Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara merupakan kanker yang sering di diagnosis pada wanita. Kanker
ini bersifat mengancam nyawa dan merupakan salah satu penyebab kematian kerana
kanker dikalangan wanita. Menurut American Cancer Society’s, pada tahun 2011
diperkirakan di Amerika Serikat ditemukan 230,480 kasus baru karsinoma payudara
yang invasif pada wanita dan kira-kira 57,650 kasus baru dari jenis karsinoma in
situ(CIS). Kematian diperkirakan terjadi pada 39,520 kasus akibat dari kanker ini.
Peluang untuk wanita mendapat kanker payudara invasif lebih kurang 1 daripada 8 dan
peluang kematian akibat kanker ini 1 dari 35. Kadar kematian akibat payudara makin
berkurang. Ini mungkin akibat dari penemuan awal dan penanganan yang lebih
berkesan. Sekarang, didapatkan 2½ juta penghidap kanker payudara yang terselamat. Di
indonesia, insiden kanker payudara belum mempunyai data, namun suatu data
pathological base registration mencatat bahwa kanker payudara ini menduduki tempat
kedua (15.8%) setelah kanker mulut rahim ditempat pertama.(12,13)
Kebanyakan gejala awal dari kanker payudara asimptomatik. Gejala termasuk
benjolan pada payudara, terdapatnya perubahan pada kulit, ulserasi, keluarnya cairan
dari puting susu dan lain-lain. Terdapat banyak faktor resiko untuk kanker payudara
iaitu dari jenis kelamin, usia, genetik, riwayat keluarga, riwayat penyakit pada payudara,
radiasi, kehamilan, haid dan faktor-faktor lain. Mempunyai faktor resiko tidak
memastikan bahawa akan terjadi kanker payudara.(12,13)
Untuk mendiagnosis kanker payudara diperlukan pemeriksaan fisik, imaging
(mammografi dan ultrasonografi) dan FNAB. Operasi merupakan terapi utama untuk
kanker payudara. Wanita dengan stadium awal kanker payudara biasanya sembuh
dengan operasi. Terapi adjuvan kanker payudara digunakan untuk merawat penyakit
mikrometastatik atau sel kanker telah menyebar ke KGB regional. Terapi adjuvan
diperkirakan mengurangkan 35-72% kadar kematian.(12,13)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMBRIONAL
Dalam embrio manusia, payudara dikenal sebagai “milk streak” dalam sekitar
minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis yang
dikenal sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis badan embrio.
Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari aksila ke vulva dan dikenal
sebagai garis susu atau mammary ridge. Lokasi pectoralis payudara pada manusia
hanya ditempati pada primata tinggi spesies mamalia.(1)
Dengan mencapai minggu 9 perkembangan dalam rahim, garis susu menjadi
atrofi, kecuali dalam daerah pectoralis dan pengenalan pertama primodium
payudara (tunas puting susu) jelas. Dengan mencapai minggu 12 embriogenesis,
tunas puting susu diinvasi oleh epitel skuamosa ektodermis. Pada bulan ke 5,
jaringan ikat mesenkim menginfiltrasi primordium payudara dan berdiferensiasi ke
15 sampai 20 filamen padat yang terdistribusi simetris di bawah kulit tunas puting
susu. Duktus mamae berkembang sebagai pertumbuhan ke dalam ventral dari sisa
embriologi ini, yang terbagi dalam duktus susu primer dan berakhir dalam tunas
lobulus. Kemudian tunas ini berproliferasi ke dalam asinus setelah dimulai
rangsangan estrogen ovarium. Selama pertumbuhan dalam rahim, duktus susu
primer bercabang dan membelah luas. Dengan mencapai bulan ke tujuh sampai ke
delapan dalam rahim, duktus berkanulasi membentuk lumen yang berhubungan
dengan duktus lactifer tak matang.(1)
Saat lahir, tunas puting susu mempunyai cekungan sentral yang sesuai dengan
area yang dipenetrasi oleh lumen duktulus susu primer. Segera setelah lahir,
penetrasi tunas puting susu lengkap ia bereversi dan lebih diinvasi oleh sel basaloid
yang menjadi dipigmentasi gelap untuk membentuk areola.(1)

2
2.2 ANATOMI
Payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri dengan batas-batas sebagai
berikut :
a. Batas-batas payudara yang tampak dari luar
1) Superior : iga II atau III
2) Inferior : iga VI atau VII
3) Medial : pinggir sternum
4) Lateral : garis aksilaris anterior
b. Batas-batas payudara yang sesungguhnya
1) Superior : hampir sampai ke clavikula
2) Medial : garis tengah
3) Lateral : m. Latissimus dorsi

Gambar 1. Anatomi payudara

Payudara terdiri dari berbagai struktur :


1) Parenkim epitelial
2) Lemak, pembuluh darah, saraf dan saluran getah bening
3) Otot dan fascia
Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus yang masing-masing
mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya, dan bermuara pada

3
puting susu. Tiap lobus berisi 20-40 lobulus dan masing-masing lobulus terdiri dari
10-100 alveoli. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari glandula
mammae. Payudara dibungkus oleh fascia pektoralis superfisialis dimana
permukaan anterior dan posterior dihubungkan oleh ligamentum cooper yang
berfungsi sebagai penyangga.(1,2)
a. Vaskularisasi (1,2)
1) Arteri
Payudara mendapat pendarahan dari :
a) Cabang-cabang perforantes a.mamaria interna. Cabang-cabang I,II,III
dan IV dari a.mamaria interna menembus dinding dada dekat pingir
sternum pada interkostal yang sesuai, menembus m.pektoralis mayoor
dan memberi pendarahan tepi medial glandula mammae.
b) Rami pektoralis a. thorako-akromialis. Arteri ini berjalan turun diantara
m.pektoralis minor dan m.pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan
pembuluh utama m.pektoralis mayor. Setelah menembus m.pektoralis
mayor, arteri ini akan mempendarahi glandula mammae bagian dalam
(deep surface).
c) A. Thorakalis lateralis. (a.mamaria eksterna). Pembuluh darah ini
berjalan turun menyusuri tepi lateral dari m.pektoralis mayor untuk
mempendarahi bagian lateral payudara.
d) A. Thorako-dorsalis. Pembuluh darah ini merupakan cabang dari
a.subskapularis. Arteri ini mempendarahi m.latissimus dorsi dan m.
serratus magnus. Walaupun arteri ini tidak memberi pendarahan pada
glandula mammae, tetapi sangat penting artinya. Karena tindakan
radikal mastektomi, perdarahan yang terjadi akibat terputusnya arteri ini
sulit dikontrol, sehingga daerah ini dinamakan “bloody angle”.
2) Vena
Pada daerah payudara, terdapat tiga grup vena :
a) Cabang-cabang perfrantes v. mamaria interna
Vena ini merupakan vena terbesar yang mengalirkandarah dari
payudara. Vena ini bermuara pada v.mamaria interna yang kemudian
bermuara pada v.innominata.

4
b) Cabang-cabang v.aksilaris yang terdiri dari v.thorako-akromialis,
v.thorakalis dan v.thorako-dorsalis.
c) Vena-vena kecil yang bermuara pada v.interkostalis
V.interkostalis bermuara pada v.vertebralis, kemudian bermuara
v.azygos.

3) Sistem Limfatik (1,2)

Gambar 2. Sistem lifatik payudara

a) Pembuluh getah bening


1) Pembuluh getah bening aksila
Pembuluh getah bening aksila ini mengarlirkan getah bening dari
daerah sekitar areola mammae, kuadran lateral bawah dan kuadran
lateral atas payudara.
2) Pembuluh getah bening mamaria interna
Saluran limfe ini mengalirkan getah bening dari bagian dalam dan
medial payudara. Pembuluh ini berjalan di atas fascia pektoralis lalu
menembus fascia tersebut dan masuk ke dalam m.pektoralis mayor.
Laju berjalan ke medial bersama-sama dengan sistem perforantes
menembus m.interkostalis dan bermuara ke dalam kelenjar getah
bening mamaria interna. Dari kelenjar mamaria interna, getah bening
mengalir melalui trunkus limfatikus mamaria interna. Sebagian akan
bermuara pada v.kava, sebagian akan bermuara ke duktus thorasikus
(untuk sisi kiri) dan duktus limfatikus dekstra (untuk sisi kanan).

5
b) Kelenjar-kelenjar getah bening
1) Kelenjar getah bening mamaria eksterna
Untaian kelenjar ini terletak di bawah tepi lateral m.pektoralis mayor,
sepanjang tepi medial aksila. Dibagi dalam 2 kelompok :
- Kelompok superior. Kelompok ini terletak setinggi interkostal II-III.
- Kelompok inferior. Kelompok ini terletak setinggi interkostal IV-V-
VI.
2) Kelenjar getah bening skapula
Kelenjar getah bening terletak sepanjang vas subskapularis danthorako-
dorsalis, mulai dari percabangan v.aksilaris menjadi v.subskapularis,
sampai ke tempat masuknya v.thorako-dorsalis ke dalam lm.latissimus
dorsi.
3) Kelenjar getah bening sentral (Central nodes)
Terletak di dalam jaringan lemak di pusat ketiak. Kadang beberapa
diantaranya terletak sangat superfisial, di bawah kulit dan fascia pada
pusat ketiak, kira-kira pada pertengahan pertengahan lipatan ketiak
depan dan belakang. Merupakan kelenjar aksila yang terbesar dan
terbanyak jumlahnya.
4) Kelenjar getah bening interpektoral (Rotter’s nodes)
Terletak diantara m.pektoralis mayor dan minor, sepanjang rami
pektoralis v.thorako-akromialis. Jumlah satu sampai empat.
5) Kelenjar getah bening v.aksilaris
Terletak sepanjang v.aksilaris bagian lateral, mulai dari white tendon
m.latissimus dorsi sampai ke sedikit medial dari percabangan v.aksilaris
– v.thorako-akromialis.
6) Kelenjar getah bening subklavikula
Terletak sepanjang v.aksilaris, mulai dari sedikit medial pecabangan
v.aksilaris-v.thorako-akromialis sampai dimana v.aksilaris menghilang
di bawah tendo m.subklavius. Merupakan kelenjar aksila yang tertinggi
dan termedial letaknya. Semua getah bening yang berasal dari kelenjar-
kelenjar getah bening aksila masuk ke dalam kelenjar ini. Seluruh
kelenjar getah bening aksila ini terletak di bawah fascia kostokorakoid.

6
7) Kelenjar getah bening prepektoral
Merupakan kelenjar tunggal yang kadang terletak di bawah kulit atau di
dalam jaringan payudara kuadran lateral atas.
8) Kelenjar getah bening mamaria interna
Tersebat sepanjang trunkus limfatikus mamaris interna, kira-kira 3 cm
di pinggir sternum. Terletak di dalam lemak diatas fascia endothorasika,
pada sela iga. Diperkirakan jumlah kelenjar ini ada 6-8 buah.
4) Persarafan (1,2,3)

Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


n.interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pascabedah, yakni n.interkostobrakialis dan n.kutaneus braktus medialis
yang mengurus sensilbilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas.
Nervus pektoralis yang mengurus m.pektoralis mayor dan minor,
n.torakodorsalis yang mengurus m.latissimus dorsi, dan n.torakalis longus yang
mengurus m.serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi
dengan diseksi aksila.

2.3 FISIOLOGI
Kelenjar payudara merupakan satu bagian integral dari sistem reproduksi maka
perbuahan fisiologis kelenjar tersebut rapat hubungannya dengan reproduksi, dalam
keseluruhannya dikendalikan oleh sistem neuro-endrokrinologi yang sama.(4)
Payudara mengalami tiga macam perubahan : (4)
1. Pertumbuhan dan involusi kelenjar payudara
Pada waktu lahir payudara merupakan suatu sistem aluran yang bermuara ke
mamilla. Beberapa hari sesudah lahir sebagian besar bayi dari kedua seks
menunjukkkan pembesaran kelenjar payudara sedikit dan mulai bersekresi
sedikit mengeluarkan kolostrum yang menghilang sesudah kira-kira satu minggu
kemudian, kelenjar payudara kembali dalam keadaan infantil, tidak aktif.

7
Dalam permulaan pubertas antara 10-15 tahun, areola membesar dan lebih
mengandung pigmen. Payudara pun menyerupai satu cakram. Pertumbuhan
kelenjar akan berjalan terus sampai umur dewasa hingga berbentuk seperti
kuncup. Hal ini terjadi pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat. Terutama
yang tumbuh ialah jaringan lemak dan jaringan ikat di antara 15-20 lobus
payudara, saluran lobus tidak banyak bertumbuh. Biasanya payudara sudah
sempurna terbentuk setelah haid mulai.
2. Perubahan kelenjar payudara yang berhubungan dengan haid
Pada saat haid payudara agak membesar dan tegang dan pada beberapa
wanita timbul rasa nyeri. Perubahan ini kiranya ada hubungan dengan perubahan
vaskuler dan limfogen.
3. Perubahan payudara pada saat hamil dan laktasi
Beberapa minggu setelah konsepsi timbul perubahan pada kelenjar
payudara. Payudara menjadi lebh penuh, tegang, areola lebih banyak
mengandung pigmen dan puting susu sedikit membesar. Pada awal trimester
kedua mulai timbul sistem alveolar, baik duktus maupun asinus menjadi
hipertrofi di bawah pengaruh estrogen dan progesteron yang kadarnya
meningkat, alveolus-alveolus mulai terisi cairan, yakni kolostrum di bawah
pengaruh prolaktin. Karena inhibisi estrogen da progesteron, kolostrum tidak
dikeluarkan, hanya pada bulan-bulan terakhir dapat dikeluarkan beberapa tetes.
Pengecilan payudara sesudah menopause adalah berdasarkan berkurangnya
produksi estrogen. Pemakaian obat-obatan yang tidak diketahui becampur
dengan estrogen dapat menimbulkan bermacam-macam keluhan.

8
2.4 DEFINISI (9,10,11)
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengambil pertumbuhan yang tidak normal,
cepat dan tidak terkendali, kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu
penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Penyakit ini oleh
World Health Orgnization (WHO) dimasukkan ke dalam International
Clasification of Disease (ICD) dengan kode nomor 17.

2.5 EPIDEMIOLOGI (2)


Insiden kanker payudara pada dekade terakhir ini memperlihatkan
kecenderungan meningkat. Hal ini diperkirakan disebabkan semakin edukasi dan
teknolgi yang mempunyai dampak luas dalam penemuan penyakit, semakin
tingginya keadaan status sosial ekonomi yang mempunyai dampak pula terhadap
perubahan pola hidup.
Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini
menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui
pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara
terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175,000 di Amerika Serikat. Menurut
WHO, tahun 2000 diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan
lebih dari 700,000 meninggal karenanya.
Di AS (1983) insiden kanker payudara 92 kasus baru/100,000 penderita
wanita dengan mortalitas 27/100.000 yaitu ± 18% dari angka kematian pada
wanita. Di Indonesia, insiden kanker payudara ini belum ada datanya, namun
suatu data pathological base registration mencatat bahwa kanker payudara ini
menduduki tempat kedua (15,8%) dari sepuluh kanker terbanyak setelah kanker
mulut rahim di tempat pertama. Diperkirakan pula insiden kanker payudara ini di
Indonesia semakin meningkat di masa yang akan datang.

a. Distribusi menurut lokasi tumor


Berdasarkan penelitian (Haagensen) kanker payudara lebih sering terjadi
di kuadran lateral atas, kemudian sentral (subareolar). Payudara sebelah kiri
lebih sering terkena bila dibandingkan dengan sebelah kanan.

9
Gambar 3. Distribusi menurut lokasi tumor

b. Distribusi menurut umur


Berdasarkan umur, kanker payudara lebih sering ditemukan pada usia 40-
49 tahun (dekade V) yaitu 30,35% untuk kasus di Indonesia. Di Jepang pun
demikian yaitu 40,6% kanker payudara ditemukan pada usia 40-49 tahun.

2.6 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO (2)


Penyebabnya tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor resiko yang
menyebabkan seorang wanita menjadi lebih mungkin menderita kanker payudara.
Beberapa faktor resiko tersebut adalah:
1. Usia
Sekitar 60% kanker payudara terjadi pada usia diatas 60 tahun. Resiko
terbesar ditemukan pada wanita berusia diatas 75 tahun.
2. Pernah menderita kanker payudara
Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif memilik
resiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang
terkena diangkat, maka resiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
3. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Wanita yang ibu, saudara perempuan atau anaknya menderita kanker,
memiliki resiko 3 kali lebih besar untuk menderita kanker payudara.

10
4. Faktor genetik dan hormonal
Telah ditemukan 2 varian gen yang tampaknya berperan dalam terjadinya
kanker payudara, yaitu BRCA1 dan BRCA2. Jika seorang mwanita memiliki
salah satu dari gen tersebut, maka kemungkinan menderita kanker payudara
sangat besar. Gen lainnya yang juga diduga berperan dalam terjadinya kanker
payudara adalah p53, BARD1, BRCA3 dan Noey2. Kenyataan ini
menimbulkan dugaan bahwa kanker payudara disebabkan oleh pertumbuhan
sel-sel yang secara genetik mengalami kerusakan. Faktor hormonal juga
penting karena hormon memicu pertumbuhan sel. Kadar hormon yang tinggi
selama masa reproduktif wanita, terutama jika tidak diselingi oleh perubahan
hormonal karena kehamilan, tampaknya meningkatkan peluang tumbuhnya
sel-sel yang secara genetik telah mengalami kerusakan dan menyebabkan
kanker.
5. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Resiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluarn air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).
6. Menarke (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun, menopause setelah
usia 55 tahun, kehamilan pertama setelah usia 30 tahun atau belum pernah
hamil. Semakin dini menarke, semakin besar resiko menderita kanker
payudara. Resiko menderita kanker payudara adalah 2-4 kali lebih besar pada
wanita yang mengalami menarke sebelum usia 12 tahun. Demikian pula
halnya dengan menopause ataupun kehamilan pertama. Semakin lambat
menopause dan kehamilan pertama, semakin besar resiko menderita kanker
payudara
7. Pemakaian pil KB atau terapi sulih estrogen
Pil KB bisa sedikit meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara, yang
tergantung kepada usia, lamanya pemakaian dan faktor lainnya. Belum
diketahui berapa lama efek pil akan tetap ada setelah pemakaian pil
dihentikan.
Terapi sulih estrogen yang dijalani selama lebih dari 5 tahun tampaknya juga

11
sedikit meningkatkan resiko kanker payudara dan resikonya meningkat jika
pemakaiannya lebih lama.
8. Obesitas pasca menopause
Obesitas sebagai faktor resiko kanker payudara masih diperdebatkan.
Beberapa penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor resiko kanker
payudara kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang
obes.
9. Pemakaian alkohol
Pemakaian alkoloh lebih dari 1-2 gelas/hari bisa meningkatkan resiko
terjadinya kanker payudara.
10. Bahan kimia
Beberapa penelitian telah menyebutkan pemaparan bahan kimia yang
menyerupai estrogen (yang terdapat di dalam pestisida dan produk industri
lainnya) mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
11. DES (dietilstilbestrol)
Wanita yang mengkonsumsi DES untuk mencegah keguguran memiliki
resiko tinggi menderita kanker payudara.
12. Penyinaran
Pemaparan terhadap penyinaran (terutama penyinaran pada dada), pada masa
kanak-kanak bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara.
13. Faktor resiko lainnya
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kanker rahim, ovarium dan kanker
usus besar serta adanya riwayat kanker dalam keluarga bisa meningkatkan
resiko terjadinya kanker payudara.

2.7 KLASIFIKASI
1. Non invasive carcinoma
a. Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk
pada sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar.
Saluran menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker
di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat

12
dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak
beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi
mikro (microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa
gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau muncunya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mamografi.
DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy
tumor jinak. Sekitar 20-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat
melakukan mammografi. Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat
menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya,
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

Gambar 4. Ductal carcinoma in situ

13
b. Lobular carcinoma in situ
Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang
digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari
kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati
dinding lobulus. Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat,
seorang wanita dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker
invasive (lobular atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma)
sepanjang hidupnya.

Gambar 5. Lobular carcinoma in situ

2. Invasive carsinoma
a. Paget’s disease dari papilla mammae
Paget’s disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada
tahun 1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla
mammae, dapat berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget’s disease
biasanya berhuungan dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas
dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae
akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau
perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel
besar pucat dan bervakuola (Paget’s cell) dalam deretan epitel. Tetapi
pembedahan untuk Paget’s diseasi meliputi lumpectomy, mastectomy, atau
modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya
kanker invasif.

14
b. Invasive ductal carcinoma
1) Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST)
(80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80 % dari kanker payudara dan pada
60% kasus kanker ini mengadakan metastasis(baik mikro maupun
makroskopis) ke KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita
perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai ke enam,
sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada
potongan melintang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi
bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih kapur atau
kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel kanker sering
berkumpul dalam kelompok kecil dan gambaran histologi yang
bervariasi.
2) Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara,
bekisar 4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan
kanker payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1.
Peningkatan ukuran yaang cepat dapat terjadi sekunder terhadap
nekrosis dan perdarahan. 20& kasus ditemukan bilateral. Karakteristik
mikroskopik dari medullary carcinma berupa (1) infiltrat limforetikular
yang padat terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti
pleomorfik seperti rantai, dengan minimal atau tidak ada diferensiasi
duktus atu alveolar. Sekitar 50% kanker ini berhubungan dengan DCIS
dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang dari 10%
menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai
5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive
lobular carcinoma.

3) Mucinous (collid) carcinoma (2%)


Mucinous carrcinoma (colloid carcinoa), merupakan tipe khusus
lain dari kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang
invasif, biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan

15
ditemukan pada wanita yang lebih tua. Karena komponen musinnya,
sel-sel kanker ini dapat tidak terliht pada pemeriksaan mikroskopik.
4) Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya
ditemukan pada wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita
non kulit putih. Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm.
McDivitt dan kawan-kawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB
aksila yang rendah dan 5- and 10-year survival rate mirip mucinous dan
tubular carcinoma.
5) Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker
payudara sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif.
Biasanya ditemukan pada wanita perimenopause dan pada periode awal
menopause. Long-term survival mendekati 100%.

c. Invasive lobular carcinoma (10%)


Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara.
Gambaran histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat,
nucleoli tidak jelas, dan sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat
mengkonfirmasi adanya musin dalam sitoplasma, yang dapat menggantikan
inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya multifokal, multisentrik, dan
bilaterl. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi sulit untuk dideteksi.

d. Kanker yang jarang (adenoid cystic, squamous cell, apocrine)


Tabel 1. Distribusi lokasi tumor menurut histologinya
Location Lobular (%) Ductal (%) Combination (%)
Nipple 2.2 1.7 1.9
Central 6.0 5.3 6.1
Upper inner 7.3 9.2 8.3
Lower inner 3.8 4.7 3.9
Upper outer 37.0 36.9 37.1

16
Lower outer 5.8 6.4 5.7
Axillary tail 0.8 0.8 0.6

2.8 STADIUM KANKER PAYUDARA (1,2)


Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh
manakah tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar
maupun penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau
kanker dan tidak pada tumor jinak. Banyak sekali cara untuk menentukan
stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini adalah stadium kanker
berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan oleh UICC
(International Union Against Cancer) atau AJCC (American Joint Committee On
Cancer). Pada sistem TNM ini dinilai tiga faktor utama, yaitu :
1. Tumor itu sendiri. Seberapa besar ukuran tumornya dan dimana lokasinya
(T, Tumor)
2. Kelenjar getah bening di sekitar tumor. Apakah tumor telah menyebar
kekelenjar getah bening disekitarnya (N, Node)
3. Kemungkinan tumor telah menjalar ke organ lain (M, Metastasis)
Ketiga faktor T, N, M dinilai baik secara klinis sebelyum dilakukan operasi, juga
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker
payudara, penilaian TNM sebagai berikut :
1) T (Tumor size), ukuran tumor
- T 0 : tidak ditemukan tumor primer
- T 1 : ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
- T 2 : ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
- T 3 : ukuran tumor diameter > 5 cm
- T 4 : ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau
dinding dada atau pada keduanya , dapat berupa borok, edema atau
bengkak, kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit
di luar tumor utama
-

17
2) N (Node), kelenjar getah bening regional (KGB) :
- N 0 : tidak terdapat metastasis pada KGB regional di ketiak / aksilla
- N 1 : ada metastasis ke KGB aksilla yang masih dapat digerakkan
- N 2 : ada metastasis ke KGB aksilla yang sulit digerakkan
- N 3 : ada metastasis ke KGB di atas tulang selangka (supraclavicula) atau
pada KGB di mammary interna di dekat tulang sternum
3) M (Metastasis), penyebaran jauh :
- M x : metastasis jauh belum dapat dinilai
- M 0 : tidak terdapat metastasis jauh
- M 1 : terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor T,.N,M didapatkan, ketiga faktor tersebut
kemudian digabung dan didapatkan stadium kanker sebagai berikut :
4) Stadium 0 (T0 N0 M0)
Disebut Ductal Carsinoma In Situ atau Non-invasive Cancer. Yaitu kanker
tidak menyebar keluar dari pembuluh / saluran payudara dan kelenjar-kelenjar
(lobules) susu pada payudara.

Gambar 6. Stadium 0

5) Stadium I (T1 N0 M0)


Tumor masih sangat kecil dan tidak menyebar serta tidak ada titik pada
pembuluh getah bening. Tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan
belum menyebar keluar payudara.

18
Gambar 7. Stadium I

 Stadium IIA (T0 N1 M0 / T1 N1 M0 / T2 N0 M0)


Pada stdium ini :
- Tidak ada benjolan yang ditemukan pada payudara, tetapi kanker ditemukan
pada limfonodi axillaris (kelenjar limfe dibawah lengan); atau
- Benjolan berukuran 2 cm atau lebih kecil dan sudah menyebar ke limfonodi
axillaris; atau
- Benjolan lebih besar dari 2 cm tetapi tidak lebih besar dari 5 cm (antara 2-5
cm) dan tidak menyebar ke limfonodi axillaris.

Gambar 8. Stadium IIA


 Stadium IIB (T2 N1 M0 / T3 N0 M0)
Pasien stadium ini, benjolan berukuran :
- 2-5 cm dan sudah menyebar pada limfonodi axillaris; atau
- Lebih besar dari 5 cm tapi belum menyebar ke limfonodi axillaris.

19
Gambar 9. Stadium IIB

 Stadium IIIA (T0 N2 M0 / T1 N2 M0 / T2 N2 M0 / T3 N1 M0 / T2 N2 M0)


Tidak ada benjolan yang ditemukan di payudara. Kanker ditemukan di
limfonodi axillaris yang saling berdekatan satu sama lain atau pada jaringan
lainnya, atau bisa juga ditemukan pada limfonodi sekitar tulang dada atau :
- Benjolan berukuran 2 cm atau lebih kecil. Kanker ditemukan di limfonodi
axillaris yang saling berdekatan satu sama lin atau pada jaringan lainnya,
atau bisa juga ditemukan pada limfonodi sekitar tulang dada; atau
- Benjolan berukuran 2-5 cm. Kanker sudah menyebar ke limfonodi axillaris
yang saling berdekatan satu sama lain atau pada jaringan lainnya, atau
kanker mungkin sudah menyebar ke limfonodi sekitar tulang dada; atau
- Benjolan lebih besar dari 5 cm. Kanker sudah menyebar ke limfonodi
axillaris yang saling berdekatan satu sama lain atau pada jaringan lainnya,
atau kanker mungkin sudah menyebar ke limfonodi sekitar tulang dada.

Gambar 10. Stadium IIIA

6) Stadium IIIB (T4 N0 M0 / T4 N1 M0 / T4 N2 M0)


Benjolan bisa sebesar apapun dan kanker :

20
- Sudah menyebar ke dinding dada dan/atau kulit payudara; dan
- Mungkin sudah menyebar ke limfonodi axillaris yang saling berdekatan satu
sama lain atau pada jaringan lainnya, atau kanker mungkin sudah menyebar
ke limfonodi sekitar tulang dada
Kanker yang sudah menyebar ke kulit payudara disebut kanker payudara
inflamatorik (Inflammatory Breast Cancer)

Gambar 11. Stadium IIIB

7) Stadium IIIC (Tiap T N3 M0)


Pada stadium ini, terdapat kanker payudara ataupun benjolan dalam
berbagai ukuran dan mungkin sudah menyebar ke dinding dada dan/atau kulit
payudara. Selain itu, kanker juga :
- Sudah menyebar ke linfonodi diatas atau dibawah tulang leher dan
- Mungkin sudah menyebar ke limfonodi axillaris atau ke limfonodi di sekitar
tulang dada.
Kanker payudara stadium IIIC dibagi menjadi stadium IIIC yang dapat
dioperasi dan tidak dapat dioperasi.
8) Pada stadium IIIC yang dapat dioperasi, kanker :
a. Ditemukan dalam sepuluh atau lebih limfonodi axillaris; atau
b. Ditemukan dalam limfonodi dibawah tulang leher; atau
c. Ditemukan dalam limfonodi axillaris dan limfonodi di sekitar tulang dada
9) Pada stadium IIIC yang tidak dapat dioperasi, kanker sudah menyebar ke
limfonodi diatas tulang leher.

21
Gambar 12. Stadium IIIC

10) Stadium IV (Tiap T-Tiap N -M1)


Kanker sudah menyebar ke organ lain tubuh, yang paling sering adalah ke
tulang, hati, atau otak..

Gambar 13. Stadium IV


2.9 DIAGNOSIS
1. Gejala (5)
Gejala yang paling sering meliputi :
a. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
 Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah
ketiak
 Puting susu terasa mengeras
b. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
 Perubahan ukuran maupun bentuk dalam payudara
 Puting susu tertarik ke dalam payudara
 Kulit payudara, aerola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.

22
c. Keluar sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri.
Jika sel kanker telah menyebar, biasanya sel anker dapat ditemukan di
kelenjar limfe yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat
menyebar ke berbagai bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-
paru, dan otak.
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang
ditemukan meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan
pada puting susu dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau
eritema kulit payudara, massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal.
50% wanita dengan kanker payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri
pada payudara biasanya berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.
2. Pemeriksaan Fisik (5)
a. Inspeksi
Inspeksi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah
terdapat edema (peau d’orange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.

Gambar 14. Pemeriksaan Inspeksi


b. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk
palpasi kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap
massa yang teraba atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya,
ukurannya, konsistensinya, bentukk, mobilitas atau fiksasinya.

23
Gambar 15. Pemeriksaan Palpasi

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan
untuk mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat
dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan
mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat
dideteksi melalui palpasi.(5)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahunn1960 dan
tekhnik ini terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan
kualitas gambarnya. Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi
sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunannya. Sebagai perbandingan,
foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik.
Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan
oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran jaringan mammae
yang lebih luas, termasuk kuadran lateralatas dan axillary tail of Spence.
Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih baik
pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih
besar.(6)
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain

24
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate),
penebalan asimetris jaringan mammaee dan kumpulan mikrokalsifikasi.
Gambaran mikrokalsifkasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada
wanita muda, yang mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi
yang ada. Mammografi lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk
mendeteksi karsinoma mammae stadium awal, dengan tingkat akurasi
sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan National Cancer Center Network
(NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita diatas 20 tahun harus dilakukan
pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di atas 40 tahun,
pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan pemeriksaan
mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II,
III, dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.(6)

b. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting
untuk membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik
digunakan untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat.pada
pemeriksaan untuk USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan
batas yang tegas dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian
tengahnya. Massa payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus,
berbentuk oval atau bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas
yang tegas. Karsinoma mammae disertai dengan dinding yang tidak
beraturan, tetapi dapat juga berbatas tegas dengan peningkatan akustik. USG
juga digunakan untuk mengarahkan fine-needle aspiration biopsy (FNAB),
core needle bipsy dan lokalisasi jarum pada lesi payudara. USG merupakan
pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat diterima oleh pasien tetapi tidak
dapat mendeteksi lesi dengan diameter ≤ 1 cm.(5)
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada

25
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapatkan kelainan, maka
kemungkinan untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.(5)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya
digunakan untuk skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam
membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau jaringan parut. MRI
juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita
dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma
terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon terhdap kemoterapi
neoadjuvan.(6)

d. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan
sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional
dengan resiko yang rendah. Tekhnik ini memerlukan patologis yang ahli
dalam diagnosis sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah
pengambilan sampel, karena lesi yang dlam mungkin terlewatkan. Insiden
false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan
tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang
berpengalaman tidak akan menghiraukan massa dominan yang
mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali secara klinis,
pencintraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.(6)
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti
jaringan dengan jarum yang besar. Alat biopsy genggam membuat large-
core needle biopsy dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah
dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.(6)
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan definitif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif,
memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi
ketika hasilnya negatif maka hrus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi

26
insisional mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan
bila tidak tersedianya core-needle biopsy atau massa tersebut hanya
menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga suatu inflammatory
carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi eksisional,
seluruh massa payudara diambil.(6,7)
e. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari berbagai jenis. Biomarker
sebagai salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae.
Biomarker ini mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara
inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai
hasil akhir dalam penelitian kompreventif jangka pendek dan termasuk
sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan
termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik
yang mengarah pada karsinoma.(5)
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae
antara lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen
(PNAC), BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bel-2 dan raio bax;
(3) petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF)
dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor reseptors
seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal
growth factor receptor (EGFr); dan (5) p53.(5)

3 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer
Society (8) :
a) Wanita berumur ≥ 40 tahun harus melakukan screening mammogram
secara terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan
setiap tahun
b) Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis
payudara (termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan
kesehatan yang periodik oleh dokter dianjurkan setiap 3 tahun

27
c) Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara
sendiri mulai umur 20 tahun. Unuk kemudian melakukan konsultasi
ke dokter bila menemukan kelainan
d) Wanita yang berisiko tinggi tinggi (>20%) harus melakukan
pemeriksaan MRI dan mammogram setiap tahun
e) Wanita yang resiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram
setiap tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai
pemeriksaan MRI atau tidak
f) Wanita yang resiko rendah (<15%) tidk perlu pemeriksaan MRI
periodik setiap tahun
g) Wanita termasuk resiko tinggi
a. Mempunyai gen mutasi dari BRCA 1 atau BRCA 2
b. Mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-
adik) yang memiliki gen mutasi dari BRCA 1 atau BRCA 2
tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik
c. Mempunyai resiko kanker ≥ 20-25% menurut penilaian faktor
resiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
d. Pernah mendapat radioterapi pada dinding dada dada saat
umur 10-30 tahun
e. Mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau
Bannayan-Riley-Ruvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat
tingkat pertama memiliki salah satu sindrom-sindrom ini
b) Wanita termasuk resiko sedang
a. Mempunyai resiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor
resiko terutama berdasarkan riwayat keluarga
b. Mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal
carcinoma in situ (DCIS), lobular carcinom in situ (LCIS),
atypical ductal hyperplasia (ADH), atu atypical lobular
hyperplasia (ALH)
c. Mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan
terlihat pada pemeriksaan mammogram

28
2.10 PENATALAKSANAAN
Terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif dianjurkan untuk
stadium I, II, III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4) dan bahkan
inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi
multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan
pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau
untuk karsinoma lokal yang tiidak dapat direseksi.(6)
1. Terapi secara pembedahan
a. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi
tumor primer hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan
pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor
payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastekstomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini
merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma mammae invasif
stadium I dan II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi tumor
primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit
diatas karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi
oleh jaringan mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang
bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas status reseptor
hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.(6)
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksila
ipsilateral untuk penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional.
Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih
pada aksila yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel
node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB aksila tidak
dilakukan.(6)
b. Modified Radical Mastectomy
Modified Radical Mastectomy mempertahankan baik M. Pectoralis
mayor and M. Pectoralis minor, dengan pengangkatan KGB aksilla level I
dan II tetapi tidak level III. Modifikasi Patey mengangkat M. Pectoralis

29
minor dan diseksi KGB aksila level III. Batasan anatomis pada Modified
Radical Mastectomy adalah batas anterior M. Latissimus dorsi pada bagian
lateral, garis tengah sternum pada bagian medial, bagian inferiorny 2-3 cm
dari lipatan infra-mammae dan bagian superiornya m. subclavia.(5)
Seroma dibawah kulit dan di aksilla merupakan komplikasi tersering
dari mastektomi dan diseksi KGB aksilla, sekitar 30% dari semua kasus.
Pemasangan closed-system suction drainage mengurangi insidensi dari
komplikasi ini. Kateter dipertahankan hingga cairan drainage kurang dari 30
ml/hari. Infeksi luka jarang terjadi setelah mastekstomi dan kebanyakan
terjadi sekunder terhadap nekrosis skin-flap. Pendarahan jadi setelah
mastektomi dan sebaiknya dilakukan eksplorasi dini luka untuk mengontrol
pendarhan dan pemasangan ulang closed-system suction drainage. Insidensi
lymphedema fungsional setelah modified radical mastectomy sekitar 10%.
Diseksi KGB aksilla ekstensif, terapi radiasi, adanya KBG patologis dan
obesitas merupakan faktor-faktor predisposisi.(5)
2. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
a. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma
mammae. Untuk wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy,
radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko rekurensi lokal, juga
dilakukan untuk stadium I, Iia, atau Iib setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/ kecurigaan metastasis yang tinggi.(5)
Pada karsinoma mammae yang lanjut (stadium Iia atau IIIb), dimana
resiko rekurensi dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan
pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi adjuvan.(5)
b. Kemoterapi
 Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada
karsinoma mammae tanpa pembesaran KGB dengan tumor 0,6 sampai 1
cm tanpa pembesaran KGB dan dengan resiko rekurensi tinggi maka
kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang tidak
menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat

30
kelainan histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status
reseptor hormonal yang negatif sehingga direkomendasikan untuk
diberikan kemoterapi adjuvan.(5)
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.(5)
Untuk wanita ddengan karsinoma mammae yang reseptor
hormonalnya negatif dan lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan
cocok untuk diberikan. Rekomendasi pengobatan saat ini, berdasarkan
NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel adalah modified radical
mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin diikuti terapi
radiasi.(5)
 Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan
apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy. (5)
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti
mastektomi atau lumpectomy dengan terapi radiasi. Untuk stadium IIIa
inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk
menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga memungkinkan
untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi.(5)
c. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein pesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen pada jaringan payudara.
Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60% pada wanita dengan
karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan
tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada
penggunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang penggunaan tamoxifen
adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah

31
5 tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium
lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif. Untuk semua wanita
dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen), dipilih
sebagai terapi awal.(5)
d. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang
baru didiagnosis, saat ini direkomendasikan. Hal ini digunakan untuk tujuan
prognistik pada pasien tanpa pembesarann KGB, untuk membantu
pemilihan kemoterapi adjuvan karena dengan regimen adriamycin
memberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan
overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin
dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada kemoterapi
adjuvan.(5)

2.11 PROGNOSIS (2)


Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk
menentukan prognosis penyakit ini. Angka kelangsungan hidup 5 tahun pada
penderita kanker payudara yang telah menjalani pengobatan yang sesuai
mendekati:
a. 95% untuk stadium 0
b. 88% untuk stadium I
c. 66% untuk stadium II
d. 36% untuk stadium III
e. 7% untuk stadium IV

32
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. R
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 46 tahun
 Status Pernikahan : Menikah
 Pekerjaan : Petani
 Jumlah anak :2

II. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesa

Keluhan utama
Benjolan di payudara kanan sejak 6 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang


Sejak 6 bulan SMRS pasien mengeluh adanya benjolan di payudara kanan
sebesar telur ayam. Benjolan dirasakan agak keras, sulit digerakkan, nyeri dan
semakin besar. Dari puting susu keluar cairan jernih. Kulit di sekitar benjolan
dan payudara mengkerut, berwarna kemerahan dan ada bekas luka. Benjolan
dirasakan di ketiak masih dapat digerakkan. Keluhan demam ataupun bengkak
pada payudara kiri, dan ketiak tidak dirasakan pasien.
Tidak mengeluh batuk-batuk dan sesak napas, tidak merasa penuh pada ulu
hati, tidak mengeluh nyeri kepala dan muntah, nyeri pada tulang belakang,
tulang bokong, maupun tulang paha.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengatakan dirinya tidak pernah mengalami sakit seperti ini
sebelumnya. os juga menyangkal adanya riwayat hipertensi, DM, asma.
Riwayat Menstruasi

33
Pasien pertama kali mengalami menstruasi pada usia 11 tahun. Haid
pasien teratur, setiap tiap 28 hari. Dulu bila haid suka merasakan nyeri yang
hebat. Hingga saat ini pasien masih mengalami menstruasi

Riwayat Penyakit Keluarga


Di Ibu pasien ada yang memiliki riwayat sakit yang sama dengan yang
dialami oleh pasien. Pasien juga menyangkal adanya riwayat hipertensi, DM,
asma, sakit jantung pada keluarganya

Riwayat Pengobatan
Sebelumnya os berobat ke puskeamas mengenai benjolan payudaraya
namun di rujuk ke Rumah Sakit.
Riwayat Melahirkan
Pasien menikah pada tahun 1991 pada usia 21 tahun. Pasien mengalami
kehamilan sebanyak 2 kali. Jumlah anak hidup 2 anak, 1 anak tidak ada
perkembangan selama kehamilan, sehingga di. Anak pertama pasien lahir pada
saat pasien pada tahun 1992, anak ke dua lahir pada tahun 1993, Pada kehamilan
ke 3 tahun 2006, terjadi gangguan pada janin, janin tidak berkembang sehingga
harus dikuretase.
Riwayat Menyusui
Semua anak pasien diberikan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan.

Riwayat Penggunan KB
Pasien sudah tidak menggunakan KB semenjak 1 tahun
terakhir.Sebelumnya pasie meggunakan KB minum dan suntikan, berganti-
gantian.
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi makanan dan obat-obatan

Riwayat Psikososal
Pasien mengaku sering menyiram pestisida pada tanamanya, tidak
merokok, mengkonsumsi alkohol, dan makanan yang berlemak-lemak

34
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda vital
− Tekanan Darah : 120/80 mmHg
− Nadi : 84x/menit
− Suhu : 36.8ᴼC
− Pernafasan : 20x/menit

Kulit
 Turgor kulit : baik
 Tekstur : normal
 Warna : sawo matang
 Sianosis :-
 Hematom :-

Kepala
 Bentuk : normocephali
 Rambut : hitam,distribusi merata,tidak mudah dicabut
 Wajah : simetris,tidak pucat.
 Mata : alis mata hitam,distribusi merata, ptosis (-), exopthalmus (-),
edema palpebra (-), pupil bulat isokor, refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+), sklera
ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
 Telinga : normotia, sekret(-), serumen (+/+), nyeri tekan tragus (-/-),
nyeri tekan mastoid (-), membran timpani sulit dinilai.
 Hidung : tidak ada deviasi septum, sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-),
concha edema (-/-),pernafasan cuping hidung (-).
 Bibir : bibir lemab,tidak kering, tidak pecah pecah dan tidak sianosis.

35
 Mulut dan Tenggorokan : mukosa gusi tidak hiperemis,lidah kotor (-), lidah
hiperemis (-), tidak ada deviasi lidah, lidah tremor
(-), uvula ditengah, faring hiperemis (-), tonsil T1-
T1 tenang.

Leher
 Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
 Trakea lurus ditengah
 Kaku kuduk (-)
 Glandula tiroid tidak teraba
 JVP meningkat

Thoraks Depan
 Paru
− Inspeksi : Thoraks simetris statis dan dinamis,retraksi sela iga (-)
− Palpasi : Arcus costae 90o, vocal fremitus simetris kanan dan kiri.
− Perkusi : Sonor simetris kanan dan kiri,batas paru hepar ICS V
garis midklavikularis kanan,peranjakan 1 ICS,batas paru
lambung ICS VI garis axillaris anterior kiri.
− Auskultasi : Suara nafas vesikuler,ronchi (-/-),wheezing (-/-).
 Jantung
− Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat,pulsasi abnormal (-)
− Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V kira kira 1 cm medial dari garis
midclavikularis kiri.
− Perkusi : Batas jantung kanan ICS IV garis sternalis kanan,batas atas
jantung kanan ICS II garis sternalis kanan,batas atas jantung
kiri ICS II garis parasternalis kiri.
− Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler,murmur (-),gallop (-)

Thoraks Belakang
 Paru

36
− Inspeksi : Bentuk simetris statis dan dinamis, vertebra lurus ditengah,
tidak ada bulging, tidak ada retraksi sela iga.
− Palpasi : Fremitus simetris kanan dan kiri
− Perkusi : Batas bawah paru kanan setinggi vertebra Th IX dan batas
bawah paru kiri setinggi vertebra Th X
− Auskultasi : Suara nafas vesikuler,ronchi (-/-), wheezing (-/-).

Abdomen
 Inspeksi : Permukaan datar,tidak ada gambaran vena,tidak ada smiling
umbilicus
 Palpasi : Permukaan supel,hepar dan lien tidak teraba membesar,nyeri tekan
(-) di regio lumbar kanan dan inguinal kanan, nyeri lepas (-),
murphy sign (-), tidak teraba massa,defense muskular (-)
 Perkusi : Timpani, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas
 Motorik

5555 5555
5555 5555

 Akral hangat, tidak ada varises, tidak ada palmar eritem, tidak ada atrofi otot.

Status Lokalis
A/r mammae dextra :
 Inspeksi :
 Payudara tidak simetris, tampak benjolan.
 Tampak dimpling pada payudara kanan
 Tampak kulit peau d’ orange
 Retraksi puting
 Tampak nipple discharge maupun erosi puting

37
 Palpasi :
 Teraba massa ukuran 10 x 5 cm di tengah kuadran, berbentuk oval
dengan permukaan rata, keras, berbatas tegas, terfiksir ke kulit, tidak
terfiksir ke dinding dada
 Nipple discharge (+) berwarna jernih
 Nyeri tekan (+)
Kerutan (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 11.1 ribu/µl 5 – 10
Hemoglobin 14.1 g/dl 12 – 14
Hematokrit 42 % 37 – 43
Trombosit 300 ribu/µl 150 – 400
Masa Perdarahan 2’30” Menit 1’00” - 6’00”
Masa Pembekuan 13’00” Menit 10’00” – 15’00”
Gula Darah Sewaktu 28 mg/dl < 180

V. DIAGNOSIS
Sup Ca Mammae Dekstra T3N1M0
Diagnosis Banding :
Mastitis

38
Fibroadenoma Mammae
Papiloma duktus
Tumor Filoides
Nekrosis Lemak

VI. PENATALAKSANAAN
Rencana tindakan : Mastektomi
VII. PROGNOSIS
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam
VIII. PEMERIKSAAN LANJUTAN
 Mamografi
 USG
 Biopsi

39
BAB IV
KESIMPULAN

Tumor payudara merupakan salah satu kelainan yang sering ditemukan di seluruh
dunia. Tumor payudara hampir selalu memberi kesan menakutkan bagi wanita. Setiap
nodul pada payudara dianggap sebagai kanker terutama pada wanita golongan risiko
tinggi walaupun kemungkinan tumor jinak tidak dapat diabaikan.
Insidensi kanker payudara di dunia merupakan 27% dari kanker pada wanita dan
menyebabkan 20% kematian akibat kanker. Kanker ini menduduki tempat kedua setelah
kanker servik uteri. Di Indonesia kanker payudara berada pada urutan ke dua dari jenis
kanker yang ada dan lebih kurang 60 - 80% ditemukan pada stadium lanjut yang
berakibat fatal.
Tumor payudara dapat berasal dari semua komponen jaringan, yaitu komponen
jaringan penunjang dan epitel, namun unsur epitel lebih sering menimbulkan neoplasma
pada payudara. Berdasarkan sifatnya, tumor payudara dikelompokkan menjadi tumor
jinak dan ganas.
Tumor jinak payudara antara lain; adenoma, fibroadenoma, papilloma intraduktus,
lipoma. Tumor ganas payudara yang berasal dari epitel disebut karsinoma yang dibagi
menjadi duktular dan alveolar. Sedangkan tumor ganas payudara yang berasal dari
jaringan penunjang disebut sarkoma.
Diagnosis tumor payudara dapat ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan patologi anatomi. Tingkat pertumbuhan
atau stadium kanker payudara ditentukaan tumor, penyebaran pads kelenjar getah
bening di daerah ketiak ataupun supraklavikuler dan organ lain misalnya paru, hati dan
tulang. Semakin kecil tumor, kemungkinan penyebaran tumor semakin kecil dan
tindakan bedah kuratif dapat diharapkan walaupun sifatnya sulit diramalkan karena
kemungkinan mikrometastasis tidak dapat diabaikan. Oleh sebab itu penanggulangan
kanker payudara dewasa ini diprioritaskan pada upaya menemukan kanker pada ukuran
sekecil mungkin.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabiston, David C. Sabiston’s Essentials Surgery. Part 1 : Breast. Philadelphia :


W.B.Saunders Co. 1992.
2. Ramli,Muchlis. Staf Pengajar Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah: Kanker
Payudara.Tangerang : Binarupa Aksara. 1995.
3. Sjamsuhidayat,R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2: Payudara. 2005.
Jakarta: EGC. Halaman: 387-402.
4. Djamaloeddin. Ilmu Kandungan : Kelainan pada Mammae. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2005. Halaman : 472-494.
5. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penanggulangannya,
Dalam: Deteksi Dini Kanker. Fakults Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
6. Vaidy, M.P, and Shukla, H.S. A texetbook of Breast Cancer. Vikas Publishing
House PVT LTD
7. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah
Onkologi Indonesia. Semarang.2003
8. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997.
9. Devita et al, Principles and Practice of Oncology 7th ed, 2006.
10. Harrisons, Principle of Internal Medicine 17th ed, 2008, capt 86.
11. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Eagener D.J.Th., 1999, Onkologi Kedokteran,
Panitia Kanker RSUP dr. Sardjito, Yogykarta. Hal : 467-492.
12. American Cancer Society. Breast Cancer. [updated 2011 June 20th]. Accessed at
http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/003037-pdf.pdf on
12th September 2011. pendahuluan
13. Medscape Reference. Breast Cancer. [updated 2011 July 18th]. Acccessed at
http://emedicine.medscape.com/article/1947145-overview#showall on 12th
September 2011. pendahuluan

41

Anda mungkin juga menyukai