Referat Anestesi
Referat Anestesi
Pembimbing :
Diajukan Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
1
REFERAT
Diajukan Oleh :
, S.Ked J
, S. Ked J
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada
Pembimbing :
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. i
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas ibu dan bayi yang tertinggi di Indonesia. Preeklampsia adalah
suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme, peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang
ditandai adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.8
Preeklampsia terjadi pada 5% sampai 9% dari semua kehamilan
meskipun prevalensi berbeda-beda ditiap Negara. Di United States, 7%-
10% wanita menderita preeklampsia, di Singapura 0,13-6,6%, sedangkan
di Indonesia 3,4- 8,5% dan ini menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas ibu dan neonatus . Antara tahun 1979 dan 1986 insidensi
preeklampsia rneningkat dari 2,4 per 1000 persalinan, menjadi 5,2 per
1.000 persalinan di USA. Pada penelitian terhadap 40.124 kelahiran yang
berkaitan dengan kematian ibu setelah kehamilan 20 minggu di USA
antara 1979 dan 1992. Telah dilaporkan bahwa rata-rata kematian ibu
karena preeklampsia atau eklampsia adalah 1.5 kematian dari 100.000
kelahiran hidup.7
Berdasarkan Center for Disease Control and Prevention (CDC)
lebih dari 700.000 orang menjalani sectio caesaria yang pertama dan
400.000 wanita menjalani sectio caesaria berulang tiap tahun. Jumlah total
sectio caesaria adalah 29% selama tahun 2004. Wanita dengan
preeklampsia menunjukkan peningkatan untuk dilakukan pengakhiran
kehamilan dengan sectio caesaria, dalam satu penelitian didapat 83% yang
didiagnosis preeklampsia menjalani sectio caesaria.6,7
Beberapa pasien yang memerlukan tindakan sectio caesaria
tentunya memerlukan penatalaksanaan anestesi. Dalam hal melakukan
tindakan sectio caesaria pada pre eklampsia, tentunya terdapat risiko
4
dalam bidang anestesi sehingga perlu pemahaman para ahli anestesia
dalam manajemen selama periode perioperatif. Periode perioperatif
dimulai dari hari dimana dilakukannya evaluasi prabedah, dilanjutkan
periode selama pembedahan sampai pemulihan pasca bedah.1,2
B. Rumusan Masalah
Bagaimana management anestesi umum pada pasien preeklamsia
berat?
C. Tujuan
Mengetahui management anestesi umum pada pasien preeklamsi
berat?
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pre Eklampsia
1) Definisi
Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi
kehamilan yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai
proteinuria akibat kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau
segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu
bila terjadi penyakit trofoblastik.8
2) Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui
dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang
mampu memberi jawaban yang memuaskan tentang penyebabnya
sehingga disebut sebagai “penyakit teori”. Teori yang dapat diterima
harus dapat menerangkan hal-hal sebagai berikut: 7,8
a. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan
ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
b. Sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
c. Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin intrauterin.
d. Sebab jarangnya ditemukan kejadian preeklampsia pada kehamilan
berikutnya.
e. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
6
Untuk memenuhi kebutuhan kehamilan maka jalan yang paling
mungkin adalah membesarkan diameter arteri. Pada wanita hamil,
pembesaran diameter arteri spiralis meningkat 4-6 kali lebih besar
daripada arteri spiralis wanita tidak hamil, yang akan memberikan
peningkatan aliran darah 10.000 kali dibandingkan aliran darah wanita
tidak hamil. Maka kemampuan melebarkan diameter arteri spiralis ini
merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan kehamilan. Hasil
akhir dari perubahan fisiologis yang normal adalah arteri spiralis yang
tadinya tebal dan muskularis menjadi lebih lebar berupa kantung yang
elastis, bertahanan rendah dan aliran cepat, dan bebas dari kontrol
neurovascular normal, sehingga memungkinkan arus darah yang
adekuat untuk pemasokan oksigen dan nutrisi bagi janin.8
Pada preeklampsia terjadi defisiensi plasentasi. Terjadi kegagalan
pada invasi trofoblas, sehingga ‘perubahan fisiologis’ pada arteri
spiralis tidak terjadi. Perubahan hanya terjadi pada sebagian arteri
spiralis segmen desidua, sementara arteri spiralis segmen miometrium
masih diselubungi oleh sel-sel otot polos. Selain itu ditemukan pula
adanya hyperplasia tunika media dan thrombosis. Garis tengah arteri
spiralis 40% lebih kecil dibandingkan pada kehamilan normal, hal ini
menyebabkan tahanan terhadap aliran darah bertambah dan pada
akhirnya menyebabkan insufisiensi dan iskemia.7
7
prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan meningkatnya karena
solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi terjadi antepartum
dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% )
eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga.6,7
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan dan 12 % pada kehamilan primigravida. Lebih banyak
dijumpai pada primigravida daripada multigravida terutama
primigravida usia muda.
