Anda di halaman 1dari 13

ADAPTASI STRESS

A. Konsep Stress Adaptasi Menurut Stuart


Perawat psikiatri dapat bekerja lebih efektif bila tindakan yang dilakukan didasarkan
pada suatu model yang mengenali keberadaan sehat atau sakit sebagai suatu hasil dari berbagai
karakteristik individu yang berinteraksi dengan sejumlah faktor di lingkungan (Stuart, 2007,
p.33)
Model stres adaptasi asuhan keperawatan psikiatrik pertama kali dikembangkan oleh
Gail Stuart tahun 1983 yang kemudian dikembangkan lebih lanjut pada tahun 1995. Model ini
mengintegrasikan komponen biologik, psikologik dan sosiobudaya dari asuhan keperawatan,
yang dijabarkan seperti pada skema berikut.

FAKTOR PREDISPOSISI

Biologik Psikologik Sosiobudaya

Stresos Presipitasi

Sifat Asal Waktu Jumlah

Penilaian Terhadap Stresor

Kognitif Afektif Fisiologik Perilaku Sosial


Sumber – Sumber Koping
Kemampuan Personal Dukungan Sosial Aset Materi Keyakinan Positif
Mekanisme Koping

Konstruktif Destruktif
Rentang Respon Koping

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Skema 3.1 Komponen biopsikososial dari model stres Adaptasi
Model yang utuh menggabungkan landasan teoritis, komponen-komponen bio-
psiko-sosial, rentang respon koping, dan keperawatan yang dilandasi pada tahapan pengobatan
pasien yang terdiri dari: peningkatan kesehatan, pemeliharaan, akut, atau kritis. (Stuart, 2007,
p.33)
Stuart (2007) menyatakan bahwa, model ini terdiri dari komponen-komponen berikut:
1. Faktor Predisposisi: faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat
dibagkitkan oleh individu untuk mengatasi stres.
2. Stresor Presipitasi: stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan dan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
3. Penilaian terhadap stresor: suatu evaluasi tentang makna stresor bagi kesejahteraan seseorang
dimana stresor mempunyai arti, intensitas dan kepentingannya.
4. Sumber koping : suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang
5. Mekanisme koping : tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri.
6. Rentang respon koping : suatu kisaran respon manusia yang adaptif ke maladaptif. Rentang
respon koping merupakan subjek dari diagnose keperawatan yang juga mencakup masalah
kesehatan actual yang mengarah pada diagnosa medis.
7. Aktivitas tahap pengobatan : kisaran fungsi keperawatan yang berhubungan dengan tujuan
pengobatan, pengkajian keperawatan, intervensi keperawatan dan hasil yang diharapkan.
B. Konsep dan penanganan pada eating disorder (Gangguan Makan)
Pada kasus gangguan makan, gangguan makan biasanya mencakup anoreksia nervosa,
bulimia nervosa, obesitas, dan muntah psikogenik.
The American Psychiatric Association (APA, 2000) Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) mengidentifikasi ganggguan
makan sebagai karakteristik dari masalah tingkat sedang pada perilaku makan. Dua gangguan
yang teridentifikasi oleh DSM-IV-TR, seperti anoreksia nervosa dan bulimia nervosa.ds
1. Rentang Respon Pengaturan Makan
Respon pengaturan makan berada dalam rentang positif hingga negatif, mencakup
respon yang adaptif hingga respon yang maladaptif, seperti yang disajikan dalam skema berikut:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Pola makan Kadang- Makan Sering Anoreksia


seimbang, kadang berlebihan berpuasa Bulimia
masukan makan atau makan dan sangat Makan
kalori sesuai berlebihan cepat membatasi sangat
berat badan atau tidak selama diit berlebihan
tubuh sehat makan stres

Skema 2.2 Rentang respon pengaturan makan


a. Pola makan seimbang, masukan kalori sesuai berat badan dan tubuh sehat, merupakan rentang
respon positif dan adaptif dari respon pengaturan makan individu.
b. Individu yang kadang-kadang makan berlebihan atau tidak makan, masih tergolong ke dalam
respon makan yang adaptif.
c. Makan berlebihan atau makan cepat selama stres, individu dengan kondisi seperti ini berada
dalam rentang respon makan antara adaptif dan maladaptif.
d. Sering berpuasa dan sangat membatasi diit, individu yang anorektik seringkali tidak makan lebih
dari 500 sampai 700 kalori dalam sehari dan mungkin mencerna sebanyak 200 kalori, namun
mereka merasa sudah memadai untuk kebutuhan energinya.
e. Makan sangat berlebihan adalah menghabiskan makanan dengan jumlah yang besar dan dalam
waktu singkat pada tenggang waktu tertentu, walaupun tidak ada suatu kesepakatan tentang
berapa jumlah kalori yang masuk.
2. Etiologi gangguan makan multifaktoral
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
a) Pravelensi (6-10%) pada saudara kandung
b) Kembar monozigotik identik 50-60%
2) Individual
a) Masalah dengan seksualitas atau onset pubertas
b) Harga diri yang rendah
3) Keluarga
a) Kelekatan
b) Sikap protektif berlebih
c) Kekakuan
d) Kurangnya penyelesaian konflik
4) Sosiokultural
a) Peningkatan prevalensi gangguan makan sesuai dengan norma budaya perihal berat badan yang
‘ideal’ atau menarik berupa tubuh yang kurus
b) Peningkatan prevalensi pada pekerjaan yang terkait dengan bentuk & berat badan seperti penari
balet&peragawati
c) Prevalensi lebih tinggi pada lingkungan dengan tekanan rekan, mis : sekolah asrama
5) Neurotransmitter
a) Terdapat abnormalitas noradrenalin, dopamin
b. Faktor yang memperlama
1) Fisiologis
a) Keterlambatan pengosongan lambung menambah rasa kenyang
b) Gangguan aksis hipotalamus-hipofisis
2) Individual
a) Penarikan diri secara sosial semakin menambah konsentrasi pada makanan dan berat badan
b) Berat badan yang rendah memperkuat preokupasi pada makanan sehingga meningkatkan sensasi
penguasaan diri saat membatasi makanan
c) Keterkaitan antara prilaku makan berlebih dan muntah, masing-masing dengan rasa nyaman dan
lega
3) Keluarga
a) Gangguan menyebabkan peran sentral yang kuat di keluarga
b) Preokupasi pada gangguan dapat menjaga keutuhan keluarga
4) Sosiokultural
a) Lihat fakor predisposisi
c. Faktor prespitasi
1) Individual
a)Biasanya berawal dengan diet
2) Pasangan/rekan sebaya
a) Dapat berkomentar buruk mengenai penampilan
3) Umum
a) Dapat terjadi setelah peristiwa hidup yang sedih (Puri, Basant K. 2011.p.352)

3. Penanganan pada gangguan makan


a. Terapi individual
1) Konseling suportif
2) Psikoterapi analitik
3) Terapi non-verbalm, mis : terapi seni, drama
4) Terapi kognitif
5) Terapi meningkatkan motivasi
6) Terapi antarpersonal
b. Terapi rawat inap
Diindikasikan bila terdapat, :
1) Berat badan menurun cepat
2) Resiko bunuh diri
3) Adanya bukti gangguan fisik yang membahayakan
(hipotensi, disritmia)
c. Farmakoterapi
1) Pada bulimia nervosa, inhibitor ambilan ulan 5-HT fluoksetin digunakan untuk mengendalikan
prilaku makan berlebih
2) Antidepresan digunakan pada anoreksia nervosa bila depresi masih ditemukan setelah berat
badan normal tercapai

d. Penanganan cemas
1) Membantu mengatasi panik yang terkait dengan makan &
peningkatan berat badan
e. Terapi prilaku
1) Berikan penghargaan sesuai dengan penambahan berat badan
2) Sering digunakan untuk rawat inap
3) Dikritik karena bersifat memaksa
4) Dapat merusak hubungan baik dengan pasien
5) Mahal dan manfaatnya dalam jangka panjang diragukan
f. Pendekatan edukasi
1) Fokuskan perhatian pada tekanan sosiokultural yang menyebabkan gangguan makan
g. Kelompok swadaya
1) Berikan otonomi dan dukungan
2) Berguna bagi kerabat
3) Sumber rujukan edukasi yang berguna
h. Psikoterapi kelompok
1) Berguna untuk anoreksia dan terutama untuk bulimia nervosa
2) Dapat bervariasi dan format yang lebih terstruktur
&langsung pada pendekatan analitik yang kurang terstruktur
i. Upaya keluarga
1) Lebih baik daripada terapi suportif individual pada individu yang berusia lebih muda dengan
gangguan lebih singkat
2) Secara perkembangan, lebih singkat untuk pasien yang berusia lebih muda
4. Anoreksia nervosa
a. Pengertian
Anoreksia nervosa adalah suatu sindrom klinis dimana seseorang telah mengalami
ketakutan untuk kegendutan yang abnormal. Ditandai dengan penyimpangan berat badan,
keasyikan dengan makanan, dan penolakan untuk makan. Gangguan ini biasanya terjadi untuk
wanita 12-30 tahun, jika tanpa intervensi apapun, kematian bisa terjadi. (Townsend, Mary
C..2011.p.218)
Anoreksia nervosa Merupakan gangguan makan yang mengancam jiwa yang ditandai
dengan penolakan atau ketidakmampuan klien untuk mempertahankan berat badan normal yang
minimal, sangat takut berat badan akan bertambah atau menjadi gemuk, gangguan persepsi yang
bermakna tentang bentuk atau ukuran tubuh, dan tetap tidak mampu atau menolak untuk
mengakui keseriusan masalah atau bahkan untuk mengakui bahwa adanya masalah (DSM-IV-
TR, 2000 dalam Videbeck, 2008, p. 615)
b. Epidemiologi
Studi catatan kasus dan rekam medis rumah sakit di Inggris dan Amerika Serikat
menunjukkan insidens untuk anoreksia nervosa antara 0.4 dan 4 per 100.000 per tahun. suatu
survey penyaring dua tahap menunjukkan prevalensi anoreksia nervosa antara 0.2 dan 0.8%
dengan pprevelansi yang lebih tinggi pada kelas sosial yang lebih tinggi. Suatu studi di Inggris
tentang remaja putri menunjukkan prevalensi sebesar 1-2% dengan prevalensi yang lebih tinggi
pada rremaja yang bersekolah di sekolah swasta. Selain mereka dengan diagnosis
penuh,tambahan anga sebesar 5% pada survey ini menunjukkan gambaran anoreksia nervosa.
Rasio laki-laki : perempuan untuk anoreksia nervosa adalah 1:10, walaupun terdapat kesan
bahwa insidens anoreksia nervosa pada pria sedang meningkat. Pada pasien prapubertas, rasio
jenis kelamin, walaupun masih dominan pada perempuan,tidak terlalu banyak berbeda.
Anoreksia dilaporkan terjadi pada semua kelompok etnis,tetapi masih relative jarang peda
kelompok non-Kaukasia. Anoreksia dianggap meningkat pada budaya seperti Jepang, yang
semakin kebarat-baratan.
c. Etiologi umum gangguan makan
1) Faktor Biologi
Studi tentang anoreksia nervosa dan bulimia nervosa menunjukkan bahwa gangguan
tersebut cenderung terjadi dalam keluarga. Oleh karena itu, kerentanan genetik mungkin muncul
yang dipicu oleh diet yang tidak tepat atau stres emosional. Kerentanan genetik ini bisa
dikarenakan tipe kepribadian tertentu atau kerentanan umum terhadap gangguan jiwa, atau
kerentanan genetik yang mungkin secara langsung mencakup disfungsi hipotalamus (Halmi,
2000, dalam Videbeck, 2008, p. 619)
2) Faktor Perkembangan
Awitan anoreksia nervosa biasanya terjadi selama masa remaja atau dewasa muda, dan
diyakini bahwa beberapa penyebabnya berhubungan dengan masalah perkembangan pada tahap
kehidupan ini. Perjuangan untuk mengembangkan otonomi dan pembentukan identitas yang unik
adalah dua tugas yang penting pada masa ini. Sedangkan awitan bulimia nervosa adalah pada
masa remaja akhir atau dewasa awal, dimana saat ini sering bertepatan dengan masa kuliah,
mendapat perkerjaan baru, dan berpisah dengan keluarga inti baik secara fisik maupun
emosional. Saat berpisah ini, perasaan ansietas dapat berkembang dengan mudah, sehingga cara
untuk mengatasinya bisa dengan makan berlebihan, dan perilaku pengurasan dilakukan untuk
menghindari kegemukan (White, 1993 dalam Videbeck, 2008, p. 621)
3) Pengaruh Keluarga
Struktur keluarga klien yang mengalami anoreksia nervosa sering kali kaku dalam hal
nilai dan perilaku, dan orang tua sering kali overprotektif terhadap anak. Kekakuan dan
overprotektif ini dapat melumpuhkan usaha remaja untuk mencapai otonomi dan
mengembangkan identitas sendiri. Sehingga, melakukan diet dan mengontrol berat badan dapat
menjadi respon terhadap situasi tersebut di dalam keluarga (White, 1993 dalam Videbeck, 2008,
p. 621)
Sedangkan keluarga klien dengan bulimia biasanya merupakan keluarga yang kacau,
tidak memiliki batasan yang jelas di antara anggota keluarga, dan berorientasi pada pencapaian.
Klien akan mengalami kesulitan dalam menentukan peran yang tepat, sehingga klien
menenangkan dirinya dengan makan berlebihan dan diikuti oleh perasaan bersalah dan malu,
karena kurangnya kendali, sehingga perilaku pengurasan dirasakan perlu untuk mengatasi
perasaan bersalah dan mengeluarkan makanan yang tidak diinginkan (Videbeck, 2008, p. 621-
622)
4) Faktor Sosiokultural
Di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya, media terus memunculkan gambaran
“wanita ideal” sebagai orang yang langsing. Cantik, diinginkan dan sangat bahagia disamakan
dengan langsing, suara bagus dan tubuh yang sehat, sehingga setiap individu akan berusaha
menjadi seperti itu, khususnya wanita. Selain itu, tekanan dari orang lain juga dapat berpengaruh
dalam perkembangan gangguan makan (Videbeck, 2008, p. 622)
5) Pertimbangan Budaya
Baik anoreksia nervosa maupun bulimia nervosa tampak jauh lebih sering terjadi pada
masyarakat industri, yang terdapat banyak makanan dan kecantikan dihubungkan dengan
kelangsingan (Patel et al, 1998 dalam Videbeck, 2008, p. 622)
d. Tanda dan gejala
1) Takut gendut yang abnormal
2) Menolak untuk makan mangatakan “aku tidak lapar”
3) Preokupasi terhadap makanan
4) Amenore
5) Gangguan perkembangan seksual
6) Perilaku yang berulang, seperti mencuci tangan berulang
7) Perasaan depresi dan ansietas. (Townsend, Mary C..2011.p.218)
e. Gambaran fisik
1) Kejang
2) Anemia
3) Rambut lanugo di wajah dan badan
4) Dehidrasi
5) Abnormalitaskardiovaskuler aritmia,bradikardia,hipotensi, edema
6) Amenore
7) Pertumbuhan terhambat dan resiko osteoporosis dan fraktur
8) Sirkulasi perifer yang buruk (Puri, Basant K. 2011.p.352)
f. Awitan dan Proses Klinis
Anoreksia nervosa biasanya dimulai antara usia 14-18 tahun. Pada tahap awal, klien
sering kali menyangkal mengalami ansietas yang terkait dengan penampilannya dan menyangkal
bahwa ia mempunyai citra tubuh yang negatif. Klien merasa puas dengan kemampuannya
mengontrol berat badan (Videbeck, 2008, p. 616)\
Ketika penyakit semakin parah, depresi dan kelabilan moodmenjadi lebih jelas. Ketika
perilaku diet dan kompulsif klien meningkat, klien mengisolasi dirinya dari orang lain. Isolasi
sosial ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan yang mendasar pada orang lain dan bahkan
paranoia. Klien mungkin yakin bahwa teman sebayanya iri dengan penurunan berat badannya
dan mungkin memandang keluarga dan profesional perawatan kesehatan mencoba membuatnya
“jelek dan gendut” (Videbeck, 2008, p. 616)
Dalam hasil studi jangka panjang, tentang klien yang mengalami anoreksia nervosa,
Zipfel, et all (2000) dalam Videbeck (2008) menemukan bahwa setelah usia 21 tahun, 50% klien
benar-benar sembuh, 25% sembuh sebagian, 10% masih memenuhi semua kriteria anoreksia
nervosa, dan 15% meninggal karena penyebab yang berhubungan dengan anoreksia. Klien
dengan berat badan yang sangat rendah dan waktu sakit yang lebih lama cenderung lebih sering
relaps dan mempunyai hasil terapi yang lebih buruk (Herzog et all, 1999, dalam Vedbeck, 2008,
p. 616-617). Klien yang menyalahgunakan laksatif beresiko lenih tinggi mengalami komplikasi
medis (Turner et al, 2000 dalam Videbeck, 2008)
g. Penatalaksanaan
1) Terapi
Klien dengan anoreksia nervosa biasanya sangat sulit diterapi karena mereka sering kali
menentang dan tampak tidak tertarik dengan terapi disebabkan oleh penyangkalan mereka
terhadap masalah yang mereka alami. Pilihan tempat terapi bergantung pada keparahan penyakit,
seperti berat badan, gejala fisik, lamanya perilakumakan berlebihan dan pengurasan, dorongan
untuk langsing, ketidakpuasan terhadap tubuh (White & Litivitz, 1998 dalam Videbeck, 2008, p.
623)
2) Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan medis berfokus pada perbaikan berat badan, rehabilitasi nutrisi, rehidrasi,
dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Penambahan berat badan dan asupan makan yang
adekuat paling sering menjadi kriteria untuk menentukan keefektifan terapi (Videbeck, 2008, p.
623)
3) Psikofarmakologi
Beberapa kelas obat-obatan telah diteliti,tetapi sedikit yang menunjukkan keberhasilan
secara klinis. Amitriptilin (Elavil) dan siproheptadin antihistamin (Periacitin) dalam dosis tinggi
(sampai 28mg/ hari) dapat meningkatkan penambahan berat badan pada pasien rawat inap
dengan anoreksia nervosa (Halmi, 2000; Peterson & Mitchell, 1999 dalam Videbeck, 2008, p.
623)
4) Psikoterapi
Terapi keluarga dapat bermanfaat bagi keluarga dari klien yang berusia kurang dari 18
tahun. Terapi keluarga juga berguna untuk membantu anggota keluarga menjadi partisipan yang
efektif dalam terapi klien. Studi menunjukkan bahwa keluarga yang disfungsional dapat
memerlukan waktu dua tahun untuk menunjukkan perbaikan fungsi (Gowers & North, 1999;
North et al, 1997 dalam Videbeck, 2008, p. 623)
Terapi individual untuk klien anoreksia nervosa dapat diindikasikan pada beberapa keadaan,
seperti jika keluarga tidak dapat berpartisipasi dalam terapi keluarga, jika klien lebih tua atau
terpisah dari keluarga inti, atau jika klien memiliki masalah individual yang membutuhkan
psikoterapi (Videbeck, 2008, p. 623)
5. Bulimia Nervosa
a. Pengertian
Sering juga disebut secara singkat sebagai bulimia, merupakan gangguan makan yang
ditandai dengan episode makan yang sangat berlebihan yang berulang (minimal dua kali dalam
seminggu selama tiga bulan) yang diikuti dengan perilaku kompensasi yang tidak tepat untuk
meghindari penambahan berat badan (Videbeck, 2008, p. 617)
Bulimia Nervosa adalah suatu gangguan makan yang sering disebut “binge-and-purge
sindrom” yang ditandai dengan makan yang terlalu berlebihan, kemudian memuntahkannya
kembali dan juga penyalahgunaan obat laksatif dan diuretic. Gangguan ini biasanya terjadi pada
wanita dan dimulai dari masa remaja atau pada awal kedewasaan. (Townsend, Mary
C..2011.p.218)
b. Epidemiologi
Bulimia Nervosa lebih sering terjadi dengan perkiraan antara 2% dan 4% serta dengan
prevalensi 4% hingga 15% pada wanita yang berada pada usia 16 hingga 18 tahun, dan
perbandingan wanita dengan pria adalah 9:1 (Stuart, 2006, p. 423).
c. Tanda dan gejala
1) Episode makan berlebihan yang berulang
2) Perilaku kompensasi seperti membuat diri sendiri muntah,
penyalahgunaan laksatif, diuretik, enema, atau obat-obatan lain, serta olahraga yang berlebihan.
3) Evaluasi diri sangat dipengaruhi oleh bentuk tubuh dan berat
badan
4) Biasanya dalam rentang berat badan normal, kemungkinan kelebihan berat badan atau
kekurangan berat badan
5) Gejala depresi dan ansietas
6) Kemungkinan penggunaan zat termasuk alkohol atau stimulan
7) Kehilangan email gigi
8) Gigi gumpil, gerigis, atau keropos
9) Peningkatan karies gigi
10) Menstruasi yang tidak teratur
11) Ketergantungan terhadap laksatif
12) Esofagus robek
13) Abnormalitas cairan dan elektrolit
14) Alkalosis metabolik (dari muntah) dan asidosis metabolik (dari diare)
15) Kadar amilase serum meningkat (Videbeck, 2008, p. 617
618)
Menurut Mary .Townsend, 2011, tanda dan gejalanya sebagai berikut :
1) Makan berlebihan biasanya bersifat tersendiri dan rahasia, seorang individu bisa jadi
mengkonsumsi lebih seribu kalori per episode makannya
2) Setelah makan berlebihan itu dimulai, seseorang tersebut akan merasa kehilangan control diri
dan ketidakmampuan untuk berhenti makan.
3) Selama prosesnya, seseorang tersebut mengkompensasi ukuran tubuh/berat badannya dengan
menyalahgunakan laksatif, diuretic, puasa, atau latihan yang ekstrim.
4) Makan berlebihan ini menyebabkan gangguan depresi(mood) pada individu tersebut
5) Seseorang dengan bulimia biasanya memilki berat badan yang normal
6) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
7) Erosi pada gastritis
d. Awitan dan Proses Klinis
Bulimia Nervosa biasanya terjadi pada masa remaja akhir atau dewasa awal, usia awitan
yang khas adalah 18 atau 19 tahun. Makan berlebihan sering terjadi selama atau setelah periode
diet. Antara episode makan berlebihan dan pengurasan, individu mungkin makan dengan ketat,
dengan memilih selada dan makanan rendah kalori lainnya. Cara makan yang ketat ini efektif
dalam membuat individu melangkah ke episode makan berlebihan dan pengurasan, hingga
siklusnya terus berlanjut (Videbeck, 2008, p. 618)
Klien yang mengalami bulimia menyadari bahwa perilaku makannya patologis dan
berusaha menyembunyikannya dari orang lain. Klien bisa saja menyimpan makanannya di dalam
meja, mobil, atau lokasi tersembunyi di sekitar rumah. Klien mungkin mampir dari satu restoran
cepat saji ke restoran cepat saji lainnya, dengan memesan makanan dengan jumlah yang biasa
pada setiap restoran, tetapi mampir di enam tempat dalam waktu satu atau dua jam. Tipe pola
makan ini mungkin terjadi selama beberapa tahun hingga keluarga atau teman mengetahui
perilaku klien, atau terjadi komplikasi medis yang menyebabkan klien mencari terapi (Videbeck,
2008, p. 618).
Sekitar 50% klien bulimia benar-benar sembuh, 20% tetap memenuhi semua kriteria
penyakit ini, dan 30% mengalami serangan episodik bulimia. Sepertiga klien yang benar-benar
sembuh mengalami relaps. Angka kematian bulimia diperkirakan 0% hingga 3 % (Halmi, 2000
dalam Videbeck, 2008, p. 619)
e. Penatalaksanaan pada pasien dengan Bulimia Nervosa
1) Terapi Kognitif-Perilaku
Terapi ini diyakini sebagai terapi yang paling efektif untuk bulimia. Strategi yang
dirancang untuk mengubah pemikiran (kognisi) dan tindakan (perilaku) klien tentang makanan
berfokus pada tindakan menghentikan siklus diet, makan berlebihan dan pengurasan, serta
mengubah pemikiran dan keyakinan disfungsional klien tentang makan, berat badan, citra tubuh,
dan seluruh konsep diri (Halmi, 2000, dalam Videbeck, 2008, p. 624)
2) Psikofarmakologi
Sejak tahun 1980-an, beberapa studi yang terkontrol dilakukan untuk mengevaluasi
keefektifan obat antidepresan untuk mengobati bulimia. Obat-obatan seperti desipramin
(Norpramin), imipramin (Tofranil), amitriptilin (Elavii), dll. Obat juga memperbaiki mood dan
mengurangi preokupasi dengan bentuk dan berat badan. (Halmi,2000; Peterson & Mitchell,
1999, dalam Videbeck, 2008). Akan tetapi, hanya 22% hingga 25% klien yang mengalami
abstinensi total dari makan yang berlebihan dan pengurasan di akhir terapi (Agras, 1997; Halmi,
2000 dalam Videbeck, 2000, p. 624)

Anda mungkin juga menyukai