Anda di halaman 1dari 29

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian
Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah gangguan sistem saraf
pusat yang terjadi karena letusan pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang,
dengan gejala penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental, dengan atau
tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114). Epilepsi adalah gangguan kronik otak
dengan ciri timbulnya gejalagejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang
yang disebabkan muatan listrik yang abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel
dengan berbagai etiologi (Arif Mansjoer , 2000 : 27).
Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran rekuren dan paroksimal,
biasanya dengan spasme otot tonik-klonik bergantian atau tingkah laku abnormal lainnya
(Helson, 2000 : 339345). Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact, spell) yang bersifat spontan dan
berkala (Harsono, 2007). Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang
yang terjadi dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan jangka panjang (Judit M
Wilkinson, 2002 : 576).

B. Etiologi
1. Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:
a. Pra Lahir-genetika
Kesalahan metabolisme herediter seperti penyakit penimbunan glikogen dan
fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti porensefali, infeksi dalam rahim
seperti rubella, penyakit cytomegalo virus, meningoensefalolitis dan
toksoplasmosis.
b. Perinatal
Trauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan hipokalsemia.
c. Paska Lahir
Termasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya keracunan timah
hitam, gangguan elektrolit berat, neoplasma dan kelainan degeneratif SSP.
2. Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :
a. Idiopatik
Sebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.
b. Faktor Herediter
Ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai bangkitan kejang seperti
sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, fenilketonuria, hipoparatiroidisme,
hipoglikemia.
c. Faktor Genetik
Pada kejang demam dan breath holding spell.
d. Kelainan Kongenital Otak
Atrofi, porensefali
e. Gangguan Metabolik
Penurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia), hipokalsemia, hiponatremia,
hipernatremia
1) Glukosa digunakan dalam metabolisme dari otak. Kekurangan glukosa sama
merusak seperti kekurangan oksigen.
2) Air dan elektrolit sepanjang membrane sel bertanggungjawab bagi keadaan
terangsang (eksitabilitas) neuron dan karena setiap gangguan elektrolit dapat
mencetuskan konvulsi.
f. Infeksi
Radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan selaputnya, toksoplamosis.
g. Trauma
Cedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural.
h. Neoplasma dan selaputnya
Tumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan epilepsi dibaning
tumor ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-40 % penderita tumor otak.
i. Keracunan
Timbal (Pb), kamper (kapur barus), air.
3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan, yaitu :
a. Faktor sensori
Cahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.
b. Faktor sistenis
Demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal fenotiazin), hipoglikemia dan
kelelahan fisik.
c. Faktor mental
Stress, gangguan emosi.
d. Haid
Penelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa haid ikut
berperan dalam mencetuskan serangan.

C. Patofisiologi
Menurut Harsono, sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi).
Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh yang lain melalui sel-sel saraf (neuron).
Pada kondisi normal, impuls saraf dari otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter
seperti GABA (gammaaminobutiric acid dan glutamat) melalui sel-sel saraf (neuron) ke
organ-organ tubuh lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas, mengganggu sistem ini
sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan
kejang yang merupakan salah satu ciri epilepsi.
Gambar : Neurotransmiter
D. Manifestasi Klinis
Menurut Commision of Classification and Terminology of The International League
Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi epilepsi sebagai berikut :
1. Epilepsi Parsial (Fokal, Lokal)
a. Epilepsi Parsial Sederhana; sawan parsial dengan kesadaran tetap normal.
1) Dengan Gejala Motorik
a) Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu bagian tubuh
saja
b) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai satu bagian tubuh dan menjalar
luas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson (epilepsi lobus
temporalis). Umumnya hampir terjadi pada semua pasien dengan struktur
otak, serangan umumnya dimulai pada tangan, kaki, dan muka diakhiri
dengan seizure grandmal.

c) Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.


d) Postural : epilepsi disertai lengan dan tungkai kaku dalam sikap tertentu.
e) Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau
pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
2) Dengan gejala somatosensoris atau sensasi spesial : epilepsi disertai
halusinasi sederhana yang mengenai kelima pancaindera dan bangkitan yang
disertai vertigo.
a) Somatosensori: timbul rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk jarum
b) Visual : terlihat cahaya
c) Auditorius : terdengar sesuatu
d) Olfaktorius : terhidu sesuatu
e) Gustatorius : terkecap sesuatu
f) Disertai vertigo
3) Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, piloereksi, dilatasi pupil). Dengan gejala psikis
a) Disfasia : gangguan bicara misalnya mengulang suatu kata atau bagian
kalimat.
b) Demensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah
mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya tidak pernah
mengalami.
c) Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
d) Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
e) Ilusi
f) Halusinasi kompleks
b. Epilepsi Parsial kompleks / Psikomotor
1) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-
mula baik kemudian baru menurun.
a) Dengan gejala parsial sederhana A1-A4; gejalagejala seperti pada
golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
b) Dengan automatisme : gerakan-gerakan perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya menelan-nelan, berjalan, berbicara, dan lain-lain.
c) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan ; kesadaran menurun sejak
permulaan serangan.
d) Dengan penurunan kesadaran
e) Dengan automatisme
c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik,
klonik)
1) Epilepsi Parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum
2) Epilepsi Parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum
3) Epilepsi Parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan parsial
kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2. Epilepsi Umum (Konvulsif / Non Konvulsif)
a. Epilepsi Lena (Absence) atau Petit Mal
Kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, maka tampak membengong, bola mata
dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya berlangsung
selama ¼ - ½ menit dan sering dijumpai pada anak.
b. Epilepsi Lena tak khas
1) Gangguan tonus yang lebih jelas
2) Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak jelas.
c. Epilepsi Mioklonik
Terjadi kontraksi mendadak, sebentar dapat kuat atau lemah sebagian otot atau
semua otot-otot. Sekali atau berulangg-ulang dan dijumpai pada semua umur.
d. Epilepsi Klonik
Tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelenjot. Dijumpai sekali pada
anak.
e. Epilepsi Tonik
Tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat pada
anak.
f. Epilepsi Tonik-klonik
Keadaan ini dimulai secara mendadak disertai kehilangan kesadaran.
Sering dijumpai pada umur diatas balita. Kejang berlangsung kira-kira 15-30
detik. Biasanya diawali dengan aura (peringatan akan terjadi serangan lebih
lanjut). Urutannya sebagai berikut :
1) Aura
Bentuk aura bermacam-macam, misalnya :
a) Merasa sakit perut atau tidak enak di perut.
b) Merasa ada sesuatu di perut, yang kemudian naik ke dada dan kepala.
c) Nyeri kepala.
d) Telinga berdengung.
e) Membaui bau yang tidak sedap, atau bau busuk.
2) Fase Tonik, yaitu kontraksi yang kaku dari semua otot. Selama fase ini lidah
atau pipi dapat tergigit. Kontraksi otot mencegah pernapasan dan anak dapat
menjadi biru / tidak sadar. Mulut dapat berbusa karena hembusan nafas.
3) Fase Kronis
Selama fase ini, gerakan menghentak dimulai yang dapat menjadi keras.
Cedera dapat disebabkan oleh gerakan yang kuat. Disertai inkontinensia urin
dan feses.
4) Koma
Otot mengalami relaksasi lengkap. Dapat berlangsung selama 10 menit sampai
beberapa jam dan didikuti suatu periode bingung dan anak menjadi gelisah.
5) Epilepsi Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata
yang ritmik, mengunyah-ngunyah, menggigil dan pernapasan yang mendadak
berhenti sementara.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG)
a) Tujuan : dapat membuktikan fokal atau gangguan disfungsi otak akibat lesi
organic melalui pengukuran aktivitas listrik dalam otak.
b) Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk menentukan jenis dan lokasi
bangkitan. Didapatkan hasil berupa gelombang epilepsy form discharge sharp
wave spike and wave.
c) Pemeriksaan EEG harus dilakukan secara berkala karena kirakira 8-12 % pasien
epilepsi mempuntai rekaman EEG yang normal.
2. Pemeriksaan Radiologis
a) Foto tengkorak : untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal (yang disebabkan oleh penyakit dan
kelainan), juga tanda peningkatan TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika,
dan sebagainya.
b) Pneumoensefalografi dan ventrikulografi
Dilakukan atas indikasi tertentu untuk melihat gambaran system ventrikel, sisterna,
rongga subaraknoid serta gambaran otak.
c) Arteriografi
Untuk mengetahui pembuluh darah di otak; apakah ada pernjakan (neoplasma,
hematom abses), penyumbatan (thrombosis, peregangan, hidrosefalus) atau
anomali pembuluh darah.
d) Pemeriksaan Pencitraan Otak
MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Yang
berguna untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri dan mendeteksi
kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran kecil.
3. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistemik seperti
hipoglikemi dan hiponatremia.
G. Komplikasi
Menurut Yuda Turana, 2006 :
1. Gangguan Memori
a) Fenomena “tip of tounge” yaitu penderita tahu kata yang ingin diucapkan, tapi
tidak terpikir olehnya.
b) Checking, yaitu harus kembali memerikaa hal-hal yang dilakukan.
c) Sering lupa dimana meletakkan barang
Lesi pada otak adalah penyebab utama gangguan memori pada epilepsi, karena
lesi pada lobus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi belajar.
2. Gangguan Kognitif
Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak. Kejang berulang pada
anak berhubungan dengan penurunan fungsi intelek. Dapat juga disebabkan oleh
obat antiepilepsi.
3. Penurunan Fungsi Memori Verbal
Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi.
4. Keterbatasan Interaksi Sosial
Hal itu terjadi pada epilepsi lobus frontal, karena peranan korteks prefrontal yang
berperan dalam fungsi emosi, perilaku hubungan interpersonal. Apabila terganggu
dapat mengakibatkan keterbatasan interaksi sosial.
5. Status Epileptikus
6. Kematian
H. Penatalaksanaan
1. Penataksanaan Medikamentosa Menurut Arif Mansjoer, 2000 :
No Bangkitan Jenis Obat Tujuan pengobatan

1. Fokal / Parsal adalah mencegah


CBZ, PB, PTH
Sederhana timbulnya epilepsi tanpa
CBZ, PB, PTH, VAL
Kompleks mengganggu kapasitas
CBZ, PB, PTH,
Tonik-klonik Umum fisik dan intelek pasien.
VAL
2. Umum
Tonik-klonik CBZ, PB, PTH, VAL
Mioklonik CLON, VAL
Absena / Petit mal CLON, VAL
Obat pilihan berdasarkan jenis epilepsi
CBZ : karbamazepin
CLON : klonazepan
VAL : asam valproat
PHT : fenitol
PB : fenobarbital
Nama Efek samping atau berkaitan dengan dosis
Generik
Karbamazepin Pusing, mengantuk, keadaan tidak mantep, mual,
(tegretol) muntah, diplopia, lekopenia ringan.
Klonazepan Mengantuk, ataksi, hipotensi, depresi respirasi

Fenitol Masalah penglihatan, hirsutisma, hyperplasia gusi,


distritmia
Fenobarbital Sedasi, peka rangsang, diplopia, ataksia

Jenis Obat Dosis (mg/KgBB/Hr) Cara pemberian


Fenobarbital 1-5 1 x / hari

Fenitol 4-20 1-2 / hari

Karbamazepin 4-20 3 x / hari

Asam valproat 10-60 3 x / hari

Kloazepam 0,05-0,2 3 x / hari

Diazepam 0,05-0,015 IV

0,4-0,6 per rectal


2. Terapi Bedah Menurut Lumbantobing (1996)
Tujuan operasi adalah meningkatkan kualitas hidup, dan bukan hanya menghilangkan
kambuhnya serangan. Berbagai jenis operasi yang dapat dilakukan, diantaranya
angkat jaringan sakit di lobus frontal dan tempat lain. Ada pula jenis operasi untuk
menghilangkan atau mencegah kambuhnya serangan misalnya memotong korpus
kolosom.
3. Terapi Keperawatan Menurut Rosa Sachorin (1997)
Selama kejang, tujuan perawat adalah untuk mensegah cedera pada pasien. Cakupan
perawat bukan hanya mencegah atau meminimukan cedera terhadap pasien, antara
lain :
a. Selama Kejang
1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu (pasien yang mempunyai aura atau penanda ancaman kejang).
2) Tidak boleh menginggalkan pasien sendirian.
3) Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
4) Melindungi kepala dengan bantalam untuk mencegah cedera kepala
(dari membentur permukaan keras).
5) Lepaskan pakaian yang ketat.
6) Singkirkan semua perabot yang dapat mencederai pasien selama kejang.
7) Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar di
tempat tidur.
8) Jika aura mendahului kejang, masukan spatel lidah yang diberi bantalan
diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
9) Jangan berusaha untuk membuka rahang yangterkatup pada keadan
spasme untuk memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidaj
dapat terkadi karena tindakan ini.
10) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang, karena
kontraksi otot dan restrein dapat menimbulkan cedera.
11) Jika mungkin, tempatkan pasien kiring pada salah satu sisi dengan kepala
fleksi ke depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan
pengeluaran saliva dam mukus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu
untuk membersihkan secret.
12) Pasang penghalang tempat tiduryang memakai pelunak, bila harus berada
terus di tempat tidur, atau terjadi kejang sewaktu tidur. Bantal jangan dipakai
pelunak, karena bahaya bias terjadi tercekik.
13) Observasi secara akurat dan dicatat.
14) Masase
b. Setelah Kejang
1) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi, yakinkan
bahwa jalan nafas paten.
2) Biasanya terjadi periode ekonfusi setelah kejang grandmal.
3) Periode apneu pendek dapat terjadi selama atau secara tiba-tiba setelah kejang.
4) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
5) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang, coba untuk menangani
situasi dnegan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut.
c. Konsultasi dan penyuluhan
Penyuluhan merupakan bagian yang penting dari keperawatan pasien dengan
kejang. Yang harus mendapat penyuluhan termasuk pasien serta keluarga pasien
yang merawat pada saat serangan. Melibatkan keluarga pasien dan orang lain yang
berkepentingan selama pasien masih dirawat di rumah sakit dan dapat menerima
anggota keluarga yang kejang. Penyuluhan pasien dnegan kejang :
1) Pemakaian obat, efek samping, dosis, waktu, laporkan efek samping kepada
dokter.
2) Langkah-langkah menghindari cedera pada saat kejang.
3) Utamakan cukup istirahat dan diet.
4) Utamakan memakai obat walaupun sedang bebas kejang.
5) Memanfaatkan sumber-sumber di masyarakat.
6) Utamakan perawatan lanjutan.
7) Penting untuk mengungkapkan perasaan.
8) Kebutuhan untuk mencegah stress hebat.
9) Penting memakai tanda pengenal medis
10) Penting untuk tidak terlalu melindungi anak.

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN EPILEPSI

A. Dasar Data Pengkajian

Pasien Menurut Doengoes,

2000 :

1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum. Keterbatasan dalam
beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat/pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus/kekuatan otot. Gerakan involunter otot


ataupun sekelompok otot.

2. Sirkulasi

Gejala : Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal :


tanda vital normal atau deperesi dengan penurunan nadi dan
pernapasan.

3. Integritas Ego

Gejala : stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan. Peka
rangsangan : perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.

Tanda : pelebaran tentang respons emosional.

4. Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic.

Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan
inkontinensia ( baik urine/fekal ).

5. Makanan/Cairan

Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang


berhubungan dengan aktivitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan lunak/gigi ( cedera selama kejang ).


Hiperplasi gingival ( efek samping pemakaian Dilantin
jangka panjang ).

6. Neurosensori

Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang pingsang,


pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebal.
Adanya aura ( rangsangan visual, auditorius, area
halusinogenik ). Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area
parestese/paralisis.

Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan


pada reaksi emosi atau respons afektif yang tidak menentu
yang mengarah pada fae aura dalam beberapa kasus dan
berakhir beberapa menit sampai eberapla jam.

a) Kejang umum :

Tonik-tonik ( grand mal ): kekakuan dan postur menjejak,


mengerang, penurunan kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia
urine/fekal, pernapasan stridor ( ngorok ), saliva keluar secara
berlebihan, dan mungkin juga lidahnya tergigit.

Absen ( petit mal ) : periode gangguan kesadaran dan


atau melamun ( tak sadar lingkungan ) yang diawali pandangan
mata menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi
100 kali setiap harinya, terjadinya kejang pada motorik minor
mungkin bersifat akinetik hilang gerakan ), mioklonik (
kontraksi otot secara berulang ), atau atonik ( hilangnya tonus
otot ).

b) Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung,


dapat melakukan kembali aktivitas.

c) Kejang parsial ( kompleks ) :

Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap


sadar, dengan reaksi seperti bermimpi, melamun, berjalan-
jalan, peka rangsang, halusinasi, bermusuhan atau takut. Dapat
menunjukangejala motorik involunter ( seperti merasakan bibir
) dan tingkah laku yang tampak bertujuan tetapi tidak sesuai (
involunter/ automatisme ) dan termasuk kerusakan
penyesuaian, dan pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.

d) Postikal : hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi,


kekacauan mental ringan s ampai sedang.
e) Kejang parsial ( sederhana ) :

Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar 2-


15 menit. Tidak ada

Konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian


tertentu yang dikendalikan oleh bagian otak yang terkena (
seperti lobus frontal (disfungsi motorik); parietal ( terasa baal,
kesemutan ), lobus oksipital
( cahaya terang, sinar lampu ), lobus posterotemporal (
kesulitan dalam berbicara ). Konvulsi ( kejang ) dapat mengenai
seluruh tubuh atau bagian tubuh yang mengalami gangguan
yang terus berkembang. Jika dilakukan restrein selama kejang,
pasien mungkin akan melawan dan memperlihatkan tingkah
laku yang tidak kooperatif,

f) Status epileptikus :

Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan


spontan atau berhubungan dengan gejala putus antikonvulsan
tiba-tiba dan fenomena metabolic lain. Catatan : jika hilangnya
kejang mengikuti pola tertentu, masalah dapat menghilang
tidak terdeteksi selama periode waktu tertentu, sehingga
pasien tidak kehilangan kesadarannya.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posiktal.


Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal ( mungkin
terjadi selama kejang fokal/parsial tanpa mengalami
penurunan kesadaran ).

Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan pada


tonus otot.
Tingkah laku distraksi atau gelisah.

8. Pernapasan

Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/


cepat:
peningkatan sekresi mucus. Fase posiktal : apnea.

9. Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh/ trauma, frakutr. Adanya alergi.

Tanda : trauma pada jaringan lunak/ekimosis. Penurunan


kekuatan/tonus otot secara menyeluruh.

10. Interaksi Sosial

Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya.
Pembatasan/ penghindaran terhadap kontak social.

11. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat epilepsy pada keluarga. Penggunaan/


ketergantungan obat ( termasuk alcohol ).

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 3,5 hari.

Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan dalam


pengobatan, bantuan pada beberapa pekerjaan rumah /
mempertahankan tugas-tugas yang tetap menjaga
keamanan dan transportsi.

Menurut Wong, Donna L.2004, pengkajian pada pasien epilepsi


adalah :

1. Dapatkan riwayat kesehatan terutama yang berkaitan dengan


kejadian prenatal, perinatal, dan neonatal; adanya contoh
infeksi, apnea, kolik, atau menyusu yang buruk; informasi
mengenai kecelakaan atau penyakit serius sebelumnya.

2. Observasi kejang

a. Jelaskan hal-hal berikut :

1. Hanya hal-hal yang harus diobservasi dengan


benar

2. Urutan kejadian (sebelum, selama, dan


setelah kejang0
3. Durasi kejang

4. Tonik-tonik : dari tanda-tanda pertama


kejdian kejang sampai sentakan-sentakannya
berhenti

5. Tanpa kejang dari kehilangan kesadaran


sampai

pasien sadar kembali.

6. Parsial kompleks : dari aura sampai berhenti


secara otomatis atau menunjukkan
responsivitas pada lingkungan.

b. Awitan

1. Waktu awitan

2. Kejadian pra-kejang yang signifikan (sinar


terang, bising, kegirangan, emosi berlebihan).

3. Perilaku

1) Perubahan pada ekspresi wajah,


seperti pada rasa takut

2) Menangis atau bunyi lain

3) Gerakan sterotip atau otomatis

4) Aktivitas acak (mengeluyur)

4. Posis kepala, tubuh, ekstremitas :

1) Postur unilateral atau bilateral dari


salah satu atau lebih ekstremitas

2) Deviasi tubuh ke samping

c. Gerakan

1. Perubahan posisi (bila ada)


2. Sisi permulaan (tangan, ibu jari, mulut,
seluruh tubuh)

3. Fase tonik (bila ada dapat lama, melibatkan


beberapa bagian tubuh)

4. Fase klonik (kedutan atau gerakan


menyentak, melibatkan beberapa bagian
tubh, urutan bagian yang terkena, umum,
perubahan dalam karakteristik gerakan.

5. Kurang gerakan atau tonus otot pada bagian-


bagian tubuh seluruh tubuh.

d. Wajah

1. Perubahan warna (pucat, sianosis, wajah


kemerahan)

2. Keringat

3. Mulut (posisi, menyimpang ke salah satu sisi,


gigi mengatup, lidah tergigit, mulut berbusa,
flek darah atau perdarahan).

4. Kurang dalam ekspresi

e. Mata

1. Posisi (lurus, menyimpang ke atas,


menyimpang keluar, konjugasi atau divergen)

2. Pipil (bila mampu untuk mengkaji). Terjadi


perubahan pada ukuran, kesamaan reaksi
terhadap sinar dan akomodasi.

f. Observasi paska-kejang

1. Masa paska-kejang

2. Metode terminasi
3. Status kesadaran (tidak responsive,
mengantuk, konfusi,)

4. Orientasi terhadap waktu dan orang

5. Tidur tetapi mampu untuk bangun

6. Kemampuan motorik

a) Adanya perubahan pada kekuatan


motorik

b) Kemampuan untuk menggerakkan


semua ekstermitas

c) Adanya paresis atau kelemahan

d) Kemampuan untuk bersiul (bias sesuai


dengan usia)

7. Bicara (berubah, aneh, jenis dan luasnya


kesulitan)

8. Sensasi

a) Keluhan tidak nyaman atau nyeri

b) Adanya kerusakan sensori dari


pendengaran, penglihatan

c) Pengumpulan kembali sensasi pra-


kejang, peringatan serangan

d) Kesadaran bahwa serangan sudah


mulai terjadi

B. Diagnosa keperawatan

1. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi trakheobronkhial

3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang

5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan


perkembangan

6. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status


kesehatan

7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak yang


menderita penyakit kronis

8. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian

9. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan


ketebatasan paparan

10. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan


dengan konflik pengambilan keputusan.

C. Intervensi

Dx 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.


NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh
selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cedera
dan tetap tenang dengan seringnya pengendalian resiko
skala 3.
Kriteria hasil :
a. Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan
b. Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, penggunaan
tikar karet).
c. Menghindari cedera fisik.
d. Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
cedera.
e. Orang tua akan mengenali resiko dan memantau kekerasan.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang

3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Mencegah Jatuh
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan,
misalnya perubahan status mental, usia, pengobatan dan deficit
motorik / sensorik.
2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh.
3. Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan bahaya.
4. Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari jendela, tangga,
alat pemanan, atau sumber air.
5. Jangan menbuat anak teragitasi; bicara dengan suara lembut dan
sikap tenang.
6. Lindungi anak setelah kejang.

Dx 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi


trakheobronkhial
NOC : Kontrol Aspirasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah Jatuh
selama 3x24 jam diharapkan jalan nafas pasien kembali
efektif dengan seringnya memonitor aspirasi skala 2.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi faktor risiko.
b. Menghindari faktor risiko.
c. Menyediakan makanan sesuai kemampuan menelan pasien.
d. Mengupayakan konsitusi cairan dan makanan. Skala : 1.
Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

NIC : Mencegah Jatuh


1. Pengelolaan jalan nafas.
2. Ajarkan batuk secara efektif.
3. Posisikan 90 derajat sesuai kemampuan.
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
5. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk
membersihkan sekresi.

Dx 3 : Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia


NOC : Orientasi Kognitif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan Memori
selama 3x24 jam diharapkan pasien tidak menunjukkan
kerusakan memori dengan status orientasi kognitif skala 4.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan
musim, tahun, hari yang benar.
b. Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.
c. Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan
lama.
d. Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pelatihan Memori
1. Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan stress yang mungkin
memberikan konstribusi pada kehilangan memori.
2. Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien, apakah
kehilangan memori atau demensia.
3. Beri label pada barang-barang.

4. Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.


5. Berikan kesempatan pasien untuk konsentrasi seperti suatu
permainan pasangan kartu yang sesuai.
6. Berikan gambar pengingat memori; bila diperlukan.

Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang.

NOC : Citra Tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencapaian Citra


Tubuh selama 3x24 jam diharapkan persepsi pasien terhadap
dirinya positif dengan status citra tubuh skala 3

Kriteria hasil :

a. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

b. Kesesuain antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.

c. Mengidentifikasi kekuatan personal.

d. Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan


personal.

Skala : 1. Tidak pernah


2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC : Pencapaian Citra Tubuh

1. Tentukan bagaimana respon anak terhadap tubuhnya sesuai


dengan tahap perkembangan.

2. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari orang
penting bagi pasien yang menyangkut citra tubuh.
3. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan dan untuk berduka.

4. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan


perhatian tentang hubungan personal yang dekat.

Dx 5 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan


perkembangan.

NOC : Perkembangan Anak :2,3,4,5 tahun: Masa Kanak-kanank


Pertengahan (%-11 tahun), dan Remaja (12-17 tahun).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Harga


Diri selama 3x24 jam diharapkan harga diri pasien positif
(pasien dapat meningkatkan harga dirinya) dengan status
perkembangan menunjukkan skala 3.

Kriteria hasil :

a. 2 th : Mengindikasikan keinginan secara verbal, berinteraksi


dengan orang dewasa dalam permainan sederhana.

b. 3 th : mampu mengatakan nama pertamanya; memainkan


interaksi dengan anak seusianya.

c. 4 th : Mampu menjelaskan aturan-aturan permainan interaktid


bersama teman seusianya.

d. Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.

Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

NIC : Peningkatan Harga Diri

1. Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri.


2. Bantu pasien meningkatkan penilaian dirinya terhadap
penghargaan diri.

3. Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien.

4. Beri penghargaan / pujian terhadap perkembangan pasien dalam


pencapaian tujuan.

5. Ajarkan orang tua akan pentingnya ketertarikan dan


dukungannya terhadap perkembangan konsep diri yang positif
pada anak.

Dx 6 : Resiko isolasi sosial berhubungan dengan gangguan psikologis.


NOC : Keterlibatan Sosial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
berinteraksi dengan lingkungan dan dapat diterima di
lingkungan dengan status keterlibatan sosial menunjukkan
skala 3.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan adanya interaksi dengan teman,
tetangga, aggota keluarga.
b. Berpartisipasi dalam aktifitas pengalihan
c. Mulai berhubungan dengan orang lain.
d. Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e. Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC : Peningkatan Sosialisasi


1. Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada
perasaan isolasi sosial.
2. Kurang stigma isolasi dengan menghormasti martabat pasien.
3. Dukung hubungan dnegan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama
4. Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan
temanteman untuk berinteraksi.
5. Berikan uji pembatasan interpersonal.
6. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalanjalan
dan menonton film
Dx 7 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai
anak yang menderita penyakit kronik.
NOC : Parenting
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Integritas Keluarga selama 3x24 jam diharapkan keluarga
berfungsi secara efektif dengan seringnya melakukan peran
sebagai orang tua yang ditunjukkan dengan skala 4.
Kriteria hasil :
a. Memberikan kebutuhan psikologi untuk anak.
b. Memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan secara
teratyr dan aseptik.
c. Stimulasi perkembangan kognitif.
d. Stimulasi perkembangan emosi.
e. Stimulasi perkembangan spiritual. Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Integritas keluarga
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
2. Tentukan jenis hubungan keluarga.
3. Tentukan gangguan dalam jenis proses keluarga.
4. Ajari ketrampila merawat pasien yang diperlukan oleh keluarga.
5. Ajari keluarga perlunya kerjasama dengan sisten sekolah untuk
menjamin akses kesempatan pendidikan yang sesuai untuk
penyakit kronik.
6. Bantu keluarga berfokus pada anaknya dibanding dengan
penyakitnya.

Dx 8 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian / perubahan


satus kesehatan.
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengurangan Ansietas
selama 3x24 jam diharapkan kecemasan hilang atau berkurang
dengan seringnya mengontrol cemas dengan skala 4.
Kriteria hasil :
a. Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat
stress.
b. Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
c. Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.
d. Menunjukkan kemampuan untuk berokus pada pengetahuan
dan ketrampilan yang baru.
e. Tidak menunjukkan perilaku agresif Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengurangan Ansietas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis,
treatmen dan prognosis.
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.

3. Berikan dorongan kepada orang tua untu menemani anak,


sesuaidengan kebutuhan.
4. Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan, untuk
mengurangi ansietas.

Dx 9 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menjelaskan Proses
Penyakit selama 3x24 jam diharapkan defisit pengetahuan
dapat teratasi dengan status pengetahuan mengenai proses
penyakit menunjukkan skala 4.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
a. Menguraikan proses penyakit
b. Menguraikan faktor risiko
c. Menguraikan komplikasi
d. Menguraikan tanda dan gejala penyakit.
e. Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah
komplikasi.
Skala: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Menjelaskan proses penyakit
1. Identifikasi etiologi yang
memungkinkan.
2. Uraikan proses penyakit.
3. Uraikan tanda dan gejala penyakit.
4. Diskusikan terapi atau pilihan pengobatan.
5. Jelaskan patofisiologi penyakit.
6. Jelaskan komplikasi kronis yang mungkin terjadi.

Dx 10 : Resiko isolasi social berhubungan dengan gangguan psikologis.

NOC : Keterlibatan Sosial


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat
berinteraksi dengan lingkungan dan dapat diterima di
lingkungan dengan status keterlibatan sosial menunjukkan
skala 3.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan adanya interaksi dengan teman,
tetangga, aggota keluarga.
b. Berpartisipasi dalam aktifitas pengalihan
c. Mulai berhubungan dengan orang lain.
d. Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e. Melaporkan adanya peningkatan dukungan
sosial. Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Sosialisasi
1. Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada
perasaan isolasi sosial.
2. Kurang stigma isolasi dengan menghormasti martabat pasien.
3. Dukung hubungan dnegan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama
4. Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan
temanteman untuk berinteraksi.
5. Berikan uji pembatasan interpersonal.
6. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan
dan menonton film.

Dx 11 : Manajemen regimen terapeutik keluarga tidak efektif


berhubungan dengan konflik pengambilan keputusan.

NOC : Partisipasi keluarga di perawatan professional


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Keterlibatan Keluarga
selama 3x24 jam diharapkan manajemen terapeutik
keluarga efektif dengan seringnya partisipasi keluarga
dengan menunjukkan skala 3.
Kriteria hasil :
a. Partisipasi keluarga dalam rencana perawatan.
b. Ikut serta dalam penyediaan pelayanan perawatan pasien.
c. Memberikan informasi yang relevan.
d. Kolaborasi dengan ahlo kesehatan.
e. Mengambil keputusan apabila pasien dalam kondisi gawat.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Keterlibatan Keluarga
1. Kaji status koping dan proses keluarga saat ini.
2. Kaji tingkat pemahaman anggota keluarga pada penyakit,
komplikasi, dan penanganan yang disarankan.
3. Identifikasi pengaruh kebiasaan keluarga dan kepercayaan
kesehatan.
4. Iidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien
5. Pantau struktur dan peranan keluarga.
6. Berikan ketrampilan yang dibutuhkan untuk terapi pasien
kepada pemberi perawatan
7. Dukung anggota keluarga untuk menjaga / memelihara
hubungan keluarga dengan cara yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai