Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan
berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti
halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau
kadar obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini
terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam
memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek
tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan
makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan
alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat
berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's wort
(Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang.
Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan
dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga
pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar
obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari efek samping obat ?
2. Apa saja tanda dan gejala yang timbul ?
3. Bagaimana cara mengatasi efek samping obat ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian efek samping obat
2. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala yang timbul
3. Mengetahui dan memahami cara mengatasi dan mencegah efek samping
obat

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Efek Samping Obat


2.1.1 Pengertian Efek Samping Obat
Efek samping obat menurut WHO adalah tipe respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan
berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti
halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau
kadar obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini
terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam
memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek
tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien.Bertambah parahnya
penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak
terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.
Interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan
makanan/minuman.Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan
alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat
berinteraksi dengan obat lainnya.Contohnya adalah tanaman St. John's wort
(Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang.
Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan
dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga
pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar
obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.
Obat, selain memberikan efek terapi yang diharapkan, juga dapat
memberikan efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping obat, atau “adverse
drug reaction”.Efek samping merupakan efek sekunder, efek yg tidak
diinginkan, dapat diprediksi.Kedua efek muncul dengan frekuensi dan durasi

2
yang berbeda pada setiap individu, tergantung dari dosis obat, frekuensi
penggunaan, cara pakai, kondisi fisik, dan faktor genetis sang pengguna.
Hampir sebagian besar obat memiliki efek samping karena jarang sekali
obat yang beraksi cukup selektif pada target aksi tertentu. Suatu obat bisa
bekerja pada suatu reseptor tertentu yang terdistribusi luas dalam berbagai
jaringan di tubuh. Sehingga walaupun sasarannya adalah reseptor pada
pembuluh darah jantung misalnya, ia bisa juga bekerja pada reseptor serupa
yang ada di saluran nafas, sehingga menghasilkan efek yang tak diinginkan
pada saluran nafas. Contohnya, obat anti hipertensi propanolol dapat memicu
serangan sesak nafas pada pasien yang punya riwayat asma. Misalnya Digitalis
meningkatkan konstraksi miokard, Efek sampingnya: mual, muntah.
Semakin selektif suatu obat terhadap target aksi tertentu, semakin kecil
efek sampingnya. Dan itulah yang kemudian dilakukan pada ahli produsen obat
untuk membuat suatu obat yang semakin selektif terhadap target aksi tertentu,
sehingga makin kurang efek sampingnya.
Efek samping tidak dapat dihindari atau dihilangkan sama sekali, tetapi
dapat ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari factor-
faktor resiko yang sebagian besar sudah diketahui.
2.1.2 Efek Samping Obat Dapat Dibagi Menjadi 2 Yaitu :
a. Efek samping yang dapat diperkirakan. Dibedakan lagi menjadi 2 :
1) Efek farmakologik yang berlebihan
Terjadinya efek farmakologik yang berlebihan (disebut juga
efek toksik) dapat disebabkan karena dosis relative yang terlalu besar
bagi pasien yang bersangkutan. Keadaan ini dapat terjadi karena dosis
yang diberikan memang besar, atau karena adanya perbedaan respons
kinetic atau dinamik pada kelompok-kelompok tertentu, contoh pada
pasien dengan gangguan faal ginjal, gangguan faal jantung, perubahan
sirkulasi darah, usia, genetic dsb., sehingga dosis yang diberikan dalam
takaran lazim, menjadi relative terlalu besar pada pasien-pasien
tertentu. Selain itu efek ini juga bias terjadi karena interaksi
farmakokinetik maupun farmakodinamik antar obat yang diberikan
bersamaan, sehingga efek menjadi lebih besar. Efek samping jenis ini

3
umunya dijumpai pada pengobatan dan depresansia susunan saraf
pusat.
Gejala Penghentian Obat :
Gejala penghentian obat adalah munculnya kembali gejala
penyakit semula atau reaksi pembalikan terhadap efek farmakologik
obat, karena penghentian pengobatan. Contoh :
a) Agitasi ekstrim,takikardi, rasa bingung, delirium dan konvulasi ang
mungkin terjadi pada penghentian pengobatan dengan depresansia
susunan saraf pusat seperti barbitrat, benzodiazepine dan alkohol.
b) Krisis Addison akut yang muncul karena penghentian terapi
kortikosteroid,hipertensi berat dan gejala aktivitas simpatetik yang
berlebihan karena penghentian terapi klonidin,gejala putus obat
karena narkotika.
Reaksi putus obat ini terjadi karena selama pengobatan telah
berlangsung adaptasi pada tingkat reseptor. Adaptasi ini
menyebabkan toleransi terhadap efek farmakologik obat,sehingga
umumnya pasien memerlukan dosis yang makin lama makin besar
(sebagai contoh berkurangnya respons penderita epilepsy terhadap
fenobarbital/fenitoin,sehingga dosis perlu diperbesar agar serangan
tetap terkontrol). Reaksi putus obat dapat dikurangi dengan cara
menghentikan pengobatan secara bertahap misalnya dengan
penurunan dosis secara berangsur-angsur, atau dengan
menggantikan dengan obat sejenis ang mempunyai aksi lebih
panjang atau kurang poten,dengan gejala putus obat yang lebih
ringan.
2) Efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
Efek-efek samping yang berbeda dari efek farmakologik
utamnya,untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan
berdasarkan penelitian- penelitian ang telah dilakukan secara sistematik
sebelum obat mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumna
dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bias cukup tinggi.
Sedangkan efek samping yang lebih jarang dapat diperoleh dari

4
laporan-laporan setelah obat dipakai dalam populasi yang lebih luas.
Data efek samping berbagai obat dapat ditemukan dalam buku-buku
standard,umumnya lengkap dengan perkiraan angka kejadiannya.
Sebagai contoh misalnya:
1. Iritasi lambung yang menyebabkan keluhan pedih, mual
dan muntah pada obat-obat kortikosteroid oral, analgetika-
antipiretika, teofilin, eritromisin, rifampisin
2. Rasa ngantuk (drowsiness) setelah pemakaian
antihistaminika untuk anti mabok perjalanan (motion
sickness)
3. Kenaikan enzim-enzim transferase hepar karena pemberian
rifampisin
4. Efek teratogenik obat-obat tertentu sehingga obat tersebut
tidak boleh diberikan pada wanita hamil.
5. Penghambatan agregasi trombosit oleh aspirin ,sehingga
memperpanjang waktu pendarahan
6. Ototoksisitas karena kinin/kinidin
b. Efek samping yang tidak dapat diperkirakan
1) Reaksi alergi
Alergi obat atau reaksi hipersensitivitas merupakan
efek samping ang terjadi, dan terjadi akibat reaksi
imunologik. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya
,seringkali sama sekali tidak tergantung dosis dan terjadi
pada sebagian kecil dari populasi yang menggunakan suatu
obat. Reaksinya dapat bervariasi dari bentuk yang ringan
seperti reaksi kulit eritama sampai yang paling berat berupa
sok anafilaksi yang bias fatal. Reaksi alergi dapat dikenali
berdasarkan sifat-sifat khasna, yaitu:
 Gejalanya sama sekali tidak sama dengan efek
farmakologinya
 Seringkali terdapat tenggang waktu antara kontak
pertama terhadap obat dengan timbulnya efek

5
 Reaksi dapat terjadi pada kontak ulangan, walaupun
hana dengan sejumlah sangat kecil obat
 Reaksi obat hilang bila obat dihentikan
 Keluhan/gejala ang terjadi dapat ditandai sebagai reaksi
imunologik, misalna rash (ruam) di kulit
 Serum sickness, anafilaksis, asma, urtikaria, angio-
edema, dll.
2) Reaksi karena faktor genetik
Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan
genetic, suatu obat mungkin member efek Farmakologik
ang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan,
namun subjek yang mempunyai kelainan genetik seperti ini
yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik
(yang juga tidak mungkin dilakukan pada pelayanan
kesehatan rutin) sebagai contoh misalnya:
1. Pasien yang menderita kekurangan pseudokolinesterase
herediter tidak dapat memetabolasime uksinilkolin
(suatu pelemas otot), sehingga bila diberikan obat ini
mungkin akan menderita paralisis dan apnea yang
berkepanjangan.
2. Pasien yang mempunyai kekurangan enzim G6PD
(glukosa-6-fosfat dehidrogenase) mempunyai potensi
untuk menderita anemia hemolitika akut pada
pengobatan dengan primakuin, sulfonamide dan
kinidin.
Kemampuan metabolisme obat suatu individu juga dapat
dipengaruhi oleh faktor genetik . Contoh yang paling
popular adalah perbedaan metabolism isoniazid, hidralazin
dan prokainamid karena adana peristiwa polimorfisme
dalam proses asetilasi obat-obat tersebut. Berdasarkan sifat
genetik yang dimiliki, populasi terbagi menjadi 2 kelompok
akni individu-individu yang mampu mengasetilasi secara

6
cepat (aselitator cepat) dan individu-individu yang
mengasetilasi secara lambat (aselitator lambat). Di
Indonesia, 65% dari populasi adalah asetilator cepat,
sedangkan 35% adalah asetilator cepat, sedangkan 35%
adalah asetilator lambat. Pada kelompok-kelompok
etnik/sub-etnik lain, proporsi distribusi ini berbeda-beda.
Efek samping umumnya lebih banyak dijumpai pada
asetilator lambat dari pada asetilator cepat. Sebagai contoh
misalnya:
1. Neuropati perifer karena isoniazid lebih banyak
dijumpai pada asetilator lambat.
2. Sindroma lupus karena hidralazin atau prokainamid
lebih sering terjadi pada asetilator lambat.
Pemeriksaan untuk menentukan apakah seseorang termasuk
dalam kelompok asetilator cepat atau lambat Sampai saat
ini belum dilakukan sebagai kebutuhan rutin dalam
pelayanan kesehatan, namun sebenarnya prosedur
pemeriksaanya tidak sulit.dan dapat dilakukan di
laboratorium Farmakologi.
3) Reaksi idiosinkratik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukan suatu kejadian
efek samping yang tidak lazim,tidak di harapkan atau
aneh,yang tidak dapat diterangkan atau di perkirakan
mengapa biasa terjadi. Untungnya reaksi idiosinkratik ini
relatif sangat jarang terjadi.beberapa contoh misalnya :
 Kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan
pemakaian analgetika secara serampangan
 Kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian
estrogen jangka lama tanpa pemberian progestin sama
sekali
 Obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya
tumor limfoid

7
 Preparat-preparat besi intramuskuler dapat
menyebabkan sarcomata pada tempat penyuntikan
 Kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada
pasien-pasien yang pernah menjalani perawatan
iodium-radioaktif sebelumnya (Wibowo, Samekto
dkk.2001.)
2.1.3 Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Efek Samping Obat
A. Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
 Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik,
kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup
 Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan
lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika
B. Faktor obat
 Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan
efek samping
 Pemilihan obat, cara penggunaan obat dan Interaksi antar obat
2.1.4 Berikut Ini Adalah Contoh Dari Efek Samping Obat Yang Biasanya
Terjadi
1. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
2. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
3. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
4. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
5. Kematian, akibat Propofol.
6. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
7. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
8. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
9. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
10. Demam, akibat vaksinasi.
11. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
12. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau
leukemia.

8
13. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA
mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai
suplemen makanan.
14. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
15. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan
antihistamin.
16. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
17. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan
2.2 Tanda dan Gejala Yang Timbul
Tanda dan gejala dari efek samping obat ada 2 yaitu :
1. Tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang dapat
diperkirakan yaitu, pedi, mual, muntah dan rasa ngantuk
2. Tanda dan gejala yang timbul karena efek samping obat yang tidak
dapat diperkirakan yaitu:
a) Gatal-gatal
b) Syok anafilaksis.
c) Demam, Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan
akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa
hari.
d) Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna
merah), urtikaria (bengkak kemerahan), fotosensitifitasi.
e) Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus
sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi.
f) Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau
agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastika.
merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun
angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
g) Gangguan pernafasan. Asma akan merupakan kondisi yang sering
dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui
sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif
terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.
Berikut adalah bahaya penggunaan atau pemberian obat pada pasien:

9
a. Reaksi anafilaktik
Ditandai syok anafilaktik (bahkan meninggal) dengan urtikaria akut,
edema larings, asma akut, hipotensi.Obat yang menyebabkan reaksi
anafilaktik paling sering adalah penisilin, dekstran, kantras beryodium
(radiologi), tiopenton, relaksan otot.
b. Reaksi Sitotoksik
Reaksi ini ditandai penghancuran seldarah merah dan trombosit. Contoh
reaksi ini adalah penyakit hemolitik pada neonates, reaksi transfuse
darah, anemia hemolitik tertentu, purpura akibat obat, agranulositosis
akibat obat. Obat penyebab yang paling sering adalah penisilin,
sefalotin, quinidine, rifampicin, metildopa.
c. Reaksi Kompleks Imun
Tipe ini jarang ditemukan, ditandai oleh demam, urtikaria, arthralgia,
trombi, hemoragi, nefritis, artritis rheumatoid. Obat penyebab yang
paling sering :
1. Penisilin
2. Sulfonamide
3. Streptomisin
4. Hidralazin
5. Tiourasil
6. Isoniazid
7. Rifampisin
d. Reaksi Hipersensitivitas Tertunda
Paling sering, berupa dermatitis kontak, reaksi penolakan, reaksi
autoimun.
2.3 Cara Mengatasi dan Mencegahnya
2.3.1 Cara Mengatasi Efek Samping Obat
Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek
samping.Bukanlah tindakan yang tepat bila mengatasi efek samping dengan
menambah konsumsi obat untuk mengobati efek yang timbul tanpa disertai
dengan penghentian obat yang dicurigai berefek samping. Hal ini justru akan
bernilai tidak efektif , dan efek samping tetap terus terjadi.

10
Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi
penderita.Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan
dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi (suatu reaksi
alergi) diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk
mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan
penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid
(bila diperlukan)
2.3.2 Cara Mencegah
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan
untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien
pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh
melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
2. Baca dosis dan aturan pakai penggunaan obat sesuai dengan yang tertera
di leafleat atau yang diresepkan dokter.
3. Pergunakan obat sesuai indikasi yang jelas dan tepat sesuai yang tertera
di leafleat atau yang diresep dokter.
4. Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
5. Beritahukan ke dokter apabila anda sedang hamil, menyusui, alergi obat
tertentu, memiliki penyakit diabetes, penyakit ginjal atau liver, sedang
meminum obat lain atau suplemen herbal
6. Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada:
anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita
gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak efek samping
seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi.
7. Mintalah dokter mengevaluasi penggunaan obat dalam jangka panjang
(Moretha , Rina. 2013. Tips Menghindari Efek Samping Obat.)

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Obat, selain memberikan efek terapi yang diharapkan, juga dapat
memberikan efek yang tidak diinginkan yaitu efek samping obat, atau “adverse
drug reaction”.Efek samping merupakan efek sekunder, efek yg tidak
diinginkan, dapat diprediksi.Kedua efek muncul dengan frekuensi dan durasi
yang berbeda pada setiap individu, tergantung dari dosis obat, frekuensi
penggunaan, cara pakai, kondisi fisik, dan faktor genetis sang pengguna. Jadi
efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya
yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek
obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada
organ sasaran.
Efek samping obat ada dua yaitu, efek samping yang dapat diperkirakan
dan efek samping yang tidak dapat diperkirakan. Efek samping yang dapat
diperkirakan ada tiga yaitu, efek farmakologik yang berlebihan, gejala
penghentian obat, dan efek samping yang tidak berupa efek farmakologik utama
.sedangkan efek samping yang tidak dapat diperkirakan yaitu, reaksi alergi,
reaksi karena faktor genetic dan reaksi idiosinkratik.
Tanda dan gejala dari efek samping obat yaitu tanda dan gejala yang
timbul karena efek samping obat yang dapat diperkirakan yaitu, pedi, mual,
muntah dan rasa ngantuk dan tanda dan gejala yang timbul karena efek samping
obat yang tidak dapat diperkirakan yaitu, gatal-gatal, syok anafilaksis, demam,
ruam kulit, penyakit jaringan ikat, dan gangguan pernafasan
Efek samping obat dapat diatasi dengan cara segera hentikan semua obat bila
diketahui atau dicurigai terjadi efek samping dan upaya penanganan klinik
tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita. Cara mencegah efek
samping obat salah satunya adalah selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai
pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat
yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.

12
Bahaya penggunaan atau pemberian obat pada pasien ada empat, yaitu
reaksi anafilaktik, reaksi sitotoksik, reaksi kompleks imun, dan reaksi
hipersensitivitas tertunda.
3.2 Kritik dan Saran
Perawat disarankan untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu
keperawatan, mengingat ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan yang selalu
berubah mengikuti perkembangan zaman dan perawat disarankan untuk bersikap
profesional dalam memberikan perawatan kepada pasien.

13

Anda mungkin juga menyukai