Anda di halaman 1dari 17

A.

KAJIAN TEORI

1. Definisi Atresia Billier

Atresia billier merupakan obstruksi total aliran getah empedu yang disebabkan
oleh destruksi atau tidak adanya sebagian saluran empedu ekstrahepatik. Keadaan ini
terjadi pada 1:10.000 kelahiran hidup. Atresi billier merupakan satu-satunya penyebab
kematian karena penyakit hati pada awal usia kanak-kanak (akibat sirosis billier yang
bersifat progresif dengan cepat) dan 50-60% anak-anak yang dirujuk untuk menjalan
transplantasi hati merupakan pasien atresia billier. (Hull, 2008).
Atresia billier merupakan suatu penyakit yang didapat pada kehidupan
pascanatal dini akibat percabangan saluran billier yang sebelumnya paten menjadi
sklerotik. Atresia bilier adalah suatu keadaan dimana tidak adanya lumen pada traktus
bilier ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Atresia bilier terjadi
karena proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga terjadi hambatan aliran empedu (kolestasis),
akibatnya di dalam hati dan darah terjadi penumpukan garam empedu dan peningkatan
bilirubin direk.

2. Etiologi

Etiologi atresia bilier masih belum diketahui dengan pasti. Sebagian ahli
menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan dengan adanya kelainan
kromosom trisomi 17, 18 dan 21; serta terdapatnya anomali organ pada 30% kasus atresia
bilier. Namun, sebagian besar penulis berpendapat bahwa atresia bilier adalah akibat
proses inflamasi yang merusak duktus bilier, bisa karena infeksi atau iskemi.
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.Sebuah fakta penting adalah
bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit keturunan.Kasus dari atresia bilier pernah
terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1 anak yang menderita penyakit
tersebut.Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh sebuah peristiwa yang terjadi
selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan yang "memicu" dapat
mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut(Richard, 2009) :

a. Infeksi virus atau bakteri


b. Masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c. Komponen yang abnormal empedu
d. Kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e. Disfungsi hepatoseluler

3. Patofisiologi

Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan


kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga menyebabkan hambatan
aliran empedu, dan tidak adanya atau kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan
traktus bilier ekstrahepatik juga menyebabkan obstruksi aliran empedu.
Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering
obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus
koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca
peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran
normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus. Akhirnya terbentuk sumbatan dan
menyebabkan cairan empedu balik ke hati ini akan menyebabkan peradangan, edema,
degenerasi hati. Dan apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati.Bahkan hati
menjadi fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan vena
portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan mengakibatkan gagal hati.

Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan menyebabkan rasa
gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan dikeluarkan ke dalam aliran darah,
yang dapat mewarnai kulit dan bagian putih mata sehingga berwarna kuning.
Degerasi secara gradual pada hati menyebabkan joundice, ikterik dan
hepatomegaly.Karena tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin
larut lemak tidak dapat diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A,
D,E,K dan gagal tumbuh.
Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan lemak agar dapat
diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut akan disimpan dalam hati dan
lemak didalam tubuh, kemudian digunakan saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi
berlebihan vitamin yang larut dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga
menyebabkan efek samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung.
Patofisiologi dari Atresia biliaris masih sulit dimengerti, penelitian terakhir
dikatakan kelainan kongenital dari sistim biliris. Masalah ontogenesis hepatobilier
dicurigai dengan bentuk atresia bilier yang berhubungan dengan kelainan kongenital yang
lain. Walaupun yang banyak pada tipe neonatal dengan tanda khas inflamasi yang
progresif, dengan dugaan infeksi atau toksik agen yang menyebabkan obliterasi duktus
biliaris.
Pada tipe III : yang sering terjadi adalah fibrosis yang menyebabkan obliterasi
yang komplit sebagian sistim biliaris ekstra hepatal. Duktus biliaris intra hepatal yang
menuju porta hepatis biasanya pada minggu pertama kehidupan tampak paten tetapi
mungkin dapat terjadi kerusakan yang progresif.Adanya toksin didalam saluran empedu
menyebabkan kerusakan saluran empedu extrahepatis. Identifikasi dari aktivitas dari
inflamasi dan kerusakan Atresia sistim bilier ekstrahepatal tampaknya merupakan lesi
yang didapat.
Walaupun tidak dapat didentifikasi faktor penyebab secara khusus tetapi infeksi
merupakan faktor penyebab terutama isolasi dari atresia bentuk neonatal.Banyak
penelitian yang menyatakan peninggian titer antibodi reovirus tipe 3 pada penderita
atresia biliaris dibandingkan dengan yang normal. Virus yang lain yang sudah diimplikasi
termasuk rotavirus dan Cytomegali Virus(CMV)
Pathway

Infeksi Virus atau Organ Yang Kesalahan dalam


Bakteri Abnormal pengembangan
saluran hati dan
empedu
Inflamasi Tidak adanya atau
berkepanjangan kecilnya lumen pada
traktus bilier
ekstrahepatik
Kerusakan progresif
pada duktus bilier
ekstrahepatik

Obstruksi aliran Gangguan Risiko Defisit Gangguan


Nutrisi Integritas
normal empedu dari Penyerapan Lemak
(D.0032) Kulit/Jaringan
hati ke kantong dan Vitamin Larut
(D.0129)
empedu dan usus Lemak

Cairan asam Akumulasi Toksik Menyebar dalam Pruiritis(gatal) Pada


empedu balik ke Darah dan Kulit Kulit
hati

Obstruksi total Risiko Ketidakseimbangan


aliran getah empedu Cairan (D.0036)

Atresia billier Pembesaran Hepar Distensi Abdomen Mual/muntah

Kebutuhan oksigen Peningkatan Menekan Diafragma


meningkat Komplain Paru

Frekuensi nafas Kurang Informasi Ansietas (D.0080)


meningkat

Pola Nafas Tidak


Efektif (D.0005)

Gangguan Tumbuh
Kembang (D.0106)
4. Tanda Dan Gejala

1. Ikterus timbul sejak lahir, tetapi dapat tidak nyata sampai beberapa minggu
pertama. Urin menjadi gelap dan tinja akolik. Abdomen secara bertahap menjadi
terdistensi oleh hepar yang membesar atau asites. Akhirnya, limpa juga
membesar. Ikterus karena peninggian bilirubin direk. Ikterus yang fisiologis
sering disertai dengan peninggian bilirubin yang konyugasi. Dan harus diingat
peninggian bilirubin yang tidak konyugasi jarang sampai 2 minggu.
2. Kolestasis neonatal terlihat pada bayi dengan berat lahir normal dan meningkat
pascanatal. Jika tidak diatasi (dengan transplantasi hati) kematian terjadi dalam
waktu 2 tahun sejak bayi dilahirkan.
3. Bayi-bayi dengan Atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal
dan perkembangannya baik pada minggu pertama.
4. Hepatomegali akan terlihat lebih awal.
5. Splenomegali sering terjadi, dan biasanya berhubungan dengan progresivitas
penyakit menjadi Cirrhosis hepatis dan hipertensi portal.
6. Pasien dengan bentuk fetal /neonatal (sindrom polisplenia/asplenia) pertengahan
liver bisa teraba pada epigastrium.
7. Adanya murmur jantung pertanda adanya kombinasi dengan kelainan jantung.
8. Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang
dalam urin.
9. Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang
masuk ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak
akibat pembesaran hati.
10. Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
11. Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut
dalam air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut
dalam air serta gagal tumbuh.
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:

1. Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan malnutrisi.


2. Gatal-gatal
3. Rewel

5. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a) Laboratorium: Pemeriksaan darah ,urine dan feses untuk menilai fungsi hati dengan
peninggian bilirubin
b) Biopsi liver : Dengan jarum yang khusus dapat diambil bagian liver yang tipis dan
dibawah mikroskop dapat dinilai obstruksi dari sistim bilier.
c) Imejing

1) USG

a. Hati dapat membesar atau normal dengan struktur parenhim yang inhomogen
dan ekogenitas yang tinggi tertama daerah periportal akibat fibrosis
b. Nodule-nodule cirrhosis hepatis
c. Tidak terlihat vena porta perifer karena fibrosis
d. Tidak terlihat pelebaran duktus biliaris intra hepatal
e. Triangular cord didaerah porta hepatis: daerah triangular atau tubular ekogenik
lebih spesifik untuk atresia bilier extra hepatal
f. Kandung empedu tidak ada atau mengecil dengan panjang <1.5 cm . Kandung
empedu biasanya lebih kecil dari 1,9 cm,dinding yang tipis atau tidak terlihat
,ireguler dengan kontur yang lobuler(gall bladder ghost triad), kalau ada
gambaran ini dikatakan sensitivitas 97 % dan spesifisitas 100%.
g. Gambaran kandung empedu yang normal (panjang >1,5 cm dan lebar >4 cm )
dapat terlihat sekitar 10 % kasus.
h. Tanda hipertensi portal dengan terlihatnya peningkatan ekogenitas daerah
periportal.
i. kemungkinan dengan kelainan kongenital lain seperti: Situs inversus,
Polisplenia

2) Skintigrafi: HIDA scan


Radiofarmaka (99m TC )- labeled iminodiasetic acid derivated sesudah 5 hari dari
intake phenobarbital , ditangkap oleh hepar tapi tidak dapat keluar kedalam usus
,karena tidak dapat meliwati sistim bilier yang rusak.Tes ini sensitif untuk atresia
bilier (100%)tapi kurang spesifik (60 %) . Pada keadaan Cirrhosis penangkapan pada
hepar sangat kurang

3) Kholangiografi

1. Intra operatif atau perkutaneus kholangiografi melalui kandung empedu yang


terlihat : Gambaran atresia bilier bervariasi dan pengukuran dari hilus hepar
jika atresia dikoreksi secara pembedahan dengan menganastomosis duktus
biliaris yang intake
2. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dengan menyuntik
senyawa penontras dapat dilihat langsung keadaan duktus biliaris ekstra
hepatal seperti obstruksi duktus kholedokus dan dapat melihat distal duktus
biliaris ekstra hepatal distal dari duktus hepatikus komunis, serta dapat melihat
kebocoran dari sistim bilier ekstra hepatal daerah porta hepatisMRI
3. MRI

 MRCP : dapat melihat dengan jelas duktus biliaris ekstrahepata untuk


menentukan ada tidaknya atresia billier
 Peninggian sinyal daerah periportal pada T2 weighted images

4. Intubasi duodenum
Jarang dilakukan untuk diagnosis Atresia bilier. Nasogastrik tub diletakkan
didistal duodenum.tidak adanya bilirubin atau asam empedu ketika diaspirasi
menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi.

6. Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk

a) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu
dengan memberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis peroral misal :
luminal
b) Melindungi hati dari zat dari zat toksik dengan memberikan asam ursodeoksikolat 310
mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis peroral misal : urdafalk
Terapi Bedah
Setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan maka segera dilakukan intervensi bedah
Portoenterostomi terhadap atresia bilier yang Correktable yaitu tipe Idan II. Pada atresia
bilier yang Non Correktable terlebih dahulu dilakukan laparatomi eksplorasi untuk
menentukan potensi duktus bilier yang ada di daerah hilus hati dengan bantuan Frozen
section. Bila masih ada duktus bilier yang paten maka dilakukan operasi kasai. Tetapi
meskipun tidak ada duktus bilier yang paten tetap dikerjakan operasi kasai dengan tujuan
untuk menyelamatkan penderita (tujuan jangka pendek) dan bila mungkin untuk
persiapan transplantasi hati (tujuan jangka panjang). Pembedahan itu untuk menghasilkan
drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan dalam periode 2 hingga 3 bulan
sesudah lahir agar kerusakan hati yang progresif dapat dikurangi.

Operasi

1. Kasai prosedur : tujuannya untuk mengangkat daerah yang mengalami atresia


dan menyambung hepar langsung ke usus halus sehingga cairan empedu dapat
lansung keluar ke usus halus disebut juga Roux-en-Y hepatoportojejunostomy
2. Transplantasi hati : Dilakukan pada keadaan Kasai prosedur tidak berhasil ,
atresia total atau dengan komplikasi cirhosis hepatis

Terapi nutrisi
bertujuan untuk memungkinkan anak untuk bertumbuh dan berkembang seoptimal
mungkin yaitu:

a) Pemberian makanan yang mengandung middle chain triglycerides(MCT)untuk


mengatasi malabsorpsi lemak. Contoh : susu pregestinil dan pepti yunior
b) Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas: Nama Usia bayi, Jenis kelamin


2. Keluhan utama : jaundice (perubahan warna kuning pada kulit dan mata bayi
yang baru lahir). Jaundice terjadi karena darah bayi mengandung kelebihan
bilirubin, pigmen berwarna kuning pada sel darah merah. dalam 2 minggu
sampai 2 bulan
3. Riwayat penyakit dahulu : Adanya suatu infeksi pada saat Infeksi virus atau
bakteri masalah dengan kekebalan tubuh. Selain itu dapat juga terjadi obstruksi
empedu ektrahepatik. yang akhirnya menimbulkan masalah dan menjadi factor
penyebab terjadinya Atresia Biliaris ini.
Riwayat Imunisasi: imunisasi yang biasa diberikan yaitu BCG, DPT, Hepatitis,
dan Polio.

4. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen,


hepatomegali, lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
5. Riwayat Perinatal
a) Antenatal:
Pada anak dengan atresia biliaris, diduga ibu dari anak pernah menderita
infeksi penyakit, seperti HIV/AIDS, kanker, diabetes mellitus, dan infeksi
virus rubella
b) Intra natal:
Pada anak dengan atresia biliaris diduga saat proses kelahiran bayi terinfeksi
virus atau bakteri selama proses persalinan.
c) Post natal:
Pada anak dengan atresia diduga orang tua kurang memperhatikan personal
hygiene saat merawat atau bayinya. Selain itu kebersihan peralatan makan
dan peralatan bayi lainnya juga kurang diperhatikan oleh orang tua ibu.

6. Riwayat Kesehatan Keluarga


Anak dengan atresia biliaris diduga dalam keluarganya, khususnya pada ibu
pernah menderita penyakit terkait dengan imunitas HIV/AIDS, kanker,
diabetes mellitus, dan infeksi virus rubella. Akibat dari penyakit yang di derita
ibu ini, maka tubuh anak dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit atresia
biliaris. Selain itu terdapat kemungkinan adanya kelainan kongenital yang
memicu terjadinya penyakit atresia biliaris ini.

7. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan


Pemeriksaan tingkat perkembangan terdiri dari adaptasi sosial, motorik kasar,
motorik halus, dan bahasa. Tingkat perkembangan pada pasien atresia biliaris
dapat dikaji melalui tingkah laku pasien maupun informasi dari keluarga.
Selain itu, pada anak dengan atresia biliaris, kebutuhan akan asupan nutrisinya
menjadi kurang optimal karena terjadi kelainan pada organ hati dan empedunya
sehingga akan berpengaruh terhadap proses tumbuh kembangnya.

8. Keadaan Lingkungan Yang Mempengaruhi Timbulnya Penyakit


Kedaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya atresia pada anak yaitu
pola kebersihan yang cenderung kurang. Orang tua jarang mencuci tangan
saat merawat atau menetekkan bayinya. Selain itu, kebersihan botol atau
putting ketika menyusui bayi juga kurang diperhatikan.

9. Pola Fungsi Kesehatan


a) Pola Aktivitas/Istirahat : Pola aktivitas dan istirahat anak dengan atresia
biliaris terjadi gangguan yaitu ditandai dengan anak gelisah dan rewel yang
gejalanya berupa letargi atau kelemahan
b) Pola Sirkulasi : Pola sirkulasi pada anak dengan atresia biliaris adalah
ditandai dengan takikardia, berkeringat yang berlebih, ikterik pada sklera
kulit dan membrane mukosa.
c) Pola Eliminasi : Pola eliminasi pada anak dengan atresia biliaris yaitu
terdapat distensi abdomen dan asites yang ditandai dengan urine yang
berwarna gelap dan pekat. Feses berwarna dempul, steatorea. Diare dan
konstipasi pada anak dengan atresia biliaris dapat terjadi.
d) Pola Nutrisi : Pola nutrisi pada anak dengan atresia biliaris ditandai dengan
anoreksia,nafsu makan berkurang, mual-muntah, tidak toleran terhadap
lemak dan makanan pembentuk gas dan biasanya disertai regurgitasi
berulang.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai pengetahuan orang
tua terhadap penyakit yang diderita klien
f) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau
anak terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
g) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan dalam
merawat dan mengobati anak dengan atresia biliaris.
h) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau tidak
yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang menderita
atresia biliaris biasanya tidak ada gangguan dalam reproduksi.
i) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi anak.
j) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.

10. Pemeriksaan Fisik


A. Gejala biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir, yaitu berupa:
a) Air kemih bayi berwarna gelap
b) Tinja berwarna pucat
c) Kulit berwarna kuning
d) Berat badan tidak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung
lambat
e) Hati membesar.
f) Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
1) Gangguan pertumbuhan
2) Gatal-gatal
3) Rewel
4) Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

B. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum : lemah.
TTV : Tekanan Darah : terjadi peningkatan terutama pada vena
porta
Suhu : Suhu tubuh dalam batas normal
Nadi : Takikardi
RR : Terjadi peningkatan RR akibat diafragma yang tertekan
(takipnea)
b) Kepala dan leher
Inspeksi :
Wajah : simetris
Rambut : lurus/keriting, distribusi merata/tidak
Mata : pupil miosis, konjungtiva anemis
Hidung : kemungkinan terdapat pernafasan cuping Hidung
Telinga : bersih
Bibir dan mulut : mukosa biibir kemungkinan terdapat ikterik
Lidah : normal
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe pada
leher
c) Dada
Inspeksi : asimetris, terdapat tarikan otot bantu pernafasan dan
tekanan pada otot diafragma akibat pembesaran hati
(hepatomegali).
Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, terdapat nyeri tekan(-)
Perkusi : Jantung : dullness
Paru : sonor
Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi
kemungkinan terdengar bunyi wheezing
d) Abdomen
Inspeksi : terdapat distensi abdomen
Palpasi : dapat terjadi nyeri tekan ketika dipalpasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : kemungkinan terjadi pada bising usus
e) Kulit
Turgor kurang, pucat, kulit berwarna kuning (jaundice)
f) Ekstremitas
Tidak terdapat odem pada pada extremitas

11. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
a) Bilirubin direk dalam serum meninggi (nilai normal bilirubin total < 12
mg/dl) karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan empedu yang
luas.
b) Tidak ada urobilinogen dalam urine.
c) Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase
alkalifosfatase (5-20 kali lipat nilai normal) serta traksi-traksi lipid
(kolesterol fosfolipid trigiliserol)
2) Pemeriksaan diagnostik
a) USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis
ekstra hepatic (dapat berupa dilatasi kristik saluran empedu)
b) Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan
duodenum di aspirasi. Jika tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti
atresia empedu terjadi
c) Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati
memproduksi empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai
tercurah ke duodenum. Jika tidak ditemukan empedu di duodenum, maka
dapat berarti terjadi katresia intra hepatik
d) Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan
noduler. Kandung empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak
ditemukan lumen yang jelas.

Tahap Tumbuh Kembang


umur 6-9 Bulan

1. Duduk (sikap tripoid-sendiri)


2. Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
3. Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
4. Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
5. Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu benda pada
saat yang bersamaan
6. Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
7. Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa
8. Mencari benda / mainan dijatuhkan
9. Mainkan tepuk tangan atau hobi
10. Bersukacitalah dengan melempar barang-barang
11. Makan kue sendiri

Umur 9-12 bulan

1. Mengangkat badannya ke posisi berdiri


2. Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
3. Dapat berjalan dengan di tuntun
4. Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang
diinginkan
5. Menggenggam erat pensil
6. Masukkan barang ke mulut
7. Mengulang menirukan bunyi yang didengar
8. Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
9. Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
10. Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
11. Senang diajak bermain “ ciluk ba”
12. Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum dikenal

Umur 12-18 bulan

1. Berdiri sendiri tanpa berpegang pada


2. Membungkuk memungut mainan kemudian berdiri kembali
3. Berjalan mundur 5 langkah
4. Memanggil ayah dengan kata “papa”, memanggil ibu dengan kata
“mama”. Tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah”
ya akan dipanggil “ayah.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan mual muntah


2. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan gangguan peyerapan lemak dan
vitamin larut lemak
3. Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan penyebaran toksik dalam darah
dan kulit ditandai dengan gatal
4. Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan penyakit kronis
5. Pola Nafas Tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen
6. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Tindakan


I Setelah diberikan Askep selama.....x..... 5. 1. Monitor Tanda-tanda
diharapkan kebutuhan cairan terpenuhi dengan
vital
criteria hasil :
6. 2. Monitor Status
 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi Dehidrasi ( kelembaban
 Elastisitas Turgor Kulit Baik
 Membran Mukosa Lembab membrane mukosa,nadi
 Nadi : 100-160x/mnt adekuat)
 Suhu : per rectal 36,6-37°C
7. 3. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
8. 4. Kolaborasi pemberian
cairan infus

II Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi


selama..........x.......... diharapkan kebutuhan
makanan
nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 2. Monitor adanya penurunan
 Tidak terjadi penurunan berat badan
berat badan
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3. Monitor adanya mual
muntah
4. Monitor turgor kulit,kulit
kering,rambut patah dll
5. Monitor kadar albumin,Hb
dan Ht
6. Monitor makanan
kesukaan
7. Monitor intake nutrisi
8. Berikan makan sedikit
dengan frekuensi sering
9. Kolaborasi dengan ahi
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi

III Setelah diberikan Askep 1. Monitor kulit akan


selama....x.....diharapkan dapat adanya kemerahan
mempertahankan integritas kulit dengan 2. Monitor aktivitas dan
criteria hasil : mobilisasi pasien
 Tidak ada luka/lesi pada kulit 3. Oleskan lotion/minyak
 Perfusi jaringan baik pada daerah yang
tertekan
4. Anjurkan pasien
menggunakan pakaian
longgar
5. Colaborasi pemberian
farmakologi

IV Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji faktor penyebab


selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan perkembngan
keterlambatan pertumbuhan dan anak
perkembangan dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi dan gunakan
 Keluarga dan anak mampu mendapatkan sumber pendidikan untuk
koping terhadap tantangan karena adanya memfasilitasi
ketidakmampuan perkembangan anak yang
 Status nutrisi seimbang optimal
3. Berikan instruksi berulang
dan sederhana
4. Berikan reinforcement
positif atas hasil yang
dicapai anak
5. Dorong anak melakukan
sosialisasi dengan
kelompok

V Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor frekwensi dan


selama........x....... diharapkan pola nafas efektif irama pernafasan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor suara paru
 Menunjukkan jalan nafas yang paten 3. Lakukan fisioterapi dada
 RR :30-40x/mnt 4. Keluarkan secret dengan
 Tidak ada suara nafas abnormal batuk/suction
5. Kolaborasi pemberian O2
6. Kolaborasi pemberian
bronchodilator
VI Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi tingkat
selama........x....... diharapkan ansietas kecemsan
berkurang dengan criteria hasil : 2. Gunakan Pendekatan yang
 Keluarga mampu mengidentifikasi dan menenangkan
mengungkapkan gejala cemas 3. Jelaskan semua prosedur
dan apa yang dirasakan
selama prosedur
4. Temani pasien untuk
memberikan keamanan
dan mengurangi rasa takut
5. Dorong keluarga untuk
menemani anak

3. Implementasi
Sesuaikan dengan intervensi yang dibuat

4. Evaluasi

1. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, nadi : 100-160x/mnt, suhu : per rectal 36,6-37°C
2. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat badan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
3. Tidak ada luka/lesi pada kulit, perfusi jaringan baik
4. Keluarga dan anak mampu mendapatkan koping terhadap tantangan karena adanya
ketidakmampuan, status nutrisi seimbang
5. Menunjukkan jalan nafas yang paten, RR :30-40x/mnt, tidak ada suara nafas
abnormal
6. Keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
DAFTAR PUSTAKA

Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.


National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2012. Biliiary Atresia.Diakses
dari http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia_508.pdf pada 10
November 2014
https://helda.helsinki.fi/bitstream/handle/10138/38267/lampela_dissertation.pdf?sequence
=1
Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC
Majalah Kedokteran Andalas, 2009. Vol.33. No.2
Mitchell (et al).2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbin & Cotran.
Ed.7.Jakarta:EGC
Nanda NIC-NOC. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis.2015.Jogjakarta :Mediaction Publishing.
Pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../pustaka_unpad_atresia_biliaris.pdf di akses pada hari
Sabtu 18 Oktober 2014 pukul 06.42
Richard N. Mitchell, et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Robbins & Cotran Ed.
7.Jakarta : EGC.
Shires,Schwartz. Spencer.2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed.6. Jakarta:EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia..Ed.1.Jakarta Selatan.Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai