Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEPATITIS

OLEH :

KELOMPOK 2

1. FLAFIANUS ALEX CANDRA


2. HELENA SARBUNAN
3. MAXIMILIANUS LANGGAR
4. MATILDA IVONI SIONG
5. ROBERTUS WANGGUR
6. TRIVONIA JENITA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ST. PAULUS RUTENG

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Hepatitis “ tepat pada waktunya.

Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penulisan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan makalah kami selanjutnya.

Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan


semua yang membacanya.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN....................................................................4

1.1 Latar Belakang..........................................................................4


1.2 Tujuan......................................................................................5
1.3 Manfaat...................................................................................5

BAB II
PEMBAHASAN..........................................................................6

2.1 Pengertian................................................................................6

2.2 Anatomi dan


Fisiologi.......................................................................................7

2.3 Etiologi........................................................................................5

2.4 Patofisiologi.................................................................................5

2.5 Manifestasi
klinis.............................................................................................19

2.6 Komplikasi....................................................................................20

2.7 Pemeriksaan
Diagnostik.....................................................................................20

2.8 Penatalaksanaan...........................................................................21

BAB III
PENUTUP................................................................................33

3.1 Kesimpulan....................................................................................33

3
3.2 Saran..............................................................................................33

DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................34

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia


termasuk di Indonesia, yang terdiri dari hepatitis A, B, C, D, dan E. Hepatitis A
dan E sering muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan secara fecal oral dan
biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Bersifat akut dan
dapat sembuh dengan baik. Sedangkan hepatitis B, dan D (jarang) ditularkan
secara parenteral dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis dan lalu kanker
hati. Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240
juta orang di antaranya menjadi pengidap hepatitis B kronik, sedangkan untuk
penderita hepatitis C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5
juta penduduk di dunia meninggal setiap tahunnya karena hepatitis.

Indonesia merupakan negara dengan endemisitas hepatitis B, terbesar kedua


di negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar. Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas), study dan uji saring darah donor PMI maka
diperkirakan diantara 100 orang Indonesia 10 di antaranya yang telah terinfeksi
hepatitis B atau C. Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta penduduk
Indonesia yang terinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta orang berpotensi untuk
menderita kanker hati.

Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati yang bisa disebabkan oleh
infeksi (virus, bakteri, parasit), obat-obatan (termasuk obat tradisional), komsumsi
alkohol. Hepatitis virus merupakan fenomena gunung es, dimana penderita yang
tercatat yang datang ke layanan kesehatan lebih sedikit dari jumlah penderita
sesungguhnya.

5
Menurut hasil Rikesdas tahun 2013 bahwa jumlah orang yang didiagnosis
hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan gejala-gejala yang ada,
menunjukan peningkatan 2 kali apabila dibandingkan dari data 2007 dan 2013.
Pada tahun 2013 ada 13 provinsi yang memiliki prevalensi di atas rata-rata
nasional. (Pusat Data dan Informasi Kesehatan, 2014)

Penyebab hepatitis menurut Wening Sari (2008) meliputi :


1. Obat- obatan, bahan kimia, dan racun.
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis
toksik dan hepatitis akut.
2. Reaksi tranfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis
3. Infeksi virus.
Komplikasi dari hepatitis adalah ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan
hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik
merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati
yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada alkoholik.

1.2 TUJUAN
Mengetahui lebih dalam mengenai pengertian, penyebab, klasifikasi, tanda-
tanda, patofisiologi dan cara penularan serta perilaku pencegahan hepatitis.

1.3 MANFAAT
Dapat menambah wawasan mahasiswa tentang pengetahuan dan pencegahan
hepatitis.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian

Hepatitis adalah inflamasi pada hati. Gangguan ini biasanya disebakan oleh

virus, meskipun dapat diakibatkan oleh pajanan alkohol, obat-obatan, dan toksin,

atau patogen lain (LeMone, Priscilla. 2015. Hal : 914 )

Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat

disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta

bahan- bahan kimia (Sujono Hadi. 1999).

Hepatitis adalah peradangan hati yang akut karena suatu infeksi atau

keracunan. Kulit mungkin berubah warnanya dan selaput putih mata menjadi

kuning. Biasanya terdapat nyeri di daerah hati di perut bagian atas. (Anderson,

Clifford R. 2015. Hal : 243)

2.2 Anatomi fisiologi

7
Hati merupakan organ yang terbesar di dalam tubuh manusia. Dengan
berat 1500 gram atau 1, 5 kg. Bagian superior dari hepar cembung dan terletak di
bawa kubah kanan diafragma. Bagian inferior hepar cekung dan di bawanya
terdapat ginjal kanan, gaster, pankreas, dan usus.

Hepar dibagi menjadi dua lobus, yaitu lobus kiri dan kanan. Ligamen
falsiform membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan posterior serta
membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral. Dari hepar, ligamen
falsiform melintasi diafragma sampai ke dinding abdomen anterior. Permukaan
hepar diliputi oleh perineum viselaris.

Saluran – saluran hepar terdiri dari :

1. Arteria hepatikum adalah salah satu cabang dari arteria seliaka dari
aorta. Arteria ini menyuplai darah ke hepar.
2. Vena porta hepatika membawa darah vena dari seluruh traktus
gastrointestinal ke hepar. Darah ini mengandung zat-zat makanan yang
telah diserap oleh vili usus halus.
3. Vena hepatika membawa darah vena dari hepar ke vena inferior.

8
4. Saluran –saluran bilier juga disebut kanalikuli empedu, dibentuk oleh
kapiler- kapiler empedu yang menyatu dan menyalurkan empedu yang
dihasilkan oleh sel-sel hepar.

Setiap lobus dari hepar dibagi dalam struktur-struktur yang disebut


lobulus. Lobulus ini adalah mikroskopik yang merupakan unit fungsional dari
hepar yang bersegi enam atau heksagonal. Di dalam lobulus terdapat sel-sel hepar
(hepatosit) yang tersusun seperti lapisan-lapisan plat dan berbentuk sinar dan
mengelilingi hepatikum. Pada setiap segi lobulus terdapat cabang-cabang vena
porta, arteri hepatika, dan kanalikuli empedu.

Di antara deretan sel-sel hepar yang berbentuk seperti sinar terdapat


sinusoid yang membawa darah dari cabang- cabang vena porta dan arteria
hepatika ke vena hepatika. Pada dinding sinusoid terdapat sel- sel fagositt yang
disebut sel kupffer. Sel-sel kupffer ini menelan eritrosit dan leukosit yang mati,
mikroorganisme, benda asing yang masuk ke dalam hepar.

Sel-sel hepar menghasilkan empedu yang kemudian dialirkan lewat


kanalikuli. Kanalikuli (saluran-saluran yang halus) bergabung dan menjadi saluran
yang besar, yaitu duktus hepatikus kiri dan kanan. Duktud hepatikus kiri dan
kanan bergabung dan menjadi duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus
komunis bergabung menjadi duktus sistikus. Melalui duktus sistikus ini, empedu
masuk ke dalam vesika felea. Empedu juga keluar dari vesika felea melalui duktus
sistikus kemudian ke duktus koleduktus (common bileduct). Duktus koledukus ini
bermuara ke dalam duodenum. Sebelum memasuki duodenum, duktus koledukus
bersatu dengan duktus pankreatikus dan membentuk ampula hepatopankreatik.
Ampula hepatopankreatik mempunyai katupyang disebut sfingter Oddi. Kira- kira
30 menit setelah makan dan setiap kimus masuk ke dalam duodenum, katup Oddi
berrelaksasi, sedangkan vesika felea berkontraksi dan empedu masuk ke dalam
duodenum.

9
Hepar menerima dua macam darah yaitu darah yang kaya dengan oksigen
melalui arteria hepatika dan darah yang mengandung lebih banyak karbondioksida
melalui vena porta. Darah dalam vena porta juga mengandung zat-zat makanan
yang telah diabsorpsi vili dari usus halus. Cabang-cabang dari arteria hepatika dan
vena porta memebawa dua macam darah ini ke dalam sinusid. Zat-zat makanan
yang tidak diperlukan tubuh disimpan oleh hepar dan dikeluarkan jika diperlukan.

Hepar adalah tempat penyimpanan utama dari tubuh. Hepar menyimpan


glukosa dalam bentuk glikogen dengan bantuan enzim-enzimglikogen yang dapat
diubah menjadi glukosa merupakan sumber energi utama, penyimpanannya sangat
penting.

Hepar juga menyimpan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti


vitamin A, D, E, dan K, serta mineral-mineral seperti zat besi. Hepar juga dapat
menyimpan lemak dan asam amino yang dapat diubah menjadi glukosa jika tubuh
memerlukannya.

Salah satu fungsi utama hepar sebagai alat pencernaan adalah menyekresi
empedu. Empedu adalah cairan yang basa, mengandung natrium bikarbonat,
garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, mucin, lesitin, dan bilirubin.

Hepar menyekresi sebanyak 1 liter empedu setiap hari. Pigmen empedu


memberi warna pada empedu dan feses. Pigmen-pigmen ini berasal dari
hemoglobin yang rusak atau yang mati, kemudian dibawa menuju hepar.

Empedu masuk ke duodenum serta membantu dalam pencernaan dan


absorpsi lemak. Bagian terminal dari ileum, garam-garam empedu ini direabsorpsi
ke dalam darah kemudian dialirkan ke dalam hepar melalui vena porta. Di dalam
hepar garam-garam empedu ini digunakan kembali untuk menyekresi empedu.

Vesika felea adalah suatu kantong yang terletak di bawah lobus kanan dari
hepar. Bentuknya seperti buah pir. Lapisan dalamnya terdiri dari selaput lendir
yang tersusun berlipat-lipat(rugae) seperti rugae dari gaster. Oleh karena itu

10
vesika felea dapat membesarjika penuh empedu. Lapisan vesika felea terdiri dari
otot-otot polos. Kontraksi otot-otot ini dapat menyebabkan empedu keluar dan
masuk ke duodenum melalui duktus sistikus komunis. Lapisan luar vesika felea
adalah sebagian dari peritoneum(peritoneum viselaris).

FUNGSI HEPAR

Hepar melaksanakan fungsi vital, sehingga manusia tidak dapat hidup


tanpa hepar. Hepar mempunyai peranan penting dalam metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak, yang dibawa ke hepar melalui vena porta setelah diabsorpsi
oleh vili usus halus.

Metabolisme Karbohidrat

Segera setelah makan, hepar mengambil glukosa, fruktosa, dan galaktosa


dari makanan. Ketiga gula ini diubah menjadi glikogen (melalui proses
glikogenesis) dan disimpan di dalam hepar. Jika makanan yang dimakan
mengandung rendah karbohidrat, hepar mengubah protein menjadi glukosa untuk
mengganti simpanan glikogen yang telah digunakan. Jika makanan yang dimakan
mengandung karbohidrat yang tinggi dan berlebih, kelebihan ini akan diubah
menjadi lemak (lipogenesis). Ketika tidak makan, hepar juga membantu
mempertahankan konsentrasi glukosa darah (kadar gula dalam darah), yaitu
dengan memecah glikogen (glikogenolisis) atau dengan membentuk glukosa baru
(glukoneogenesis) dari asam amino, gliserol, dan asm laktat. Melalui proses
glikogenesis, lipogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis, hepar membantu
mempertahankan kadar gula dalam darah yang normal, mencegah hiperglikemia
setelah makan dan hipoglikemia ketika tidak makan.

Metabolisme Protein

Hepar sangat penting untuk metabolisme protein. Melalui proses


transaminase hepar dapat menghasilkan asam amino. Hepar meripakan satu-
satunya sumber plasma protein utama. Albumin merupakan salah satu protein

11
plasma utama yang hanya dapat dihasilkan oleh hepar. Albumin ini yang
mempertahankan tekanan osmotik koloid, sehinggga distribusi yang normal dari
cairan antara kompartemen intertisial dan intrasel dapat dipertahankan.

Hepar merupakan sumber faktor-faktor pembekuan darah. Hepar


menghasilkan fibrinogen (faktor I), protombin (faktor II), proaselarin (faktor V),
akselerator konversi protombin serum (faktor VII), faktor christmas (faktor IX),
faktor stuart (faktor X). Produksi faktor-faktor II, VII, IX, dan X memerlukan
vitamin K. Karena vitamin K ini dapat larut hanya dalam lemak, vitamin ini
memerlukan empedu agar dapat diabsorpsi.

Metabolisme Lemak

Hepar mengubah terigliserida menjadi asam lemak. Asam lemak dapat


digunakan untuk energi. Hepar juga menggunakan asam lemak dari jaringan
adiposa untuk membentuk energi.

Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah produk dari eritrosit yang rusak. Kerusakan eritrosit akan
menyebabkan keluarnya bilirubin. Bilirubin ini adalah bilirubin tak-terkonjugasi
yang tidak dapat larut dalam air. Bilirubin tak-terkonjugasi ini diikat oleh albumin
dan protein yang lain, kemudian beredar melalui peredaran darah. Setibanya di
dalam hepar, bilirubin tak-terkonjugasi dilepas oleh hepar dari albumin,
kemudian digabung dengan glukoronid sehingga dapat melarut dalam air dan
disebut bilirubinterkonjugasi. Melalui kanalikuli, bilirubin terkonjugasi ikut
dengan empedu dan masuk ke vesika felea dan duodenum. Dalam duodenum,
bilirubin terkonjugasi diubah menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen ini
dikeluarkan melalui feses dalam bentuk sterkobilin, yang memberi warna pada
feses (kecoklatan), dan sebagian direabsorpsi. Setelah itu, direabsorpsi, setibanya
di dalan hepar, hepar melepasnya ke dalam darah untuk digunakan kembali, yang
lain dikeluarkan melalui urine.

12
Detoksifikasi

Hepar memiliki peranan yang sangat penting dalam detoksifikasi zat-zat


endogen dan eksogen. Salah satu zat yang sangat toksik yang ditangani hepar
adalah amonia. Amonia ini dihasilkan dalam usus besar, kerja bakteri pada protein
mengahasilkan amonia. Melalui sirkulasi enterohepatik, hepar melepas amonia
dari darah dan mengubahnya menjadi urea sehingga tidak beracun.

Di dalam hepar, proses deamenasi terjadi ketika sekelompok amino


diambil dari asam amino yang mengakibatkan pembentukan amonia. Selanjutnya,
hepar mengubah amonia menjadi urea. Melalui urine, urea dapat dikeluarkan oleh
ginjal.

Hepar dapat pula membuat hormon-hormon steroid, (estrogen,


progesteron, testosteron, kortikosteron, aldosteron) menjadi tidak aktif. Oleh
karena itu, penyakit hepar dapat mengakibatkan kadar hormon dalam darah
menjadi patologis.

Hepar dapat mendetoksifikasi zat-zat eksogen, seperti obat-obat, barbiturat


dan beberapa sedatif. Hepar yang sakit tidak dapat mengatasi efek toksik dari
obat-obat tersebut.

Penyimpanan Mineral dan Vitamin

Hepar sebagai penyimpanan cadangan macam-macam mineral dan


vitamin. Vitamin A, D, E, K, dan B12 disimpan dan dapat digunakan jika
diperlukan. Selain itu, mineral seperti zat besi disimpan dan digunakan untuk
membentuk hemoglobin.

Hepar kaya dengan pembuluh darah dan sistem sinusoid. Hal ini dapat
membuatnya dijadikan sebagai tempat penyimpanan darah. Jika volume darah

13
vena meningkat melebihi kemampuan jantung kanan, kelebihan darah ini dapat
disimpan di dalam hepar.(Mary Baradero, 2008. Hal :1-9)

2.3 Klasifikasi Hepatitis


a. Hepatitis A
Hepatitis ini disebabkan oleh virus hepatitis A(HAV) yang juga
disebut hepatitis infeksiosa. Penyakit ini terutama ditularkan melalui
kontaminasi oral-fekalakibat hygiene yang buruk atau makanan yang
tercemar. Individu yang tinggal di tempat yang padat dimana higyene yang
mungkin tidak adekuat misalnya, panti-panti asuhan, institusi mental,
penjara, dan penampungan gelandangan, berisiko mengidap pebyakit ini.
Virus kadang-kadang ditularkan melalui darah.
Waktu antara pajanandan awitan gejala ( masa tunas) untuk HAV
adalah antara 4-6 minggu. Pengidap penyakit ini dapat menular sampai 2
minggu sebelum gejala timbul. Antibody terhadap hepatitis A akan timbul
saat gejala timbul. Penyakit biasanya berlangsung selam sekitar 4 bulan
setelah pajanan. Tidak terbentuk (carrier) dimana individu tetap menular
selama periode waktu tertentu setelah penyakit akut mereda, dan tidak
terjadi stadium fulminan setelah penyakit akut.
b. Hepatitis B
Disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang sering disebut juga
hepatitis serum. Penyakit ini bersifat serius dan biasanya menular melalui
kontak dengan darah yang mengandung virus. Penyakit ini juga ditularkan
melalui hubungan kelamin, dan dapat ditemukan di dalam semen dan
cairan tubuh lainnya. Yang berisiko khusus mengidap HBV adalah
pemakai obat terlarang intravena, para pekerja kesehatan, dan heteroseks
atau homoseks yang aktif secara seksual. Para remaja memperlihatkan
angka hepatitis B yang tinggi, sering ditularkan melalui hubungan
kelamin.
Hepatitis B memiliki masa tunas yang lama, antara 1 dan 7 bulan
dengan awitan 1-2 bulan. Stadium akut dari suatu infeksi aktif dapat

14
berlangsung sampai 2 bulan.cara utama penularan HBV adalah melalui
parenteral dan menembus membrane mukosa, terutama melalui hubungan
seksual. Masa inkubasi rata-rat adalah sekitar 60-90 hari. HBsAg telah
ditemukan pada hamper semua cairan tubuh orang yang berinfeksi,seperti
darah, semen, saliva, air mata, asites,air susu ibu, dan bahkan feses.
Setidaknya sebagian cairan tubuh ini telah terbukti bersifat infeksius.
c. Hepatitis C
Hepatitis ini disebut juga hepatitis non-A non-B. Pada tahun 1988
telah ditemukan agen penyebab. Terdapat dua bentuk virus non-A non-B,
yang satu ditularkan melalui darah yang lain melalui enteric. Kedua virus
ini kini disebut sebagai virus hepatitis C dan virus hepatitis E. HCV
merupakan virus RNA untai tunggal.
Seperti HBV, maka HCV diyakini terutama ditularkan melalui
jalur parenteral dan kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan
transfuse darah. Resiko penularan melalui hubungan seksual masih menadi
perdebatan namun jumlahnya masih rendah. Masa inkubasi sekitar 50-160
har, dengan rata-rata 50 hari. HCV merupakan penyebab sebagian besar
kasus hepatitis yang berkitan dengan transfuse. Hepatitis kronis terjadi
pada sekitar 80% dari semua orang yang terinfeksi HCV, dan sekitar 70%
dari mereka yang penyakitnya berkembang menjadi sirosis hati.
d. Hepatitis D
Hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis D yang sering
disebut juga , hepatitis delta dan sebenarnya adalah suatu virus detektif
yang ia sendiri tidak dapat meninfeksi hepatosit untuk menimbulkan
hepatitis. Virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga infeksi
HBv bertambah parah. Infeksi HDV juga dapat timbul belakangan pada
individu yang mengidap infeksi kronik HBV. Virus hepatitis delta ini
meningkatkan risiko timbulnya hepatitis fulminan, kegagalan hati dan
kematian. hepatitis D ditularkan seperti HBV.
e. Hepatitis E

15
HEV adalah suatu virus RNA untai-tunggal yang kecil berdiameter
kurang lebih 32-34 nm dan tidak berkapsul. HEV adalah jenis hepatitis
Non-A, Non-B yang ditularkan secara enteric melalui jalur fekal-oral.
Sejauh ini, dapat dilakukan pemeriksaan serologis untuk HEV
menggunakan pemeriksaan imun enzim yang dikodekan secara khusus.
Metode ini telah berhasil membedakan aktivitas antibody terhadap HEV
dalam serum. Virus ini tidak menimbulkan keadaan pembawaatau
menyebabkan hepatitis kronik. Namun dapat terjadi hepatitis fulminan
yang akhirnya menyebabkan kegagalan hati dan kematian.

2.4 Etiologi
Penyebab hepatitis menurut Wening Sari (2008) meliputi :
1. Obat- obatan, bahan kimia, dan racun.
Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis
toksik dan hepatitis akut.
2. Reaksi tranfusi darah yang tidak terlindungi virus hepatitis
3. Infeksi virus.
Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA yang tersusun
dari partikel antigen. Penularannya melalui darah atau produk
darah, saliva, kulit atau selaput lendir, lewat jarum suntik atau
pisau cukur yang terkontaminasi, kontak seksual, lewat alat-alat
yang digunakan dalam rumah (senduk, gelas), tranfusi darah yang
mengandung HB (hepatitis B surface antigen), sekresi vagiana. Ibu
hamil yang terinfeksi oleh hepatitis B bisa menularkan virus
kepada bayi selam proses persalinan, masa inkubasi 40-180 hari
dengan rata-rata 75 hari.
2.5 Patofisiologi
Hepatitis virus dapat menyebabkan inflamasi yang menyebar ke jaringan-
jaringan hepar melalui infiltrasi. Inflamasi, degenerasi, dan regenerasi dapat
terjadi serentak. Inflamasi yang disertai pembengkakan dapat menekan cabang

16
vena porta. Transaminase serum akan meningkat dan masa protombin
memanjang.(Mary Baradero, 2008)
Inflamasi yang menyebar pada pada hepar dapat disebabkan oleh infeksi
virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia. Unit
fungsional dasar dari hepar di sebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai
darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel
hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar yang baru yang sehat. Oleh karenanya sebagian
besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal
(Baraderu, 2008).
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intra hepatik, maka
terjadi kerusakan pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati, selain itu juga
terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya bilirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
eskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi,
maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi. Jadi ikterus yang timbul
disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan
ekskresi bilirubin (Smeltzer dan Bare, 2002).
Virus atau bakteri yang menginfeksi manusia masuk ke aliran darah dan
terbawa sampai ke hati. Di sini agen infeksi menetap dan mengakibatkan
peradangan dan terjadi kerusakan sel-sel hati (hal ini dapat dilihat pada
pemeriksaan SGOT dan SGPT). Akibat kerusakn ini maka terjadi penurunan
penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga terjadi disfungsi hepatosit dan
mengakibatkan ikterik. Peradangan ini akan mengakibatkan peningkatan suhu
tubuh sehingga timbul gejala tidak nafsu makan (anoreksia). Salah satu fungsi hati
adalah sebagai penetralisir toksin, jika toksin yang masuk berlebihan atau tubuh
mempunyai respon hipersensivitas, maka hal ini merusak hati sendiri dengan

17
berkurangnya fungsinya sebagai kelenjar terbesar sebagai penetral racun
(Syaifuddin, 2006).
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan
suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak
nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya
rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat.
Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke
dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urin dan kemih berwarna gelap.
Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat di sertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus (Smeltzer
dan Bare, 2002)

Pathway

18
Obat-obatan infeksi virus alkohol

Hipertermi Inflamasi pada hati peregangan kapsula


hati

Resiko transmisi infeksi Hepatitis nyeri hematomegali


gangguan
metabolisme gangguan suplai darah pada perasaan tidak nyaman
pd
karbohidrat & protein sel-sel hepar kuadran kanan
atas
glikogenesis glukoneogenesis
kerusakan sel parenkim,
sel hati duktuli empedu hepatika mual dan nyeri di
uluh
hati
glikogen dlm hati fungsi hepar menurun
berkurang anoreksia
hiperbilirubin
glikogenesis
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
glukosa dlm darah pigmen empedu
berkurang
prunitas

cepat lelah
resiko integritas kulit

keletihan

19
2.6 Manifestasi Klinis
1. Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus Non A dan Non B : 14-150 hari ( rata-rata 50 hari)
Virus E : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Tanda- tanda dari semua jenis hepatitis virus sama, kecuali hepatitis A,
yang tanda awalnya bersifat tiba-tiba. Tanda-tanda hepatitis virus dikelompokan
dalam tiga tahap, yaitu :
1. Tahap pre ikterik (tahap prodomal) yang berlangsung selama satu
minggu.
a. Anoreksia (merupakan tanda utama)
b. Suhu tubuh meningkat disertai menggigil
c. Mual dan muntah
d. Kesulitan mencerna makanan (dispepsia)
e. Nyeri sendi (artralgia)
f. Nyeri tekan pada hepar
g. Cepat lelah, malaise
h. Berat badan menurun
2. Tahap ikterik
Dimulai dengan timbulnya ikterik yang berlangsung selama 46
minggu. Pada tahap ini, tanda pre ikterik akan berkurang, kecuali
anoreksia, mual, muntah, dispepsia, rasa lemah dan malaise makin
bertambah, nyeri tekan pada hepar juga bertambah. Ikterik timbul
karena gangguan metabolisme bilirubin. Urin pasien berwarna

20
kuning tua, transaminase serum (ALT dan AST) dan alkalin
fosfatase meningkat, serta masa protrombin memanjang.
3. Tahap penyembuhan
Tahap ini dimulai ketika ikterik telah hilang, bertambahnya nafsu
makan.warna urin tampak normal, dan penderita mulai merasa
segar kembali. (Mary Baradero, 2008. Hal : 32)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik yang di lakukan pada pasien
hepatitis, antara lain:
a. Tes fungsi hati : Abdomen (4-10 kali dari normal). Catatan : merupakan
batasan nilai untuk membedakan hepatitis virusdan non-virus.
b. Darah legkap : Sel darah merah menurun sehubungan dengan penurunan
hidup sel darah merah (gangguan ezim hati ) atau mengakibatkan
perdarahan.
c. AST (SGOT) / ALT (SGPT) : Awalya meningkat dapat meningkat 1- 2
minggu sebelum ikterik dan menurun.
d. Leucopenia,Trombositopenia mungkin tidak ada (splenomegali).
e. Deferensial darah lengkap :leukositosis, monositosis, limfosit atipikal,
dan sel plasma.
f. Alkali fosfotase : Agak meningkat (kecuali ada kolesttasis berat).
g. Feses :Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
h. Albumin serum : Menurun
i. Gula darah :hiperglikemia transien / hipoglikemia (gangguan fungsi
hati).
j. Anti – HAV IgM :positif pada tipe A
k. HBsAg :Dapat positif (tipe B ) atau negatif (tipe A). catatan : merupakan
tes diagnostic sebelum terjadi gejala klinik.
l. Masa protabin Mungkin memanjang (disfungsi hati).
m. Bilirubin serum : Diatas 2,5 mg / 100 ml (biladiatas 200 mg/ml,
prognosis
buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).

21
n. Tes ekskresi Bromsufoptalein (BSP): Kadar darah meningkat.
o. Biopsy hati : Menunjukan diagnosis dan luasnya nekrosis.
p. Scan hati : Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan parenkim.
Urinalisa peningian kadar bilirubin : Protein / hematuria dapat terjadi
(Doenges, Marylin E, 2000).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Ada dua klasifikasi penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada
penyakit hepatitis yaitu:
a. Farmakologi
1) Pemberian interferon
2) Pemberian hormone
3) Pemberian antiemetic bila perlu
4) Pemberian antibiotic dan antiemetic
5) Pemberian vitamin
b. Non farmakologi
1) Tirah baring
Biasanya direkomendasikan tanpa memperhatikan bentuk terapi lain
sampai gejala hepatitis mereda. Selanjutnya, aktivitas pasien harus
dibatasi sampai gejala pembesaran hati dan kenaikan kadar bilirubin
serta enzim-enzim hati dalam serum sudah kembali normal.
2) Nutrisi yang adekuat
Nutrisi harus dipertahankan, asupan protein dibatasi bila kemampuan
hati untuk memetabolisme produk sampingan protein terganggu
sebagaimana diperlihatkan oleh gejalanya. Upaya kuratif untuk
mengendalikan gejala dyspepsia dan malaise umum mencakup
menggunakan antacid, beladona, serta preparat antiemetic.
3) Masa pemulihan
Masa pemulihan dapat berlangsung lama dan pemulihan gejala yang
lengkap kadang-kadang membutuhkan waktu 3 atau 4 bulan atau
lebih lama lagi. Selama stadium pemulihan ini, pengembalian

22
aktivitas fisik yang berangsur-angsur diperbolehkan dan harus
dianjurkan sesudah gejala ikterus menghilang.
4) Pertimbangan psikososial
Harus dikenali oleh perawat, khususnya akibat pengisolasian dan
pemisahan pasien dari keluarga serta sahabat mereka selama stadium
akut dan infektif. Perencanaan khusus diperlukan untuk
meminimalkan perubahandalam persepsi sensorik. Keluarga perlu
diikutsertakan dalam perencanaan untuk mengurangi rasa takut dan
cemas dalam diri pasien tentang penularan penyakit tersebut.
2.9 Komplikasi
a. Sirosis hepatis
Sirosis hati terjadi karena adanya inflamasi dan fibrosis hepar yang
mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar, dimana terjadi kematian fungsi sel-sel hepar sehingga
terbentuk sel-sel fibrotic, regenerasi sel dan jaringan parut yang
menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar
kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan
menyebabkan sirkulasi intrahepatik tersumbat(obstruksi intrahepatik)
b. Ensefalopati hepatic
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati yang berat dan
disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolic toksik lainnya dalam
darah, amonia akan bertumpuk karena sel-sel hati yang rusak tidak
mampu lagi untuk melakukan detosifikasi dan mengubah amonia
menjadi ureum, amonia dalam keadaan ini akan terus menerus
membanjiri aliran darah akibat penyerapan amonia dalam traktus
gastrointestinal dan pembebasannya dari ginjal serta sel-sel otot.
Peningkatan konsentrasi amonia dalam darah menyebabkan disfungsi
dan kerusakan otak sehingga terjadi ensefalopati hepatic.
c. Hipertensi portal
Mekanisme penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati, selain itu biasanya terjadi

23
peningkatan aliran arteri splangnikus. Kombinasi kedua factor yaitu
menurunya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran
masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem
portal.
Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran
kolateral guna menghindari obstruksi hepatic. Tekanan balik pada
sistem portal menyebabkan spenomegali dan sebagian
bertanggungjawab atas tertimbunya asites.

d. Perdarahan varises esophagus


Varises esophagus merupakan pembuluh vena yang berdilatasi,
berkelok-kelok dan biasanya dijumpai dalam submukosa pada
esophagus bagian bawah. Namun, farises ini dapat terjadi pada bagian
esophagus yang lebih tingggi atau meluas sampai kedalam lambung.
Keadaan semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal
yang terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi vena porta, pada hati yang
mengalami sirosis. Karena peningkatan obstruksi pada vena porta,
darah vena dari traktus intestinal dan limfa akan mencari jalan keluar
melalui sirkulasi koateral. Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan
tekanan khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan submukosa
esophagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-
pembuluh kolateral ini tidak begitu elastic tetapi bersifat rapuh,
berkelok-kelok dan mudah mengalami pendarahan yang akan
menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena
e. Gagal hati fulminan
Gagal hati fulminan ditandai oleh ensefalopati hepatic yang terjadi
dalam waktu beberapa minggu sesudah dimulainya penyakit pada
pasien yang tidak terbukti menunjukan riwayat disfungsi hati.

24
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
 Data subjektif :
 Pernah merasa nyeri kepala, nyeri daerah hepar, artralgia.
 Perubahan pada gastrointestinal (anoreksia, mual, muntah,
dispepsia)
 Berat badan menurun.
 Pernah mengalami peningkatan suhu tubuh disertai
menggigil.
 Cepat lelah, kurang enak yang tidak hilang dengan istirahat.
 Data objektif :
 Ikterik pada kulit dan sklera.
 Pembesaran kelenjar limfe.
 Pembesaran hepar, nyeri tekan pada daerah hepar.
 Tanda-tanda cairan dan elektrolit tidak seimbang.
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
DS : gaya hidup, pola makan, penyalahgunaan obat terlarang,
transfusi darah.
DO : genetic, keluarga mempunyai factor resiko
b) Pola nutrisi metabolic
DS : nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa pahit pada lidah
DO : penurunan berat badan.
c) Pola eliminasi
DS : diare atau konstipasi
DO : urine berwarna kuning tua, atau oliguri akibat retensi garam dan
air, feses berwarna keabu-abuan.
d) Pola aktivitas dan latihan
DS ; kelemahan tubuh
DO ; ketidakmampuan beraktivitas
25
e) Pola tidur dan istirahat
DS ; susah tidur, sering terjaga pada malam hari
DO ; ekspresi wajah mengantuk, gelisah, bayangan gelap di bawah
mata
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
DS : rasa nyeri pada perut kanan atas, rasa sakit bila ditekan pada
perut kuadran kanan atas, kulit gata-gatal.
DO : ekspresi wajah meringis, kulit ikterik dan pruritus.
g) Pola persepsi dan konsep diri
DS : perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, perasaan malu
tentang penyakitnya
DO : emosi yang labil, perasaan sedih
h) Pola peran dan hubungan sesame
DS : merasa tersisih dari keluarga dan orang lain
DO : dirawat di tempat khusus, perlengkapan untuk memenuhi
kebutuhan dipisahkan dari orang lain
i) Pola reproduktif dan seksualitas
DS : penurunan gairah seksual
DO : keadaan umum lemah¸ketidakmampuan beraktivitas
j) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
DS : kecemasan
Do : gelisah
k) Pola system nilai dan kepercayaan
DS : keinginan beribadah
DO : alat-alat ibadah terletak di dekat pasien.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah

26
b. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi
darah sekunder terhadap inflamasi sekunder
c. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hepar dan bendungan vena porta.
d. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat
menular dari agent virus.
e. resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan
dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin
dalam garam empeddu

3.3 INTERVENSI
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah
Hasil yang diharapkan:
 Menunjukan perilaku perubahan pola hidup untuk meningkatkan /
mempertahankan berat badan yang sesuai dan menunjukan
peningkatan berat badan.
Intervensi :
1) awasi pemasukan diet/ jumlah kalori
R/ mengetahui intake dan sebagai pedoman dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2) berikan makan sediki dalam frekuensi sering.
R/ makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksia
3) Berikan peratawatan mulut sebelum makan
R/ menghilangkan rasa tak enak dapat meningkatkan nafsu
makan
4) Dorong pemasukan sari jeruk, minuman karbonat
R/ bahan ini merupakan ekstra kalori dan dapat lebih mudah di
cerna/ toleran bila makanan lain tidak.

27
5) Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan
diet sesuai kebutuhan pasien, dengan masukan lemak dan
protein sesuai toleransi
R/ protein diindikasikanpada penyakit berat (contoh hepatitis
kronis) karena akumulasi produk akhir metabolisme protein
dapat mencetuskan hepatic ensefalopati.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberi antiemetik dan
antasida
R/ dapat menurunkan mual dan iritasi/resiko pendarahan pada
gaster.
Implementasi :
 Mengawasi pemasukan diet/ jumlah kalori,
memberikan makan sedikit dlam frekuensi sering dan
tawarkan makan pagi paling besar.
 Meberikan dorongan untuk mengkonsumi sari jeruk,
minuman kerbonat dan permen berat sepajang hari.
 Mengkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.
Evaluasi :
 Menunjukkan perilaku perubahan pola hidup untuk
meningkatkan / mempertahankan berat badan yang
sesuai.
 Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai
tujuan dengan nilai laboraturium normal dan bebas
tanda malnutrisi.

b. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah


sekunder terhadap inlamasi sekunder
hasil yang drii harapkan :
vtidak terjadi peningkatan suhu
intervensi
1) Monitor tanda vital; suhu badan

28
R/ sebagai indicator untuk mengetahui status hypertermi
2) Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang
adekuat (sedikitnya 2000 l/hari)
R/ dalam kondisi demam terjadi evaporasi yang memicu
timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatassi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk
mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4) Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap
keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jjamur, mencegah timbulnya ruam.
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antipiretik
R/ membantu menurunkan demam.
Implementasi :
 Mengukur suhu tubuh klien.
 Mengompres aksila, kepala, dan lipatan paha klien
untuk mengurangi panas
 Memberikan minum kepada klien sedikitnya 8 gelas
sehari.
 Memberikan obat antipiretik sesuai dosis dan tepat
waktu
Evaluasi :
Tidak terjadi peningkatan suhu dan suhu tubuh dalam
keadaan normal.
c. Nyeri berhubungan dengan adanya inflamasi pada hepar.
Hasil yang diharapkan :
 Nyeri berkurang berkurang sampai hilang
Intervensi:
1) kaji karakterisrik nyeri

29
R/ dalam mengkaji karakteristik nyeri, kita dapat mengetahui
lokasi, frekuensi, durasi dan intensitas nyeri sehingga dapat
diberikan pengobatan yang efektif.
2) Observasi TTV
R/ perubahan TTV dapat menunjukan perubahan kondisi
pasien
ajarkan tekhnik relaksasi seperti nafas panjang dan napas
dalam
R/ meningkatkan suplai O2 ke jaringan dan membantu
relaksasi otot
3) Beri posisi yang nyaman
R/ posisi yang nyaman dapat mengurangi nyeri
4) Lakukan tekhnik massage ringan pada daerah nyeri
R/ massage ringan dapat memblokir nyeri sehingga stimulus
nyeri tidak di persepsikan ke otak
5) Berikan informasi yang akurat dan jelaskan penyebab nyeri
R/ pasien disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan
nyeri yang sesungguhnya dirasakan
6) Anjurkan untuk banyak istirahat
R/ dengan banyak istirahat dapat mempercepat proses
penyembuhan
7) Ciptakan lingkungan yang tenang
R/ dengan lingkungan yang tenang pasien dapat beristirahat
dan nyeri dapat berkurang
8) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
R/ analgetik dapat memblokir reseptor nyeri
Implementasi :
 mengukur skala nyeri untuk mengetahui perkembangan
kondisi klien.
 Mengompres bagian yang nyeri agar nyeri berkurang.
 Memberikan obat analgesik sesuai anjuran dokter.

30
Evaluasi :
 Menunjukan tanda-tanda tidak nyeri, tidak meringis
kesakitan.

d. Resiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat


menular dari agent virus.
Kriteria hasil :
 Tidak menunjukan tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang
tepat untuk menangani semua cairan tubuh.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
 Gunakan sarungan tangan untuk kontak dengan darah dan
cairan tubuh.
 Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada
wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau
memanipulasi jarum dengan cara apapun.
R / pencegahan tersebut dapat memutuskan metode
transmisi virus hepatitis.
2) Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen, dan
cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-
peralatan dan permukaan yang terkontaminasi.
R / teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak
dengan materi infesksius dan mencegah transmisi penyakit.
3) Dorong dan masukan TKTP.
R / kurangi kerentanan individu terhadap infeksi.
4) Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada
klien, keluarga dan pengunjung lain serta petugas pelayanan
kesehatan.

31
R / mencucui tangan menghilangkan organisme yang
merusak rantai transmisi infeksi.
5) Rujuk kepetugas pengontrol infeksi untuk evaluasi
departemen kesehatan yang tepat.
R / rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan
sumber pemajanan dan kemungkinana orang lain terinfeksi.
6) Beri terapi antibiotik sesuai program dokter.
R / mencegah segera terhadap infeksi.
Implementasi :
 Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi
tubuh yang tepat.
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan semua klien atau spesime
Evaluasi :
Tidak menunjukan tanda-tanda infeksi

e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan


dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin
dalam garam empeddu
hasil yang diharapkan
jaringan kulit utuh, penurunan pruritus
1) Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
seperti sering mandi dengan menggunakan air dinggin dan
sabun ringan dan keringkan kulita
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan
meransang ujung syaraf
2) Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan
suhu ruangan dingin dan kelembapan rendah
R/ penghangatan yang berlebihan menambah pruritus dengan
meningkatkan sensitivitas melalui vasidilatasi

32
3) Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberi
tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan dan menggaruk
R/ penggantian meransang pelepasan hidtamin, menghasilkan
lebih banyak pruritus
4) Pertahankan kelembaban ruang pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembapan
kekeringan
5) Jaga agar kuku pasien tetap pendek dan tidak lancip
R/ mencegah ekskoriasi kulit dan infeksi karena garukan.
6) Lakukan masase pada daerah penonjolan tulang serta sering
membalik tubuh pasien
R/ meningkatkan mobilisasi edema dan mencegah dekubitus.
Implementasi :
 Menggunakan air mandi dingin.
 Memberikan masase pada waktu tidur.
 Kolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat
antihistamin sesuai indikasi : metilavin, difenhidramin.

Evaluasi :

 Menunjukan jaringan kulit yang utuh.


 Melaporkan tidak ada penurunan pruritas / lecet.

33
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Hepatitis merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang perlu segera
ditanggulangi, mengingat prevalensi yang tinggi dan akibat yang ditimbulkan
hepatits. Penularan hepatitis terjadi melalui kontak dengan darah , saliva, alat-alat
yang terkontaminasi. Resiko untuk terkena hepatitis di masyarakat berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual, gaya hidup bebas serta
pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan penderita. Pengendalian
penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan dibandingkan dengan
pengobatan. Pencegahan dilakukan meliputi pencegahan penularan penyakit,
maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan pasif.

4.2 SARAN
 Bagi kita yang masih sehat kita perlu menjaga kesehatan dengan tindakan
pencegahan.
 Bagi penderita hepatitis agar segera mendapatkan perawatan secepatnya
agar tidak bertambah parah hingga menyebabkan kanker hati.

34
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth, 2013. Keperawatan Medikal Bedah . Jakarta : EGC.


 Mary Baradero, 2008. Klien Gangguan Hati : Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.
 ragilputri : Pdf diakses tgl 28 januari 2018

35

Anda mungkin juga menyukai