Anda di halaman 1dari 26

http://blogkugratis.blogspot.com/2009/04/asuhan-keperawatan-klien-dengan-waham.

html
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN WAHAM
CURIGA
Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 14 – 16 Juni 2005.
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn. BS ( L)
Umur : 40 tahun
Tgl masuk : 6 Juni 2005
No. Reg : 027470
Informan : klien sendiri (Tn.BS)
II. ALASAN MASUK
Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, di rumah klien tampak gelisah, sering marah-marah
tanpa sebab tapi tidak sampai merusak barang-barang. Klien sering merasa curiga kepada
orang lain.
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Klien pernah mengalami gangguan jiwa sejak SMP pernah dirawat, sekarang dirawat
yang keempat kalinya. Terakhir dirawat 2 tahun yang lalu.
2. Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena klien merasa sudah sembuh dan tak mau
minum obat.
3. Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik,aniaya sexual, penolakan dari
lingkungan, kekerasan dalam keluarga baik sebagai pelaku, korban maupun saksi.
Klien juga tidak pernah terlibat dalam tindakan kriminal.
4. Anggota keluarga klien tak ada yang mengalami gangguan jiwa.
5. Klien mengatakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan adalah ketika
ditinggal mati bapaknya 6 tahun yang lalu dan ketika dirinya tidak diterima menjadi
guru setelah lulus SPG sehingga klien berpikir banyak koruptor yang menerima uang
suap sehingga dia gagal menjadi guru.
Masalah keperawatan :
- Gangguan isi pikir : waham curiga
IV. FISIK
1. Tanda –tanda vital :
TD : 120/80 mm Hg, N : 84X/menit, S : 36,50C, RR : 20 X/menit
2. Ukur :
TB : 162 cm, BB : 58 Kg
3. Keluhan fisik :
Klien mengatakan mulutnya terasa kaku untuk dibuka sehingga sulit untuk makan,
punggungnya terasa sakit akibat diikat waktu masuk, keluar ambeien dari duburnya saat
BAB tapi masih bisa dimasukkan lagi.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
Pemeriksaan fisik :
Kepala : rambut bersih, rapi, potong pendek
Mata : konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik, tak ada konjungtivitis
Hidung : taka ada polip, tak ada discharge
Telinga : simetris, bersih, tak ada gangguan pendengaran
Mulut : bersih, bibir agak kering, tak ada stomatitis, gigi bersih, tak bau mulut
Leher : simetris, tak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thorak : tak ada tarikan otot bantu nafas, tak ada ronkhi, wheezing
Abdomen : tak ada asites, peristaltik usus normal
Ekstremitas : tak ada udem, tak kaku sendi/otot, rentang gerak normal
Genetalia : bersih, ada hemoroid yang keluar saat BAB
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Menurut klien, ibunya


sangat mencintainya dan
mengasuhnya dengan baik sejak dirinya masih kecil. Pengambil keputusan
dalam keluarga adalah ibunya dibantu dengan saudara-saudaranya yang lain.
Meskipun tidak tinggal serumah tetapi saudara-saudaranya sangat
memperhatikannya. Komunikasi dalam keluarga dilakukan secara terbuka, siapa
saja boleh mengeluarkan pendapatnya.
2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien mengatakan bersyukur mempunyai bentuk tubuh yang normal, semua
bagian tubuhnya disukai karena masing-masing bermanfaat sesuai fungsinya.
Klien mengatakan tak ada bagian tubuh yang tidak disukai karena itu sama
saja tidak mensyukuri nikmat Allah yang telah menciptakannya.
b. Identitas
Klien anak ke delapan dari sembilan bersaudara tapi belum bekerja.Klien
mengatakan bersyukur diciptakan Allah sebagai seorang laki-laki dan dia
merasa puas. Tapi klien juga kecewa karena pada umur 40 tahun belum
mendapat jodoh/isteri. Klien juga kecewa atas pekerjaan guru yang gagal
diperolehnya padahal dia berpendidikan SPG.
c. Peran
Sebagai seorang anak yang hanya tinggal dengan ibunya, klien sering
membantu ibunya dalam mengurusi pekerjaan rumah maupun di sawah.
d. Ideal diri
Klien ingin menjadi seorang guru meski bukan pegawai negeri dan ingin
mengajari anak-anak mengaji dan kalau bisa membuka pondok pesantren.
e. Harga diri
Klien merasa minder dan malu karena sudah berumur 40 tahun tapi belum
mempunyai istri dan pekerjaan seperti saudara-saudaranya yang bisa menjadi
guru. Klien mengatakan bisa berhubungan atau bersosialisasi dengan orang
lain yang menurut dia baik karena klien mengatakan bisa membaca isi hati
orang lain.
Masalah keperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan sosial
Klien mengatakan orang yang paling dekat adalah ibunya yang sangat
mencintainya,klien selalu bercerita kepada ibunya bila menghadapi suatu
masalah. Saudara-saudaranya yang lain juga cukup dekat dengan klien meski
tidak tinggal serumah. Klien sering mengikuti acara pengajian di kampungnya
maupun di tempat lain.
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama Islam dan taat melakukan ibadah baik sebelum sakit
maupun selama sakit karena ibadah kepada Allah merupakan kewajiban manusia
meski dalam keadaan apapun. Klien mengatakan sangat fanatik terhadap agama
Islam.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Klien berpenampilan rapi, bersih, penggunaan pakaian sesuai, selama di rumah sakit
klien selalu memakai seragam rumah sakit, peci dan sandal jepit.
2. Pembicaraan
Pada awalnya pembicaraan klien terarah tetapi lama kelamaan kacau, berpindah-
pindah dari kalimat satu ke kalimat lain dan tidak sesuai dengan realitas (inkoheren).
Masalah keperawatan : Gangguan komunikasi verbal
3. Aktivitas Motorik
Klien agak tremor dan mengeluh punggungnya nyeri, tapi klien masih bisa berjalan
dan memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan bantuan minimal.
4. Alam Perasaan
Klien mengatakan perasaannya baik-baik saja,klien tidak merasa sedih, putus asa,
khawatir atau takut terhadap sesuatu. Tetapi kadang klien merasa marah atau jengkel
bila mendengar berita tentang kejahatan dan ketidakadilan.
Masalah keperawatan : Resiko tinggi perilaku kekerasan
5. Afek
Klien berespon sesuai dengan stimulus yang diberikan, klien tampak tertawa bila
mendengar atau melihat sesuatu yang menyenangkan dan klien tampak sedih ketika
menceritakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
6. Interaksi Selama Wawancara
Klien tampak bersahabat selama wawancara, ada kontak mata dan selalu menjawab
sesuai pertanyaan yang diajukan. Tetapi kadang klien mengungkapkan “Mbak Y kalau
bicara dengan saya harus sidik, amanah, tabligh, fatonah (benar, dapat dipercaya,
menyampaikan, cerdas), karena saya bisa membaca hati dan pikiran Mbak.”
Masalah keperawatan : gangguan isi pikir : waham curiga
7. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar suara atau bisikan yang tidak ada
wujudnya, klien juga tidak pernah melihat bayangan-bayangan atau mencium bau yang
tidak ada wujudnya. Klien tidak pernah tampak berbicara sendiri atau tersenyum-
senyum sendiri.
8. Proses Pikir
Klien kadang-kadang berbicara kacau tak ada hubungan dan berpindah-pindah (flight
of ideas) antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, kadang klien juga
mengulang kalimat yang sama, seperti, “Mbak, kalau ngomong dengan saya harus
sidik, amanah, tabligh, fatonah.” Selain itu juga sering mengulang kalimat “saya bisa
membaca isi hati orang lain”
Masalah keperawatan :
- Gangguan komunikasi verbal
9. Isi Pikir
Klien meyakini bahwa kegagalannya menjadi guru ketika sudah lulus SPG adalah
karena ada orang-orang yang sengaja merugikan dirinya, yaitu adanya koruptor yang
menerima uang suap. Klien mengatakan bahwa Allah memberikan keyakinan pada
dirinya untuk selalu memerangi segala bentuk kejahatan yang ada termasuk Amerika
yang selalu menindas Indonesia. Klien juga meyakini bahwa dirinya diberi kelebihan
oleh Allah untuk bisa membaca isi hati dan pikiran orang lain, sehingga dia tahu
orang-orang yang berniat tidak baik atau jahat terhadap dirinya.
Masalah keperawatan : Gangguan isi pikir : waham curiga
10. Tingkat Kesadaran
Kesadaran klien composmentis, orientasi waktu, tempat dan orang baik.
11. Memori
Klien mampu mengingat kejadian-kejadian yang sudah lama berlalu seperti ketika
klien sakit jiwa pertama kali waktu dia masih SMP, klien lulus SPG tahun 1986, dan
ayahnya meninggal 6 tahun yang lalu. Klien juga mampu mengingat kejadian jangka
pendek seperti dia dirawat di rumah sakit jiwa yang keempat kalinya masuk rumah
sakit jiwa tanggal 6 Juni 2005. Klien juga mampu mengingat kejadia ssaat, seperti tadi
pagi makan dengan lauk apa.
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Klien mampu berkonsentrasi dengan baik yang dibuktikan dengan klien mampu
mengulang atau menjelaskan kembali apa yang telah dibicarakan dengan perawat.
Klien mampu berhitung angka-angka atau benda nyata dengan baik.
13. Kemampuan Penilaian
Jika diberi penjelasan, klien mampu mengambil keputusan dengan tepat. Klien juga
mampu memutuskan alterbatif tindakan yang mau dilakukan lebih dulu, misalnya mau
makan dulu atau mandi dulu.
14. Daya Tilik Diri
Klien menyadari bahwa dirinya menderita gangguan jiwa yang memang membutuhkan
perawatan. Klien tidak menyalahkan orang-orang diluar dirinya yang menyebabkan dia
mengalami gangguan jiwa.
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Klien makan 3 kali sehari, makan sendiri tanpa bantuan dan mampu membereskan
alat-alat makan setelah selesai makan.
2. BAB/BAK
Klien mampu memenuhi kebutuhan BAB dan BAK sendiri di kamar mandi, mapu
menjaga kebersihan diri dan pakaian.
3. Mandi
Klien mengatakan mandi dan gosok gigi dua kali sehari, keramas setiap hari. Klien
tampak bersih dan tak ada bau badan.
4. Berpakaian
Klien mampu memilih dan mengenakan pakaian sendiri, ganti pakaian setelah mandi,
penggunaan pakaian sesuai dan penampilan rapi.
5. Istirahat dan Tidur
Klien mengatakan bisa istirahat tidur dengan cukup, baik siang atau malam, tak ada
gangguan tidur. Klien selalu berdoa sebelum dan ketika bangun tidur
6. Penggunaan obat
Klien mengatakan sudah tahu cara, dosis dan waktu minum obat. Tiga macam obat
diminum 2 kali 1 tablet pada pagi dan malam hari. Klien juga mengatakan salah satu
efek samping obat yang diarasakan adalah mulutnya terasa kaku dan kadang sulit
dibuka saat makan.
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit akan selalu kontrol dan minum obat
secara teratur agar penyakitnya tidak kambuh lagi. System pendukungnya adalah
keluarga yang selalu memperhatikan saat kapan dia harus kontrol dan minum obat.
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien mengatakan aktivitas di dalam rumah yang sering dia lakukan adalah mengurusi
ternak (ayam Bangkok), membantu bersih-bersih rumah dan mencuci pakaian sendiri.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan aktivitas klien di luar rumah adalah membantu mengurus sawah,
mengikuti kegiatan pengajian dan berkunjung ke rumah saudara dengan naik sepeda
motor sendiri.
VIII. MEKANISME KOPING
Bila mempunyai masalah, klien selalu bercerita kepada ibu atau saudara-saudaranya.
Tetapi kadang dia juga mudah tersinggung dan marah saat ada masalah. Tetapi klien tidak
pernah mencederai diri maupun orang lain, klien juga tidak pernah menghindari masalah,
munum alcohol dan lain-lain.
Masalah keperawatan : Resiko tinggi perilaku kekerasan
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Klien mengatakan tidak mempunyai masalah dengan kelompok, lingkungan, pendidikan,
perumahan, ekonomi maupun pelayanan kesehatan. Masalah yang paling dirasakan klien
adalah masalah pekerjaan,dirinya yang sudah berumur 40 tahun dan mempunyai ijazah
SPG tetapi tidak bisa menjadi guru dan klien merasa benar-benar kecewa.
Masalah keperawatan : gangguan konsep diri, harga diri rendah.
X. PENGETAHUAN
Klien mengatakan bahwa sakit jiwa yang dideritanya karena kekecewaannya yang terlalu
mendalam. Menurut klien sakit jiwa bisa sembuh dengan pengobatan secara teratur,
menenangkan hati dan pikiran serta berdoa kepada Allah. Klien mengatakan ketika dirinya
merasa sudah sembuh dan tidak minum obat, penyakitnya kambuh lagi.
XI. ASPEK MEDIK
1. Diagnosa Medik : Skizofrenia Paranoid
2. Terapi Medik : Chlorpromazine 2 x 100 mg
Artan 2 x 2 mg
Haloperidol 2 x 5 mg
XII. ANALISA DATA

NO DATA FOKUS MASALAH


KEPERAWATAN
1. S: Resiko tinggi perilaku
2. - Klien mengatakan kadang merasa marah kekerasan
3. atau jengkel bila mendengar berita tentang Gangguan isi pikir : waham
4. kejahatan dan ketidakadilan curiga
- Klien mengatakan kadang saat ada masalah Gangguan komunikasi verbal
mudah tersinggung dan marah Gangguan konsep diri : harga
- Keluarga mengatakan sebelum masuk rumah diri rendah
sakit, klien tampak gelisah, sering marah-
marah tanpa sebab tapi tidak sampai
merusak barang-barang atau mencederai
O:
- Kadang klien tampak gelisah, mondar-
mandir, wajah tegang saat mengungkapkan
kemarahannya
S:
- Klien mengatakan bahwa kegagalannya
menjadi guru karena banyak
koruptor yang menerima uang suap sehingga
dia tidak diterima sebagai guru
- Klien sering mengatakan bahwa dirinya bisa
membaca hati dan pikiran orang lain
terutama orang-orang yang bermaksud jahat
kepadanya
- Klien sering mengatakan “Kalau Mbak Y
ngomong dengan saya harus sidik, amanah,
tabligh, fatonah (benar, dapat dipercaya,
menyampaikan, cerdas)
O:
- Kontak pertama klien menunjukkan sikap
tidak bersahabat dan kurang kooperatif
S:
- Klien mengatakan bawa dirinya bisa
membaca hati dan pikiran orang lain
O:
- Pembicaraan klien lama-lama kacau,
berpindah-pindah dari kalimat satu ke
kalimat lain dan tidak sesuai realitas
- Klien juga sering mengulang-ulang kalimat
S:
- Klien merasa minder, malu dan kecewa
karena sudah berumur 40 tahun tapi belum
mempunyai istri dan pekerjaan seperti
saudara-saudaranya yang menjadi guru
O:
- Klien menunduk dan tampak sedih ketika
mengungkapkan perasaannya.
XIII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan
2. Gangguan komunikasi verbal
3. Gangguan isi pikir : waham curiga
4. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
POHON MASALAH :

XIV.DA
FTAR
DIAGN
OSA
Gangguan isi pikir : KEPERAWATAN
waham curiga
1. Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan waham curiga
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham curiga
3. Gangguan isi pikir : waham curiga berhubungan dengan harga diri rendah
http://askep45kesehatan.blogspot.com/2011/10/asuhan-keperawatan-pada-pasien-waham.html
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Waham Curiga
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Perilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai
dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat berinteraksi, klien
kecemasannya meningkat dalam merespon stresor. Perasaan ketidak nyamanan di dalam dirinya akan
diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/bahaya dari luar.
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan di Ruang Melati II RSJPJ sebagai lahan praktek, diperoleh
data bahwa 75 % klien yang rawat ulang. Masalah asuhan keperawatan yang ditemukan adalah menarik
diri, curiga, halusinasi dan ketidakmampuan merawat diri. Dari masalah-masalah yang ditemukan,
pembahasan mengenai asuhan keperawatan curiga belum banyak ditemukan. Berdasarkan fenomena
tersebut, kelompok tertarik untuk mempelajari lebih lanjut dan menyajikan dalam bentuk seminar dengan
topik ”Asuhan Keperawatan Klien dengan Curiga”

b. Tujuan Penulisan.
Tujuan kelompok mahasiswa merawat klien G, melakukan seminar dan menulis laporan studi kasus
adalah :
• Mengerti asuhan keperawatan klien curiga berdasarkan konsep dan teori yang benar.
• Menerapkan asuhan keperawatan klien curiga
• Menyebarluaskan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada klien .

c. Proses Penulisan.
Asuhan keperawatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang meliputi tahap pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi. Pengkajian dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan peran serta langsung klien dalam
kegiatan yang ada diruangan. Dari hasil pengkajian didapatkan masalah keperawatan, setelah penemuan
masalah dibuat perancanaan dan dilaksanakan serta dilakukan eveluasi kemudian diseminarkan.
BAB III
TINJAUAN TEORITIS

A. Proses terjadinya masalah.


Prilaku curiga merupakan gangguan berhubungan dengan orang lain dan lingkungan yang ditandai
dengan persaan tidak percaya dan ragu-ragu. Prilaku tersebut tampak jelas saat individu berinteraksi
dengan orang lain atau lingkungannya. Prilaku curiga merupakan prilaku proyeksi terhadap perasaan
ditolak, ketidakadekuatan dan inferiority. Ketika klien kecemasannya meningkat dalam merespon
terhadap stresor, intra personal, ekstra personal dan inter personal. Perasaan ketidak nyamanan di
dalam dirinya akan diproyeksikan dan kemudian dia akan merasakan sebagai ancaman/ bahaya dari
luar. Klien akan mempunyai fokus untuk memproyeksikan perasaannya yang akan menyebabkan
perasaan curiga terhadap orang lain dan lingkungannya. Proyeksi klien tersebut akan menimbulkan
prilaku agresif sebagaimana yang muncul pada klien atau klien mungkin menggunakan mekanisme
pertahanan yang lain seperti reaksi formasi melawan agresifitas, ketergantungan , afek tumpul, denial,
menolak terhadap ketidaknyamanan.
Faktor predisposisi dari curiga adalah tidak terpenuhinya trust pada masa bayi . Tidak terpenuhinya
karena lingkungan yang bermusuhan, orang tua yang otoriter, suasana yang kritis dalam keluarga,
tuntutan lingkungan yang tinggi terhadap penampilan anak serta tidak terpenuhinya kebutuhan anak.
Dengan demikian anak akan menggunakan mekanisme fantasi untuk meningkatkan harga dirinya atau
dia akan mengembangkan tujuan yang tidak jelas.
Pada klien , dari data yang ditemukan faktor predisposisi dari prilaku curiga adalah gangguan pola asuh.
Di dalan keluarga klien merupakan anak angkat dari keluarga yang pada saat itu belum memiliki anak.
Klien menjadi anak kesayangan ayahnya, karena klien dianggap sebagai pembawa rejeki keluarga. Sejak
kelahiran adik-adiknya ( 7 orang ) klien mulai merasa tersisih dan tidak diperhatikan, merasa tidak
nyaman, sehingga klien merasa terancam dari lingkungan keluarganya. Sejak itu klien tidak percaya
pada orang lain, sering marah-marah dan mengamuk sehingga klien dibawa oleh keluarganya ke RS
jiwa.

B. Masalah-masalah yang muncul pada klien curiga.


Masalah yang biasanya timbul pada klien curiga karena adanya kecemasan yang timbul akibat klien
merasa terancam konsep dirinya, kurangnya rasa percaya diri terhadap lingkungan yang baru/asing
(masalah ini tidak muncul pada klien G). Masalah lain yang juga sering muncul pada klien curiga yaitu
marah, timbul sebagai proyeksi dari keadaan ketidak adekuatan dari perasaan ditolak (masalah ini
muncul pada klien ).
Isolasi sosial merupakan masalah yang juga muncul pada diri klien. Klien menarik diri akibat perasaan
tidak percaya pada lingkungan . Curiga merupakan afek dari mekanisme koping yang tidak efektif, klien
menunjukan bingung peran, kesulitan membuat keputusan, berprilaku destruktif dan menggunakan
mekanisme pertahanan diri yang tidakl sesuai, dan masalah ini ada pada diri klien.
Masalah lain yang timbul adalah gangguan perawatan diri dan data yang diperoleh : klien berpenampilan
tidak adekuat, dimana klien tidak mandi, tidak mau gosok gigi, rambut kotor dan banyak ketombe, kuku
kotor dan panjang. (masalah ini ada pada diri klien)
Pada klien muncul juga gangguan harga diri rendah, dimana klien mempunyai pandangan negatif
terhadap dirinya ditunjukkan dengan prilaku menarik diri atau menyerang orang lain.( masalah ini ada
pada diri klien)
Potensial gangguan nutrisi, pada klien curiga biasanya mengira makanan itu beracun atau petugas
mungkin sudah memasukkan obat-obatan ke dalam minumannya, akibatnya tidak mau makan - minum.
(masalah ini tidak ada pada diri klien)

BAB IV
PELAKSANAAN PROSES KEPERAWATAN

Pelaksanaan proses keperawatan berorientasi pada masalah yang timbul pada klien. Pada bab ini akan
menyampaikan secara singkat mengenai pelaksanaan proses keperawatan yang meliputi : Diagnosa
Keperawatan, Tujuan jangka panjang, Intervensi, Evaluasi dan tindak lanjut. Adapun proses keperawatan
secra lengkap ada pada lampiran.
Diagnosa keperawatan I
Potensial melukai diri sendiri/ orang lain s/d ketidak mampuan klien mengungkapkan marah secara
konstruktif.
Tupan : Tidak melukai orang lain/ diri sendiri serta mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Intervensi :
1. Membina hubungan saling percaya dengan klien .
2. Memelihara ketengann lingkungan, suasana hangat dan bersahabat.
3. Mempertahan kan sikap perwat secara konsisten.
4. Mendorong klien untuk mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah.
5. Mendiskusikan dengan klien tentang tanda-tanda yang biasa terjadi pada orang yang sedang marah.
6. Mendorong klien untuk mengatakan cara-cara yang dilekukan bila klien marah.
7. Mendiskusikan dengan klien cara mengungkapkan marah secara konstruktif.
8. Mendiskusikan dengan keluarga ( pada saat kunjungan rumah ) ttg marah pada klien , apa yang sudah
dilakukan bila klien marah dirumah bila klien cuti.
Evaluasi :
• Klien mau menerima petugas (mahasiswa ), dan membalas salam.
• Berespon secara verbal.
• Membalas jabat tangan, mau diajak berbicara.
• Klien mampu mengungkapkan penyebab marahnya.
• Klien dapat mengenal tanda-tanda marah.
• Klien megatakan kalau amuk itu tidak baik.
• Klien dapat memperagakan tehnik relaksasi.
Tindak lanjut :
• Melanjutkan untuk latihan marah yang konstruktif dengan tehnik relaksasi, tehnik asertif.
Diagnosa keperawatan II
Gangguan hubungan sosial; menarik diri sehubungan dengan curiga.
Intervensi :
1. Membina hubungan saling percaya.
2. Bersikap empati pada klien.
3. Mengeksplorasi penyebab kecurigaan pada klien .
4. Mengadakan kontak sering dan singkat.
5. Meningkat respom klien terhadap realita.
6. Memberikan obat sesuai dengan program terapi dan mengawasi respon klien.
7. Mengikut sertakan klien dalam TAK sosialisasi untuk berinteraksi.
Evaluasi :
• Klien mampu mengeksplorasi yang menyebabkan curiga.
• Klien disiplin dalam meminum obat sesuai program terapi.
Tindak lanjut:
• Teruskan untuk program sosialisasi/ interaksi klien untuk mengurangi kecurigaan.
Diagnosa Keperawatan III
Penampilan diri kurang s/d kurang minat dalam kebersihan diri.
Tupan : Penampilan klien rapih dan bersih serta klien mampu merawat kebersihan diri.
Intervensi :
1. Memperhatikan tentang kebersihan klien .
2. Mendiskusikan dengan klien ttg gunanya kebersihan.
3. Memberikan reinforsemen positif apa yang sudah dilakukan klien.
4. Mendorong klien untuk mengurus kebersihan diri.
Tindak lanjut :
• Perlu dilanjutkan dengan TAK tentang kegiatan sehari-hari.
• Berikan motivasi agar klien mau merawat diri.
BAB V
PEMBAHASAN

Ibu D ( 20 tahun ), dari data yang diketahui mengalami masalah halusinasi fase III , dengan masalah lain
yaitu menarik diri, penampilan diri tidak adequat, tidak mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.
Prioritas pemecahan masalah yang diatasi secara berurutan adalah; menarik diri, halusinasi dan
penampilan diri tidak adequat.
Menarik diri diutamakan karena setelah terciptanya hubungan saling percaya klien mau membuka diri
pada perawat, selanjutnya barulah dapat diintervensi masalah selanjutnya secara bersama-sama.
Dibawah ini akan dibahas satu persatu proses pemberian asuhan keperawatan berdasarkan masalah
keperawatan klien ibu D.

1. Menarik diri.
Pada awalnya klien menolak untuk berhubungan. Pada saat itu perawat menggunakan rencana tindakan
yang telah dibuat seperti melakukan teknik-teknik komunikasi terapeutik, bersikap menerima kondisi
klien, dan lain-lain sesuai rencana tindakan.
Dengan segala kesabaran akhirnya secara bertahap klien mau membuka diri. Klien bercerita tentang
kondisinya, perasaannya, problema rumah tangganya, serta harapannya. Dengan pendekatan intensif
klien lebih dapat mempercayai perawat. Dengan modal kepercayaan tersebut klien mudah untuk
diarahkan. Klien belajar berhubungan dengan lingkungan sekitar seperti dengan klien yang lain, perawat
yang lain. Klien juga dilibatkan dalam terapi aktivitas kelompok : sosialisasi dengan respon yang sangat
baik klien memperkenalkan diri, menyebutkan alamat, hobi dan lain-lain. Belakangan ini diketahui klien
telah mempunyai teman akrap ( klien lain ) dalam satu ruangan. Dengan demikian penyelesaian masalah
sampai akhir mahasiswa praktek dapat dikatakan berhasil.
2. Haluxsinasi.
Halusinasi terkaji sejak pertemuan awal, yang mana klien sering bicara dan tertawa sendiri dan tampak
mendengarkan sesuatu ( memasang kupingnya ) dengan mata menatap pada satu arah. Namun saat
dikaji lebih jauh dengan menanyakan apakah klien mendengar sesuatu, kilen mengatakan tidak, dan hal
ini tidak dapat terkaji hingga akhir praktek. Dengan adanya tingkah laku klien saat berbicara dan tertawa
sendiri telah menunjukkan adanya halusinasi dengar, dibuatlah rencana tindakan yang kemudian
diimplementasikan sebagai berikut : memutuskan halusinasi klien dengan cara kontak sering tapi singkat,
teknik distraksi, dan lain-lain sesuai dengan apa yang direncanakan. Kondisi yang sering berubah-ubah (
data tentang halusinasiny a ) membuat tindakanpun sering tak berurutan namun disesuaikan dengan
masalah klien. Sekitar 5 minggu dilakukan intervensi, klien tidak lagi menunjukkan tingkah laku halusinasi
yang sering, yang mana klien sudah dapat menceritakan tentang keluarganya, perasaannya dan lain-lain
dengan tingkah laku yang tenang. Hanya kadang-kadang tingkah laku itu muncul jika klien duduk
menyendiri, dan saat ditanya dengan siapa klien berbicara klien mengatakan tidak tahu. Namun perawat
tidak berputus asa untuk terus coba menggali permasasalahannya ( halusinasinya ) dan sekaligus
melakukan intervensi halusinasi secara berulang. Sejauh ini penyelesaian masalah boleh dikatakan
mengalami kemajuan karena beberapa teknik distraksi halusinasi sudah dapat dilakukan klien yakni
dengan mengadakan kontak dengan klien lain di ruangan dan frekuensi bicara dan tertawa sendiri
menurun. Dengan demikian dapat dikatakan permasalahan halusinasi telah terselesaikan walaupun
belum tuntas dan perlu diwaspadai pula kemungkinan kambuh.

3. Penampilan diri kurang adequat.


Dari pengamatan perawat, secara umum kegiatan sehari-hari klien adalah tidur, makan dan jalan-jalan di
ruangan. Sehingga untuk kebersihan dirinya tidak diperhatikan. Dengan timbulnya masalah kebersihan
diri yang kurang adequat, perawat mulai mengitervensi klien. Dari evaluasi didapatkan klien telah dapat
mandi sendiri dengan kualitas mandi yang baik yakni mandi dengan menggunakan sabun dan mencuci
rambut dengan sampo, dan dari penampilan klien, klien tampak bersih dan rapih. Namun kegiatan untuk
kebersihan diri ini dilaksanakan tanpa jadwal yang telah dibuat bersama perawat, yang mana waktu
mandi klien semaunya. Dari evaluasi yang didapatkan bahwa penyelesaian masalah dapat dikatakan
masih belum optimal.

4. Kurrang mampu mengungkapkan marah secara konstruktif.


Berdasarkan pengamatan mahasiswa, klien cepat sekali tersinggung dengan menunjukkan tinggkah laku
menarik diri bila ada sesuatu tindakan yang dilakukan oleh sesama klien yang tidak berkenan padanya.
Dengan adanya masalah ini perawat mulai menerapkan intervensi yakni dengan mengkaji faktor
pencetus marah pada klien dan mendiskusikan cara-cara menyalurkan marah secara konstruktif. Dari
hasil evaluasi, klien tampak kurang memberikan tanggapan secara serius, hal ini dapat terlihat dari
ekspresi wajah klien yang datar. Namun pada minggu keempat klien dapat diajak berdiskusi dalam hal
penyaluran marah secara konstruktif, dalam hal ini klien mulai menceriterakan pada perawat adanya
perasaan tidak senang yang dibuat oleh klien lain .

Dari apa yang di bahas di atas, bahwa kemajuan yang diperoleh dari klien setelah dilakukan tindakan
keperawatan . walaupun sejauh ini hasil yang didapatkan belum optimal, namun dari hasil yang diperoleh
dapat dikatakan seperti apa yang dikatakan dalam teori dapat dibuktikan. Tidak optimalnya hasil, dapat
ditinjau kembali dari berbagai segi seperti waktu interaksi yang sempit yakni 2 hari dalam seminggu (
kamis & jumat ) , itupun hanya beberapa jam dalam seharinya, dapat mempengaruhi kontinuitas
interaksi. Selain itu ketidakseragaman tindakan/ asuhan yang diberikan antar sesama perawat atau tim
medis membuat ketajaman terapi sulit diberikan. Hal ini dapat terlihat dari timbul tenggelamnya halusinasi
klien. Fasilitas yang kurang baik, sarana maupun prasarana untuk mendukung tindakan keperawatan
seperti pola aktivitas dan tata ruangan merupakan salah satu kendala penyelesaian masalah. Juga
kurangnya support sistim lingkungan terutama dari keluarga dapat menghambat pengoptimalan dari
hasil.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN.

1. Asuhan keperawatan ibu D ( 20 thn ) diberikan berdasarkan proses keperawatan yang diawali dengan
pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, implementasi kemudian evaluasi.
2. Dari pengkajian diketahui klien mempunyai masalah antara lain : halusinasi, menarik diri, penampilan
diri yang tidak adequat dan ketidakmampuan menyalurkan marah secara konstruktif.
3. Setelah dibuat rencana tidakan yang kemudian diimplementasikan, dari evaluasi terhadap klien
diketahui klien mangalami kemajuan. Beberapa masalah dapat diselesaikan walaupun hasil yang didapat
belum optimal., seperti : klien sudah dapat berinteraksi dengan klien lain dan perawat, halusinasi dapat
terkontrol, penampilan diri cukup adequat dan dapat menyalurkan marah secara konstruktif.
4. Beberapa kendala yang ditemui dan menghambat pengoptimalan tindakan keperawatan yang
diberikan antatara lain : waktu interaksi yang terbatas, kurangnya kontuinitas tindakan, ketidakseragaman
tindakan yang diberikan antara sesama perawat maupun tim kesehatan lainnya, fasilitas ( sarana dan
prasarana ) yang kurang mendukung, serta kurangnya support sistem dari lingkungan terutama
keluarganya.

B. SARAN.
Penulisaaan makalah keperawaan ibu D, bukan merupakan akhir dari tugas keperawatan jiwa, melainkan
langkah awal dalam peningkatan asuhan keperawatan, oleh karena itu disarankan :
1. Pemberian asuhan keperawatan terhadap ibu D dapat dilanjutkan sesuai dengan apa yang tertera
dalam rencana tindakan, atau modifikasi berdasarkan masalah klien.
2. Perbanyak waktu interaksi dengan klien dan isi hubungan dengan tindakan (komunikasi dan perilaku )
yang terapeutik.
3. Lakukan tindakan keperawatan secara berkesinambungan, sambil senantiasa dievaluasi respon yang
didapat dari klien. Berikan tindakan sesuai dengan respon klien / masalah klien.
4. Upayakan keseragaman persepsi dan tindakan dalam memberikan asuhan kepearawatan, baik antar
sesama perawat maupun dengan tim kesehatan lainnya.
5. Memodifikasi fasilitas untuk mendukung tindakan keperawatan yang diberikan misalnya, memfasilitasi
mandi, mencuci baju sendiri dan mengeringkannya, melakukan terapi aktifitas kelompok, dan lain-lain.
6. Memotivasi terus keluarga serta melibatkannya dalam asuhan keperawatan yang diberikan.

BAB III
Proses Terjadinya Masalah.
Gangguan hubungan sosial merupakan gangguan kepribadian yang tidak fleksibel, respon sosial yang
maladaptitf yang mengganggu fungsi seseorang dalam melaksanakan hubungan sosial ( Rawlins’ l993 ).
Gangguan hubungan sosial meliputi : curiga, manipulasi , ketergantungan pada orang lain, gangguan
komunikasi dan menarik diri. Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa maka didapatkan bahwa masalah
keperawatan yang dijumpai pada klien Ibu D. adalah menarik diri.
Menarik diri adalah suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung ( Dirjen Keswa, l983 ). Seorang yang cenderung mengembangkan perilaku
menarik diri menunjukkan perilaku seperti : menyendiri, menolak berbicara dengan orang lain, kurang
berpartisipasi dalan aktifitas, perasaan malas, perasaan gagal karena tidak mampu melakukan sesuatu
yang berarti, sulit membuat keputusan, pola tidur memanjang dan mengisolasi diri ( Dirjen Keswa, l983 ).
Dari pengkajian terhadap Ibu D. perilaku menarik diri ditunjukkan dengan perilaku menyendiri, banyak
tiduran di tempat tidur, melamun , kurang inisiatif dan kurang berpartisipasi dalam pembicaraan,
menjawab pertanyaan perawat seperlunya saja dengan satu-dua patah kata, kurang berpartisipasi dalam
kegiatan ruang perawatan dan kurangnya perhatian pada penampilan diri atau kebersihan dirinya
.
Cara berpikir klien menarik diri dapat tiba-tiba terhambat atau tidak mampu berpikir. Tidak adanya
rangkaian cara berpikir ini menyebabkan timbulnya inkoherensi dalam proses berpikir . Gangguan proses
pikir ini dapat ditandai dengan adanya halusinasi dan waham (Dirjen Keswa,l983 ). Halusinasi adalah
persepsi terhadap stimulus ekstrenal tanpa adanya stimulus yang diberikan ( Rawlins , l993 ). Halusinasi
dapat berupa halusinasi dengar, lihat, penciuman, raba dan kecap.Dari hasil pengkajian pada Ibu D.
didapatkan bahwa ibu D.mengalami halusinasi dengar yang ditunjukkan dengan bicara atau tertawa
sendiri, tanpa adanya orang lain yang di ajak bicara,sambil memasang telinga dan memandang ke satu
arah dengan tatapan tajam.
Gangguan proses pikir lain adalah waham yaitu suatu pikiran yang salah karena bertentangan dengan
kenyataan. Namun pada Ibu D. belum dijumpai tanda-tanda ini.

Umumnya proses pikir klien menarik diri tidak adekuat, tidak sesuai dan apatis., kadang-kadang klien
menunjukkan ketegangan yang berlebihan yang tiba-tiba. Pada saat kecemasan memuncak ( excited )
tingkah lakunya dapat eksploitatif yang secara tiba-tiba ia dapat menyerang lingkungan atau melukai
dirinya. Pada diri Ibu D. didapatkan perilaku amuk ini di rumah berdasarkan informasi keluarga yaitu saat
ia sedang menonton televisi dengan adegan perkelahian atau kekerasan tiba-tiba klien mengamuk,
memecahkan barang rumah tangga dan menyerang /memukuli ibunya. Dengan alasan inilah keluarga
baru membawa klien untuk dirawat di rumah sakit jiwa. Tetapi selama di rumah sakit klien tidak
menunjukkan perilaku ini. Walaupun demikian pada klien ini tetap mempunyai potensi untuk terjadinya
amuk .

Munculnya perilaku menarik diri tidak lepas dari adanya faktor predisposisi yakni masa tumbuh kembang
teruama pada usia bayi ( 0-1 tahun ) masa pembentukan trust dan mistrust. Namun pada diri ibu D. masa
ini dilalui dengan baik , ia medapat perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Konflik yang
terjadi pada Ibu D mulai tampak setelah ayahnya meninggal, yakni pada usia klien 9 tahun di tambah
adanya suasana komunikasi dalam keluarga yang kurang terbuka. Pada usia puber ( usia 16 tahun )
klien menikah dengan laki-laki yang sebenarnya tidak dicintainya. Faktor psikologis lain adalah kebiasaan
klien menutup diri, jarang mengungkapkan perasaan pada orang lain baik pada ibu maupun pada
kakaknya.

Faktor pencetus munculnya perilaku menarik diri pada Ibu D. disebabkan oleh adanya stress yang berat
di mana klien mengalami kegagalan dalam berumah tangga . Ia sering dimarahi dan dipukuli suaminya
oleh karena alasan ringan seperti tidak dapat memasak enak atau terlambat pulang dari pasar. Setelah
klien mengalami gangguan jiwa suaminya kemudian menceraikannnya.

Dalam upaya mengoptimalkan keefektifan proses terapi yang diberikan faktor keluarga sangat
menentukan. Kurangnya support system keluarga, ketidaksiapan keluarga seperti ketidakmampuan
keluarga merawat klien menarik diri serta lingkungan sosial yang tidak mendukung dapat meningkatkan
kondisi menarik diri dan meningkatkan resiko kambuh bila klien sudah memungkinkan untuk dipulangkan.
Dengan demikian keterlibatan dan keikutsertaan keluarga diperlukan sejak awal masuk rumah sakit.
Pada klien Ibu D, didapatkan adanya support system tetapi kurang adekuat yakni keluarga menjenguk
klien tiap 10 hari sekali , namun keluarga tidak memahami penyebab gangguan jiwa klien dan tidak
mampu merawatnya. Untuk itu selama perencanaan dan intervensi keperawatan klien keluarga telah
dilibatkan . Namun lingkungan sosialnya belum dapat dikaji lebih lanjut sehingga klien masih tetap
mempunyai potensi kambuh. Untuk intervensi ini perawat belum bisa melakukannya mengingat waktu
yang tersedia.

C. PROBLEM TREE ( Pohon Masalah )

Penampilan diri tidak adekuat Potensial Amuk

Kurang minat dlm kebersihan diri Pengungkapan Efek


marah yang tidak
Menarik Diri konstruktif

CURIGA Core Problem

Harga Diri Rendah Causa

Konflik Sibling
Kehilangan berkepanjangan

Lampiran
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

I. Identitas Klien
Nama klien
Umur
Jenis kelamin
Suku
Status
Pekerjaan
Agama
Alamat

MRS
Postur tubuh

Penampilan

Kebiasaan

Informasi : Nn.G..
: 47 Tahun
: Perempuan.
: Tionghoa.
: Gadis.
: Tidak bekerja
: Budha.
: Gg.Darmawan V. No. 3a Rt 04/Rw 04 Karang Anyar Jakarta Pusat..
: 1978.
: Klien tampak kurus, TB: 160 cm, BB: 52 kg,

Rambut pendek beruban,tidak pernah sisiran,banyak ketombe ,gigi kuning sudah banyak yang
tanggal.,kuku panjang dan kotor,tidak pernah pakai sandal.,pakaian jarang ganti.
:
Sering menyendiri di lantai dekat tempat tidur sambil merokok,suka bersih-bersih,(kamar
mandi,ruangan),cuci piring.
: Klien, keluarga dan perawat ruangan serta status klien.

II. Persepsi dan harapan klien / keluarga


a. Persepsi klien tentang masalah
Klien mengatakan bahwa dia merasa kesal dengan saudara-saudaranya,klien dirumah kerjaannya hanya
bersih-bersih got rumahnya,sedangkan saudaranya enak-enak saja (setiap klien berceritra tentang
dirumahnya ),nada suaranya agak meninggi dan menangis dan langsung nangisnya berhenti juga. Klien
sering mengatakan ingin pulang.

b. Persepsi keluarga tentang masalah


Keluarga mengatakan mungkin klien tidak akan sembuh lagi. Dari anggota keluarga nya tidak ada yang
sakit jiwa seperti klien

c. Harapan klien tentang pemecahan masalah


Klien ingin sembuh, ingin sehat jasmani dan rohani. Klien ingin pulang seperti keluarganya yang lain
,tidak dirumah sakit terus.

d. Harapan keluarga tentang pemecahan masalah


Keluarga menginginkan klien sembuh dari sakitnya,tidak marah-marah terus bila dirumah,apalagi
ngamuk,ingin perilakunya seperti orang sehat pada umumnya.Keluarga mengatakan kalau memang
belum sembuh biar saja di rumah sakit dulu ,karena keluarga tidak bisa mengatasi dan membuat
keluarga/lingkungannya terganggu.atur minum obat, makanan secara teratur dan latihan bekerja.

III. Pengkajian Psikologis


a. Status emosi
Suasana hati yang menonjol adalah tampak purtus asa, menyendiri, melamun, tiduran di tempat tidur.
Jarang berkomunikasi dengan klien lain.
Ekspresi muka tampak datar. Bila klien marah atau tersinggung oleh orang lain, klien lebih suka diam dan
menekan perasaan itu sendiri. Meskipun klien pernah membanting piring dan gelas saat marah karena
disuruh oleh roh halus. Saat berinteraksi, klien mampu menjawab pertanyaan perawat meskipun dengan
jawaban singkat.

b. Kosep diri
roh halus yang membisik telinganya. Klien juga mengatakan ia juga sering menyendiri, diam diri di kamar,
malas berbicara dengan keluarga. Kemudian keluarga membawa ke rumah Klien tidak ingin pulang dari
RSJ karena merasa sulit menghindari roh-roh halus atau setan yang selalu mengganggunya. Dari pada
di rumah kambuh, lebih baik di rumah sakit. Klien merasa tidak dapat bekerja karena ijasahnya hanya
SD. dan klien merasa sulit mencari kerja.
Klien mengatakan mungkin saya sampai mati di RSJ saja.
Aspek konsep diri klien S. dimana tentang gambaran diri; klien memandang dirinya sebagai manusia
yang apa adanya, harga diri klien ; klien mengatakan dirinya hanya lulus SD dan tidak mampu melakukan
sesuatu pekerjaan; identitas klien jelas dan klien tahu akan identitasnya; ideal diri klien ingin supaya
sembuh dan sehat kembali; sedangkan peran nya, klien mengatakan tidak mempunyai peran dalam
kehidupan baik pada diri sendiri ataupun keluarganya.

c. Gaya komunikasi
Klien berbicara secara berhati-hati, tidak meloncat-loncat dari satu topik ke topik yang lain. Klien
memberikan informasi dengan jelas jika diberikan pertanyaan oleh perawat. Jarang balik memberikan
pertanyaan. Ekspresi nonverbal saat berionteraksi yaitu datar, kadang-kadang kontak mata, kadang-
kadang melihat ke depan.

d. Pola interaksi
Klien jarang berinteraksi dengan klien lain dan perawat. Klien lebih suka tiduran di tempat tidur serta
melamun. Didalam berinteraksi klien lebih suka diam, mendengarkan pembicaraan orang lain atau
melamun. Klien lebih mengharapkan kedatangan keluarganya.
Di rumah klien tidak terbuka kepada anggota keluarga. Bila menghadapi masalah tidak pernah
diungkapkan pada keluarga melainkan disimpan sendiri.

e. Pola pertahanan
Bila mengatasi situasi yang sangat menekan atau sedih, klien lebih suka berdiam diri di kamar, melamun,
menekan rasa marahnya. Tetapi klien pernah membanting piring, gelas. Klien mengatakan tidak
mengetahui cara-cara untuk mengatasi masalahnya.

IV. Pengkajian sosial


a. Pendidikan dan pekerjaan :
Pendidikan terakhir sebagai siswa SMP. Klien pernah bekerja di Kosipa selama 3 tahun, kemudian keluar
karena bosan. Kemudian pindah ke bengkel bubut di Ancol selama 1 tahun, karena merasa capek, klien
keluar dan saat ini menganggur.
Klien mengatakan lebih senang tinggal di rumah sakit dari pada di rumah, karena tidak tahu apa yang
dapat dikerjakan di rumah dan kadang-kadang malah membuat klien S menyendiri di kamar.

b. Hubungan sosial
Klien jarang menyampaikan perasaannya kepada teman-temannya. Klien tidak mempunyai teman dekat.
Dirumah klien juga jarang berbicara dengan saudara-saudaranya. Di rumah sakit klien suka tiduran,
bengong, melamun di kamar, jarang berbicara dengan pasien lain.

c. Faktor sosial budaya


Klien beraghama Islam, sebelum MRS klien rajin menjalankan sholat lima waktu, mengaji, sedangkan
selama MRS klien tidak melakukan sholat lima waktu ataupun kegiatan rohani lainnya yang diadakan di
rumah sakit pada setiap hari kamis, klien S. selalu dipaksa baru mulai terlibat dan selalu diawasi dalam
mengikuti kegiatan ini.
Sumber keuangan klien dari saudaranya. Penghasilan keluarga setiap bulan kurang lebih 1,5 juta.

d. Gaya hidup
Sebelum sakit ( 10 tahun) yang lalu klien tinggal bersama ibu dan isterinya di Pekalongan. Klien
menghabiskan waktunya untuk bekerja di sawah.

V. Pengkajian Keluarga
Genogram
Klien selama ini tinggal dengan adiknya Ny. S. 37 tahun yang telah bersuami dan telah memiliki 3 orang
anak. Klien paling dekat dengan adiknya (Ny.S.) sedangkan ibu klien tinggal di Pekalongan. Meskipun
klien menikah hanya berlangsung selama 3 bulan, karena istrinya hanya menginginkan hartanya saja,
lalu meninggalkannya.

VI. Pengkajian Kesehatan Fisik


A. Masalah kesehatan yang lalu dan sekarang
1. Penyakit dan perawatan di rumah sakit yang lalu
Tahun 1988 pernah dirawat di RSU Pekalongan karena mengalami kecelakaan pada saat mengendarai
sepeda motor milik temannya, kemudian tangannya dioperasi.

2. Penyakit sekarang
Tanggal 17 April 1997 klien mengatakan tenggorokan gatal, serak dan batuk-batuk. Pemeriksaan fisik :
Berat Badan: 47 kg; Tinggi Badan: 170 cm; Nadi: 80 x / menit; Suhu : 36,5  Celsius; Tekanan Darah :
100 / 70 mmhg; Pernapasan : 20 x / menit.

3. Pengobatan sekarang
Ampicilin 3 x 500 mg

4. Alergi
Klien tidak ada riwayat alergi / gatal-gatal terhadap makanan atau obat-obatan.

B. Kebiasaan sekarang
1. Penampilan diri
Penampilan klien ; kulit kotor, rambut kotor dan tidak disisir, gigi kotor, pakaian kusut dan tidak rapih,
serta kuku panjang dan hitam / kotor. Mandi sehari sekali, mencuci rambut seminggu sekali, jarang sikat
gigi, ganti pakaian dua hari sekali. Sikap tubuh agak bungkuk (seperti kifosis)

2. Rokok
Klien merokok, kadang-kadang sehari habis 2 batang.
3. Minuman keras
Klien mengatakan tidak pernah meminum minuman keras, seperti yang mengandung alkohol.

4. Pola tidur
Klien mengatakan sulit tidur karena sering diganggu oleh roh-roh halus serta klien jarang tidur siang.
5. Pola makan
Klien makan tiga kli sehari menghabiskan porsi yang diberikan, tetapi kadang-kadang harus sedikit
karena perutnya mual. Klien makan bersama-sama temannya.

6. Pola eliminasi
B.a.b. 1 - 2 hari sekali, b.a.k. 6 - 7 kali sehari
Klien tidak menggunakan obat laxansia.

7. Tingkat aktifitas
Peran serta dalam aktifitas jarang karena klien lebih suka melamun, tiduran di dalam kamar. Selama
MRS klien sering diajak untuk mengikuti kegiatan di ruangan seperti; menyapu, mengepel dan mengelap
kaca. Sedangkan selama di rumah klien jarang diajak atau di libatkan untuk melakukan kegiatan aktifitas
sehari-hari karena dianggap tidak mampu untuk mengerjakannya.

8. Tingkat energi
Klien tampak malas, dan tiduran terus.

VIII Status atau Keadaan Mental


A. Kebenaran data:
Klien tampaknya hati-hati, jujur dalam memberikan informasi.
Semua informasi yang diberikan oleh klien sesuai dengan apa yang disampaikan oleh keluarganya saat
melakukan kunjungan rumah.

B. Status sensorik:
Penglihatan

Pendengaran

Penciuman
Pengecapan
Perabaan : Kadang-kadang berkunag-kunang, secara umum : : fungsinya baik.
: Klien sering mendengan suara-suara seperti ada: : rintihan adiknya yang dibunuh orang.
: Tak ada kelainan
: Tak ada kelainan
: Tak ada kelainan

C. Status persepsi
Klien mendengarkan suara-suara yang membisik di telinganya.
Klien sering berbicara sendiri, senyum sendiri karena mendengar sesuatu.

D. Status motorik
Motorik kasar:
Klien berjalan, berpakaian, dan berbicara masih terkontrol
Motorik halus :
Klien mampu menulis, menggenggam sesuatu, memasukan kancing ke dalam
lubang kancing tanpa tremor.

E. Afek
Emosi yang ditunjukan sesuai dengan apa yang diungkapkan.
Misalnya jika klien menceritakan hal-hal yang lucu, klien turut tertawa.

F. Orientasi
Klien mengenal orang yang ada disekitarnya. Klien mengetahui berada di RSJ
Klien mengetahui tentang waktu.

G. Ingatan
Klien kurang dapat berpikir secara rasional. Contoh: Ketika ditanya sebab
kecekaaan 10 tahun yang lalu, klien mengatakan ada sesuatu yang mendorong
sepeda motornya kemudian tabrak mobil.

H. Daya tilik diri (insigt)


Klien mengetahui penyebab di rawat di RSJ karena klien sering diam, melamun
atau melempar gelas, piring, mendengar suara-suara.

VIII. Diagnosa Medik


Szchizophrinea tak tergolongkan

Program pengobatan medik:


 Trizine 5 mg, 3x sehari
 Artan 2 mg, 3x sehari
 Chlorpromazine 100 mg, 3x sehari

ANALISA DATA
KLASIFIKASI DATA MASALAH
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
• Sering tiduran diu tempat tidur dan jarang berbicara dengan klien lain atau perawat.
• Bila berinteraksi klien lebih suka diam dan mendengar pembicaraan.
• Jarang membicarakan masalahnya dengan orang lain
• Kalau sembuh mau ngapain ijasah saya hanya SD
Data Obyektif:
• Klien sering tiduran, bengong di tempat tidur, melamun
• Klien sering tampak putus asa.

Gangguan hubungan sosial : menarik diri

Data Subyektif :
Klien mengatakan :
• Sering mendengar suara-suara, terutama kalau sedang melamun, bengong dan menjelang tidur.
• Saya dibawa ke rumah sakit karena saya membanting gelas, piring, barang-barang lainnya karena
disuruh oleh roh halus.
• Bolehkah berteman dengan roh halus karena ia yang sering mengajak saya berbicara.

Data Obyektif:
• Klien tampak mendengarkan sesuatu bila tiduran di tempat tidur
• Klien sering tersenyum sendiri, mulut komat-kamit

Potensial melukai diri sendiri dan orang lain.


Data Subyektif:
Klien mengatakan :
• Dibawah ke rumah sakit karena di rumah kliem membanting piring, gelas dan barang lain.
• Jika kesal atau marah suka berdiam diri dalam kamar
• Klien tidak mengetahui cara mengatasinya
Potensial marah yang destruktif
Data Subyektif:
Klien mengatakan :
• Klien mandi sekali sehari, kadang-kadang dua hari sekali, mencuci rambut seminggu sekali.
• Malas untuk mandi, mencuci rambut, memotong kuku, menggosok gigi.
Data Obyektif:
• Kulit agak kotor
• Rambut kotor ,tidak disisir
• Gigi kotor
• Pakaian kusut
• Kuku panjang dan hitam
• Klien banyak tiduran di tempat tidur
Jarang melakukan aktifitas termasuk
Gangguan kebersihan diri.
BAB V
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini akan diuraikan sejaumana keberhasilan tindakan keperawatan secara teoritis
yang telah diaplikasikan terhadap klien S. Proses terjadinya halusinasi dengar pada klien S. sejalan
dengan fase-fase atau tahap-tahap dalam teori halusinasi, yaitu dimulai dengan klien sering menyendiri,
melamun, pemikiran internal menjadi lebih menonjol seperti gambaran suara dan sensasi, klien berada
pada tingkat listening disusul dengan halusinasi lebih menonjol. Klien menjadi lebih terbiasa dan tidak
berdaya pada halusinasi, dimana halusinasi memberikan kesenangan dan rasa aman sementara, dan
ahhirnya halusinasi berubah menjadi mengancam.
Adapun tindakan keperawatan pada klien halusinasi dengar salah satunya adalah tidak menyangkal dan
tidak mendukung. Setelah diaplikasikan pada klien S ternyata teori tersebut dapat diterima oleh klien.
Klien dapat menerima realita bahwa suara-suara tersebut hanya didengar oleh klien, sedangkan orang
lain tidak mendengar. Dalam teori tindakan halusinasi dengar harus dilakukan kontak yang sering dan
singkat dengan tujuan untuk memutuskan stimulus interna, setelah diaplikasikan pada klien S, ternyata
kontak sering dan singkat setiap 20 menit selama 3-5 menit klien mengeluh merasa capek kemudian
kami lakukan modifikasi dengan melakukan kontak setiap 1 jam selama 10 menit, dan hasilnya lebih baik.
Stimulasi internal dapat terputus dan klien tidak merasa kelelahan. Disamping melalui kontak yang sering
dan singkat, didukung juga oleh kegiatan yang dilakukan secara rutin di ruangan dengan melibatkan klien
dalam pembuatan jadwal kegiatan sehari-hari. Hasil akhir halusinasi dengar klien S yang semula
didengar pada pagi, siang, sore dan malam hari, sekarang hanya didengar pada malam hari ketika
menjelang tidur.
Terapi aktifitas kelompok: sosialisasi dan gerak (senam dan bermain volley) yang telah dilakukan pada
klien S, sangat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi klien, terutama pada masalah menarik
diri dan halusinasi dengar. Melalui kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) tersebut klien mampu
berhubungan dengan orang lain dan mampu memutuskan stimulus internal.
Didalam menyelesaikan masalah klien tentang tidak tahu cara mengungkapkan marah yang konstruktif,
kelompok menerapkan konsep cara mengungkapkan marah yang konstruktif yaitu mendorong klien untuk
mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien marah, cara-cara mengekspresikan marah yang
dilakukan selama ini, berdiskusi dengan klien tentang cara mengungkapkan marah yang destruktif dan
konstruktif. Setelah tika kali pertemuan, hal ini dapat membantu klien dalam mengekspresikan marah
secara konstruktif. Klien juga dapat mengerti tanda-tanda marah dalam dirinya, klien dapat
mendemostrasikan cara mengungkapkan marah yang konstruktif.
Pada klien dengan halusinasi dengar, muncul masalah gangguan kebersihan diri. Tetapi dengan tindakan
yang selalu mengingatkan klien atau membuat jadwal kegiatan yang teratur membantu klien untuk
memelihara kebersihan dirinya.
Dari lima diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien S. (satu diagnosa keperawatan pada
keluarga) yang dapat terselesaikan ada tiga diagnosa keperawatan, yaitu masalah tentang menarik diri,
tidak tahu cara mengungkapkan marah secara konstruktif dan gangguan kebersihan diri.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah membandingkan teori dan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien S dengan halusinasi
dengar, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan melakukan kontak yang sering dan singkat disertai dengan tidak mendukung dan tidak
menyangkal apa yang diungkapkan klien dapat membantu memutuskan siklus halusinasi klien dan
mempercepat orientasi klien pada realita.
2. Terapi akitifitas kelompok : sosialisasi dan gerak merupakan bentuk terapi kelompok yang dapat
membantu menyelesaikan masalah halusinasi dengar dan menarik diri.
3. Cara mengungkapkan marah yang kostruktif sangat diperlukan pada klien halusinasi dengar,
khususnya isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancah.

Dari kesimpulan di atas dapat kami memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Dalam memberikan asuhan keperawatan klien dengan halusinasi dengar, hendaknya dilakukan kontak
yang sering dan singkat dengan memodifikasi berdasarkan kemampuan dan kebutuhan klien. Selain itu
tidak mendukung dan tidak menyangkal isi halusinasinya.
2. Terapi aktifitas kelompok (TAK) hendaknya dilakukan secara rutin dan teratur karena merupakan sustu
terapi yang dapat mempercepat proses penyembuhan. (dapat memutuskan stimulus internal klien
dengan memberikan stimulus eksternal).
3. Klien dengan halusinasi dengar hendaknya diajarkan cara-cara marah yang konstruktif, terutama bila
isi halusinasinya bersifat menyuruh, mengejek dan mengancam agar tidak membahayakan diri sendiri,
orang lain atau lingkungan.
Diposkan oleh el suetopoe di 13:17
c

Anda mungkin juga menyukai