Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bagi industri produk pangan, terutama industri pengoahan buah keamanan
dan ketahanan pangan merupakan hal yang prioritas. Di Indonesia, keamanan dan
ketahanan pangan telah diatur dalam Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang
pangan guna memberikan keamanan konsumsi dalam jumlah, mutu dan gizi yang
cukup. Umumnya, olahan buah-buahan seperti jus, puree dan lainnya melewati
proses pasteurisasi pada temperatur 85 °C-95 °C yang merupakan temperatur yang
biasa digunakan pada proses pasteurisasi untuk menginaktifkan atau membunuh
seluruh mikroorganisme baik sel vegetatif maupun spora yang menyebabkan
pembusukan. Akan tetapi, spora-spora dari bakteri dan beberapa fungi bisa sangat
sulit dimatikan dengan perlakuan panas ringan (pasteurisasi) bahkan ada yang
tetap hidup setelah proses pemasakan (cooking) (Silva dkk., 2014). Contoh
mikroorganisme tahan panas berasal dari spora bakteri Clostridium perfringens,
Bacillus cereus, Alicyclobacillus acidoterrestris serta spora fungi Byssochlamys
nivea, Neosartorya fischeri dan Talaromyces sp. (Pitt & Hocking, 1997).
Talaromyces sp. adalah dari kelompok fungi yaitu kapang yang bersifat
tahan terhadap panas (heat resistance) dan biasanya menjadi mikroorganisme
pembusuk dalam beberapa produk pasteurisasi jus buah. Fungi ini banyak
tersebar di tanah sehingga mudah terbawa pada permukaan buah-buahan dan
sayuran. Sifat resistensi panas yang tinggi dari jamur ini sangat
mengkhawatirkan karena dapat membentuk spora dan mengkontaminasi
olahan makanan dan minuman. Beberapa spesies dari Talaromyces sp. seperti
Talaromyces macrosporus dan Talaromyces wortmannii diketahui
menghasilkan mikotoksin yang dapat membahayakan kesehatan manusia
(Frisvad & Samson, 1991; Tournas, 1994). Konsumsi produk pangan yang
terkontaminasi mikotoksin dapat menyebabkan terjadinya mikotoksikosis,
yaitu gangguan kesehatan pada manusia dan hewan dengan berbagai bentuk
perubahan klinis dan patologis, misalnya dapat menyebabkan penyakit kanker

1
2

hati, degenerasi hati, demam, pembengkakan otak, ginjal, dan gangguan


syaraf (Rahayu, 2006). King dan Halbrook, (1987) melaporkan bahwa
Talaromyces flavus terdapat dalam produk olahan buah seperti jus nanas. Oleh
karena itu, diperlukan pengolahan yang tepat pada produk makanan dan
minuman terkhusus pada industri pengolahan buah nanas, mengingat Provinsi
Riau mempunyai potensi penghasil buah nanas yang cukup tinggi menempati
urutan keempat dengan jumlah total produksi mencapai 1,7 juta ton per tahun
(BPS, 2015).
Inaktivasi spora heat resistance pada beberapa olahan buah-buahan
dapat dilakukan dengan beberapa proses salah satunya dengan proses termal.
Proses termal merupakan metode konvensional yang paling banyak
diaplikasikan baik skala industri maupun skala rumah tangga hingga saat ini.
Selain itu, kelebihan proses ini adalah sederhana, dan tidak menggunakan
energi yang terlalu banyak. Hasil dari proses termal didapatkan data
ketahanan panas dari askospora. Analisis ketahanan panas dinyatakan dengan
menghitung D dan z value (menit). Diharapkan penelitian ini dapat
memberikan banyak manfaat bagi industri pengolahan buah-buahan pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya.

1.2 Perumusan Masalah


Saat ini, penelitian mengenai proses inaktivasi spora tahan panas (heat
resistance) pada beberapa jus buah dengan proses termal telah banyak
dilakukan. Akan tetapi, penelitian yang menggunakan askospora Talaromyces
sp. pada jus nanas masih belum dilakukan. Scott & Bernard (1987) melakukan
penelitian tentang inaktivasi askospora Talaromyces flavus dalam produk jus
apel pada pH 3,7 dengan soluble solid (SS) 11,6 °Brix. Penelitian tersebut
dilakukan pada temperatur 87,8 ºC dan 90,6 °C. Hasil penelitian menunjukkan
nilai D90,6°C sebesar 2,2 menit dan nilai z sebesar 5,2 °C. Aragao (1989)
melakukan penelitian dengan askosspora Talaromyces flavus dalam bubur
stroberi pada pH 3,0 dan SS 15,0 °Brix, serta temperatur 90 ºC, 85 ºC, dan 80
°C. Hasil penelitian menunjukkan nilai D90°C sebesar 0,9 menit dan nilai z
3

sebesar 8,2 °C. Quintavalla & Spotti (1993) melakukan penelitian inaktivasi
dengan spora yang berbeda yakni askosspora Talaromyces macrospores dalam
jus anggur pada pH 3,9, SS: 17,0 °Brix, serta temperatur 90 ºC, 88 ºC, dan 85
°C. Hasil penelitian didapatkan nilai D90°C sebesar 2,4 menit dan nilai z sebesar
4,8 °C.
Beuchat (1986) melakukan penelitian dengan askospora Talaromyces
flavus menggunakan temperatur 91 ºC, 88 ºC, dan 85 °C pada 5 macam produk
buah dan variasi SS jus yang lebih tinggi daripada penelitian-penelitian yang
disebutkan diatas. Blueberry puree pada pH 3,5, SS: 27,8 °Brix, bubur ceri pada
pH 3,9, SS: 25,2 °Brix; peach puree pada pH 3,3, SS: 29,8 °Brix; bubur rasberi
pada pH 3,2, SS: 30,3 °Brix; dan bubur stroberi pada pH 3,5, SS: 33,4 °Brix.
Hasil penelitian menunjukkan nilai D91°C berada pada rentang 2,9 - 4,7 menit dan
nilai z berada pada rentang 5,3 ºC - 7,7 °C.
Berdasarkan penelitian Scott & Bernard (1987), Aragao (1989),
Quintavalla & Spotti (1993) dan Beuchat (1986), maka pada penelitian ini akan
dilakukan proses inaktivasi askospora Talaromyces sp. dalam jus nanas
menggunakan proses termal pada temperatur 85 ºC, 88 ºC dan 91 ºC dengan
SS ± 10 °Brix, 20 °Brix, dan 30 °Brix. Suspensi larutan inokulasi hasil proses
termal dianalisis menggunakan metode spread plate. Parameter yang diamati
adalah jumlah populasi askospora akhir setelah pemanasan.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian inaktivasi askospora Talaromyces sp. di dalam jus nanas
menggunakan proses termal adalah:
1. Menentukan pengaruh variasi temperatur dan tingkat kemanisan jus nanas
terhadap jumlah populasi askospora Talaromyces sp. dalam jus nanas.
2. Mempelajari ketahanan panas askospora Talaromyces sp. di dalam jus
nanas berdasarkan parameter nilai D dan nilai z.
4

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian inaktivasi askospora Talaromyces sp. di dalam jus
nanas menggunakan proses termal adalah:
1. Memberikan rekomendasi proses pasteurisasi jus nanas guna
mewujudkan keamanan dan ketahanan konsumsi pangan serta
meningkatkan kualitas pengolahan buah-buahan.
2. Sebagai sumber literatur penunjang bagi pihak-pihak yang ingin
melakukan penelitian dengan topik yang sama.

1.5 Metode Penelitian


Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yang diawali dengan
melakukan kajian pustaka menggunakan literatur dari buku, jurnal, skripsi dan
tesis untuk mengidentifikasi masalah dan menyusun tinjauan pustaka. Data-data
yang diperoleh kemudian diteliti dalam skala laboratorium. Hasil yang didapat
akan disajikan secara desktiptif disertai dengan analisis sehingga menunjukkan
suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah:
a. Bab I : Pendahuluan
Dalam bab ini dibahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
b. Bab II : Tinjauan Pustaka
Dalam bab ini memuat uraian tentang dasar-dasar teori yang digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan penelitian ini yang meliputi uraian
mengenai fungi Talaromyces sp., jus nanas sebagai medium suspensi,
ketahanan panas mikroorganisme, faktor-faktor yang mempengaruhi
ketahanan panas mikroorganisme serta teknologi proses yang digunakan.
c. Bab III : Metode Penelitian
Dalam bab ini dibahas tentang alat dan bahan yang digunakan, variabel
serta prosedur penelitian.
5

d. Bab IV : Hasil dan Pembahsan


Dalam bab ini dibahas tentang pengaruh variasi temperatur dan tingkat
kemanisan jus nanas terhadap inaktivasi spora jamur Talaromyces sp.
dalam jus nanas.
e. Bab V : Kesimpulan dan Saran
Dalam bab ini akan merangkum hasil dari penelitian ini serta memberikan
saran untuk peneliti selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai