yang cepat.

6) Respon verbal yang lambat.

7) Menarik diri dari orang lain.

8) Berusaha untuk menghindari orang lain.

9) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

10) Terjai peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah.

11) Perhatian dngan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa

detik.

12) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.

13) Sulit berhubungan dengan orang lain.

14) Ekspresi muka tegang.

15) Mudah tersinggung, jengkel, dan marah.

16) Tidak mampu mengikuti perintah perawat.

17) Tampak tremor dan berkeringat.

18) Perilaku panik.

19) Agitasi dan kataton.

20) Curiga dan bermusuhan.


18

21) Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan.

22) Ketakutan.

23) Tidak dapat mengurus diri.

24) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

f. Mekanisme koping

Mekanisme koping yang sering digunakan kliendengan halusinasi

(Stuart dan Laraia, 2005) meliputi:

1) Regresi menjadi malas beraktivitas sehari-hari

2) Proyeksi mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda

3) Menarik diri dulit mempercayai orang lain dan ayik dengan

stimulus internal

4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

g. Tahapan halusinasi

Menurut Yosef (2010) dalam Damayanti (2012) tahapan

halusinasi ada lima fase, yaitu:

1) Stage I : Sleep Disorder (Fase awal seseorang sebelum muncul

halusinasi).

Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari

lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya

banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena

berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,

terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah kampus,

drop out. Masalah terasa menekan karena terakumulasi


19

sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap

masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-

menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien

menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai

pemecahan masalah.

2) Stage II : Comforting (Halusinasi secara umum ia terima sebagai

sesuatu yang alami).

Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya

perasaan cemas, kesepian, perasaan bedosa, ketakutan

dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya

kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran

dan sensorinya dapat dia control bila kecemasannya

diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien merasa

nyaman dengan halusinasinya.

3) Stage III: Condemning (secara umum halusinasi sering mendatangi

klien).

Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan

mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi

mengontronya dan mulai berupaya menjaga jarak antara

dirinya dengan objek yang dipersepikan klien mulai

menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu

yang lama.

4) Stage IV: Controlling Severe Level of anxiety (Fungsi sensori

menjadi tidak relevan dengan kenyataan).


20

Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori

abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian

bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase

gangguan psikotik.

5) Stage V : Conquering Panic Level of Anxiety (Klien mengalami

gangguan dalam menilai lingkungannya)

Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa

terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila

klien tidakdapat menuruti ancaman atau perintah yang

ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat

berlangsung selama minimal empat jam atau seharian

bila klien tidak mendapat kan komunikasi teraupetik.

Terjadi gangguan psikotik berat.

h. Penatalaksanaan secara medis pada halusinasi

Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi

adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain, yaitu:

1) Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada

gejalahalusinasi pendengaran yang merupakan gejalaa psikosis

pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok

yang umum digunakan adalah fenotiazin asetofenazin (tindal),

Klorpromazin (Thorazine), Flufenazine (Proloxine, permitil),

Mesoridazin (Serentil), Perfenazin (Trilafon), Proklorperazin

(Compazine), Promazin (Sparone), Tioridazin (mellaril),

Trifluoperazin (stelazine0, Trifluopromazin (vesprin) 60-120 mg,


21

Tioksanten klorprotiksen (taractan), tiotiksen (navane) 75-600 mg,

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, Dibenzodizepin

Klozapin (Clorazil) 300-900 mg, Dibenzokasazepin loksapin

(Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon Molindine (moban) 15-225

mg.

2) Terapi kejang listrik atau Electro Compulsive Therapy (ECT)

3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

i. Tindakan Keperawatan pasien halusinasi

Menurut Keliat (2011), tindakan keperawatan pada pasien

halusinasi yaitu:

1) Tindakan keperawatan untuk pasein

a) Tujuan

(1) Pasien mengenali jenis halusinasi yang dialami

(2) Pasien dapat mengotrol halusinasinya

(3) Pasien mengiktui program pengobatan secara optimal

b) Tindakan Keperawatan

(1) Membantu pasien mengenali halusinasi. Untuk membantu

paien mengenali halusinasi, anda dapat melakukannya

dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi

(apa yang didengar atau dilihat), waktu terjadi halusinasi,

frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan

halusinasi muncul dan respon pasien halusinasi muncul.

(2) Melatih pasien mengontrol halusinasi. Unutk membantu

pasien agar mampu mnegontrol halusinasi anda dapat


22

melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat

mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:

(a) Menghardik halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya

mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara

menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk

mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau

tidak memperdulikan halusinasinya. Kalau ini dapat

dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan

tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Kemungkinan

muncul lagi halusinasi tetap ada, namun dengan

kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk mengikuti

apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan

meliputi yaitu Menjelaskan cara menghardik halusinasi,

Memperagakan cara menghardik, Meminta pasien

memperagakan ulang, Memantau penerapan cara ini,

menguatkan perilaku paisen.

(b) Bercakap-cakap dengan orang lain

Untuk mengobrolan halusinasi dapat juga

dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika

pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi

distraksi. Focus perhatian pasien akan beralih dari

halusinai ke percakapan yang dilakukan dengan orang

lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif


23

untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

menganjurkan pasien untuk bercakap-cakap dengan

orang lain.

(c) Melakukan aktivitas yang terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusiansi muncul lagi

adalah dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang

teratur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien

tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang

sering sekali mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien

yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk

mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas secara

teratur dari bangun pasie sampai tidur malam, tujuh hari

dalam seminggu. Tahapan tindakan melitputi yaitu

Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk

mengatasi halusinasi, Mendiskusikan aktivitas yang

biasa dilakukan pasien, Melatih pasein melakukan

aktivitas, Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai

dengan aktivitas yang telah dilatih, Memantau

pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif.

(d) Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien

juga harus dilatih unutk menggunakan obat secara

teratur sesuai dengan program. Pasien gangguan jiwa


24

yang dirawatb dirumah sering sekali mengalami putus

obat sehingga akibatnya pasien mengalami

kekambuhan. Bila kekambuhan terjadi maka untuk

mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Unuk

itu pasein perlu dilatih menggunakan obat sesuai

program dan berkelanjutan. Tahapan tindakan meliputi

yaitu Jelaskan guna obat, Jelaskan akibat bila putus

obat, Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat,

Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip lima

benar.

c) Tindakan keperawatan dengan pendekatan Strategi Pelaksanaan

(SP).

(1) SP 1 pasien : membantu pasien mengenal halusinasi,

menjelaskan cara-cara mengontrol haluinasi, mengajarkan

paseien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:

menghardik halusinasi

(2) SP 2 pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara

kedua, bercakap-cakap dengan orang lain

(3) SP 3 pasien : melatih pasien mengontrol halusinasi dengan

cara ketiga yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal

(4) SP 4 pasien : melatih pasien menggunakan obat secara teratur

(Dermawan, 2013).

2) Tindakan keperawatan untuk keluarga

a) Tujuan
25

(1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasein baik

dirumah sakit maupun dirumah.

(2) Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif

untuk pasien.

b) Tindakan keperawatan

Keluarga merupakan faktor yang menentukan

keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan

halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah

sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk

sembuh.

Namun demikian jika keluarga tidak mampu merawat

pasien, pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi

akan sangat sulit. Untuk ituperawata harus memberikan

peendidikan kesehatan pada keluarga agar keluarga mampu

menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi

baik saat dirumah sakit maupun dirumah (Keliat, 2011).

Tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk

keluarga pasien halusinasi adalah:

(1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluaga dalam merawat

pasien

(2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan

gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara

merawat pasien halusinasi


26

(3) Berikan kesempatan keada keluarga untuk memperagakan

cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan

pasien

(4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga

c) Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pendekatan

Strategi Pelaksanaan (SP)

(1) SP 1 keluarga : Pendidikan kesehatan tentang pengertian

halusinasi, jenis halusinasi yang dialami anggota

keluarganya (pasien), tanda dan gejala halusinasi dan cara

merawat pasien halusinasi

(2) SP 2 keluarga : melatih keluarga praktik merawat pasien

langung dihadapan pasien

(3) SP 3 keluarga : membuat perencanaan pulang bersama

keluarga (Dermawan, 2013)

2. Konsep Dasar Kemampuan

a. Pengertian kemampuan

Kemampuan adalah kecakapan atau potensi seseorang individu

untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan

beragam tugas dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas

tindakan seseorang. Notoatmojo (2007), membagi perilaku manusia ke

dalam tiga domain, ranah, kawasan, yaitu: kognitif, afektif, dan

psikomotor. Selanjutnya ketiga ranah tersebut dimodifikasi untuk

pengukuran hasil pendidikan kesehatan yang lebih dikenal sebagai

pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan (Carolina, 2008).


27

1) Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil dari tahu dan akan

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia melalui mata dan

telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langeng daripada perilaku yang didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007).

2) Sikap atau afektif merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau ketersediaan untuk bertindak,dan bukan merupakaan

pelaksanaan motif tertentu.

3) Psikomotorik adalah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)

atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima

pengalaman belajar tertentu.


28

B. Kerangka Teori

Halusinasi adalah salah satu gejala 4 Tahapan mengontrol halusinasi


gangguan jiwa dimana klien mengalami a. Menghardik halusinasi
perubahan sensori persepsi, merasakan b. Bercakap-cakap dengan
orang lain
sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
c. Melakukan aktivitas yang
pengecapan, perabaan atau penghiduan. terjadwal
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya d. Menggunakan obat secara
tidak ada (Damayanti, 2008). teratur (Dermawan, 2013)

Faktor Presipitasi Faktor Predisposisi

a) Perilaku a) Faktor Perkembangan Menghardik merupakan salah satu

(1) Dimensi Fisik b) Faktor Sosiokultural upaya untuk mengendalikan halusinasi

(2) Dimensi Emosional c) Faktor Biologi dengan menolak halusinasi yang

(3) Dimensi Intelektual d) Faktor Psikologis muncul. (Dermawan, 2013)

(4) Dimensi Sosial e) Faktor Genetik dan


(5) Dimensi Spiritual Pola Asuh

Tahapan Cara Menghardik


Kemampuan
a. Mampu melakukan cara mengontrol
1. Kemampuan halusinasi
kognitif 1) Menutup telinga
2. Kemampuan 2) Menutup mata
afektif 3) Berkata “pergi sana, saya tidak
3. Kemampuan mau dengar, kamu suara palsu”
psikomotor (Dermawan, 2013)

(Carolina, 2007)

Skema 2.2

Kerangka Teori

Anda mungkin juga menyukai