Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KLIEN PENYAKIT JANTUNG REMATIK

DISUSUN OLEH:

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:

NAVILLATA BIRRA AMIRAH

LIZA ERFINA

ZAKIAH FAUZI

UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TA. 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas makalah tentang Asuhan Keperawatan dengan Penyakit
Jantung Rematik
Sebagai manusia, apapun yang ada dan tertera pada makalah ini tentunya
memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari teman-teman semua agar kedepannya penulis
bisa lebih baik lagi dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman dalam
menyelesaikan makalah selanjutnya.
Atas kritik dan sarannya penulis mengucapkan terima kasih. Semoga ilmu
yang tertuang dalam makalah ini bisa mendatangkan manfaat bagi saya terutama
sebagai penulis dan bagi teman-teman semua yang membacanya.

Bangkinang, 22 Februari 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Penyakit Jantung Rematik …………………………………... 3
2.2 Etiologi ………………………………………………………………… 3
2.3 Klasifik ………………………………………………………………… 5
2.4 Patofisiologi …………………………………………………………… 6
2.5 WOC…………………………………………………………………… 7
2.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………… 8
2.7 Komplikasi …………………………………………………………….. 9
2.8 Pemeriksaan Penunjang ……………………………………………….. 9
2.9 Penatalaksanaan………………………………………………………… 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian……………………………………………………………… 12
3.2 Diagnosa Keperawatan ………………………………………………… 14
3.3 Intervensi ………………………………………………………………. 14
3.4 Impementasi……………………………………………………………. 16
3.5 Evaluasi………………………………………………………………… 16
BAB IV PENUTUP
4.1 Penutup ................................................................................................... 17
4.2 Saran ....................................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah sebuah
kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang
disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena
proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang
disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh:
Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa
terjadi kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung,
perikarditis (radang selaput jantung), bahkan kematian.Dengan penyakit jantung
reumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup (gangguan katup),
pembesaran atrium (ruang jantung), aritmia (gangguan irama jantung) dan
gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung).Penyakit jantug reumatik masih
menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang dewasa
di Amerika Serikat.
RHD(Rheumatic Heart Desease) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari
100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada
kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara
dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.
Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat
perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari
data 8 rumah sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-
rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang dirawat

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah penyakit jantung rematik itu?
2. Bagaimana etiologi penyakit jantung rematik?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit jantung rematik?

1
4. Bagaimana patofisiologi penyakit jantung rematik?
5. Apa saja manifestasi klinis pada penyakit jantung rematik?
6. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit jantung rematik?
7. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada penyakit jantung
rematik?
8. Apa saja penatalaksanaan yang bisa dilakukan pada penyakit jantung
rematik?
9. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
jantung rematik?

1.3 TUJUAN PENULISAN


a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit jantung rematik
2. Untuk mengetahu bagaimana etiologi dari jantung rematik
3. Untuk mengetahui klasifikasi jantung rematik
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi jantung rematik
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada jantung rematik
6. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit jantung
rematik
7. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa jantung rematik
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan apa saja yang bisa dilakukan pada
klien dengan penyakit jantung rematik

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan jantung rematik

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI PENYAKIT JANTUNG REMATIK


Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic
Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-
jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh
organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 2006).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan
kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang
berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2007)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan
satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

2.2 ETIOLOGI PENYAKIT JANTUNG REMATIK


Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcus β hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam
reumatik serangan ulang.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic
Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :

1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap
demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal
dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.

3
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai
anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa
ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak
berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai
dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz
menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.

3. Keadaan gizi dan lain-lain


Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

4. Golongan etnik dan ras


Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun
ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan
dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada
perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering
ditemukan pada satu jenis kelamin.

6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik
fever.

4
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :

1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk
dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan
yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.

2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.

3. Iklim dan geografi


Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya
angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.

2.3 KLASIFIKASI JANTUNG REMATIK


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantun reumatik dapat
dibagi dalam 4 stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan,
Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat

5
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.

3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,
saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas
tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa
sakit disekitar sendi, Sakit perut

4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan
katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pada
fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik
sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.

2.4 PATOFISIOLOGI JANTUNG REMATIK


Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh
radang saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-
hemolitikus golongan A, sehingga bakteri termasuk dianggap sebagai penyebab
demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau
asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru
setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.

6
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung
antara infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut.
Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel
tenggorok dan merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa
antigen streptokokus, khususnya Streptolisin O dapat mangadakan reaksi-antibodi
antara zat anti terhadap streptokokus dan jaringan tubuh.
Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif
maupun proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan eritema
marginatum dan khorea.
Kelainan pada jantung dapat berupa endokarditis, miokarditis, dan
perikarditis.

2.5 WOC

7
2.6 MANIFESTASI KLINIS

Gejala Klinis Umum


 Panas beberapa hari
 Batuk, sakit waktu menelan
 Anorexia, sampai muntah
 Pharynx merah/heperemia
 Pembesaran kelenjar getah bening
 Nyeri sendi beberapa hari sampai beberapa minggu
Tanda dan gejala RHD menurut criteria T. Jones
a. Kriteria mayor:

1. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah – pindah,
radang sendi – sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan
tangan, siku (Poliartitis migran).
2. Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis)
3. Eritema Marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak
gatal.
4. Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari,
lutut, persendian kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
5. Khorea Syndendham
Gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal, sebagai
manifestasi peradangan pada sistem saraf pusat.
b. Kriteria minor:

1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit


jantung reumatik
2. Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;
pasien kadang – kadang sulit menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 390 C

8
4. Leukositosis
5. Peningkatan laju endap darah (LED)
6. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur
7. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

2.7 KOMPLIKASI
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak
menggambarkan terdapatnya sindroma klinik akibat myocardium tidak
mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk pertumbuhan. Keadaan
ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena
kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses
inflamasi atau gabungan kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu
dengan digitalis dan obat-obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah
menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling penting mengobati
penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi
dari reaksi radang yang ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum
pericard.

2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO,
peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi
penurunan hemoglobin.
2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada
jantung.
3. Hapusan tenggorokan
Ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A

9
2.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada Penyakit Jantung Rematik yaitu:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi bertahap
Klinis ( minggu ) ( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis (+) 2 2
- Karditis (+)
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) >6 > 12

2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin


1,2 juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat
badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi
penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk
profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi
penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g
untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-
minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat
dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan
jantung dan rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan
ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis
tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea.
Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat
diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis

10
selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali.
Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi
dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan
metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu
secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama
6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek
rebound atau infeksi streptokokus baru.

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OENYAKIT
JANTUNG REMATIK

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Timbul pada umur 5-15 th, wanita dan pria = 1 : 1
Sering ditemukan pada lebih dari satu anggota keluarga yang terkena,
lingkungan sosial juga ikut berpengaruh.
2. Keluhan utama: Sakit persendian dan demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Demam, sakit persendian, karditis, nodus noktan timbul minggu, minggu
pertama, timbul gerakan yang tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit dahulu: Fonsilitis, faringitis, autitis media.
5. Riwayat penyakit keluarga: Ada keluarga yang menderita penyakit jantung
6. ADL

a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.

b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi,
jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub,
murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.

c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.

12
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk,
gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.

e. Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak
produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum
banyak dan berbercak darah (edema pulmonal).

f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.

7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum lemah
 Suhu : 38 – 390
 Nadi cepat dan lemah
 BB: turun
 TD: sistol, diastole
b. Pemeriksaan fisik
 Kepala dan leher meliputi keadaan kepala, rambut, mata.
 Nada perkusi redup, suara nafas, ruang interiostae dari nosostae
takipnos serta takhikardi
 Abdomen pembesaran hati, mual, muntah.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah
2) Astopiter
3) LED
4) Hb
5) Leukosit
6) Pemeriksaan EKG
7) Pemeriksaan hapus tenggorokan.

13
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada
penutupan katup mitral ( stenosiskatup )
2. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/proses inflamasi, destruksi sendi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan.
5. Peningkatan suhu tubuh b/d proses inflamasi

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
Diagnosa I Tujuan: 1. Kaji frekuensi nadi,1. Memonitor adanya
Penurunan curah Setelahdiberikan RR, TD secara teratur perubahan sirkulasi
jantung asuhan setiap 4 jam. jantung sedini mungkin
berhubungandengan adanya keperawatan,penurunan dan terjadinya takikardia-
gangguan pada penutupan curah jantung disritmia sebagai
katup mitral ( stenosiskatup dapat diminimalkan. kompensasi
) Kriteria hasil: meningkatkan curah
1. Menunjukkan tanda-tanda2. Kaji perubahan warna jantung
vital dalam batas yang kulit terhadap sianosis2. Pucat menunjukkan
dapat diterima (disritmia dan pucat. adanya penurunan perfusi
terkontrol atau hilang). perifer terhadap tidak
2. bebas gejala gagal jantung adekuatnya curah jantung.
(mis : parameter Sianosis terjadi sebagai
hemodinamik dalam batas3. Batasi aktifitas secara akibat adanya obstruksi
normal, haluaran urine adekuat. aliran darah pada
adekuat). ventrikel.
3. Melaporkan penurunan 3. Istirahat memadai
episode dispnea,angina. diperlukan untuk
Ikut serta dalam akyivitas4. Berikan kondisi memperbaiki efisiensi
yang mengurangi beban psikologis lingkungan kontraksi jantung dan
kerja jantung. yang tenang. menurunkan komsumsi
O2 dan kerja berlebihan.
4. Stres emosi
5. Kolaborasi untuk menghasilkan
pemberian oksigen vasokontriksi yang
meningkatkan TD dan
6. Kolaborasi untuk meningkatkan kerja
pemberian digitalis jantung.

14
5. Meningkatkan sediaan
oksigen untuk fungsi
miokard dan mencegah
hipoksia.
6. Diberikan untuk
meningkatkan
kontraktilitas miokard
dan menurunkan beban
kerja jantung.
Diagnosa II Tujuan : nyeri1. Kaji keluhan nyeri,1. R/ membantu dalam
Nyeri akut/kronis dapat berkurang/hilang catat lokasi dan memetukankebutuhan dan
berhubungan dengan Kriteria hasil: intensitas ( skala 0- manajemen nyeri dan
distensi jaringan oleh1) Menunjukkan nyeri 10).Catat faktor yang keefektifan program.
akumulasi cairan/proses berkurang/hilang memcepat dan tanda
inflamasi, destruksi sendi. 2) Terlihat rileks, dapat sakit non verbal. 2. Pada penyakit yang berat
tidur/istirahat 2. Biarkan pasien torah baring sangat
3) Berpartisipasi dalam mengambil posisi diperlukan untuk
aktifitas sesuai yang nyaman. membatasi nyeri/cidera
kemampuan. berlanjut.
3. Beri obat sebelum3. Menigkatkan relaksasi,
aktifitas/latihan yang mengurangi ketegangan
direncanakan. otot/spasme.
4. Gejala kardinal
4. Observasi gejala menunjukkan keadaan
kardinal. fisik dari organ-organ
vital tubuh, juga dapat
memberikan gambaran
kondisi pasien.
Diagnosa III Tujuan : 1. Kaji status nutrisi(1. Menyediakan data dasar
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan perubahan BB< untuk memantau
nutrisi ; kurang dari tindakan keperawatan pengukuran perubahan dan
kebutuhan tubuh masalah antropometrik dan mengevaluasi intervensi
berhubungan dengan ketidakseimbangan nutrisi nilai HB serta protein 2. Membantu dalam
peningkatan asam lambung kurang dari kebutuhan2. Kaji pola diet nutrisi mempertimbangkan
akibat kompensasi sistem dapat teratasi. klien( riwayat diet, penyusunan menu
saraf simpatis Kriteria hasil : makanan kesukaan) sehingga klien berselera
Klien mengatakan makan
mual dan anoreksia3. Kaji faktor yang3. Menyediakan informasi
berkuarang / hilang, berperan untuk mengenai faktor yang
masukan makanan adekuat menghambat asupan harus ditanggulangi
dan kelemahan hilang. BB nutrisi ( anoreksia, sehingga asupan nutrisi
dalam rentang normal. mual) adekuat.
4. Membantu mengurangi

15
4. Anjurkan makan produksi asam
dengan porsi sedikit lambnung/HCl akibat
tetapi sering dan tidak faktor-faktor perangsang
makan makanan yang dari luar tubuh
merangsang
pembentukan Hcl5. Membantu mengurangi
seperti terlalu panas, produksi HCL oleh epitel
dingin, pedas lambung
5. Kolaborasi untuk
pemberian obat6. Mendorong peningkatan
penetral asam selera makan.
lambung seperti
antasida
6. Kolaborasi untuk
penyediaan makanan
kesukaan yang sesuai
dengan diet klien

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Implementasi dapat dilaksanakan sesuai dengan intervensi setiap diagnosa
yang diangkat dengan memperhatikan kemampuan pasien dalam mentolerir
tindakan yang akan dilakukan.

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN


1. Tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Terjadi penurunan episode dispnea, angina.
3. Mulai dapat beraktivitas secara mandiri.
4. Nyeri hilang/ terkontrol, klien tampak tenang
5. Berat Badan dalam batas normal
6. Klien dapat beraktivitas secara mandiri

16
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A.
Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi tenggorok oleh steptokokus beta hemolitikus
golongan A, mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan dapat menyebabkan
gejala sisa pada jantung khususnya katub.
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus golongan A,
sehingga kuman termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau
asimtomatik, diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru
setelah itu timbul gejala-gejala demam reumatik akut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani
secara adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit
jantung rematik. Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A
yang menyebabkan seseorang mengalami demam rematik dimana diawali
terjadinya peradangan pada saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan
dan pengobatannya yang kurah terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini
menyebar melalui sirkulasi darah dan mengakibatkan peradangan katup jantung.
Akibatnya daun-daun katup mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau
menebal dan mengkerut sehingga kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi
kebocoran.
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih
adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas
dari Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya
pemberian obat antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G.
Pada penderita yang allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah

17
pemberian erythromycin atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang
yang biasanya diberikan adalah Cortisone and Aspirin.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan
mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan
antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya
atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.

4.2 SARAN
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan
mengalami demam reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan
antibiotika, hal ini untuk menghindari kemungkinanserangan kedua kalinya
bahkan menyebabkan penyakit jantung reumatik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jumiarni Ilyas,dkk (2006), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks


Keluarga,PusatPendidikan Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta

LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak (2007), Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo, Surabaya

Ngastiyah (2007), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.

Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit


Ed. 6 Vol 1. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Suriadi, SKep, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada


Anak. Jakarta: Sagung Seto. Tim Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3.
Volume II, 2001, FKUI.

19

Anda mungkin juga menyukai