Faktor risiko preeklampsia adalah:
a) Nullipara
b) Kehamilan ganda
c) Obesitas
d) Riwayat keluarga preeklampsia – eklampsia
e) Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
f) Diabetes mellitus gestasional
g) Adanya trombofilia
h) Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
4) Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah
adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air.
Spasme arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah
dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya
merupakan usaha mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi
jaringan dapat tercukupi. Peningkatan berat badan dan oedema yang
disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial
belum diketahui sebabnya. Pada preeklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi daripada
kehamilan normal. Aldosteron penting mempertahankan volume
plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat.7,8
8
a) Perubahan Kardiovaskuler
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena
vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol,
mungkin akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau
menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin
serta noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat
vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya produksi vasodilator atau
prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester ketiga akan terjadi
peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah sebelum hamil.
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi
pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat
pada malam hari.7
b) Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada
preeklampsia. Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu
tapi pada derajat mana hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada
keadaan berat mungkin tidak dijumpai adanya oedem. Bahkan jika
dijumpai oedem interstitial, volume plasma adalah lebih rendah
dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi hemokonsentrasi.
Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan volume
plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi.7
c) Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia
dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya
dengan wanita yang melahirkan BBLR.
d) Aliran Darah di Organ-Organ
- Aliran darah di otak
Pada preeklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang
20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak
yang mungkin merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya
kejang pada preeklampsia maupun perdarahan otak.
9
- Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering
menjadi pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus
darah efektif ginjal rata-rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi
600ml/menit) dan filtrasi glomerulus berkurang rata-rata 30% (dari
170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada
kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada sedikit kasus
dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. Plasenta ternyata
membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin
perfusi plasenta yang adekuat. Pada kehamilan normal renin
plasma, angiotensinogen, angiotensinogen II dan aldosteron
semuanya meningkat nyata diatas nilai normal wanita tidak hamil.
Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya kadar
progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek
progesteron diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron,
namun keseimbangan ini tidak terjadi pada preeklampsi. Sperof
(1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya preeklampsia adalah
iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak seimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi
darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi
uterus, akan dihasilkan lebih banyak renin uterus yang
mengakibatkan vasokonstriksi dan meningkatnya kepekaan
pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan
vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai
mekanisme kompensasi dari hipoperfusi uterus.6
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal
menurun pada preeklampsi tapi karena hemodinamik pada
kehamilan normal meningkat 30% sampai 50%, maka nilai pada
preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai wanita tidak
hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadang
10
beberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan
hiperuricemia dapat merupakan gejala awal. Dijumpai pula
peningkatan pengeluaran protein, biasanya ringan sampai sedang,
namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar sindrom
nefrotik pada kehamilan.6
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein
urin adalah bagian dari lesi morfologi khusus yang melibatkan
pembengkakan sel-sel intrakapiler glomerulus, yang merupakan
tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia.
- Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah
perubahan patofisiologi terpenting pada preeklampsi, dan mungkin
merupakan faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang
disayangkan belum ada satupun metode pengukuran arus darah
yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.
- Aliran darah paru
Kematian ibu pada preeklampsi dan eklampsi biasanya oleh
karena edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis.
- Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah.
Bila terjadi hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB.
Gejala lain yang mengarah ke eklampsia adalah skotoma, diplopia
dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
dalam retina.8
e) Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk
sementara, asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi
selesai, zat-zat organik dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu
bereaksi dengan karbonik dengan terbentuknya natrium bikarbonat.
Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. 5
11
5) Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia yaitu hipertensi
dan proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti oedema, sakit kepala,
gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan
tersebut biasanya sudah berat.6,7
1. Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsi adalah vasospasme
arteriol, sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal
yang paling bisa diandalkan adalah peningkatan tekanan darah.
Tekanan diastolik mungkin merupakan tanda prognostik yang lebih
andal dibandingakan tekanan sistolik, dan tekanan diastolik sebesar
90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
3. Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya
suatu penyebab fungsional (vasospasme) dan bukannya organik.
Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya minimal atau
12
tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus yang paling berat,
proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan
hipertensi dan biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat
badan yang berlebihan.
4. Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering
terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering
terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh
dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang
mengalami serangan eklampsi, nyeri kepala hebat hampir
dipastikan mendahului serangan kejang pertama.
5. Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan
keluhan yang sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat
menunjukan serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini
mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat oedem
atau perdarahan.
6. Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan
sebagian atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan
perdarahan ptekie pada korteks oksipital.
6) Klasifikasi
Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeklampsia adalah
adanya hipertensi dan proteinuria. Kriteria lebih lengkap digambarkan
oleh Working Group of the NHBPEP ( 2000 ) seperti digambarkan
dibawah ini:
13
Disebut preeklamsi ringan bila terdapat:
14
7) Penatalaksanaan
Pada dasarnya penangan preeklampsi terdiri atas pengobatan
medik dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan
untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu sebelum janin
mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup
diluar uterus.7,8
Tujuan pengobatan adalah :
- Mencegah terjadinya eklampsi.
- Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
- Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
- Mencegah hipertensi yang menetap.
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di
rumah sakit ialah:
- Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
- Proteinuria 1+ atau lebih.
- Kenaikan berat badan 1,5kg/lebih dalam seminggu yang berulang.
- Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
15
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada
tanda-tanda impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda
gawat janin, usia janin 35 minggu atau lebih dan kegagalan
penanganan konservatif. Yang dimaksud dengan impending eklampsia
adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala: nyeri kepala
hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
kenaikan tekanan darah progresif.8
Terapi medikamentosa:
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-
tanda impending eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan
penanganan konservatif. Medikamentosa: sama dengan penanganan
16
aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada tanda-tanda preeklampsia
berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah 24 jam tidak ada
perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan
oksigen dengan nasal kanul 4-6 L/menit.
Dosis awal :
2gr Mg SO4 intravena , (40 % dalam 10 cc) diberikan dalam
waktu 10 mnt, cara 5ml MgSO4 40% (= 2g MgSO4) + 5ml
Dextrose 5% bolus pelan 10mnt
17
Dosis Rumatan: 1g/jam MgSO4 diberikan selama 24 jam, cara:
18
B. PEMILIHAN TEKNIK ANESTESIA
19
Apapun teknik anestesia yang dipilih, harus diingat bahwa
meskipun persalinan adalah terapi untuk preeklampsia, pada periode post
partum perubahan kardiovaskular, cardiac output dan status cairan, harus
tetap dimonitor.3 Target anestesi pasien dengan preeklamsia berat meliputi:
20
cricotiroid Intubasi dilakukan bila jalan nafas tidak dapat
dipertahankan bebas, terjadi kejang yang lama atau regurgitasi.
Setelah tindakan pertama dilanjutkan dengan penanganan terhadap
kejang dan menurunkan tekanan darah.
Kejang dapat diatasi dengan thiopental atau diazepam. Pilihan obat
anti kejang adalah obat yang tidak mengganggu neurologis. Pada
preeklampsia kejang dapat dicegah dengan pemberian magnesium
sulfat. Stabilisasi, monitoring fungsi vital, dan evaluasi gejala
neurologis yang teratur dapat mengurangi penyulit yang mungkin
terjadi pada ibu akibat persalinan dan anestesia.3,4
2) Pemberian cairan
Pasien dengan preeklampsia murni cenderung untuk
mempertahankan tekanan darahnya meskipun adanya blokade regional.
Jika hal ini terjadi maka loading cairan tidak mutlak dilakukan dan
dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan. Dengan demikian,
loading cairan pada preeklampsia seharusnya tidak dilakukan sebagai
profilaksis atau secara rutin, namun harus selalu dipertimbangkan dan
dilakukan secara terkontrol. Hipotensi jika terjadi dapat diberikan
cairan koloid, dan dimonitoring ngengan menggunakan CVP. Pada
pasien preeklampsia kebutuhan cairan pada bedah Caesar harus
dipertimbangkan dengan hati-hati dan pemberian cairan lebih dari 500
ml, kecuali untuk menggantikan kehilangan darah, semestinya
dilakukan dengan hati-hati.4,5
21
3) TATALAKSANA ANESTESI
Penanganan preeklampsia berat dan eklamsia dalam bidang obstetri
sama, kecuali pelaksanaan tindakan terminasi dari kehamilan. Pada
preeklampsia berat persalinan harus dilakukan dalam 24 jam,
sedangkan pada eklampsia persalinan harus terjadi dalam waktu 12
jam setelah timbul gejala eklampsia. Jika ada gawat janin atau dalam
12 jam tidak terjadi persalinan dan janin masih ada tanda-tanda
kehidupan harus dilakukan bedah Caesar. Masalah koagulopati
merupakan hal yang perlu dipertimbangkan sebelum tindakan operasi
pada pasien preeklampsia/ eklampsia. 1,2
Harus diperhatikan resiko HELLP Syndrom sebagai salah satu
efek PEB/ EB. Jika dilakukan anestesi spinal dan terjadi epidural
hematoma, maka blok akan ireversibel. Kecuali sebelum 7 jam dan
diketahui dengan pemeriksaan MRI atau CT scan dan langsung
dilakukan laminektomi maka blok bisa reversible.1,2
Namun, pada kenyataannya penggunaan anestesi spinal tidak
memberikan kerugian baik pada si ibu maupun pada bayinya. Dengan
adanya kateter epidural, durasi dari blok saraf diperpanjang durasinya.
Bedah Caesar pada eklampsia merupakan tindakan darurat,
anestesi umum merupakan pilihan pertama kecuali bila pasien sudah
terpasang kateter epidural. Indikasi dilakukan anestesi umum jika
pasien dengan masalah koagulopati (koagulopati merupakan
kontraindikasi anestesi spinal), adanya fetal distress yang memerlukan
operasi emergensi, danpada pasien yg menolak anestesi regional. Hal
– hal yang perlu dipertimbangkan pada anestesi umum meliputi
adanya edem laring dan kemungkinan sulitnya pengelolaan jalan
nafas, hipertensi yg melonjak akibat pemasangan ETT, dan interaksi
antara Magnesium dan obat-obat muscle relaxant.3,4
Waktu persiapan untuk tindakan anestesi sangat pendek.
Anastesi dapat dilakukan setelah pasien 6-8 jam bebas kejang pada
eklamsi. Namun waktu tersebut belum pasti aman, 24 jam bebas
22
kejang merupakan waktu paling aman untuk dilakukan anestesi.
Pencegahan aspirasi dengan mengosongkan lambung, netralisasi asam
lambung dan mengurangi produksi asam lambung dilakukan sebelum
tindakan anestesi dilakukan. Persiapan dimulai dari pemeriksaan jalan
nafas, ada tidaknya distress pernafasan, tekanan darah, kesadaran
pasien dan pemeriksaan darah. Edema dari jalan nafas yang mungkin
terjadi pada pasien tersebut menyebabkan kesulitan untuk intubasi.
Intubasi sadar dapat dilakukan pada edema jalan nafas dan distress
yang mungkin disebabkan aspirasi pada saat kejang. Jalan nafas
orotrakeal yang disediakan lebih kecil dari ukuran wanita dewasa.
Dengan pemberian anestesi topical yang baik, intubasi sadar dapat
dilakukan dengan baik. Dilakukan pemberian anestesi topical dengan
lidokain spray. 4
Tekanan darah pasien preeklampsia/ eklampsia diturunkan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi penurunan pada aliran darah ke
plasenta dan otak. Penyulit saat intubasi yang paling berbahaya adalah
meningkatnya tekanan darah yang berakibat terjadinya edema paru
dan perdarahan otak. Pemberian obat anti hipertensi sangat diperlukan
sebelum dilakukan anestesi umum. Pada anestesi umum, pemberian
lidokain 1,5 mg/kg BB secara intravena dapat mengendalikan respons
hemodinamik saat intubasi. Efek farmakologi enflurane yang
dianggap merugikan ginjal dan menurunkan nilai ambang terhadap
kejang dan pengaruh halotan terhadap hepar, menjadikan isoflurane
sebagai pilihan pertama obat anesthesi inhalasi. Pemakaian
magnesium sulfat sebagai anti konvulsan dapat terjadi potensiasi
dengan obat pelumpuh otot golongan non depolarisasi, sehingga
pemberian suksinil kolin harus dikurangi. Lambung dikosongkan
secara aktif terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya aspirasi dan diberikan antasida.4,5
Setelah dilakukan pemasangan infus dan disiapkan peralatan
intubasi dengan ukuran jalan nafas orotrakeal yang lebih kecil dari
23
ukuran wanita normal, pasien ditidurkan left tilt position 15 dan
dilakukan preoksigenasi dengan O2 100%. Saat intubasi posisi head
up 45 dan dilakukan maneuver Sellick. Induksi dapat dilakukan
dengan profocol,midazolam 0,2ml/kgBB, thiopental 4 mg/kg BB yang
kemudian dilanjutkan dengan N2O/O2 50% dan isoflurane.
Pembedahan Caesar tidak mutlak membutuhkan relaksasi dan apabila
diperlukan dapat dipikirkan pemberian atracurium. Setelah anak lahir
pada pemberian anestesi umum dan anestesi regional, oksitosin
diberikan secara kontinyu, hal ini untuk mengantisipasi akibat efek
tokolitik dari magnesium.4
Monitoring yang dilakukan selama anestesi diteruskan hingga
pasca bedah. Pemberian cairan pasca bedah harus memperhitungkan
adanya mobilisasi cairan yang terjadi mulai dalam 24 jam. Jika tidak
terjadi diuresis yang memadai akibat belum kembalinya fungsi ginjal
kemungkinan dapat terjadi peningkatan cairan intravaskuler yang
beresiko terjadinya edema paru. Jumlah trombosit dan fungsinya akan
kembali 4 hari setelah persalinan.5
Kejang pasca bedah terjadi pada 27% pasien. Obat anti
hipertensi masih dibutuhkan selama pasca bedah. Pemberian cairan
selama masa antenatal harus dilakukan secara hati-hati untuk
mencegah kelebihan cairan.
24
terjadi diuresis. Jika total cairan yang masuk kurang dari 750 ml dari
cairan yang keluar dalam waktu 24 jam, maka diberikan 250 ml
gelofusine. Jika urin output masih kurang, maka diberikan furosemide
20 mg iv. 1,3
Terminasi kehamilan pada pre-eklampsia/eklampsia melalui
bedah Caesar memerlukan kerjasama dan komunikasi yang baik dari
berbagai keahlian terkait agar dapat tercapai hasil yang optimal.
Diperlukan monitoring yang ketat serta terapi, tindakan dan pilihan
cara anestesi yang tepat, diawali sejak pra pembedahan sampai pasca
bedah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. 1,2
BAB III
KESIMPULAN
25
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan
edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang
dan atau koma yang timbul bukan akibat kelainan neurologi. Pada
preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan pada
eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul. Jika terjadi gawat
janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada eklampsia),
lakukan seksio sesarea.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
28