Anda di halaman 1dari 19

KERUKUAN ANTAR UMAT BERAGAMA

KELOMPOK VI :

1) Clearesta Mahardhika 071411131042


2) Farida Manjar 071411131043
3) Sara Afrida 071411131044
4) Andre Wahyudi 071411131045
5) Sabrina Mufidah 071411131046
6) Neny Susanti 071411131047
7) Zulaicha Fajrin 071411131048
8) Dzikri syaraful Anam 071411131049
9) Karina Ashari 071411131050
10) Panji Wisnu Arista 071411131051
11) Moh. Giofani Fahrizal 071411131035

ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
PENDAHULUAN

Konflik antar umat beragama di indonesia merupakan salah satu masalah yang hingga

saat ini masih menjadi masalah yang pelik. Berbagai kasus antar agama selalu mewarnai

perjalanan kehidupan bangsa indonesia. Bahkan tidak sedikit konflik antar agama yang

memakan korban jiwa, seakan permasalahan konflik antar umat beragama belum menemukan

titik terang dan solusi terbaik.

Jika melihat lebih lanjut konflik antar umat beragama terdapat 3 (tiga) komponen

yang mempengaruhi yakni, komponen negara dengan berbagai aparaturnya, komponen

konstitusi atau hukum, serta komponen masyarakat sipil. Dari ketiga faktor tersebut kita perlu

mengkaji sejauh mana perananan ketiga komponen tersebut dalam keberlangsungan konflik

antar agama yang ada di indonesia. Selain itu dari ketiga faktor diatas perlu adanya analisis

faktor mana yang menjadi penghambat terbentuknya toleransi beragama antar umat

beragama.

Sesungguhnya konstitusi yang ada di Indonesia sudah menjamin kebebasan

masyarakat dalam beragama. Segala jaminan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar

(UUD) 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin kebebasan beragama dan

berkepercayaan (Pasal 28E juga Pasal 29). Kebebasan beragama di negara indonesia sendiri

telah menjadi dasar dalam pembentukan landasan Idiil yakni, pancasila sila pertama

“Ketuhanan yang maha Esa” serta landasan hukum konstitusional UUD 1945, Pasal 29 ayat

2.“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-

masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”

Harapan negara indonesia dengan memberikan hak beragama untuk warganya yakni

membentuk sikap toleransi dan kerukunan sehingga mampu mendorong terwujudnya

stabilitas ekonomi, sosial, budaya, politik serta keamanaan nasional. Namun fakta yang

terjadi saat ini konflik beragama belum menemukan titik terang dan justru masih membuat
perpecahan di berbagai lapisan masyarakat. Hal ini secara tidak langsung memberikan

dampak pada goyahnya stabilitas pemerintahan.

Pada perkembangan selanjutnya reformasi sangat memberi perubahan signifikan

dalam kehidupan masyarakat, dimana reformasi telah membawa masyarakat kepada

kebebasan yang terkadang hampir tidak lagi terkendali. Masyarakat Indonesia memiliki

kebebasan sepernuhnya dalam setiap sedni kehidupannya. Termasuk dalam hal ini adalah

agama.
PEMBAHASAN

2.1 KerukunanKehidupan Umat Beragama

Istilah kerukunan hidup umat beragama pertama kali muncul dalam pidato Menteri
Agama KH.Ahmad Dahlan dalam kegiatan pembukaan Musyawarah antar Agama pada
tanggal 30 November 1967. Dengan demikian, istilah kerukunan hidup umat beragama
menjadi istilah baku masuk dalam GBHN bersama peraturan lainnya hingga saat ini. Tujuan
dari dicetuskannya istilah tersebut guna memberikan motivasi dorongan spiritual, agar semua
umat beragama secara dinamis ikut serta dalam pembangunan bangsa. Oleh karena itu,
sebagai umat yang beragama sudah menjadi sebuah keharusan bagi kita memiliki wawasan
keagamaan, wawasan kebangsaan, dan wawasan pembangunan.

Kerukunan kehidupan umat beragama memiliki makna hidup rukun. Salah satu cara
menjaga kerukunan hidup antar umat beragama yaitu dengan dialog antar umat beragama,
dengan maksud hidup dalam suasana damai dan baik, saling menghormati, harga-
menghargai, dan tidak saling mengganggu antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.
Selain itu, mampu bekerja dan bergaul bersama dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa
dan bernegara dengan penuh toleransi. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang
modern yang demokratis adalah masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas)
masyarakat dan bangsa serta diwujudkan dalam suatu keniscayaan. Kesadaran akan
kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat Dinamis, Humanis dan Demokratis,
sehingga dapat ditransformasikan kepada masyarakat dari berbagai kalangan dan dapat
dirasakan dampak dan manfaatnya. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak
mungkin akan lahir dari sikap fanatisme dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan
perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini bukan berarti bahwa kerukunan hidup antar umat
beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang
berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.

Pemerintah menggunakan terminologi secara resmi tentang konsep kerukunan hidup


umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan
dalam tiga bentuk, ketiga kerukunan tersebut sering disebut Tri Kerukunan, yaitu :

1) Kerukunan intern umat beragama. Kerukunan intern umat beragama (islam) harus
berdasarkan atas semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama muslim) sesuai
dengan firman-Nya dalam surat Al-Hujurat: 10. Kesatuan dan persatuan intern umat
beragama (islam) diikat oleh kesamaan akidah (keimanan), akhlak, dan sikap
beragamanya didasarkan atas Alqur’an dan Al-Hadits. Adanya perbedaan di antara
umat Islam adalah rahmat asalkan perbedaan pendapat tersebut tidak membawa
perpecahan dan permusuhan sesama umat bergama (islam). Nabi saw. bersabda : ‫المسلم‬
‫اخو السلم ال يظلمه وال يحذله واليخذبه وال يحقره‬Artinya : “Orang muslim menjadi saudara bagi
muslim lainnya, tidak boleh menganiaya sesamanya, membiarkannya, berdusta, dan
tidak boleh menghinakannya”. HR. Muslim
2) Kerukunan antar umat beragama. Konsep kedua dari tri kerukunan ini memiliki
pengertian mengenai kehidupan beragama antar masyarakat yang berbeda agama dan
keyakinan. Tidak terjadi sikap saling curiga mencurigai dan selalu menghormati
agama masing-masing. Tidak hanya itu berbagai kebijakan di buat oleh pemerintah
dengan tujuan untuk saling toleransi antar umat beragama, agar tidak terjadi saling
mengganggu umat beragama lainnya. Semaksimal mungkin menghindari
kecenderungan konflik karena perbedaan agama.
3) Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintahan. Pemerintah ikut andil dalam
menciptakan suasana tentram, termasuk kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah sendiri. Bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah untuk menciptakan
stabilitas persatuan dan kesatuan bangsa. Tri kerukunan umat beragama diharapkan
dapat menjadi salah satu solusi agar terciptanya kehidupan umat beragama yang
damai, penuh kebersamaan, bersikap toleran, saling menghormati dan menghargai
dalam perbedaan.

Seperti yang kita ketahui selama ini banyak nya konflik antar umat beragama yang
disebabkan oleh faktor perbedaan dan kurangnya toleransi, dalam masyarakat yang
multkultural hal tersebut menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun
pemerintah. Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika
tidak dikelola secara baik dan benar. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara
umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk
agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif dan
informasi yang tidak akurat dan simpang siur.

Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait
dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud
memerlukan 3 konsep yaitu :
1. Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing-
masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.

2. Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki
kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.

3. Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai
bukan untuk saling menghancurkan.

Adapun yang dimaksud dengan umat beragama ialah penganut/pemeluk agama yang
diakui di Indonesia. Beragam agama yang ada di Indonesia, yakni penganut agama Islam,
Kristen Protestan, Khatolik, Hindu, Buddha, dan Kong Fu Tse. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa makna dari kata umat adalah sekumpulan orang-orang yang memeluk
agama/keyakinan yang harus dirukunkan guna mendorong terwujudnya stabilitas sosial,
ekonomi, budaya, dan keamanan secara nasional agar terwujudnya keberhasilan dalam
pembangunan.

Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga
sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya
masyarakat Indonesia, dengan tidak menyalahkan agama seseorang apabila melakukan
kesalahan , membiarkan orang lain melakukan ibadahnya jangan di olok-olok karena masing-
masing agama memiliki ajaran yang berbeda-beda dalam tata cara peribadatan maupun tata
susunan kepemimpinannya (ritual and hirarchy) maka dari itu tidak boleh
mencampuradukkan ajaran agama terutama yang menyangkut tentang ritual dan peribadatan
karena ini bagaian dari sikap saling menghormati, dan yang terkahir hindari diskriminasi
terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti
pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.

Dalam pembahasan ayat-ayat tentang hubungan antar agama, terdapat di dalam


beberapa ayat Al-Quran, sebagai berikut :

1.. Q.S. Al-Mumtahanah Ayat 8 – 9

۞‫سى‬ َ ‫ٱّلله َم َودَة ِم ۡن ههم َعادَ ۡيتهم ٱلَذِينَ َو َب ۡينَ َب ۡينَ هك ۡم َي ۡج َع َل أَن‬
َ ‫ٱّلله َع‬ َ ‫ٱّلله قَدِير َو‬ َ ‫ َر ِحيم َغفهور َو‬٧ ‫ٱّلله َي ۡن َه ٰى هك هم َّل‬ َ ‫ع ِن‬ َ َ‫يه ٰقَتِلهو هك ۡم لَ ۡم ٱلَذِين‬
ِ ‫ط ٓوا ت َ َب ُّروه ۡهم أَن ِد ٰ َي ِر هك ۡم ِمن ي ۡهخ ِر هجو هكم َو َل ۡم ٱلد‬
‫ِين ِفي‬ ‫ٱّللَ ِإ َن ِإلَ ۡي ِه ۡم َوت ه ۡق ِس ه‬
َ ُّ‫ِطينَ ي ِهحب‬ َ ‫ٰقَتَلهو هك ۡم ٱلَذِينَ َع ِن‬
ِ ‫ ۡٱل هم ۡقس‬٨ ‫ٱّلله َي ۡن َه ٰى هك هم ِإنَ َما‬
َ ٰ ‫اج هك ۡم َعلَ ٰ ٓى َو‬ ٰٓ َ ٰ ‫ ٱل‬٩
ِ ‫ظ َه هروا ِد ٰيَ ِر هك ۡم ِمن َوأَ ۡخ َر هجو هكم ٱلد‬
‫ِين فِي‬ ِ ‫ظ ِل همونَ هه هم فَأهولَئِكَ يَت ََولَ هه ۡم َو َمن ت ََولَ ۡوه ۡهم أَن إِ ۡخ َر‬
Artinya: 7. Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang
yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang

8. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil

9. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang


yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang
lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim

Dari ayat di atas menjelaskan bahwa Tuhan hanya melarang kamu berkawan setia
dengan orang-orang yang terang-terang memusuhimu, yang memerangi kamu, yang mengusir
kamu atau membantu orang-orang yang mengusirmu seperti yang dilakukan musyrikin
Makkah. Sebagian mereka berusaha mengusirmu dan sebagian yang lain menolong orang
yang mengusirmu. Adapun orang-orang yang menjadikan musuh-musuh itu sebagai teman
setia, menyampaikan kepada mereka rahasia-rahasia yang penting dan menolong mereka,
maka merekalah yang dzalim karena menyalahi aturan perintah Allah.

Banyak di temui dalam sejarah: orang-orang kafir yang membantu kaum muslimin
dalam perjuangan Islam seperti dalam penaklukan Spanyol dan penaklukan Mesir. Mereka
mengusir orung-orang Romawi dengan bantuan orang Qibti. Banyak pula di antara orang-
orang kafir yang diangkat sebagai pegawai pada kantor-kantor Pemerintah di masa Umar bin
Khattab dan pada masa kerajaan Umawiyah dan `Abbasiah, bahkan ada di antara mereka
yang diangkat menjadi duta mewakili pemerintah Islam.

Demikianlah Allah telah menjelaskan ayat-ayat Nya kepada kaum muslimin supaya
diperhatikan dengan sebaik-baiknya agar jangan terperosok ke dalam jurang kebinasaan
karena kurang hati-hati dan tidak waspada dalam berteman akrab dengan orang-orang kafir
itu.[1]

Dalam Al-Qur’an menggambarkan adanya orang-orang penganut agama lain (Yahudi,


Nasrani, Penyembah Bintang, dan lain-lain). Allah mengajarkan kita untuk memiliki
hubungan baik antar umat beragama. Dan apabila kita tidak menjaga hubungan baik antar
umat beragama, pastinya akan timbul konflik-konflik atau permusuhan yang tidak kita
inginkan dan akan merugikan orang-orang disekitarnya.

2. Q.S. Al-Kaafiruun Ayat 1-6

ۡ‫ والۡ أنتُمۡ عبِد ُون ما‬٢ ‫ الۡ أعۡبُدُ ما تعۡبُدُون‬١ ‫قُلۡ يۡأيُّها ٱلۡك ِف ُرون‬
٥ ُ ‫ والۡ أنتُمۡ عبِدُون ماۡ أعۡبُد‬٤ ۡ‫ والۡ أناۡ عابِدۡ َّما عبدتُّم‬٣ ُ ‫أعۡبُد‬
ِ ‫ ل ُكمۡ دِينُ ُكمۡ و ِلي د‬Artinya:
‫ِين‬
1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,

2. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.

3. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

4. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,

5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.

6. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Secara umum (global), beberapa hal yang ditegaskan dengan berbagai bentuk penegasan yang
tergambar secara jelas di bawah ini :[2]

Pertama, Allah memerintahkan Rasul-Nya Sallallahu’allahi wa Sallam untuk


memanggil orang-orang kafir dengan Khitab(panggilan) ‘yaa ayyuhal kafirun’ (wahai
orang-orang kafir), padahal Al-Qur’an tidak biasa memanggil mereka dengan cara
yang semacam ini. Yang lebih umum digunakan dalam Al-Qur’an adalah khitab
semacam ‘yaa ayyuhan naas’(wahai sekalian manusia) dan sebagainya.
Kedua, pada ayat ke-2 dan ke-4 Allah memerintahkan Rasullullah Shallallahu’allahi
wa Sallam untuk menyatakan secara tegas, jelas dan terbuka kepada mereka, dan tentu
sekaligus kepada setiap orang kafir sepanjang sejarah, bahwa beliau (begitu pula
umatnya) sama sekali tidak akan pernah (baca: tidak dibenarkan sema sekali)
menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir.
Ketiga, pada ayat ke-3 dan ke-5 Allah memerintahkan Rasullullah shallallahu’allahi
wa sallam untuk menegaskan juga dengan jelas dan terbuka bahwa, orang-orang kafir
pada hakikatnya tidak akan pernah benar-benar menyembah-Nya. Dimana hal ini bisa
pula kita pahami sebagai larangan atas orang-orang kafir untuk ikut-ikutan melakukan
praktek-praktek peribadatan kepada Allah sementara mereka masih berada dalam
kekafirannya. Mereka baru boleh melakukan berbagai praktek peribadatan tersebut
jika mereka sudah masuk ke dalam agama Islam.
Keempat, Allah lebih menegaskan hal kedua dan ketiga diatas dengan melakukan
pengulangan ayat, dimanana kandungan ayat ke-2 diulang dalam ayat ke-4 dengan
sedikit perubahan redaksi nash,sedang ayat ke-3 diulang dalam ayat ke-5 dengan
redaksi nashyang sama persis.Adanya pengulangan ini menunjukan adanya larangan
yang bersifat total dan menyeluruh,yang mencakup seluruh bentuk dan macam
peribadatan.
Kelima, Allah memungkasi dan menyempurnakan semua hal diatas dengan penegasan
terakhir dalam firman-Nya : ‘Lakum dinukum wa liya diin’(bagi kalian agama kalian
dan bagiku agamaku). Dimana kalimat penutup yang singkat ini memberikan sebuah
penegasan sikap atas tidak bolehnya pencampuran antar agama Islam dan agama
lainnya. Jika Islam ya Islam tanpa boleh dicampur dengan unsure-unsur agama
lainnya dan demikian pula sebaiknya. Ayat ini juga memupus harapan orang-orang
kafir yang menginginkan kita untuk mengikuti dan terlibat dalam peribadatan-
peribadat

3. Q.S ALI IMRAN AYAT 118.

ٰٰٰٓ‫طانَة تَت َ ِخذهوا َّل َءا َمنهوا ٱلَذِينَ أَيُّ َها‬ َ ِ‫ت قَ ۡد َعنِتُّ ۡم َما َودُّوا َخبَاّل يَ ۡألهو َن هك ۡم َّل دهونِ هك ۡم ِمن ب‬ َ ‫ت ه ۡخ ِفي َو َما أ َ ۡف ٰ َو ِه ِه ۡم ِم ۡن ۡٱلبَ ۡغ‬
ِ َ‫ضا ٓ هء بَد‬
‫هوره ۡهم‬
‫صد ه‬ ِ َ‫ ت َعۡ ِقلهونَ هكنت ه ۡم ِإن ۡٱۡل ٓ ٰي‬١١٨
‫ت لَ هك هم بَيَنَا قَ ۡد أَ ۡكبَ هر ه‬

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-
orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. telah nyata
kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih
besar lagi. sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya.

Terhadap orang-orang yang memusuhi ummat islam, Allah SWT mengingatkan agar
bertindak waspada dan hati- hati. Mereka senantiasa mengintai orang-orang islam untuk satu
saat menjatuhkannya, namun Allah SWT sama sekali tidak menyebutkan agama sebagai
faktor yang menyebabkan mereka memusushi orang islam.[3]

Pada ayat ini Allah memperingatkan orang-orang mukmin agar jangan bergaul rapat
dengan orang-orang kafir yang telah nyata sifat-sifatnya yang buruk itu, jangan mempercayai
mereka dan jangan menyerahkan urusan-urusan kaum muslimin kepada mereka. Menurut
Ibnu Abbas ayat ini diturunkan berhubungan dengan tindakan sebagian kaum muslimin yang
berhubungan rapat dengan orang-orang Yahudi Madinah karena bertetangga dan adanya
perjanjian damai antara mereka.

Dapat dipahami dari padanya bahwa Allah melarang mengambil orang-orang kafir yang telah
nyata kejahatan niatnya terhadap orang mukmin sebagai teman akrab mereka itu adalah
orang-orang musyrik, Yahudi, munafik dan lain-lain. Maka janganlah orang mukmin bergaul
rapat dengan orang-orang kafir yang mempunyai sifat yang dinyatakan dalam ayat ini yaitu
mereka yang:

a) Senantiasa menyakiti dan merugikan kaum muslimin dan berusaha menghancurkan


mereka.
b) Menyatakan terang-terangan dengan lisan rasa amarah dan benci terhadap kaum
muslimin. mendustakan Nabi Muhammad saw dan Alquran dan menuduh orang-
orang Islam sebagai orang-orang yang bodoh dan fanatik.
c) Kebencian dan kemarahan yang mereka ucapkan dengan lisan itu adalah amat sedikit
sekali bila dibandingkan dengan kebencian dan kemarahan yang disembunyikan
dalam hati mereka. Tetapi bila sifat-sifat itu telah berubah menjadi sifat-sifat yang
baik atau mereka tidak lagi mempunyai sifat-sifat yang buruk itu terhadap kaum
muslimin maka Allah tidak melarang untuk bergaul dengan mereka.

2.2 Landasan Hukum Kerukunan Umat Beragama


Dalam menjalin kerukunan antar umat beragama, ada beberapa landasan hukum yang
mendasari, yaitu:
1. Landasan Idiil yaitu Pancasila (Sila pertama yakni Ketuhanan yang Maha Esa)
2. Landasan Konstitusional yaitu UUD 1945 pasal 29 ayat 1 : Negara berdasarkan atas
Ketuahanan yang Maha Esa dan pasal 29 ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3. Landasan strategis yaitu ketetapan MPR no. IV tahun 1999 tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara. Dalam GBHN dan program Pembangunan Nasional tahun 2000
dinyatakan bahwa sasaran pembangunan bidang agama adalah terciptanya suasana
kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang penuh
keimanan dan ketaqwaan penuh kerukunan yang dinamis antar umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa secara bersama-sama makin
memperkuat landasan spiritual moral dan etika bagi pembangunan nasional, yang
tercermin dalam suasana kehidupan yang harmonis serta dalam kukuhnya persatuan
dan kesatuan bangsa selasar dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila.
4. Landasan Operasional
a. UU No. 1/PNPS/1965 tentang Larangan dan Pencegahan Penodaan dan
Penghinaan Agama
b. Keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI No.
01/Ber/MDN/1969 tentang Pelaksanaan Aparat Pemerintah
c. SK Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri RI No. 01/1979 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pensyiaran Agama dan Bantuan Luar Negeri kepada Lembaga-
lembaga Keagamaan Swasta di Indonesia
d. Surat Edaran Menteri Agama RI No. MA/432/1981 tentang Penyelenggaraan
Peringatan Hari Besar Keagamaan.

Kerukunan dalam Islam diberi istilah “Tasamuh” atau Toleransi, sehingga yang
dimaksud dengan toleransi adalah kerukunan sosial kemasyarakatan bukan dalam bidang
aqidah islamiyah (keimanan). Karena aqidah telah digariskan secara jelas dan tegas dalam
Al-Quran dan Al-Hadist. Dalam bidang Aqidah atau keimanan seorang muslim hendaknya
meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya agama dan keyakinan yang dianut sesuai dengan
firman Allah SWT dalam surat Al-Kafirun (109) ayat 1-6, yang artinya : Katakanlah hai
orang-orang kafir. Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan tiada (pula) kamu
menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku bukan penyembah apa yang biasa kamu
sembah. Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah. Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku.

2.3 Kerukunan dan Kekuatan Nasional

2.3.1 Kerukunan

Dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan pemerintahan menjunjung tinggi nilai


demokrasi. Salah satu wujud dari demokrasi adalah memberikan kebebasan warga Negara
untuk memeluk agama yang menjadi keyakinan masing-masing, dan senantiasa dalam sikap
yang saling menghormati satu dengan lainnya. Indonesia sendiri memiliki 6 jenis agama yang
dianut masyarakat, mulai dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghuchu.
Kerukunan hidup beragama adalah keharmonisan hubungan dalam pergaulan dan kehidupan
bermasyarakat yang saling menguatkan. Bentuk kerukunan antar umat beragama dapat dilihat
dalam wujud sikap sebagai berikut :

1. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-


masing
2. Saling hormat menghormati dan bekerja sama antar sesama pemeluk agama (intern),
antara berbagai golongan agama, dan juga antara pemeluk agama dengan pemerintah
(Tri Kerukunan Umat Beragama)
3. Saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan keyakinan diri sendiri kepada orang
lain

Peran agama sangat penting dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama, dimana
masyarakat yang memiliki keyakinan akan menjalankan hal-hal yang positif dan menghindari
hal-hal yang dilarang oleh agama. Sehingga kerukunan akan mudah terbina jika setiap umat
beragama taat pada ajaran agama masing-masing, karena setiap agama pasti mengajarkan
kebaikan, salah satunya menghormati umat beragama selain yang kita peluk. Berdasarkan
permasalahan yang terjadi di Indonesia, kerukunan dapat menjadi salah satu solusi untuk
mengatasi berbagai permasalahan tersebut, yaitu :

a. Globalisasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan moral akhlak terkikis karena


mudahnya akses internet yang banyak mengandung hal negatif seperti narkoba dan
pornografi. Dengan adanya kerukunan antar umat beragama, masyarakat dapat saling
bekerja sama untuk mengurangi dampak-dampak negatif yang akan terjadi akibat arus
globalisasi.
b. Kerukunan umat beragama akan mengurangi atau bahkan menghilangkan konflik
yang terjadi akibat perbedaan pendapat dan kepentingan antar umat beragama, dengan
mengadakan dialog antara umat beragama
c. Pemerintah dapat menjalin kerjasama dengan para pemuka agama untuk saling
menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masing-masing. Sehingga ketahanan
nasional dapat terwujud
d. Dan sebagainya

Kerukunan dalam Pandangan Islam

Dalam mewujudkan kerukunan umat Islam melalui wadah politik ternyata sangat sulit
dilaksanakan. Untuk itu perlu diupayakan melalui wadah atau metode yang lain. Hal itu ter-
gantung dari kesadaran dan kemauan baik para pemimpin Islam itu sendiri. Tentunya mereka
harus bisa memilih antara tujuan dengan alat. Kerukunan dan persatuan umat Islam adalah
termasuk tujuan, sebab merupakan bagian dari nilai-nilai dasar ajaran Islam. Sedangkan
organisasi, baik orpol maupun ormas, hanyalah alat untuk mencapai tujuan tersebut.

Pertama, memilih wadah. Sejarah kepartaian di Indonesia menunjukan bahwa melalui


bidang politik umat Islam sulit bersatu. Tetapi melalui bidang sosial keagamaan atau non
politik, kelompok-kelompok umat Islam boleh dikatakan tidak sulit untuk diajak bekerja
sama. Kita ambil beberapa contoh, misalnya saja melalui wadah Majelis Ulama Indonesia
(MUI) kita melihat para pemuka Islam dari berbagai ormas Islam dapat duduk bersama dalam
satu meja. Dalam upaya untuk membina dan memantapkan kerukunan hidup umat beragama
kita sangat mengharapkan peran aktif dari pemerintah melalui Departemen Agama dengan
segenap aparatnya memberikan bimbingan dan pelayanan kepada masyarakat juga dijiwai
oleh semangat untuk merukunkan umat beragama secara menyeluruh. .

Kedua, memilih metode. Telah banyak cara yang dicoba untuk memperkukuh
kerukunan hidup antar umat Islam, seperti : mengadakan musyawarah, sarasehan,
silaturahmi, diskusi, seminar, kerja sama sosial kemasyarakatan dan lain-lain. Kita
mengetahui bahwa dalam menyampaikan informasi kepada umat, maka yang menjadi ujung
tombak kita adalah para mubaligh/da'i dan dosen/guru agama, karena merekalah yang
berhadapan langsung dengan masyarakat. Oleh karena itu perlu dibentuk semacam forum
komunikasi para mubaligh/da'i dan forum komunikasi dosen/guru agama. Mereka
dipertemukan untuk bermusyawarah guna untuk menyamakan misi dan visi serta program
kerja. Sesuai kondisi saat ini, maka prioritas pertama ialah memberikan bimbingan kepada
masyarakat melalui khutbah, ceramah, pengajian, kuliah, pelajaran, dan lain-lain; dengan
materi tentang pentingnya memperkukuh ukhuwah Islamiah. Khususnya kepada para remaja
dan pemuda yang akan menjadi pemimpin di masa depan perlu ditanamkan nilal-nilai tentang
ukhuwah Islamiah khususnya, dan alakhlaqul karimah pada umumnya. Para pelajar dan
mahasiswa dari berbagal golongan Islam perlu dibiasakan saling bertemu dan bekerjasama,
dalam melakukan kegiatan-kegiatan Islam, misalnya bersama-sama menyelenggarakan
peringatan hani besar Islam. Kegiatan yang dapat mengerahkan seluruh kekuatan Islam de-
ngan sendirinya akan menampakkan syiar Islam.

2.3.2 Kekuatan Nasional

Indonesia terdiri dari berbagai budaya, suku, dan agama yang berbeda. Walaupun
berbeda-beda, namun masyarakat Indonesia harus tetap menjaga kesatuan nasional, yang
sesuai dengan amanat “Bhinneka Tunggal Ika”, yaitu berbeda-beda namun tetap satu jua.
Begitupun dengan keberagaman keyakinan, kerukunan antar umat beragama di Indonesia
yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi kekuatan
nasional yang mampu menolak hal-hal negatif yang berasal dari luar.

Dalam beberapa tahun ini, Indonesia mengalami berbagai permasalahan, dimulai dari
krisis ekonomi yang berdampak pada krisis politik, sosial, budaya, moral akhlak, dan juga
disintegrasi bangsa, yaitu adanya sekelompok daerah yang berusaha untuk memisahkan diri
dari NKRI, seperti Organisasi Papua Merdeka, Gerakan Rakyat Maluku, dan lain-lain. Lebih
lanjut, permasalahan lain yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, bangsa,
dan negara misalnya : kesenjangan ekonomi antar umat beragama dan perlakuan yang
berbeda terhadap tenaga kerja yang beragama lain, adanya pengakomodiran agama sebagai
sarana untuk mempertahankan kekuasaan, merebaknya budaya yang bertentangan dengan
nilai-nilai moral yang selama ini berlaku, dan sebagainya.

Zaman globalisasi membuat semua negara di dunia dapat dengan mudah masuk ke
negara lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti contoh banyaknya produk-
produk luar negeri yang ada di Indonesia, mulai dari makanan sampai dengan alat
transportasi. Globalisasi dapat mendatangkan keuntungan bagi Indonesia, namun banyak juga
hal-hal negatif yang berada diantara manfaat-manfaat tersebut. Misalnya gaya berbusana ala
negara barat yang sekarang ini menjadi trend di Indonesia mampu menggeser budaya asli
Indonesia yang berpakaian tertutup, kemudahan akses internet yang tidak semua mengandung
unsur positif, serta kesenian-kesenian tradisonal Indonesia yang mulai dilupakan karena lebih
tertarik budaya Barat. Hal semacam ini menjadi kebiasaan yang buruk bagi masyarakat
Indonesia. Oleh karena itu, ajaran keimanan dan ketakwaan hendaknya dapat menyaring dari
pengaruh globalisasi, dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang
membawa manfaat dan mana yang dapat merusak kultur, ekonomi, politik, tata
kemasyarakatan di Indonesia.

2.4 Contoh kasus dan Penjelasannya

Contoh Kasus Kerukunan Antar Umat Beragama


Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki latar belakang bermacam-macam
suku, agama, maupun ras. Terkhusus untuk persoalan agama, agama yang dianut dan diakui
di Indonesia terdapat 6 macam yaitu Islam, Protestan, Khatolik, Hindu, Budha dan Kong-
Hucu. Untuk itu dengan adanya latar belakang agama maupun suku yang bermacam-macam
tersebut diperlukan adanya suatu toleransi dan sikap menghargai sesama agar terjalin
kerukunan hidup antar umat maupun sesama warga Indonesia. Indonesia dengan
keberagaman yang unik tersebut didiami oleh mayoritas warga yang menganut keyakinan
Islam (muslim). Namun dengan adanya mayoritas Islam tersebut tidak menjadi penghalang
warga dengan penganut keyakinan yang lainnya untuk tetap bisa menjalani keberlangsungan
hidup di Indonesia.

Salah satu contoh kerukunan umat yang nyata terjalin di Indonesia adalah di wilayah
Puja Mandala kawasan Nusa Dua Bali. Puja Mandala adalah suatu tempat peribadatan yang
terdiri dari 5 tempat ibadah namun didirikan dalam suatu kompleks. Di dalam kompleks
tersebut terdapat 5 tempat peribadatan yang terdiri dari Masjid Agung Ibnu Batutah (Islam),
Gereja Katolik Bunda Maria Segala Bangsa (Katholik), Gereja Kristen Protestan Bukit Doa
(Protestan), Wihara Budhina Guna Puja Mandala (Budha), Kori Agung Pura Jagat Natha
Nusa Dua (Hindu). Suasana keharmonisan antar umat benar-benar terasa pada saat itu hari
raya besar umat dan warga disini merasakan bahwa inilah contoh Indonesia sesungguhnya.
Slogan Bhinneka Tunggal Ika sering teruji dengan adanya beberapa tempat ibadah dalam satu
tempat dan juga dalam suatu agenda yaitu melaksanakan perayaan hari besar umat.

Alasan dibangunnya komplek Puja Mandala ini karena minimnya tempat Ibadat
khususnya bagi umat Muslim di kawasan Nusa Dua. Selain untuk kebutuhan warga muslim
di kawasan Nusa Dua dan sekitarnya, masjid ini juga banyak dikunjungi wisatawan yang
hendak menunaikan Ibadah sholat lima waktu di sela-sela liburannya di Bali. Meski
berdampingan dengan tempat Ibadat umat lain, selama ini tidak pernah ada konflik yang
disebabkan ketidakharmonisan antar sesama. Bahkan justru jika ada kegiatan keagamaan
suatu agama, kegiatan tersebut menjadi ajang dalam satu umat dengan yang lainnya untuk
mempererat kerukunan.Sebut saja, jikaumat Islam shalat pada saat hari Jumat dan kebetulan
umat Katholik juga mengadakan acara, jadi sesama umat bisa saling berinteraksi bahkan
saling tolong menolong untuk mensukseskan acara keagamaannya tersebut.

Dari contoh kasus komplek peribadatan Puja Mandala tersebut dapat ditarik suatu
garis besar bahwa keberagaman adalah hal yang indah dan bisa menjadi pondasi yang kuat
untuk bangsa Indonesia semakin bersatu. Bali dengan mayoritas agama yang dianut oleh
warganya adalah Hindu namun tetap mengayomi dan memberi kebebasan serta kesempatan
bagi warga dengan kepercayaan yang lain untuk tetap bisa menjalankan ritual keagamaannya
dengan tentram dan damai.

Contoh Kasus Kerukunan Intern Umat Beragama


Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Islam terdapat sejumlah aliran yang
berlatarbelakang perbedaan paham, perbedaan etnis, perbedaan afiliasi politik dan perbedaan
kebangsaan. Dalam skala makro, kondisi yang sangat pluralis sejauh ini tidak sampai
menimbulkan perpecahan, terutama dalam aspek ilahiat (ibadah dan ritualitas).

Sebagai contoh mari kita menengok ke dalam potret beragama di Indonesia


khususnya Agama Islam. Kita ambil contoh di Indonesia umumnya terdapat tiga organisasi
islam, yaitu: muhammadiya dan NU. yang mempunyai perbedaan dalam menjalankan
kegiatan ibadah. Organisasi islam yang ada tidak tertitik pada satu daerah saja, melainkan
antara daerah yang satu dengan daerah yang lain ada sebagian yang ikut organisasi
muhammadiyah dan ada yang ikut organisasi NU. Kondisi tersebut sesuai dengan teori dari
(Sudrajat, 2008) yang dikutip dari Ahmad A-l Mazyad kaitanya dengan perbadaan dalam
menjalankan ibadah agama islam, sehingga terbentuk pula organisasi-organisasi islam. Teori
Sudrajat mengenai ibadah agama Islam adalah sebagai berikut Islam adalah satu-satunya
agama yang telah menggariskan metode buatan manusia yang mengandung unsur benar dan
salah, tetapi metode robbani yang mengantarkan pemeluk kepada kebahagiaan, ketenangan
dan ketentraman jiwa didunia dan akses meriah kemenangan di akhirat. Sedangkan aturan-
aturan dan syarikatnya disesuaikan dengan tingkat perkembangan sosial budaya pada
zamannya (Sudrajat dkk,31:2008). Perbedaan pandangan terhadap ibadah agama islam yang
ada di Indonesia lebih tertitik pada pelaksanaan ibadah dan kegiatan yang dilakukan masing
organisasi. Perbedaan yang mencolok dikalangan intern islam yang ada di Indonesia antara
organisasi islam yang satu dengan yang lain dalam hal menjalankan ibadah yaitu pandangan
mereka terhadap yang wajib dan yang sunnah. Muhammadiyah lebih mengedepankan yang
wajib tetapi yang sunnah juga tidak diluapakan, sedangkan NU lebih membicarakan yang
sunnah dan digabungkan dengan kearifan lokal yang ada.

Setelah melihat potret intern umat beragama Indonesia di atas dapat disimpulkan
bahwa Umat beragama di Indonesia masih menjunjung tinggi toleransi dan kerukunan.
Toleransi di sini diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau
memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat, Dengan
demikian toleransi menunjuk pada adanya suatu kerelaan untuk menerima kenyataan adanya
orang lain yang berbeda.

KESIMPULAN
Umat beragama diharapkan menjunjung tinggi kerukunan antar umat beragama.
Pentingnya kerukunan antar umat beragama adalah adalah terciptanya kehidupan masyarakat
yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar
agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan
stabilitas dan kemajuan Negara.

Kemajemukan yang ada di Indonesia merupakan realita yang tak dapat dihindari, oleh
karena itu kemajemukan harus dikelolah dengan baik. Diperlukan dialog antar umat bergama
guna memperkuat kerukunan antar umat beragama dan masalah yang dihadapi dengan selalu
berfikir positif dalam setiap penyelesaiaannya. Agama sebagai faktor pemersatu dalam
kehidupan berbangsa, dengan adanya dialog antar umat beragama dapat memberikan
konstribusi, kolaborasi serta saling bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna
mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan dengan tujuan
meningkatkan sumber daya manusia bangsa, baik secara ilmu maupun karakter.

Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar
umat beragama antara lain:
4. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-
masing
5. Saling hormat menghormati dan bekerja sama antar sesama pemeluk agama (intern),
antara berbagai golongan agama, dan juga antara pemeluk agama dengan pemerintah (Tri
Kerukunan Umat Beragama)
6. Saling tenggang rasa dengan tidak memaksakan keyakinan diri sendiri kepada orang lain

Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya menanamkan sejak
dini pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama agar terciptanya hidup rukun antar
sesama sehingga masyarakat merasa aman, nyaman dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

https://ridhofkip.blogspot.co.id/2013/03/kerukunan-umat-beragama-menuju.html?m= diakses
tanggal 14 Maret 2017 pukul 16.04

Buku Agama Islam II

http://ridhofkip.blogspot.co.id/2013/03/kerukunan-uamt-beragama-menuju.html (diakses 13
Maret 2017, pukul 11.40 WIB)

Anda mungkin juga menyukai