Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS BESARAN RISIKO KESEHATAN PAPARAN BENZENA

PADA PETUGAS OPERATOR SPBU


Tugas
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Risiko Lingkungan

Disusun Oleh :
Denendah Pujawati P17333114413
Annisa Nurul Mujahidah P17333114414

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
CIMAHI
2017
A. PENDAHULUAN
Menurut data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 Indonesia merupakan negara
terpadat keempat di dunia, dengan jumlah penduduk sebanyak 237.641.326 jiwa.
Sebanding dengan meningkatnya populasi penduduk, angka kepemilikan kendaraan di
Indonesiapun meningkat. Terbukti dengan semakin padatnya arus kendaraan di jalan raya
dan semakin tidak teraturnya lalu lintas. Dengan meningkatnya jumlah kepemilikan
kendaraan, hal ini pun mengakibatkan peningkatan konsumsi Bahan Bakar Minyak
(BBM).
Disadari akan kebutuhan BBM yang meningkat, Pemerintah berupaya mengadakan
bahan bakar yang aman untuk lingkungan dan kesehatan, dengan dikeluarkannya Surat
Keputusan Menteri pertambangan dan energi No. 1585/K/32/MPE/1999 tentang
Persyaratan Pemasaran bahan bakar Jenis Bensin dan Solar di Dalam Negeri. Dimana
dalam ketentuannya dikatakan bahwa penghapusan bensin bertimbal dilakukan secara
bertahap dan timbal sudah harus dihapuskan di seluruh wilayah Indonesia pada awal
Januari 2003.
Setelah diberlakukannya kebijakan penghapusan bensin bertimbal di Indonesia pada
tahun 1999, muncul masalah baru berkaitan dengan pencemaran senyawa benzena.
Benzena merupakan senyawa hidrokarbon aromatik rantai tertutup tidak jenuh.
Mempunyai nama lain benzol, cyclohexatrene, phenyl hydride, atau coal naphta. Zat yang
digunakan untuk menggantikan posisi timbal (Pb) dalam BBM untuk meningkatkan nilai
oktan adalah High Octane Mogas Component (HOMC). HOMC yang digunakan dalam
bahan BBM akan berubah menjadi benzena pada akhir proses pembakaran BBM dalam
kendaraan bermotor. Benzena yang dihasilkan dari proses tersebut akan mencemari udara
dan berpotensi terhirup oleh manusia yang kemudian dapat memberikan efek buruk
terhadap kesehatan. (Azhari, 2010).
Menurut Tennessee University (2009) benzena diserap melalui pencernaan,
inhalasi, dan aplikasi kulit. Data eksperimental menunjukkan bahwa manusia dapat
menyerap hingga 80% dari benzena yang dihirup (setelah 5 menit terpapar). Inhalasi
merupakan rute paling mungkin dari paparan bahan kimia, terutama di tempat kerja.
Benzena adalah karsinogenik pada manusia melalui pajanan inhalasi. Pajanan
benzena di lingkungan kerja telah dikaitkan terutama dengan peningkatan insiden
leukemia myeloblastic atau erythroblastic myeloid akut dan kronis dan leukemia limfoid
di antara para pekerja (Tennessee University, 2009). Efek paparan benzena secara kronik
yaitu kerusakan pada sistem pembentukan darah (sumsum tulang) yang dapat
menimbulkan kerusakan sumsum tulang, ini adalah risiko terjadinya penurunan jumlah
elemen sel darah secara progresif (Mahawati et al., 2006). Sementara Haryanto (2005)
menyatakan, tidak ada batas terendah yang aman terhadap pemajanan senyawa kimia ini
untuk mendapatkan resiko leukemia pada semua tingkat pajanan.
Industri petrokimia dan pengilangan minyak adalah sumber utama pajanan terhadap
benzena (Jeyaratnam, 2010). Pajanan singkat dengan konsentrasi yang tinggi dapat
terjadi saat pengisian BBM kendaraan (WHO – Europe, 2000). Karyawan Stasiun
Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) khususnya operator pengisian BBM adalah
salah satu populasi pekerja yang memiliki tingkat resiko pajanan benzena yang tinggi,
terutama melalui jalur inhalasi dalam waktu pajanan yang kontinyu (Pudyoko, 2010).
Penggunaan masker half mask respirator with organic vapor catridge pada
konsentrasi pajanan benzena kurang atau sama dengan 10 ppm, dapat dijadikan sebagai
alternatif penurunan resiko eksposur benzena (Gunawan, 2000). Namun pada kenyataan
di lapangan, tidak ada fasilitas alat pelindung diri untuk inhalasi yang diberikan kepada
Operator SPBU, bahkan kebijakan perusahaan menganjurkan petugas operator SPBU
memberikan senyum, salam, sapa kepada konsumen. Hal ini secara tidak langsung
menganjurkan operator SPBU tidak memakai masker.
Penilaian pajanan bisa dilakukan dengan analisis risiko. Dimana analisis risiko
merupakan suatu tahapan proses untuk melihat hubungan antara pajanan bahan kimia
dan agen fisik dengan efek negatif yang mungkin terjadi (Louvar & Louvar, 1998 dalam
zuliyawan, 2010 ).

B. TUJUAN
Untuk mengetahui karakteristik risiko kesehatan (kanker dan non-kanker) individu
terhadap pajanan benzena pada petugas operator SPBU.

C. TINJAUAN PUSTAKA
1. Benzena
Benzena adalah senyawa hidrokarbon aromatik. Dalam suhu ruangan, benzena
adalah cairan tidak berwarna, mudah menguap dengan bau aromatik yang khas. sedikit
larut dalam air tetapi sangat mudah larut dengan pelarut organik, benzena akan
mengapung di permukaan air.
2. Sumber Pajanan Benzena
Menurut ATSDR (2007) Benzena ditemukan di udara, air, dan tanah. Benzena
berasal dari sumber industri dan alam.
a. Sumber Industri
Benzena pertama kali ditemukan dan diisolasi dari tar batubara di tahun 1800-
an. Saat ini, benzena sebagian besar berasal dari minyak bumi. Karena
penggunaannya yang luas, benzena termasuk dalam 20 zat teratas yang dipakai
untuk bahan kimia yang diproduksi di Amerika Serikat. Berbagai industri
menggunakan bensin untuk membuat bahan kimia lainnya, seperti stirena (untuk
Styrofoam dan plastik), cumena (untuk berbagai resin), dan sikloheksana (untuk
nilon dan serat sintetis). Benzena juga digunakan dalam pembuatan beberapa jenis
karet, pelumas, pewarna, deterjen, obat-obatan, dan pestisida (CDC, 2013).
b. Sumber Alam
Sumber alami dari benzena, yang meliputi emisi gas dari gunung berapi dan
kebakaran hutan, juga berkontribusi terhadap keberadaan benzena di lingkungan.
Benzena juga hadir dalam minyak mentah dan bensin dan asap rokok. (ATSDR
2007).

3. Jalur Pajanan Benzena


a. Inhalasi
Inhalasi adalah jalur pajanan yang dominan. Uap benzena lebih berat daripada
udara dan dapat menyebabkan sesak napas di ruang tertutup, berventilasi buruk atau
di dataran rendah. Laporan kasus pada pajanan inhalasi akut telah ada sejak awal
tahun 1900. Kejadian kematian tiba-tiba terjadi setelah beberapa jam pajanan. Tidak
diketahui berapa konsentrasi benzena yang ditemukan pada korban. Namun
diperkirakan bahwa pajanan sebesar 20.000 ppm selama 5-10 menit akan
mengakibatkan hal kejadian yang fatal (ATSDR, 2007).
b. Ingesti
Benzena sebagai kontaminan masuk melalui air minum, makanan dan sayur-
sayuran (IPCS-International Programme on Chemical Safety, 2000). Absorpsi
benzena yang efektif melalui pencernaan dapat mengakibatkan intoksikasi akut,
walaupun data kuantitatif pada manusia masih kurang (WHO, 1996). Tidak ada
informasi tentang absorpsi oral dari benzena pada larutan encer, diasumsikan bahwa
absorpsi oral dari air adalah hampir 100% (Ramon, 2007).
c. Kulit dan Mata
Benzena yang memercik di mata dapat mengakibatkan rasa sakit dan cedera
pada kornea. Tidak terdapat penelitian yang berhubungan dengan kematian hewan
percobaan setelah terjadi pajanan Benzena pada kulit. Sebuah penelitian kohort
terhadap 338 pekerja laki-laki menemukan 3 kematian. Kematian ini disebabkan
oleh leukimia pada mekanik, yang biasanya menggunakan BBM untuk
membersihkan onderdil kendaraan dan mencuci tangan (Hunting et al, 2005 dalam
ATSDR, 2007).

4. Dampak Pajanan Benzena


a. Dampak akut
Individu yang tidak sengaja menelan atau menghirup benzena untuk jangka
waktu singkat cenderung tidak mengalami risiko kesehatan. Namun demikian, efek
samping tertentu masih terjadi dan meliputi peningkatan denyut jantung, sesak
napas, sakit kepala, pingsan, dan kerusakan sistem saraf. ( SA Health, 2008).
Adapun efek akut dari paparan benzena menurut WHO (2010) adalah dapat
menyebabkan narkosis: sakit kepala, pusing, mengantuk, kebingungan, tremor dan
kehilangan kesadaran, dan pada pengguna alkohol dapat meningkatkan efek toksik.
Benzena juga merupakan iritan yang dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.

b. Dampak Kronis
Depresi sumsum tulang dengan efek lambat, pada beberapa kasus, sampai
beberapa tahun. Gejala dan tanda yang pertama sangat samar, namun kemudian
kelelahan dan pendarahan spontan yang akan mengakibatkan anemia, selain itu
terjadi penurunan jumlah berbagai sel darah di sirkulasi darah dan berkurangnya
keeping trombosit dalam darah. Anemia aplastik, leukemia mieloblastik akut dan
eritroleukimia akut merupakan efek yang paling ditakutkan pada pemajanan kronik.
EPA memperkirakan bahwa pajanan benzena seumur hidup pada konsentrasi 4
ppb di udara akan menghasilkan 1 tambahan kasus leukemia dalam 10.000 orang
yang terpajan. EPA juga memperkirakan bahwa pajanan benzena seumur hidup pada
konsentrasi 100 ppb dalam air minum akan menambah 1 kasus kanker tambahan
dalam 10.000 orang yang terpajan (ATSDR, 2006).
D. CONTOH SOAL & PENYELESAIAN
1. Seorang pekerja SPBU berumur 25 tahun dengan berat badan 58 Kg telah terpapar
Benzena selama 8 jam/hari kerja. Dengan konsentrasi benzena di SPBU sebesar 0,73
mg/m3. Pekerja tersebut telah bekerja selama 5 tahun. (Laju asupan melalui inhalasi
20 m3/hari). Bagaimana risiko kesehatan (kanker dan non-kanker) individu terhadap
pajanan benzena pada petugas pekerja SPBU tersebut?
Penyelesaian :
𝐶 × 𝑅 × 𝑡𝐸 × 𝑓𝐸 × 𝐷𝑡
𝐼=
𝑊𝑏 × 𝑇𝑎𝑣𝑔

Keterangan :
I : Jumlah risk agent yang diterima individu per satuan
C : Konsentrasi benzena di udara
R : Laju asupan (20 m3/hari berdasarkan US-EFA Default Exposure Factor)
tE : Lama kerja karyawan
fE :Frekuensi pajanan (350 hari per tahun berdasarkan US-EFA Default
Exposure Factor
Dt : Durasi Pajanan
Wb : Berat badan pekerja
tavg : Periode waktu rata-rata (350 hari selama 30 tahun untuk pajanan non
kanker dan 70 tahun unutk pajanan kanker)

Diketahui :
Konsenstrasi (C) = 0,73 mg/M3
Waktu Pajanan tE = 8 jam/hari
Durasi pajanan Dt = 5 tahun
Umur = 25 tahun
Berat (Wb) = 58 Kg
R inhalasi = 20 m3/hari = 0,83 m3/jam

Ditanyakan :

a. RQ
b. ECR
Jawaban :

a. Perhitungan Intake pajanan non-kanker


𝐶×𝑅×𝑡𝐸 ×𝑓𝐸 ×𝐷𝑡
𝐼= 𝑊𝑏 ×𝑇𝑎𝑣𝑔

mg M3 jam
0,73 ×0,83 ×8
M3 jam hari
ℎ𝑎𝑟𝑖
×350 ×10 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐼 = 58 𝑘𝑔 ×30 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 ×365 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

mg M3 jam
0,73 ×0,83 ×8
M3 jam hari
ℎ𝑎𝑟𝑖
×350 ×5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐼= ℎ𝑎𝑟𝑖
58 𝑘𝑔 ×30 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 ×365
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

8482,6 mg
𝐼= 𝑘𝑔
635100
ℎ𝑎𝑟𝑖

𝐼 = 0,014 mg/kg/hari

Perhitungan Risk Quotient (RQ)


RfC (Reference Concentration) yang ditetapkan oleh IRIS dari US-EPA sebesar 3 ×
10−2 mg/m3. Sehingga harus di konversi sehingga memiliki satuan mg/kg/hari. Nilai
konversi di dapatkan dair nilai defalut dari US-EPA yaitu Berat badan (Wb) adalah
70 kg dan laju inhalasi (R) adalah 20 m3/hari. Maka :
𝑚𝑔 𝑚3 1
𝑅𝑓𝐶 = 0,03 𝑚3 × 20 ℎ𝑎𝑟𝑖 × 70 𝑘𝑔

RfC = 0,0086 mg/kg/hari


𝐼
𝑅𝑄 = 𝑅𝑓𝐷 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅𝑓𝐶
𝑚𝑔
0,014 /ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑔
𝑅𝑄 = 𝑚𝑔
0,0086 /ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑘𝑔

𝑅𝑄 = 1,55

b. Perhitungan intake pajanan kanker


𝐶×𝑅×𝑡𝐸 ×𝑓𝐸 ×𝐷𝑡
𝐼= 𝑊𝑏 ×𝑇𝑎𝑣𝑔
mg M3 jam
0,73 ×0,83 ×8
M3 jam hari
ℎ𝑎𝑟𝑖
×350 ×5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐼 = 58 𝑘𝑔 ×70 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 ×365 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
mg M3 jam
0,73 ×0,83 ×8
M3 jam hari
ℎ𝑎𝑟𝑖
×350 ×5 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝐼= ℎ𝑎𝑟𝑖
58 𝑘𝑔 ×70 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 ×365
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

0,014 mg
𝐼= 𝑘𝑔
1481900
ℎ𝑎𝑟𝑖

𝐼 = 9,45 𝐸 − 9 mg/kg/hari
Perhitungan risiko kanker (ECR)
𝐸𝐶𝑅 = 𝐶𝑆𝐹 × 𝐼
𝐸𝐶𝑅 = 0,0273 × 9,45 𝐸 − 9
𝐸𝐶𝑅 = 2,57 × 10−10

E. PEMBAHASAN
Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan kimia, laju
asupan, frekuensi pajanan dan durasi pajanan, yang dapat diartikan semakin besar nilai
tersebut maka akan semakin besar asupan seseorang. Asupan berbanding terbalik dengan
nilai berat badan dan periode waktu rata-rata, yaitu semakin besar berat badan maka akan
semakin kecil risiko kesehatan.
Dalam perhitungan ini, untuk pajanan non-karsinogenik digunakan periode waktu
rata-rata selama 30 tahun untuk orang dewasa, sedangkan pada karsinogenik selama 70
tahun. Nilai risiko (RQ) pajanan non-karsinogenik dengan paparan inhalasi
diperhitungkan setelah diketuahi nilai RfC, sedangkan karsinogenik diperhitungkan setelah
diketahui nilai CSF. Dari perhitungan didapatkan hasil nilai intake (non-karsinogenik)
pada karyawan operator SPBU adalah 0,014 mg/kg/hari. Sedangkan nilai intake

(Karsinogenik) adalah sebesar 9,45 x 10-9 mg/kg/hr.


Jika RQ > 1 maka akan menimbulkan efek merugikan kesehatan (berisiko non
karsinogenik. Jika < 1 maka konsentrasi paparan belum belum menimbulkan efek
kesehatan.
Dari hasil perhitungan didapatkan RQ sebesar 1,55, karena RQ > 1, maka pajanan
0,73 mg/m3 benzena di udara selama 5 tahun untuk orang dengan berat badan 58 kg tidak
aman bagi kesehatan (berisiko non-karsinogenik), jika pola pajanannya 8 jam per hari
selama 350 hari per tahun.
Jika ECR < 10-4 maka konsentrasi paparan belum berisiko menimbulkan efek
kesehatan karsinogenik. Jika ECR > 10-4 maka konsentrasi paparan sudah dapat berisiko
efek kesehatan karsinogenik.
Dari hasil perhitungan didapatkan ECR sebesar 2,57 x 10-10, karena ECR < 10-4,
maka pajanan 0,73 mg/m3 benzena di udara selama 5 tahun untuk orang dengan berat
badan 58 kg aman bagi kesehatan (tidak berisiko karsinogenik), jika pola pajanannya 8
jam per hari selama 350 hari per tahun.
Benzena memiliki sifat mudah menguap ke udara bebas sehingga apabila suatu
sumber pajanan dibiarkan secara terus menerus terbuka di suatu tempat maka semakin
besar konsentrasi benzena yang ada di suatu lingkungan kerja (Fessenden, 1991 dalam
Susilowati, 2011).
Menurut ATSDR (2007) Efek pajanan akut benzena dengan konsentrasi tinggi dapat
segera terjadi pada sistem syaraf, kulit, sistem pernapasan dan pencernaan. Yang pertama
muncul di pusat sistem saraf adalah efek neurologis. Reaksi anestesi benzena di pusat
sistem saraf mirip dengan gas anestesi lain, pertama merangsang eksitasi diikuti oleh
depresi dan jika pajanan terus terjadi, kematian dapat terjadi karena kegagalan pernapasan.
US-EPA, IARC, dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika
Serikat telah menyimpulkan bahwa benzena adalah karsinogen terhadap manusia. EPA
mengklasifikasikan benzena dalam kategori A (terbukti karsinogen pada manusia)
berdasarkan bukti yang meyakinkan pada manusia dan didukung studi terhadap hewan,
sedangkan IARC mengklasifikasikan benzena di Grup 1 (Karsinogenik pada manusia).
Pada prinsipnya dalam analisis risiko kesehatan lingkungan harus dilakukan dalam

bentuk pengelolaan risiko jika nilai RQ>1 dan ECR≥10-4. Manajemen risiko yang
dilakukan dapat berupa menurunkan konsentrasi pajanan (C), mengurangi waktu kontak
diantaranya mengurangi lama pajanan (te), mengurangi frekuensi pajanan (fe) dan
mengurangi durasi pajanan (dt).
Konsentrasi pajanan benzena terhadap petugas operator SPBU tergantung pada
kandungan benzena dalam bahan bakar minyak yang dipengaruhi oleh kondisi
pencemaran benzena di udara ambient di lingkungan kerja. Sedangkan untuk variabel
waktu berhubungan dengan ketentuan/peraturan kerja yang ada dan telah disepakati oleh
karyawan dengan manajemen SPBU, tentunya peraturan ini mengacu kepada peraturan
ketenagakerjaan.
OHSAS 18001 (2007) memberikan pedoman pengendalian spesifik untuk bahaya
K3 dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pendekatan teknis, pengendalian administrasi,
dan penggunaan alat pelinding diri (APD). Untuk pendekatan eliminasi, substitusi sulit
dilakukan dikarenakan sumber pajanan benzena di SPBU ini berasal dari sumber tetap dan
tidak tetap, juga dari sumber tersebut berada di outdoor. Sedangkan untuk pendekatan
teknis ini sudah ada peraturan yang mengatur untuk sumber tidak tetap, yaitu peraturan
mematikan mesin kendaraan bermotor saat mengisi BBM, namun peraturan ini belum
terlalu diindahkan oleh konsumen, sehingga perlu ketegasan dan penegakan peraturan ini.
Perlu juga dilakukan penyuluhan tentang posisi aman saat melayani konsumen agar
petugas operator tidak terlalu terpapar benzena dan pentingnya perilaku hygiene saat
bekerja.
Pengendalian yang terakhir dapat dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri
berupa masker, dimana masker dapat meminimalisir pajanan benzena melalui udara.
Penggunaan masker half mask respirator with organic vapor catridge pada konsentrasi
pajanan benzena kurang atau sama dengan 10 ppm (Gunawan, 2000). Namun
pengendalian akan sulit dilakukan karena sejak tahun 2006 pihak perusahaan telah
memberlakukan peraturan “3S” (Senyum, Salam, Sapa) terhadap petugas operator SPBU,
peraturan ini secara tidak langsung meganjurkan petugas operator SPBU tidak memakai
masker, dan lagi terbukti pihak perusahaan tidak menyediakan sama sekali alat pelindung
diri untuk karyawannya.

F. KESIMPULAN
Benzena memiliki sifat mudah menguap ke udara bebas sehingga apabila suatu
sumber pajanan dibiarkan secara terus menerus terbuka di suatu tempat maka semakin
besar konsentrasi benzena yang ada di suatu lingkungan kerja.
Adapun efek akut dari paparan benzena menurut WHO (2010) adalah dapat
menyebabkan narkosis: sakit kepala, pusing, mengantuk, kebingungan, tremor dan
kehilangan kesadaran, dan pada pengguna alkohol dapat meningkatkan efek toksik.
Benzena juga merupakan iritan yang dapat menyebabkan iritasi pada mata dan kulit.
Depresi sumsum tulang dengan efek lambat, pada beberapa kasus, sampai beberapa tahun.
Anemia aplastik, leukemia mieloblastik akut dan eritroleukimia akut merupakan efek yang
paling ditakutkan pada pemajanan kronik.
Manajemen pengendalian terhadap pajanan Benzena pada pekerja SPBU dapat
dilakukan dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pendekatan teknis, pengendalian
administrasi, dan penggunaan alat pelinding diri (APD).
G. DAFTAR PUSTAKA

Hayat, Irmayanti. 2012. Analisis Besaran Risiko Kesehatan Paparan Benzena pada
Petugas Operator SPPBU di Wilayah Ciputat Tahun 2012. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
http://cfpub.epa.gov/ncea/iris/iris_documents/documents/subst/0276_summary.pdf
(Diakses tanggal 11 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai