Anda di halaman 1dari 62

PEMBANGUNAN BUDAYA

INTEGRITAS
PEMERINTAH PROVINSI RIAU
Modul Muatan Lokal Diklat Teknis dan Fungsional
Tahun 2017
KATA PENGANTAR

Era globalisasi dengan ciri utama kompetitif dan kemajuan


teknologi telah menimbulkan pergeseran dalam tatanan kehidupan,
sehingga nilai-nilai dasar dalam kehidupan tergerus oleh waktu.
Salah satu nilai dasar tersebut adalah nilai-nilai integritas dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Menyadaria=
akan hal tersebut diperlukan upaya dan langkah-langkah untuk
membangun budaya integritas, baik melalui pendekatan strukural
maupun kultural.

Pegawai negeri sipil sebagai aparatur sipil negara, memiliki


posisi penting dan strategis dalam pembangunan budaya integritas
individu, organisasi dan nasional. Sehubungan dengan itu salah satu
upaya yang dilakukan adalah dengan membekali pemahaman dan
implemetasi nilai-nilai integritas dalam pelaksanan tugas pokok dan
fungsi.

Pelaksanaan integrasi mata diklat Pembangunan Budaya


Integritas pada Pendidikan Pelatihan Teknis dan Fungsional
merupakan upaya pembekalan pemahaman dan implementasi nilai-
nilai integritas bagi pegawai negeri sipil. Agar pemahaman akan nilai
tersebut lebih optimal keberadaan modul, sehingga para pegawai
negeri sipil lebih dapat memahami dan menjelaskan konsep-konsep
Integritas dalam membangun Integritas dari aspek Individu,
Organisasi dan Nasional.

Selanjutnya kami atas Badan Pengembangan Sumber Daya


Manusia mengucapkan terima kasil kepada tim penulis yang telah
meluangkan waktu dan pemikiran untuk pengayaan terhadap isi
modul ini. Kami mengharapkan pengembangan akan materi modul
ini berkelanjutan seiring dengan pelaksanaan Desiminasi Gugus
Depan Integritas serta modul ini dapat mencapai tujuan

ii
pembelajaran dan membetuk karakter pegawai negeri sipil
berintegritas dalam membangun budaya integritas di Provinsi Riau.

Pekanbaru, Juli 2017

KEPALA BPSDM PROVINSI RIAU,

Drs. ASRIZAL, M.Pd

iii
TIM PENYUSUN

Mohamad Zainuri, S.ST., MP


Widyaiswara Muda

Ir. Mahfayeri, M.Pd


Widyaiswara Utama

Suparman, A.Ks, S.Pd.I., M.Si


Widyaiswara Madya

Dany Setyawan, AP, M.Si


Widyaiswara Muda

NARA SUMBER

Drs. Kasiaruddin Jalil


Drs. H. Arlizman Agus, MM
Ir. A. Patrianov

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................ 1
B. Tujuan dan Sasaran ........................................ 2
C. Ruang Lingkup ................................................ 3

BAB II KONSEP PEMBANGUNAN BUDAYA INTEGRITAS.. 4


A. Konsep Integritas ............................................ 4
B. Pengembangan Budaya Integritas ................... 10
C. Rambu-rambu dan Pelanggaran Integritas .... 14
D. Nilai Budaya Melayu ........................................ 17

BAB III KARAKTERISTIK PNS YANG BERBUDAYA


INTEGRITAS ........................................................... 40
A. Integritas Individu ............................................ 40
B. Integritas Organisasi ........................................ 42
C. Integritas Nasional ........................................... 45

BAB IV AKTUALISASI BUDAYA INTEGRITAS DAN


BUDAYA MELAYU .................................................. 50
A. Discovery .......................................................... 50
B. Destiny .............................................................. 51

BAB V PENUTUP ............................................................... 54


A. Kesimpulan ...................................................... 54
B. Saran ................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan dan pelatihan merupakan upaya dalam


pengembangan sumber daya manusia (SDM) terutama untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
manusia yang sesuai dengan definisi Pengembangan yaitu proses
peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral
peserta melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan latihan
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa
kini maupun masa depan. Oleh karena itu untuk memperoleh
hasil yang maksimal dalam pengembangan pegawai diperlukan
program pendidikan dan pelatihan yang sesuai dengan analisa
jabatan agar pegawai mengetahui tujuan pendidikan dan
pelatihan yang dijalankannya. Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa “Pendidikan dan
pelatihan jabatan PNS adalah proses penyelenggaraan belajar
mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai
Negeri Sipil (PNS)”.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah
Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di
Lingkungan Instansi Pemerintah, berdasarkan pengertian umum
Zona Integritas yang selanjutnya disingkat ZI adalah sebutan
atau predikat yang diberikan kepada Lembaga yang pimpinan
dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk mewujudkan
Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan

1
Melayani melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi,
dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan abdi negara yang


menjalankan tugas dan kewajiban sesuai peraturan yang
berlaku, kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil pada setiap
negara adalah penting dan menentukan karena Pegawai Negeri
Sipil merupakan aparatur pelaksana dalam penyelenggaraan
pemerintahan untuk mewujudkan tujuan Pemerintah.

Tercapainya tujuan tersebut ditentukan oleh kualitas


dan kinerja Pegawai Negeri Sipil, dengan posisi yang demikian
maka diperlukan manajemen Pegawai Negeri sipil yang mampu
secara komprehensif dan terperinci menjelaskan posisi, peran,
hak dan kewajiban para Pegawai Negeri Sipil tersebut. Namun
pada kondisi pada saat ini terjadi fenomena dimana PNS kurang
memiliki integritas, hal tersebut dapat dilihat dari penurunan
kesadaran PNS untuk melakukan kewajiban seperti disiplin
waktu dalam bekerja dan semangat kerja yang cenderung
menurun, penurunan tersebut dapat disebabkan dari berbagai
aspek dan tidak menutup kemungkinan aspek yang bersifat
pemenuhan kebutuhan PNS tersebut. Untuk itu perlu stimulus
bagi PNS dalam menimbulkan kembali semangat disiplin bekerja.

Untuk dapat membentuk sosok PNS yang memiliki


Integritas dan profesional seperti tersebut di atas perlu
dilaksanakan pembinaan melalui jalur pelatihan. Selama ini,
diklat teknis dan fungsional yang ada di Provinsi Riau belum ada
materi khusus dalam memberikan pengertian integritas terhadap
Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sebagian besar Organisasi Perangkat
Daerah Provinsi Riau yang memiliki diklat teknis dan fungsional
hanya memberikan materi-materi teknis diklat. Hal tersebut
merupakan salah satu titik tolak dimana sudah seharusnya ada

2
pembekalan integritas terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Lingkup Pemerintah Provinsi Riau pada suatu Diklat teknis.

B. Tujuan dan Sasaran

Tujuan pembelajaran mata diklat modul pembangunan


budaya Integritas pada Diklat Teknis dan Fungsional di
Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau ini adalah untuk:
1. Meningkatnya pemahaman PNS tentang konsep integritas,
budaya integritas, rambu-rambu integritas dan budaya
melayu yang berintegritas;
2. Terbentuknya karakter PNS yang berbudaya integritas;
3. Teraktualisasinya nilai budaya integritas dan nilai budaya
melayu dalam mendukung kinerja PNS.

Sasaran Pembelajaran Mata Diklat Modul Pembangunan


Budaya Integritas pada Diklat Teknis dan Fungsional di
Lingkungan Provinsi Riau ini adalah terwujudnya PNS yang
mampu mengaktualisasikan budaya integritas dan budaya
melayu dengan baik dan benar.

C. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup Pembelajaran Mata Diklat Modul


Pembangunan Budaya Integritas pada Diklat Teknis dan
Fungsional di Lingkungan Pemerintah Provinsi Riau ini meliputi
Pemahaman PNS tentang Konsep Integritas, Budaya Integritas,
Rambu-Rambu Integritas Dan Budaya Melayu yang berintegritas,
Pengembangan Karakter PNS yang Berbudaya Integritas dan
Mengaktualisasikan nilai Budaya integritas dan nilai budaya
melayu dalam mendukung kinerja PNS yang dilakukan melalui
Pembelajaran Pembangunan Budaya Integritas pada Diklat
Teknis dan Fungsional di Lingkungan BPSDM Provinsi Riau.

3
BAB II
KONSEP PEMBANGUNAN BUDAYA INTEGRITAS

A. Konsep Integritas

Integritas adalah konsistensi dan keteguhan yang tak


tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan (Pedoman Simposium, 2016). Integritas juga dapat
diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Dari pengertian tentang
integritas ini menunjukan kepada kita bahwa integritas pada diri
seorang manusia memegang peranan penting pada kemuliaannya
sebagai seorang manusia. Kemudian bagi kehidupan
bermasyarakat, adanya integritas pada orang-orangnya akan
menjamin adanya tatanan masyarakat yang baik. Ini berarti
integritas adalah salah satu penentu keberadaban dan kehebatan
suatu bangsa.

Integritas merupakan sebuah standar moralitas dan


etika seseorang, tidak ada hubungannya dengan situasi yang
kebetulan ada di sekitar Anda dan tidak mendorong kecepatan.
Konsep integritas itu sendiri di dalamnya mengidentikkan dengan
kata hati, akuntabilitas moral, komitmen moral, dan konsistensi
moral seseorang (Paine, 1994) antara perilaku yang
ditunjukkannya dan nilai-nilai atau prinsip-prinsip tertentu (Yukl
dan Van Fleet, 1992; Mayer, Davis, & Schoorman, 1995; Becker,
1998).

Konsep integritas pada Executive Brain


Assessment diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) dimensi
yaitu kejujuran, konsistensi, dan keberanian yaitu:
kejujuran, konsistensi dan keberanian. Kejujuran
(honesty) adalah dimensi potensi integritas yang
menunjukkan aspek komponen integritas pada

4
kesadaran kebenaran dalam sikap kejujuran, yang
terdiri dari aspek empati (empathy), tidak mudah untuk
menuduh orang lain bersalah (lack of blame) dan rendah
hati (humility). Konsistensi (concistency) adalah dimensi
potensi integritas yang menunjukkan komponen
integritas pada konsistensi dalam perbuatan, yang
terdiri dari aspek pengendalian emosi (emotional
mastery), akuntabel (accountability), dan fokus
menyeluruh (focus on the whole).

Keberanian (courage) adalah dimensi potensi


integritas yang menunjukan komponen integritas pada
keberanian menegakan kebenaran secara terbuka, yang
terdiri dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri
(self confidence).

1. Kejujuran

Jujur adalah sebuah kata yang telah dikenal oleh


hampir semua orang. Bagi yang telah mengenal kata jujur
mungkin sudah tahu apa itu arti atau makna dari kata jujur
tersebut. Namun masih banyak yang tidak tahu sama sekali
dan ada juga hanya tahu maknanya secara samar-samar.
Sikap jujur merupakan salah satu sikap positif yang
diperlukan untuk dapat meningkatkan karier di masa yang
akan datang. Kebiasaan untuk bersikap jujur menimbulkan
ketenangan dalam diri.

Seseorang memperoleh kepercayaan dari orang lain


adalah suatu dorongan dan keinginan setiap orang. Namun,
memperoleh kepercayaan tanpa didasari oleh nilai-nilai
kebenaran, tetap membuahkan sesuatu yang tidak baik,
bahkan berakhir dengan sebuah kegagalan.
Kejujuran berkaitan dengan pengakuan. Dalam hal ini kita

5
melihat persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas)
dengan informasi yang disampaikan. Kejujuran merupakan
kualitas manusiawi melalui mana manusia
mengomunikasikan diri dan bertindak secara benar
(truthfully). Karena itu, kejujuran sesungguhnya berkaitan
erat dengan nilai kebenaran, termasuk di dalamnya
kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan
berbicara, serta setiap perilaku yang bisa muncul dari
tindakan manusia. Secara sederhana, kejujuran bisa
diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekpresikan
fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin
sebagaimana adanya. Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik
jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri (tidak
menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi
maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu.
Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya,
yaitu, perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap
batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian seseorang bisa
dilihat dari kualitas kejujurannya.

Konsep tentang kejujuran bisa membingungkan dan


mudah dimanipulasi karena sifatnya yang lebih interior.
Perilaku jujur mengukur kualitas moral seseorang di mana
segala pola perilaku dan motivasi tergantung pada pengaturan
diri (self-regulation) seorang individu. Meskipun tergantung
pada proses penentuan diri, kita tidak bisa mengklaim bahwa
pendapat diri kita sematalah yang benar. Seandainya toh kita
telah meyakini bahwa pendapat kita merupakan pendapat
yang menurut kita paling baik, perlulah tetap mendengarkan
pendapat orang lain. Setiap keyakinan pribadi menyisakan
bias subjektivitas yang bisa saja mengaburkan diri kita dalam
memahami realitas sebagaimana adanya. Sikap jujur dengan

6
demikian bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk
senantiasa bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran (to
be thrutful), sebuah usaha hidup secara bermoral dalam
kebersamaan dengan orang lain.

Seseorang dalam mengupayakan nilai kejujuran tidak


sama dengan memperjuangkan ideologi yang sifatnya lentur
dan bisa berubah setiap saat. Inilah mengapa, meskipun kita
tahu bahwa kejujuran itu sangat penting bagi kehidupan,
nilai kejujuran sulit untuk menjadi norma sebuah kultur
masyarakat. Ideologi senantiasa mencari pendukung yang
memperkuat gagasannya dan mendukung sudut pandangnya
sendiri sementara menolak dan mengabaikan pandangan
orang lain. Pendekatan demikian mengikis praksis perilaku
jujur dan meningkatkan konflik bagi setiap relasi antar
manusia.

Nilai kejujuran memiliki hubungan yang erat dengan


kebenaran dan moralitas dan etika. Bersikap jujur
merupakan salah satu tanda kualitas moral dan etika
seseorang. Dengan menjadi seorang pribadi yang berkualitas,
kita mampu membangun sebuah masyarakat ideal yang lebih
otentik dan khas manusiawi. Seseorang semakin jauh dari
kebenaran dan karena itu dishonest jika ia tidak menyadari
bahwa perilakunya itu sesungguhnya keliru. Kesadaran diri
bahwa setiap manusia bisa salah dan mengakuinya
merupakan langkah awal bertumbuhnya nilai kejujuran
dalam diri seseorang.

Oleh karena itu, jujur adalah sebuah sikap yang selalu


berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi
dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti yang
dinamakan shiddiq. Dengan keikhlasan, tidak dengan

7
keterpaksaan, kepercayaan, merupakan fakta dan tidak
berdusta.

2. Konsistensi
Konsistensi diartikan sebagai ketetapan dan
kemantapan (dalam bertindak); ketaatasasan: kebijakan
pemerintah mencerminkan suatu dalam menghadapi
pembangunan yang sedang kita laksanakan. Konsistensi
dalam ilmu logika adalah teori konsistensi. Konsistensi
merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya
tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi
dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung
dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa
sebuah teori yang konsisten memiliki model; ini digunakan
dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam
logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable
yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis
yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika
tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan
penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang
terkait di bawah sistem deduktif. Komponen integritas
pada konsistensi dalam perbuatan, yang terdiri dari
aspek pengendalian emosi (emotional mastery),
akuntabel (accountability), dan fokus menyeluruh
(focus on the whole).

Pengendalian emosi sangat penting bagi semua orang.


Terutama para PNS. Emosi PNS harus diterkendali untuk
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Emosi
adalah aspek penting yang mempunyai pengaruh besar dalam
sikap manusia. Emosi pada prinsipnya menggambarkan
perasaan manusia menghadapi berbagai situasi yang berbeda.
Oleh karena emosi merupakan reaksi manusiawi terhadap

8
berbagai situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik
atau emosi buruk. Hurlock (1990), individu yang dikatakan
matang emosinya yaitu:

a. Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara


sosial. Individu yang emosi nya matang mampu
mengontrol ekpresi yang tidak dapat diterima secara sosial
atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang
tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial;
b. Pemahaman diri. Individu yang matang, belajar
memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan
sesuai dengan harapan masyarakat;
c. Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang
matang berusaha menilai situasi secara kritis sebelum
meresponnya, kemudian memutuskan bagaimana cara
bereaksi terhadap situasi tersebut.

Beberapa cara mengendalikan emosi yaitu:


a. merasakan yang orang lain rasakan;
b. tenangkan hati di tempat yang nyaman;
c. mencari kesibukan yang disukai;
d. curahan hati / curhat pada orang lain yang bisa
dipercaya;
e. mencari penyebab dan mencari solusi;
f. ingin menjadi orang baik;
g. cuek dan melupakan masalah yang ada;
h. berpikir rasional sebelum bertindak;
i. diversifikasi tujuan, cita-cita dan impian hidup;
j. kendalikan emosi dan jangan mau diperbudak amarah;
k. ubah posisi tubuh anda;
l. olahraga;
m. jaga asupan nutrisi;

9
n. hindari kebiasaan buruk;
o. jalin komunikasi;
p. berpikirlah bahwa anda tidak sendirian;
q. hindari stress.

Pengertian akuntabel adalah dapat


dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik sumber
inputnya, prosesnya, maupun peruntukan/ pemanfaatan
outputnya. Akuntabel adalah pembuktian para PNS.
Akuntabel menjadi tolok ukur keberhasilan tugas yang
diembannya. PNS yang akuntabel adalah PNS yang dapat
mempertanggungjawabkan tugasnya yang telah
dilaksanakannya. Akuntabilitas PNS adalah perilaku aparat
pemerintah yang bertanggung jawab, adil dan inovatif. Dalam
konteks ini, setiap individu/kelompok/institusi dituntut
untuk bertanggungjawab dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, serta selalu bertindak dan berupaya untuk
memberikan kontribusi untuk mencapai hasil yang maksimal.

PNS melaksanakan tugas harus fokus menyeluruh.


Fokus menyeluruh memiliki beberapa pemahaman antara
lain: komprehensif, inklusif, dan utuh. Oleh karena itu, PNS
dalam menjalankan tugas harus komprehensif (dari
perencanaan hingga evaluasi). PNS dalam melaksanakan
tugas inklusif. Pemahaman inklusif adalah menempatkan
dirinya ke dalam cara pandang orang lain/ kelompok lain
dalam melihat dunia, dengan kata lain berusaha
menggunakan sudut pandang orang lain atau kelompok lain
dalam memahami masalah. Sedang utuh adalah sempurna
sebagaimana adanya atau sebagaimana semula (tidak
berubah, tidak rusak, tidak berkurang, dsb).

3. Keberanian

10
Komponen integritas pada keberanian
menegakan kebenaran secara terbuka, yang terdiri
dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self
confidence). Berani menyampaikan sesuatu yang benar. Benar
berarti sudah sesuai aturan dan nilai. Sedangkan percaya diri
menurut Lauter (2002:4) kepercayaan diri merupakan suatu
sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga
dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa
bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan
tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi
dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat
mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster
menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan
diri memiliki ciri-ciri tidak mementingkan diri sendiri
(toleransi), tidak membutuhkan dorongan orang lain, optimis
dan gembira. Sikap percaya diri PNS adalah sikap PNS yang
yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku
sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan
yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap
tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang
yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi,
tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap
mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu
bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki dorongan
prestasi yang kuat.

B. Pengembangan Budaya Integritas

1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah merupakan sebagai

11
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
c. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi
Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.

2. Utilisasi Budaya Melayu sebagai budaya Luhur Bangsa


PNS Provinsi Riau sebagai pelayan masyarakat perlu
menerapkan Budaya Melayu melaksanakan fungsi dan tugas.
PNS harus dapat menjaga Budaya Melayu sebagai nilai
kehidupan sehari-hari di Kantor (organisasi) dan masyarakat.
Orang Melayu mencirikan diri dengan berbahasa Melayu,
beradat-istiadat Melayu, dan beragama Islam.

Dalam menggunakan Budaya Melayu dalam


kehidupan sehari-hari PNS Provinsi Riau perlu
mengembangkan dan mengimplementasikan nilai ada istiadat
Melayu dalam setiap tugas. Beberapa kegiatan budaya ini
dapat dilakukan dengan melaksanakan nilai-nilai utama
sebagai jatidiri kemelayuan. Jatidiri kemelayuan adalah adat
istiadatnya atau dikatakan adat resam.

Nilai tersebut diantaranya adalah memakai


kelengkapan pakaian adat Melayu pada hari Jum‟at, bangunan
gedung bentuk memiliki ciri Melayu, berpantun pada acara
resmi kantor, dan berperilaku serta bergaul dengan cara
Melayu. Bergaul dengan cara melayu (bertutur kata) seperti
diungkapkan pada:

Hidup sekandang sehalaman


tidak boleh tengking-menengking

12
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat

3. Prinsip Strategis Pembangunan Zona Integritas (ZI), WBK,


dan WBBM

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang


Grand Design Reformasi Birokrasi yang mengatur tentang
pelaksanaan program reformasi birokrasi. Peraturan tersebut
menargetkan tercapainya tiga sasaran hasil utama yaitu
peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi,
pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan
pelayanan publik. Dalam rangka mengakselerasi pencapaian
sasaran hasil tersebut, maka instansi pemerintah perlu untuk
membangun pilot project pelaksanaan reformasi birokrasi yang
dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit kerja
lainnya. Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan
program reformasi birokrasi pada unit kerja melalui upaya
pembangunan Zona Integritas (ZI).

Dalam menuju ZI Perubahan pola pikir dan budaya


kerja di lingkungan suatu organisasi adalah adanya
keteladanan berperilaku yang nyata dari pimpinan dan
individu anggota organisasi. individu atau kelompok anggota
organisasi dari tingkat pimpinan sampai dengan pegawai
untuk dapat menggerakkan perubahan pada lingkungan
kerjanya dan sekaligus dapat berperan sebagai teladan (role
model) bagi setiap individu organisasi yang lain dalam
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
organisasi. Individu atau kelompok anggota ini disebut dengan
Agen Perubahan.

Pembangunan Zona Integritas (PZI), langkah-langkah


yang perlu dilakukan adalah: (1) Menyelaraskan instrumen

13
Zona Integritas dengan instrumen evaluasi Reformasi
Birokrasi, serta (2) Penyederhanaan pada indikator proses dan
indikator hasil yang lebih fokus dan akurat.

a. Proses Pembangunan Zona Integritas Menuju


WBK/WBBM
Proses pembangunan Zona Integritas merupakan
tindak lanjut pencanangan yang telah dilakukan oleh
pimpinan instansi pemerintah. Proses pembangunan
Zona Integritas difokuskan pada penerapan program
Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan
Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik yang bersifat konkrit.
Dalam membangun Zona Integritas, pimpinan
instansi pemerintah menetapkan satu atau beberapa unit
kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani. Pemilihan
unit kerja yang diusulkan sebagai Wilayah Bebas
Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih Melayani
memperhatikan beberapa syarat yang telah ditetapkan,
diantaranya: 1) Dianggap sebagai unit yang
penting/strategis dalam melakukan pelayanan publik; 2)
Mengelola sumber daya yang cukup besar, serta 3)
Memiliki tingkat keberhasilan Reformasi Birokrasi yang
cukup tinggi di unit tersebut.
Proses pemilihan unit kerja yang berpotensi sebagai
Zona Integritas dilakukan dengan membentuk kelompok
kerja/tim untuk melakukan identifikasi terhadap unit kerja
yang berpotensi sebagai unit kerja berpredikat menuju
WBK/WBBM oleh pimpinan instansi. Setelah melakukan
identifikasi, kelompok kerja/tim mengusulkan unit kerja

14
kepada pimpinan instansi untuk ditetapkan sebagai calon
unit kerja berpredikat Zona Integritas menuju
WBK/WBBM. Selanjutnya dilakukan penilaian mandiri
(self assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Setelah
melakukan penilaian, TPI melaporkan kepada Pimpinan
instansi tentang unit yang akan di usulkan ke Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
sebagai unit kerja berpredikat Menuju WBK/WBBM.
Apabila unit kerja yang diusulkan memenuhi syarat
sebagai Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, maka
langkah selanjutnya adalah penetapan.

Setelah unit kerja yang diusulkan sebagai Zona


Integritas menuju WBK/WBBM ditetapkan, maka hal yang
selanjutnya dilakukan adalah menentukan komponen-
komponen yang harus dibangun. Terdapat dua jenis
komponen yang harus dibangun dalam unit kerja terpilih,
yaitu komponen pengungkit dan komponen hasil.
Penilaian terhadap setiap program dalam
komponen pengungkit dan komponen hasil diukur melalui
indikator-indikator yang dipandang mewakili program
tersebut. Sehingga dengan menilai indikator tersebut
diharapkan dapat memberikan gambaran pencapaian
upaya yang berdampak pada pencapaian sasaran.

b. Komponen Pengungkit
Komponen pengungkit merupakan komponen yang
menjadi faktor penentu pencapaian sasaran hasil
pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
Terdapat enam komponen pengungkit, yaitu Manajemen
Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen
SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan
Pengawasan, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan

15
Publik. Di bawah ini adalah rincian bobot komponen
pengungkit penilaian unit kerja Berpredikat Menuju
WBK/Menuju WBBM.

NO KOMPONEN PENGUNGKIT BOBOT (60%)

1 Manajemen Perubahan 5%

2 Penataan Tatalaksana 5%

3 Penataan Sistem Manajemen SDM 15%

4 Penguatan Akuntabilitas Kinerja 10%

5 Penguatan Pengawasan 15%

6 Penguatan Kualitas Pelayanan 10%


Publik

4. Proses Pembangunan Integritas

Pembangunan budaya integritas adalah langkah yang


dilakukan untuk mencapai integritas individu, Hasil
identifikasi isu-isu moral menghasilkan suatu gambaran
dilema moral beserta alternatif tindakan yang dapat dilakukan.
Pengambilan keputusan tindakan mana yang sebaiknya
diambil bukanlah sebuah proses pemilihan secara acak.
Pemutusan harus berdasarkan penalaran yang tepat yang
memperhatikan prinsip-prinsip moral yang relevan di dalam
proses penalaran etis. Alternatif tindakan yang telah diambil
pun membutuhkan ketetapan hati maupun dorongan untuk
melakukannya. Itulah yang disebut motivasi etis yang
kemudian diikuti oleh implementasi etis di mana alternatif
tindakan yang dipilih dilakukan secara nyata.

Integritas terjadi ketika implementasi tindakan yang


dilakukan konsisten dengan prinsip moral yang digunakan
sebagai pegangan dalam membuat keputusan di tahap
penalaran etis yang di dalamnya kesadaran moral berperan
secara dominan. Itu sebabnya konsistensi terhadap prinsip

16
moral disebut sebagai integritas moral. Kohlberg (1995)
menekankan pentingnya perhatian kepada kesadaran moral ini
untuk memahami bagaimana keputusan etis diambil dan juga
alasan etis mengapa seseorang mengambil keputusan tertentu
(Rest, 1986; Trevino, 1992). Satu hal yang mendasar dari
konsep ini adalah bahwa kesadaran moral tidak ditentukan
oleh perasaan, melainkan oleh kemampuan intelektual, yaitu
kemampuan untuk memahami dan mengerti sesuatu secara
rasional (Magnis-Suseno, 2000).

Dalam menjelaskan teori ini, Kohlberg tidak berbicara


tentang prinsip moral tertentu, tidak bicara tentang apa yang
benar dan tidak secara moral, melainkan meneliti kompetensi
untuk memberikan penalaran etis. Ia tidak mengatakan
apakah tindakan seorang nenek mencuri susu demi cucunya
yang kelaparan, misalnya, adalah etis atau tidak etis,
melainkan apakah tindakan mencuri susu itu disetujui
ataupun tidak disetujui dibenarkan secara memadai (Arbuthnot
& Faust, 1980).

Didalam tipologi yang dikembangkan oleh Kohlberg,


ada tiga tingkat dasar penalaran berbeda terhadap isu moral,
yang masing-masing dinamai tingkat pre-conventional,
conventional, dan post- conventional. Tiap tingkatan tersebut
masing-masing memiliki dua tahap yang menjadikan
seluruhnya ada enam tahap penalaran. Semua tingkat dan
tahap ini dapat dipandang sebagai pemikiran moral sendiri,
pandangan yang berbeda mengenai dunia sosio-moral (Crain,
1985).

Pada tingkat pre-conventional, yang meliputi tahap 1


dan 2, seorang individu memahami pengertian benar dan salah
berdasarkan konsekuensi yang diterimanya, misalnya
hukuman, hadiah, atau pemenuhan kebutuhan pribadi.

17
Secara ringkas, tahap pertama digambarkan sebagai orientasi
terhadap kepatuhan dan hukuman. Pada tahap pertama,
seseorang mengasosiasikan penilaian baik dan buruk dengan
konsekuensi fisik dari suatu tindakan.

Ketika seseorang menerima hukuman atas


tindakannya, maka ia akan memahami bahwa tindakannya itu
salah. Dibandingkan dengan modus penalaran tahap pertama,
tahap kedua merepresentasikan penalaran yang menilai apa
yang baik itu dalam rangka pemenuhan kepentingan pribadi
seseorang. Orang mulai dapat memahami bahwa orang lain
memiliki kebutuhan individualnya sendiri dan bahwa
organisasi sosial dibangun atas dasar pertukaran seimbang
antara kepentingan satu orang dengan kepentingan orang lain.
Baik penalaran pada tahap pertama dan kedua ini bersifat
egosentrik.

Pada tingkat konvensional, yaitu tahap 3 dan tahap 4,


individu memahami benar atau tidak secara moral sebagai
kesesuaian keputusan yang diambil dengan harapan orang
lain atas dirinya, baik dalam konteks relasi interpersonal
(tahap 3) dan pelaksanaan peran individu di dalam sistem
sosial yang lebih luas dan abstrak (tahap 4). Pada tahap ketiga,
keputusan yang baik adalah keputusan yang mengakomodasi
harapan orang lain, melakukan apa yang ”baik” di mata orang
lain, apa yang disetujui oleh orang lain, berperilaku sesuai
dengan permintaan seseorang, atau bersikap loyal dan dapat
dipercaya kepada kelompok dekat.

Perspektif sosial individu pada tahap ini menunjukkan


kesadaran akan harapan dan kesepakatan mutual, perasaan
atau cara pandang orang lain, dan bahwa kepentingan
kelompok sosial lebih besar daripada kepentingan diri sendiri.
Pada tahap keempat, apa yang benar adalah melaksanakan

18
kewajiban yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat
dengan tujuan mempertahankan kelompok sosial sebagai satu
kesatuan. Mereka yang ada di tahap keempat ini memahami
bahwa tanpa ada standar hukum yang sama, kehidupan
manusia akan kacau balau, di mana ia sudah dapat
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang
lebih luas. Hukum dipandang sebagai jaminan atas interaksi
interpersonal, kenyamanan, dan hak-hak personal.

Pada tingkat penalaran moral post-conventional, yaitu


tahap 5 dan 6, individu bergerak ke pemahaman moral yang
lebih dalam lagi dan lebih universal. Pada tahap kelima,
seseorang menyadari bahwa ada aturan relatif dan ada hak dan
nilai yang non-relatif (absolut). Aturan relatif ada dalam konteks
kelompok masyarakat tertentu dan harus dijunjung karena
merupakan dasar kontrak sosial. Di sisi lain, hak dan nilai
non-relatif, seperti misalnya hak untuk hidup dan hak atas
kebebasan, harus dijunjung terlepas dari opini publik atau
kehendak mayoritas.

Pada tahap keenam, seseorang mulai beralih ke


prinsip moral universal yang diikuti bukan karena disetujui
secara komunal di dalam kontrak sosial, tetapi karena berasal
dari kesamaan hak asasi manusia dan rasa hormat terhadap
kemanusiaan dan martabat individu. Faktor kritis dalam
menentukan apa yang secara etis benar adalah prinsip moral
yang universal, konsisten, komprehensif, dan logis yang ada di
dalam hati nurani yang bukan berdasar pada rasa takut dan
rasa bersalah. Hal ini terkait dengan penilaian otonom di mana
seseorang harus menentukan apakah suatu tindakan sejalan
dengan apa yang dipercaya berlaku secara universal.

Dalam menjelaskan etis tidaknya suatu tindakan, teori


perkembangan moral kognitif melihat bahwa tindakan yang

19
sama yang dilakukan dapat dilatari oleh kesadaran moral yang
berbeda. Misalnya perilaku tidak mencontek yang dilakukan
oleh mahasiswa dapat disebabkan oleh rasa takut akan
konsekuensi nilai nol, teman-teman yang tidak mencontek,
kesadaran akan tanggung jawab sebagai mahasiswa,
penghargaan hak intelektual, dll (Wisesa, 2009). Artinya,
analisa perilaku individu di dalam pengambilan keputusan etis
tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat perilaku yang
ditunjukkan, tetapi juga prinsip moral yang dipegangnya yang
melatarbelakangi perilakunya tersebut. Hal ini juga penting
untuk dilakukan untuk menilai integritas moral individu.

Pembangunan budaya Integritas secara


Nasional merupakan upaya sinergi seluruh komponen
bangsa yang dilaksanakan secara terus menerus.
Integritas Nasional, dianalogikan dengan bangunan
dengan pondasi nilai-nilai luhur bangsa yang
mewarnai komitmen nasional. Bangunan ini
bertujuan untuk mewujudkan tujuan nasional
dengan cara melakukan proses pembangunan sistem
integritas dan pembudayaan nilai-nilai yang ada.

Proses pembangunan integritas nasional dengan


lakukan dengan beberapa tahap. Setiap tahap
memberikan kontribusi yang jelas untuk mencapai
integritas nasional. Setidaknya ada empat proses
dalam pembangunan integritas nasional (Konvensi
Integritas Nasional) yaitu:

 Pertama, Proses Internalisasi Integritas; sebagai


upaya menghasilkan integritas pribadi yang tinggi,
melalui berbagai strategi dan teknik internalisasi,
untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang
disepakati organisasi dapat terinternalisasi dengan

20
kuat dalam setiap pribadi, dan ditunjukkan dalam
perilaku keseharian.
 Kedua, Proses Pembangunan Integritas; sebagai
upaya menjaga organisasi berintegritas tinggi,
yang digerakkan oleh kumpulan individu yang
berintegritas tinggi supaya seluruh elemen
organisasi menjadi satu kesatuan untuk mencapai
tujuan organisasi.
 Ketiga, Proses Penyelarasan Atau Sinergi Pilar;
sebagai upaya untuk terjadinya sinergi dari
berbagai K/L/ O/P pada setiap sasaran (pilar)
sehingga terbentuk integritas pilar.
 Keempat, Proses Penyelarasan Atau Sinergi
Berbagai Elemen Bangsa, merupakan upaya
mensinergikan berbagai pilar, sehingga
membentuk kekuatan berupa integritas nasional
yang dapat menjadi modal berarti bangsa dalam
memberantas korupsi.

C. Rambu-Rambu dan Pelanggaran Integritas

1. Rambu-rambu Integritas
a. Peraturan Perundangan

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur


Sipil Negara;
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah merupakan
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom;
3) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona

21
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan
Instansi Pemerintah;

b. Relasi Masyarakat (Hubungan Masyarakat)

Suatu aturan/norma sangat sulit untuk


ditegakkan/ dijalankan di masyarakat apabila tidak
disertai sanksi. Sanksi/hukum adalah sesuatu yang
mengikat atau mengatur suatu tindakan manusia dalam
kehidupan masyarakat agar tertib dan bermartabat.

Etika mempunyai sifat baik atau buruk yang


mempunyai nilai universal, ukuranya pada nilai-nilai
moral. Tujuannya untuk mengatur prilaku
manusia/masyarakat agar berakhlak baik. Sanksi hukum
tidak ada, namum sanksinya dalam bentuk dikatakan
tidak bermoral (Im Moral), sehingga pelanggaran etika ini
akan dijauhi oleh mayarakat sehingga pelaku disisihkan
dalam pergaulan masyarakat.

Etiket mempunyai sifat sopan santun, ukurannya


seseorang berbudipekerti yang baik. Tujuannya untuk
mengarahkan prilaku seseorang mempunyai tatakrama
yang baik dalam pergaulan non formal. Etiket seseorang
bila dilakukan dengan baik ia akan mendapat simpati dari
orang-orang sekitarnya yang diajak bergaul tau menjadi
sosok orang yang menyenangkan di ajak bergaul.
Pelanggaran etiket ini tidak ada sanksinya, akan tetapi dia
akan mendapat cemoohan dari orang sekitarnya biasanya
dikatakan tidak sopan.

Kode Etik adalah standar dasar Etika Internal


Profesi. Tujuannya untuk mengatur tata tertib, juga

22
memelihara prilaku Profesional Praktisi PNS. Sanksai yang
akan dijatuhkan bagi pelaggaran kode etik ini berupa
sebuuah teguran lesan atau tertulis dari Badan
Kehormatan Profesi. Pelanggaran yang lebih berat akan
mendapat sanksi di skorsing, jika masi belum berprilaku
baik makan badan kehormatan profesi dapat memecat
atau mengeluarkan mereka dari keanggotaan profesi.
Karena dianggap tidak layak lagi dudduk sebagai anggota
profesi.

Disiplin merupakan peraturan umum, mempunyai


tujuan untuk mengatur ketertiban individu dan organisasi.
Sanksi yang diterapkan lebih keras lagi, jika dibading
dengan kode etik. Karena disiplin ini sudah melibatkan
organisasi yang lebih besar seperti pemerintah/penguasa.
Sanksinya jika pelanggaran ringan mendapat teguran
lesan/tertulis, jika bebih berat lagi di skorsing. Pelnggaran
yang terbarat akan mendapat pemecatan dari anggata
profesi. Jika sebuah organisasi bisa dilakukan
pembubaran bahkan yang paling keras adalah pelarangan
terhadap suatu organisasi. Sehingga organisasi tersebut
harus tercabut /terhapus dari masyarakat (Ruslan. 1995)

Hukum mempunyai hukum publik bertujuan untuk


menjaga ketertiban sebagala prilaku individu/organisasi
dalam pergaulan dimasyarakat. Prilaku
individu/organesasi bisa merugikan masyarakat, baik
berupa moral maupun finansial, sehingga diperlukan
perlindungan hukum untuk mencapai keadilan hukum.
Sanksi yang dapat untuk mengikat, mengendalikan prilaku
individu/organisasi adalah hukum publik sehingga jika
ada pelanggaran bisa di jerat hukum perdata atau hukum
pidana.

23
Dalam hubungan sesama PNS yang perlu
diperhatikan ada 2 yaitu perilaku terhadap sejawat dan
menjalin hubungan sesame profesi. Perilaku PNS terhadap
sejawat harus jujur dalam hubungan dengan klien atau
atasan waktu menjalankan tugas. Kejujuran merupakan
kunci seseorang PNS mendapat kepercayaan oleh teman
sejawat (PNS lainnya). Kepercayaan harus dibangun sejak
dini. Kepercayaan perhadap seseorang PNS memudahkan
jalannya interaksi tugas.

Kepercayaan yang diberikan oleh PNS dengan PNS


lain, atasan dengan bawahan atau sebaliknya, PNS dengan
mantan atasan atau sebaliknya. Menjaga rahasia PNS lain
atau atasan merupakan sebuah perlindungan yang harus
diberikan pada mereka, kerena mereka telah memberikan
amanah/kepercayaan yang harus dijalankan oleh pranata
PNS sebagai kewajiban.

Nilai PNS yang menghargai terhadap orang lain,


melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan untuk
meningkatkan martabat PNS diri dan lainnya, atasan atau
mantan atasan. Dalam memberikan jasa-jasa kepada
masyarakat yang dilayani, PNS lainnya atau atasan,
menjalankan tugas sesuai fungsi dan tugas.

Nilai PNS saling melindungi sesama profesi, saling


menjaga reputasi atau tindakan profesional sejawatnya.
Bila teman sejawat bersalah karena melakukan tindakan
yang etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur
maka perlu diberikan saran untuk perbaikan.

Selanjutnya, PNS perlu menjalin hubungan sesama


profesi dengan baik. PNS wajib bertukar informasi sesama
Profesi, dan membantu memperlancar arus informasi,

24
dengan saling bertukar informasi akan menambah/
memepererat jalinan persaudaraan antar profesi. Apalagi
zaman medern ini teknologi informasi dan komunikasi
sudah sangat maju seperti internet, handpon sangat
membantu praktisi PNS dalam melakukan komunikasi
atau saling bertukar informasi, walapun jaraknya sangat
jauh. Dengan mudahnya praktisi PNS menjalin hubungan
dengan sesama profesi akan membawa kemajuan,
perkembangan wawasan pengetahuan guna menunjang
pelaksanaan tugas yang profesional.

PNS wajib mendukung pelaksanaan tugas sesama


anggota. Pada hakekatnya sesama PNS merupakan satu
keluarga besar yang bekecimpung dalam suatu profesi,
sehingga bila salah satu anggota yang mengalami
kesulitan/hal yang negatif, maka semua yang seprofesi
juga akan merasakan, karena sudah merasa senasib dan
seperjuangan. Hanya saling mendukung sesama anggota
praktisi PNS, semua pekerjaan PNS yang seberat apapun
bisa dilaksanakan dengan ringan, dan baik.

Sesama anggota PNS tidak dibenarkan saling


mendiskreditkan. Jika terjadi saling mendiskreditkan
antara anggota akan menimbulukan saling curiga, dan
pada glirannya timbul tidak saling percaya sesama
anggota. Hal demikian akan memperlemah kekuatan yang
bisa mengacam keberadaan organisasi. Keberadaan suatu
organisasi tidak bisa membarikan manfaat bagi para
anggotanya maupun masyarakat, akan segera ditinggalkan
oleh anggota dan masyarakat, karena tidak dapat
bemberikan kontribusi apapun kepada anggota/
masyarakat dan akirnya organisasi tersebut bubar.

25
c. Nilai Budaya Melayu

Budaya Melayu umumnya, khasnya Melayu Riau,


adalah budaya yang terbuka. Keterbukaan Melayu
berdampak berkembangnya majemuk masyarakat dan
budayanya. Kemajemukan inilah sebagai salah satu
khasanah budaya Melayu yang tangguh, serta sarat
dengan keberagaman. Karenanya, orang mengatakan
bahwa budaya Melayu bagaikan pelangi atau taman bunga
yang penuh warna warni, indah dan memukau. Salah satu
khasanah budaya Melayu yang paling sarat dengan nilai-
nilai utama sebagai jatidiri kemelayuan itu adalah adat
istiadatnya atau dikatakan adat resam.

Melalui proses keterbukaan itu pula adat resam


Melayu menjadi kaya dengan variasi, sarat dengan simbol
(lambang) dan falsafah. Kekayaan khasanah nilai itu dapat
disimak antara lain dari keberagaman alat dan
kelengkapan upacara adat, dari alat dan kelengkapan
pakaian pakaian adat, dari bentuk dan ragam hias rumah,
dari alat dan kelengkapan ruamh tangga, dari upacara-
upacara adat dan tradisi, dari ungkapan-ungkapan adat
(pepatah petitih, bidal, ibarat, perumpamaan, pantun,
gurindam, seloka, syair dll), yang mereka warisi turun
temurun. Karenanya, tidaklah berlebihan bila ada yang
berpendapat, bahwa khasana budaya Melayu merupakan
samudera budaya dunia, sebab di dalam budaya Melayu
memang terdapat berbagai unsur budaya dunia. Dengan
sifat keterbukaan itu pula budaya Melayu mampu
menyerap beragam unsur budaya luar, sehingga
memperkaya khasanah budaya Melayu itu sendiri.

26
Keterbukaan budaya Melayu tidak bermakna
terdedah tanpa penapis, sebab adat istiadat Melayu
menjadi salah satu penapis utama dari masuknya unsur-
unsur negatif budaya luar. Nilai-nilai adat yang Islami
itulah yang senantiasa menyaring dan memilah setiap
unsur budaya luar yang masuk. Unsur yang baik mereka
serap dengan kearifan yang tinggi, sedangkan yang buruk
merka buang dan jauhkan.

Peranan adat nampaknya tidak lagi sekental


dahulu, sehingga fungsi penapisnya juga turut luntur dan
melemah. Akibatnya, di dalam masyarakat Melayu Riau,
banyak sudah unsur-unsur negatif budaya luar yang
masuk dan merebak kedalam masyarakat Melayu,
terutama melanda generasi mudanya. Indikasi ini dengan
mudah dapat disimak, antara lain dari berkembangnya
kemaksiatan (prostitusi, perjudian, minuman keras,
narkoba, tindakan kejahatan dll), yang menjangkau sampai
kepelosok-pelosok perkampungan Melayu.

Menurunnya wibawa adat, menyebabkan terjadi


semacam krisis akhlak, sehingga banyak sudah anggota
masyarakat adat Melayu yang tidak lagi berperilaku
sebagai orang beradat, tetapi berubah menjadi orang yang
emosional, menjadi orang yang kasar langgar, menjadi
orang yang kehilangan sopan santun, menjadi orang yang
bangga dengan hujat menhujat, menjadi orang yang
berburuk sangka, menjadi orang yang hidup nafsu nafsi,
menjadi orang yang mau menang sendiri, menjadi orang
yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya semata
dan sebagainya.

Orang Melayu menetapkan identitasnya dengan tiga


ciri pokok, yaitu berbahasa Melayu, beradat-istiadat

27
Melayu, dan beragama Islam. Adat Melayu di Riau dapat
dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu adat sebenar adat, adat
yang diadatkan, dan adat yang teradat.

1) Adat Sebenar Adat


Adat sebenar adat adalah prinsip adat Melayu yang
tidak dapat diubah-ubah. Prinsip tersebut tersimpul
dalam adat bersendikan syarak. Ketentuan-ketentuan
adat yang bertentangan dengan hukum syarak tidak
boleh dipakai lagi dan hukum syaraklah yang dominan.
Dalam ungkapan dinyatakan:

Adat berwaris kepada Nabi


Adat berkhalifah kepada Adam
Adat berinduk ke ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam sunah
Adat dikungkung kitabullah
Itulah adat yang tahan banding
Itulah adat yang tahan asak

Dari ungkapan di atas jelas terlihat betapa bersebatinya


adat Melayu dengan ajaran Islam. Dasar adat Melayu
menghendaki sunah Nabi dan Al Quran sebagai
sandarannya. Prinsip itu tidak dapat diubah, tidak
dapat dibuang, apalagi dihilangkan, itulah yang disebut
adat sebenar adat.

2) Adat yang Diadatkan

Adat yang diadatkan adalah adat yang dibuat oleh


penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus
berlaku selama tidak diubah oleh penguasa berikutnya.
Adat ini dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi dan

28
perkembangan zaman, sehingga dapat disamakan
dengan peraturan pelaksanaan dari suatu ketentuan
adat. Perubahan terjadi karena menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman dan perkembangan
pandangan pihak penguasa, seperti kata pepatah Sekali
air bah, sekali tepian beralih. Dalam ungkapan
disebutkan:

Adat yang diadatkan


Adat yang turun dari raja
Adat yang datang dari datuk
Adat yang cucur dari penghulu
Adat yang dibuat kemudian

Selanjutnya petuah-petuah yang diajarkan oleh Raja Ali


Haji dalam Gurindam Dua Belas juga memberikan
bimbingan bagi anggota masyarakat Melayu tentang
seharusnya orang Melayu bersikap dan bertingkah-laku
sesuai dengan yang diinginkan oleh adat Melayu.
Gurindam Dua Belas memuat dua belas pasal. Sebagai
gambaran, berikut kutipan pasalnya:

Pasal lima

Jika hendak mengenal orang yang berbangsa


Lihat kepada budi dan bahasa
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
Sangat memeliharakan yang sia-sia

Selanjutnya para penguasa (raja) mengatur hak dan


kewajiban para kawula menurut tingkat sosial mereka.
Hak-hak istimewa raja dan para pembesar diatur dan
diwujudkan dalam bentuk rumah, bentuk dan warna

29
pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara, dan
larangan bagi rakyat biasa untuk memakai atau
mempergunakan jenis yang sama. Dengan demikian
tercipta ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan dan
pantangan. Di samping itu juga tercipta kelas-kelas
dalam masyarakat yang pada umumnya terdiri dari raja
dan anak raja-raja, orang baik-baik, dan orang
kebanyakan.

Adat-istiadat Melayu, adat yang diadatkan mengalami


berbagai perubahan dan variasi. Hampir dapat
dipastikan bahwa adat ini merupakan adat yang paling
banyak ragamnya, sesuai dengan wilayah tumbuh dan
berkembangnya. “Adat yang diadatkan” yang terdapat di
daerah Riau beragam. Jika adat yang diadatkan di
seluruh wilayah Provinsi Riau dibahas secara
mendalam, akan dijumpai perbedaan dan persamaan
antara kerajaan-kerajaan tersebut. Perbedaannya hanya
terbatas dalam masalah “tingkat adat” saja, sedangkan
adat sebenar adat tetap sama. Demikian pula dengan
ketentuan-ketentuan dalam upacara, seperti dalam
upacara nikah kawin, upacara yang menyangkut daur
hidup, dan sebagainya.

3) Adat yang Teradat

Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan


baik, sebagai pedoman dalam menentuhan sikap dan
tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan
masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Konsensus itu dijadikan pegangan bersama, sehingga
merupakan kebiasaan turun-temurun. Oleh karena itu,
adat yang teradat ini pun dapat berubah sesuai dengan

30
nilai-nilai baru yang berkembang. Tingkat adat nilai-nilai
baru yang berkembang ini kemudian disebut sebagai
tradisi.

Pelanggaran terhadap adat ini sanksinya tidak seberat


kedua tingkat adat yang disebutkan di atas. Jika terjadi
pelanggaran, maka orang yang melanggar hanya ditegur
atau dinasihati oleh pemangku adat atau orang-orang
yang dituakan dalam masyarakat. Namun, si pelanggar
tetap dianggap sebagai orang yang kurang adab atau
tidak tahu adat. Ketentuan adat ini biasanya tidak
tertulis, sehingga pengukuhannya dilestarikan dalam
ungkapan yang disebut “pepatah adat” atau “undang
adat”. Apabila terjadi kasus, maka diadakan
musyawarah. Dalam musyawarah digunakan “ungkapan
adat” yang disebut “bilang undang”. Hal ini dijelaskan
dalam ungkapan berikut:

Rumah ada adatnya


Tepian ada bahasanya
Tebing ditingkat dengan undang
Negeri dihuni dengan lembaga
Kampung dikungkung dengan adat

Selanjutnya “bilang undang” itu mempunyai sifat-sifat


petunjuk, seperti yang tersirat dalam ungkapan berikut:

Hukum sipalu palu ular


Ular dipalu tidak mati

Dari uraian dapat disimpulkan bahwa ketentuan-


ketentuan adat yang lebih dikenal sebagai hukum tidak
tertulis telah diwariskan dalam bentuk undang-undang,
ungkapan, atau pepatah-petitih.

31
4) Adat-Istiadat Dalam Pergaulan Orang Melayu Di Riau

Interaksi sosial antara sesama warga negara dalam


masyarakat majemuk itu menuntut kerangka rujukan
(term of reference) maupun mekanisme pengendali yang
mampu memberikan arah dan makna kehidupan
bermasyarakat, yaitu kebudayaan yang dapat
menjembatani pergaulan sesama warga negara secara
efektif.

Adat-istiadat yang merupakan pola sopan-santun dalam


pergaulan orang Melayu di Riau sebenarnya sudah lama
menjadi pola pergaulan nasional sesama warga negara.
Bahasa Melayu yang telah menjadi bahasa nasional
Indonesia mengikutsertakan pepatah, ungkapan,
peribahasa, pantun, seloka, dan sebagainya yang hidup
dalam masyarakat Melayu menjadi milik nasional dan
dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Ajaran,
tuntunan, dan falsafah yang diajarkan melalui pepatah,
peribahasa, dan sebagainya itu telah membudaya di
seluruh Indonesia, sehingga tidak mudah untuk
mengidentifikasi pepatah dan peribahasa yang berasal
dari Melayu dan yang bukan dari Melayu.

Dalam masyarakat Melayu di Riau, sikap dan tingkah-


laku yang baik telah diajarkan sejak dari buaian hingga
dewasa. Sikap itu diajarkan secara lisan dan
dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji,
pujangga besar Riau telah banyak meninggalkan ajaran-
ajaran seperti Gurindam Dua Belas, Samaratul
Muhimmah, dan manuskrip-manuskrip lainnya.

Sopan-santun dalam pergaulan sesama masyarakat


menyangkut beberapa hal, yaitu tingkah-laku, tutur-

32
bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi
orang tua/orang sebaya, orang yang lebih muda, para
pembesar, dan sebagainya. Tingkah-laku yang terpuji
adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana
yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia
sejalan dengan sifat ideal orang Melayu.

Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar


orang Melayu sehingga terkadang karena salah bawa
menjadi sangat berlebihan. Kesederhanaan ini membawa
sifat ramah dan toleransi yang tinggi dalam pergaulan.
Kesederhanaan ini digambarkan pula dalam pepatah
Mandi di hilir-hilir, berkata di bawah-bawah, Ibarat padi,
kian berisi kian runduk. Gotong-royong dan seia sekata
sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan ungkapan yang
menjadi falsafah hidup orang Melayu bertahan sampai
sekarang, seperti misalnya:

Berat sama dipikul


Ringan sama dijinjing

Ungkapan-ungkapan yang menyangkut kebersamaan


masih sangat banyak, karena masalah gotong royong
dan kerukunan bersama merupakan masalah penting
dalam pergaulan orang Melayu. Adat-Istiadat Dalam
Pergaulan Orang Melayu di Riau diwujudkan dalam
tutur kata, sopan santun berpakaian dan adab
pergaulan:
a) Tutur-Kata
Bertutur dan berkata, ditemukan dalam memberikan
nasihat, karena kata berpengaruh bagi keselarasan
pergaulan, “Bahasa menunjukkan bangsa”.
Pengertian “bangsa” yang dimaksud di sini adalah

33
“orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga
disebut “orang berbangsa”. Orang baik tentu
mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan
suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang
yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak
senonoh, dia tentu orang yang “tidak berbangsa” atau
derajatnya rendah. Bahasa selalu dikaitkan dengan
budi, oleh karena itu selalu disebut “budi bahasa”.
Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga
diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan:

Hidup sekandang sehalaman


Tidak boleh tengking-menengking
Tidak boleh tindih-menindih
Tidak boleh dendam kesumat

Oleh karena itu, kata dan ungkapan memegang


peran penting dalam pergaulan, maka selalu
diberikan tuntunan tentang kata dan ungkapan agar
kerukunan tetap terpelihara. Tinggi rendah budi
seseorang diukur dari cara berkata-kata. Seseorang
yang mengeluarkan kata-kata yang salah akan
menjadi aib baginya, seperti kata pepatah “Biar salah
kain asal jangan salah cakap”.

b) Sopan-Santun Berpakaian

Dari pepatah “Biar salah kain asal jangan salah


cakap” juga tercermin bahwa salah kain juga
merupakan aib. Dalam masyarakat Melayu,
kesempurnaan berpakaian menjadi ukuran bagi
tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi
kebudayaannya, akan semakin sempurna
pakaiannya. Selain itu, sopan-santun berpakaian

34
menurut Islam telah menyatu dengan adat. Orang
yang sopan, pakaiannya sempurna, tidak
bertelanjang dada, dan lututnya tidak terbuka,
seperti dinyatakan dalam ungkapan:

Elok sanggam menutup malu


Sanggam dipakai helat jamu

Elok dipakai berpatut-patut


Letak tidak membuka aib

Orang Melayu sejak dahulu sudah mengenal mode,


terbukti dengan adanya berbagai jenis pakaian, baik
pakaian pria maupun wanita. Demikian pula
perhiasan sebagai pelengkap berpakaian. Melayu
mengenal penutup kepala bagi lakilaki yang disebut
“tengkolok” atau “tanjak” dengan 42 jenis ikatan.

Pakaian daerah atau pakaian tradisonal Melayu


bermacam-macam dan cara memakainya pun
disesuaikan dengan keperluan. Cara berpakaian
untuk ke pasar, ke masjid, bertandang ke rumah
orang, atau ke majelis perjamuan dan upacara ada
etikanya sendiri-sendiri. Kerajaan Siak Sri Indrapura
telah menetapkan cara berpakaian bagi para pejabat
yang bekerja di balai (kantor) dan cara berpakaian
rakyat yang datang ke balai dalam Babul Qawa„id.
Beberapa ungkapan mengenai pakaian (Effendy,
1985):

Seluar panjang semata kaki


Goyang bergoyang ditiup angina

Kibarnya tidak lebih sejengkal


Pesaknya tidak dalam amat

35
Elok sanggam menutup malu

c) Adab dalam Pergaulan

Pedoman adab dan sopan-santun dalam pergaulan


adalah norma Islam yang sudah melembaga menjadi
adat. Di dalamnya terdapat berbagai pantangan,
larangan, dan hal-hal yang dianggap “sumbang”.
Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib besar
dan si pelanggar dianggap tidak beradab. Terdapat
beberapa sumbang, yaitu sumbang dipandang mata,
sumbang sikap, dan sumbang kata yang pada
umumnya disebut “tidak baik”.

Karakter anggota masyarakat Riau dibentuk oleh


norma-norma ini. Dengan demikian tercipta pola
sikap dalam pergaulan, seperti sikap terhadap orang
tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau
pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yang
lebih muda, antara pria dan wanita, bertamu ke
rumah orang, dalam upacara, dan sebagainya.
Banyak ungkapan yang kita jumpai di dalam
masyarakat Melayu yang digunakan sebagai
tuntunan, di antaranya sebagai berikut (Effendy,
1985):

Guru kencing berdiri


Murid kencing berlari

Kalau menyengat kupiah imam


Akan melintang kupiah makmum

Berseloroh sama sebaya


Berunding sama setara

36
Karena begitu banyaknya ungkapan, maka tidak
mungkin jika semuanya dikemukakan di sini. Yang
jelas, dalam masyarakat Melayu Riau etika pergaulan
sangat dipentingkan.

Sebagai kesimpulan, ajaran Melayu dalam kehidupan


sehari-hari dapat dibaca pada kutipan: “adat
bersendikan syarak” adat-istiadat Melayu Riau
dinamis dan membuka diri terhadap perkembangan
zaman. Etika pergaulan orang Melayu Riau telah
memberikan saham dalam kehidupan antar warga
Indonesia. Ajaran adat dan kebiasaan Melayu perlu
dipulihkan dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan sekarang.

2. Pelanggaran Integritas

Beberapa pelanggaran integritas adalah pelanggaran


terhadap kejujuran, konsistensi dan keberanian. menurunkan
wibawa adat dan menyebabkan terjadi semacam krisis akhlak.
Pelanggaran tersebut antara lain: PNS yang tidak lagi
berperilaku menjadi orang yang bangga dengan hujat
menghujat, menjadi orang yang berburuk sangka, berpakaian
tidak sopan dan tidak pada tempatnya, emosional, menjadi
orang yang kasar langgar, menjadi orang yang kehilangan
sopan santun, menjadi orang yang hidup nafsu nafsi, menjadi
orang yang mau menang sendiri, menjadi orang yang
mementingkan diri sendiri atau kelompoknya semata,
berkorupsi dan sebagainya.

Perilaku bangga dengan hujat menghujat, menjadi orang yang


berburuk sangka adalah tidak baik dan tidak konsisten. Tidak
konsisten melaksanakan ajaran Budaya Melayu. Hal tersebut
melanggar tutur kata Melayu:

37
Hidup sekandang sehalaman
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat

Berpakaian tidak sopan dan tidak pada tempatnya adalah


tidak baik. Berpakaian tidak sesuai dengan ajaran
dilingkungannya menurunkan kepercayaan diri (keberanian).
Hal tersebut melanggar Sopan-Santun Berpakaian, ungkapan
Melayu yang dilanggar adalah:

Seluar panjang semata kaki


Goyang bergoyang ditiup angina

Kibarnya tidak lebih sejengkal


Pesaknya tidak dalam amat
Elok sanggam menutup malu

Ungkapan lainnya yang terkait dengan kesopanan berpakaian


adalah

Elok sanggam menutup malu


Sanggam dipakai helat jamu
Elok dipakai berpatut-patut
Letak tidak membuka aib

Berperilaku emosional, menjadi orang yang kasar langgar,


menjadi orang yang kehilangan sopan santun, menjadi orang
yang hidup nafsu nafsi, menjadi orang yang mau menang
sendiri, menjadi orang yang mementingkan diri sendiri atau
kelompoknya semata, berkorupsi adalah tidak baik dan tidak
menjunjung kejujuran. Hal tesebut melanggar adab dalam
pergaulan. Kerangka acuan adab dan sopan-santun dalam
pergaulan adalah norma Islam yang sudah melembaga menjadi
adat. Seharusnya kita melaksanakan ungkapan Melayu:

38
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari

Kalau menyengat kupiah imam


Akan melintang kupiah makmum

39
BAB III
KARAKTERISTIK PNS YANG BERBUDAYA INTEGRITAS

Integritas Nasional adalah kondisi ketika seluruh


komponen bangsa melakukan tindakan sesuai dengan nilai,
aturan, budaya dan tugas yang diemban melalui keselarasan dan
pengendalian untuk mencapai tujuan nasional.

Untuk mencapai kondisi tersebut, pembangunan


integritas nasional ditempuh melalui pembangunan integritas
individu, integritas organisasi, integritas pilar dan nasional.

A. Integritas Individu

Dalam sistem integritas, kata kuncinya adalah integritas.


Kata integritas berasal dari bahsaa latin, yang berarti tidak
terpengaruh, utuh, tegak atau dapat diandalkan. Dalam
bahasa Inggris disebut integrity, dalam Kiamus Besar Bahasa
Indonesia , integritas adalah mutu, sifat, atau keadaan yang
menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi
dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan dan
kejujuran. Dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy kata
Integritas mengacu pada keutuhan, kelengkapan dan
kemurnian. Dalam Oxford Dictionary, Integritas didefinisikan:
“the quality of being honest and having strong moral principles”.

Hasil kajian terhadap berbagai literatur menemukan


beragam definisi tentang integritas, diantaranya :

1. Seseorang berpegang pada apa yang menurut orang


tersebut berharga atau dianggap etis (Harcourt, 1998);
2. Sejauh mana berbagai komitmen yang kita miliki selaras,
utuh secara menyeluruh (Furrow, 2005);

40
3. Ketika berbicara tentang integritas, kita berbicara tentang
menjadi orang yang utuh, yang terpadu, dan seluruh bagian
diri kita yang berlainan bekerja dengan baik dan berfungsi
sesuai rancangan (Henry Cloud, 2007);

4. Integritas adalah “maining social, ethical, and organizational


norm, firmly adherring to code of conduct and a ethical
principle”. Dengan pengertian tersebut integritas
diterjemahkan menjadi tiga tindakan kunci (key action)
yang dapat diamati (observable). Pertama, menunjukkan
kejujuran (demonstrate honesty), yaitu bekerja dengan
orang lain secara jujur dan benar menyajikan informasi
secara lengkap dan akurat. Kedua, memenuhi komitmen
(keeping commitment), yaitu melakukan apa yang telah
dijanjikan, tidak membocorkan rahasia. Ketiga, berperilaku
secara konsisten (behave consistently), yaitu menunjukkan
tidak adanya kesenjangan antara kata dan prbuatan
(Andreas Harefa, 2000).

5. I = C1 + A + E – C2 ; I : Integrity, C1 : Competency, A :
Accountability, E : Ethics, C2 : Corruption (Fredrick
Galtung, 2005).

6. Integritas adalah integrasi dario sifat-sifat dan kemampuan


yang dikagumi kedalam sebuah sistem kebijakan yang
berfungsi (Puka, 2005).

7. Seseorang/Institusi dikatakan berintegritas, jika


seseorang/institusi tersebut ketika melakukan tindakan
konsisten sesuai dengan nilai, tujuan dan tugas yang
diemban oleh seseorang/institusi tersebut (Brown et al,
2005).

8. Integritas bukanlah suatu kebajikan atau suatu ciri


karakter dalam arti sempit, tetapi merupakan konsep

41
formulasi makro yang mencakup kumpulan nilai kebajikan,
integritas mengacu pada hubungan diantara
serangkain/suatu set nilai moral, dimana nilai moral ini
konsisten dengan serangkan/satu set dengan nilai sosial,
dan integritas lebih jauh membutuhkan keselarasan antara
perilaku dengan serangkan/satu set nilai moral/sosial
disepanjang waktu dan berbagai konteks sosial (Dunn,
2009).

9. Nilai yang mengacu pada konsep kebajikan (virtue theotery)


dari Aristoteles dan moral theory dari Kant. Aristoteles
mendefenisikan kebahagiaan sebagai aktivitas jiwa yang
mengikuti atau diakibatkan dari prinsip rasional, yang
berhubungan erat dengan kesempurnaan. Kant
menyatakan bahwa niat baik adalah sumber dari nilai, dan
tanpa niat baik segala seseuatunta tidak ada artinya
(C.Korsgaard;1986).

Berdasarkan hasil diskusi terfokus yang melibatkan


stake holder integritas di Indonesia dirumuskan konsep kadar
integritas yang terdiri dari 3(tiga) tingkat yaitu:
1. Rendah : Jujur mengikuti nurani, yang selalu pasti
mengarahkan pada kebaikan dan
kebenaran (nilai-nilai universal)
2. Sedang : Konsisten untuk jujur mengikuti nurani
walaupun datang godaan
3. Tinggi : Berani untuk konsisten jujur mengikuti
nurani walaupun harus menanggung risiko

Berdasarkan konsep kadar integritas, Indonesia sudah


mengembangkan konsep penilaian potensi integritas yang
efektif dan efisien melalui instrumen identifikasi potensi
integritas melalui EBA (Executive Brain Assessment). Pada

42
konsep EBA terdapat delapan aspek yang dinilai kemudian
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) cluster yaitu integritas primer,
integritas skunder, dan integritas tersier. Dengan pendekatan
EBA, proses assessment untuk seleksi penggerak integritas,
agen pengeerak integritas serta duta integritas menjadi lebih
terukur.

B. Integritas Organisasi

Teori-teori yang membahas integritas tidak hanya dalam


konteks individu tetapi berkembang juga dalam konteks lebih
luas lagi yaitu organisasi, meskipun integritas individu dan
integritas organisasi saling terkait, dalam mendefinisikan
integritas organisasi terdapat perbedaan antara definisi
integritas individual dan integritas organisasi:

1. Integritas organisasi diartikan sebagai :1) usaha-usaha dan


kebijakan organisasi untuk mendukung tercapainya
integritas personal/ individu; 2) bahwa dalam membentuk
integritas organisasi harus dilihat juga pengaruh dari
interaksi personal/individu satu sama lain
(Vandekerckhove, 2008)

2. Organisasi dikatakan berintegritas jika institusi tersebut


ketika melakukan tindakan konsisten sesuai dengan nilai,
tujuan dan tugas yang diemban oleh organisasi tersebut
(Brown et al,2005).

3. Integritas dalam kerangka institusi layanan publik diartikan


sebagai: 1) Perilaku pemberi layanan yang sejalan dengan
tujuan organisasi dimana mereka bekerja; 2)Operasi
layanan publik sehari-hari dapat diandalkan; 3)Warga
menerima layanan tanpa pembedaan berdasarkan keadilan
dan aspek legalitas; 4)Sumber daya publik digunakan
secara efektif, efisien dan tepat; 5)Prosedur pengambilan

43
keputusan transparan kepada publik dan pengukuran
dilakukan agar publik dapat melihat (OECD, 2000).

4. Integritas dan etika didefinisikan sebagai sebuah komitmen


pada pemikiran dan tindakan moral di semua aspek
mengenai bagaimana organisasi dikelola dan dijalankan
(Dubinsky dan Richter, 2009).

Integritas organisasi akan terbentuk jika dibangun oleh


individu yang memiliki integritas kadar tinggi yang disebut
sebagai tunas integritas. Sesuai dengan konsep pareto 20/80,
diharapkan jumlah mereka mencapai 20% dari total individu
yang ada di organisasi. Dengan kadar integritas yang tinggi
dari para tunas integritas akan menjamin terwujudnya
integritas organisasi (pendekatan inside out). Integritas
organisasi yang sudah terbangun akan membuat 80% anggota
organisasi lain akan terkondisikan berintegritas (pendekatan
outside in).

Integritas organisasi yang dibangun oleh para tunas


integritas terdiri dari penyelarasan (alignment) dan
pengendalian yang semakin menjamin sampai pada tujuan
(assurance). Berdasarkan proses penyelarasan berbagai sistem
yang dijalankan di Indonesia diperoleh 16 komponen sistem
integritas yang terdiri dari:

1. Selesksi dan keteladaan pimpinan


2. Revitalisasi kode etik dan pedoman perilaku
3. Manajemen risiko
4. Peran pengawasan internal
5. Pengelolaan gratifikasi dan hadiah
6. Revitalisasi pelaporan harta kekayaan
7. Whistle Blower System (WBS)
8. Evaluasi eksternal integritas

44
9. Post Employment
10. Pengungkapan isu dan uji integritas
11. Manajemen SDM
12. Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja
13. Pengadaan Barang dan Jasa
14. Kehandalan SOP
15. Keterbukaan Informasi Publik
16. Pengelolaan Aset

Untuk menjamin keberlangsungan, sitematika dan


integrasi proses pembangunan sistem integritas organisasi
perlu dibentuk komite integritas, yang merupakan forum
khusus para pemilik posisi strategis di organisasi. Melalui
forum tersebut pemangku posisi strategis dapat saling menjaga
agar terhindar dar KKN dan mendukung tunas integritas
dalam pembangunan integritas Nasional serta memastikan
kesinambungan upaya pencapaian tujuan organisasi.

C. Integritas Nasional

Kata kunci integrits nasional dan pilar adalah sinergi


dari organisasi-organisasi berintegritas yang berkolaborasi
untuk mewujudkan tujuan nasional. Salah satu kolaborasi itu
memastikan korupsi turun, turunnya korupsi sebagai dampak
dari naiknya budaya integritas di Indonesia.

Mengingat bahwa yang melakukan sinergi adalah


organisasi-organisasi yang berintegritas maka hubungan
timbal balik atau sinergi bukan merupakan kolusi melainkan
hubungan yang membangun sistem akuntabilitas horizontal
sebagai komplementer sistem akuntabilitas vertikal yang
diatur oleh konstitusi, dam berbagai ketentuan.

45
Sistem Integritas Nasional berdasarkan teori Jeremy
Pope (2000) mengilustarasikan Integritas Nasional dengan
gambar bangunan yang bertujuan menopang tatanan hukum,
pembangunan berkelanjutan, dan kualitas hidup. Dalam
konsep road map KPK bangunan tersebut ditopang oleh pilar-
pilar institusi yaitu:Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Layan Publik,
Penegak Hukum, Penyelenggara Pemilu, Ombudsman,
Lembaga Audit, KPK, Partai Politik, Media, Masyarakat Sipil,
dan Swasta/Binis. Pilar-pilar tersebut berdiri di atas pondasi
Politik, Ekonomi, Sosoal, dan Budaya.

Harold Travor (2012) menyatakan bahwa pemberantasan


korupsi adalah sarana untuk mencapai tujuan nasinal suatu
negara. Pemberantasan korupsi untuk kondisi yang sudah
sistemik dan merupakan praktek tradisi yang berkelanjutan
memerlukan pendekatan yang komprehensif baik dari aspek
pribadi, sistem dan budaya. Sehingga diskusi terkait korupsi
tidak lagi hanya sebatas pendekatan kejahatan, tetapi bergeser
pula pada pendekatan budaya, yang pada intinya lebih terkait
pada standar kebaikan (standard of goodness). Alain sham
(2012) menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi perlu
disesuaikan dengan yuridiksi, kondisi dan budaya masing-
masing negara.

Kesadaran Bangsa Indonesia akan pendekatan structure


follow strategy menyebabkan pilar-pilar Integritas Nasional
bukan berupa institusi (struktur) namun berupa sasaran yang
akan menjadi fokus bersama dalam melakukan kolaborasi.
Dalam hal ini sasaran tersebut sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945.

Selama ini pemahaman yang berkembang adalah power


tend to corrupt (kekuasaan cenderung korup) diharapkan

46
dengan terbangunnya komite integritas disetiap organisasi
maka yang akan berkembang adalah pemahaman power to
integrity (kekuasaan cenderung berintegritas).

Kolaborasi orang-orang strategis yang memiliki kadar


integritas tinggi (komite integritas) akan melahirkan: 1).
Akuntabilitas horizontal yang dapat menjaga organisasi dan
pilar dari korupsi: 2). Organisasi yang saling mendukung
untuk mencapai tujuan nasional.

Kolaborasi yang dilakukan antar organisasi yang


berintegritas untuk mewujudkan sasaran (pilar) sistem
integritas nasional, mencakup tiga ruang lingkup sebagai
berikut:

1. Peran/konstribusi (role), yaitu memastikan setiap pilar


menjalankan tugas pokok dan fungsi secara berintegritas,
dengan berbasiskan keunggulan masing-masing, untuk
selanjutnya dikolaborasikan dengan pilar lainnya, dalam
pembanguna Sistem Integritas Nasional;
2. Peran dan kontribusi masing-masing pilar, diidentifi-
kasikan, saling diketahui, saling memberdayakan agar
pencapaian tujuan berjalan secara efektif. Aspek-aspek
yang perlu saling diketahui:
a. Peran organisasi sebagai bagian yang mendistribusikan
integritas kepada organisasi lainnya dalam satu pilar,
atau pilar yang mendistribusikan integritas pada pilar
lainnya, hingga mecapai kesetaraan.
b. Jenis hubungan apakah sebagai mandat konstitusi,
kebijakan dan operasional.

3. Integritas organisasi: Kolaborasi dalam kerangka


pembangunan sistem integritas dilakukan dengan saling
menilai dan memberikan masukan terkait integrity dash

47
board masing-masing organisasi serta ditindaklanjuti
untuk saling belajar (studi banding), pendampingan,
magang, peyediaan tenaga ahli (coaching). Integrity dash
board yang dimaksud adalah tingkatan pembangunan
integritas yang dicapai oleh masing-masing organisasi yang
terdiri dari:

a. level of sharing: Kapasitas (kekuatan) dan jenis


keunggulan untuk berkontribusi dalam pembangunan
Sistem Integritas Nasional.

b. Tingkat Keterlibatan (Level of engagement) organisasi


dalam pembangunan integritas organisasi, pilar, dan
nasional.

c. Kemampuan organisasi untuk penyelarasan (level of


alignment) dan pengendalian yang semakin menjamin
sampai pada tujuan (level of assurance).

d. Kapasitas (capacity) agar dapat membangun sistem


integritas, budaya organisasi, dan menjalankan
perannya secara berintegritas, maka masing-masing
organisasi harus memiliki kapasitas untuk
menjalankan kedua hal tersebut. Kapasitas yang perlu
dibangun masing-masing organisasi adalah kapasitas
SDM, Dana, Teknologi dan Informasi Komunikasi.
Berdasarkan pendekatan konsep hukum capital, yang
menitikberatkan peranan SDM kompetensi dalam
pencapaian tujuan organisasi maka terkait kapasitas
perlu dipastikan tersedianya SDM yang kompeten.
Bentuk konkritnya untuk menjamin tersedianya SDM
yang kompeten maka setiap organisasi menjalankan
pendekatan corporate university. Keseluruhan aspek di
atas perlu dikelola dan ditindaklanjuti dalam bentuk

48
kolaborasi yang efektif melalui proses bertahap secara
gradual melalui pendekatan Indonesia Corporate
University (I-CORPU).

Andi Hamzah (2007) menyatakan bahwa salah satu


penyebab terjadinya korupsi disebabkan oleh latar belakang
kebudayaan atau kultur Indonesia yang cukup permisif
terhadap perbuatan korupsi. Soejono Dirdjosisworo (1983) juga
menyatakan bahwa faktor sosial budaya berpengaruh terhadap
psikologi perilaku, misalnya kultur malu pada suatu keluarga.
Suatu keluarga termasuk berkedudukan dan terpandang,
tetapi tidak mampu menampung dan memberi kesenangan
kepada saudaranya, keadaan ini akan mendorong orang dalam
keluarga tersebut melakukan korupsi.
Menurut Syed Hussein Alatas (1986) terjadinya korupsi
di antaranya disebabkan oleh:1) ketiadaan dan kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci, yang mampu
mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi, 2)
kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

Begitu banyak definisi dan konsep integritas serta


kaitannya dengan budaya, sistem dan perilaku, sehingga
penting untuk dapat membuat defenisi yang cocok dan dapat
diterima oleh semua elemen bangsa, serta sangat penting pula
untuk membuat sistem integritas nasional yang cocok dan
efektif untuk konteks bangsa dan negara Indonesia,
khususnya terkait pemberantasan korupsi.

Berbagai konsep dan definisi yang ada dapat dijadikan


bahan eksplorasi untuk mewujudkan impian masa depan
Indonesia yang lebih baik, sebagaimana diamanahkan dalam
Undang-undang Dasar Republik Indonesia, dan dengan
partisipasi seluruh elemen bangsa akan diwujudkan menjadi
kenyataan.

49
BAB IV
AKTUALISASI BUDAYA INTEGRITAS DAN BUDAYA MELAYU

National Integrity Plann adalah rumusan dan peta jalan yang


disusun untuk mencapai visi nasional dalam pembangunan
integritas bangsa. National Integrity Plan disusun untuk periode
waktu 2016-2025 dengan menggunakan pendekatan apresiatif
Inquiry yang dievaluasi secara tahunan untuk memastikan
pencapaian visi tersebut.

A. Discovery

Memetakan kondisi sekarang sebagai modal (strength


dan opportunity) yang menjadi acuan awal untuk menyusun
road map pembangunan integritas nasional. Aspek yang
dijadikan parameter adalah yang menjadi prioritas
penanganan, tingkat budaya integritas, filter masyarakat
terhadap budaya negative, tingkat sinergi antar KLOP, level
integritas KLOP, ukuran-ukuran kuantitatif integritas nasional
(indeks kebahagiaan, indeks integritas nasional).

No Indikator Kondisi Saat Ini


1 Prioritas Sadar akan bahaya KKN dan
pengendalian pemahaman tentang pentingnya sinergi
antar KLOP untuk mengatasi persoalan
KKN
2 Tingkat budaya Kesadaran tentang integritas sebagai
integritas solusi mengatasi KKN
3 Filter masyarakat Adanya kesadaran perlunya filter
terhadap budaya budaya negative di masyarakat
negative

50
4 Tingkat sinergi antar Terbangunnya kolaborasi secara pro
KLOP aktif dan periodik untuk saling
memberdayakan antar KLOP
5 Level integritas KLOP Saat ini sudah 2 (dua) KLOP yang
mencapai grade A dari 40 KLOP yang
tergabung dalam kolaborasi
pembangunan integritas nasional
6 Ukuran-ukuran Terdapat beberapa pengukuran yang
kuantitatif integritas dilakukan oleh KLOP penanggungjawab
nasional (indeks misalnya indeks kebahagiaan dari BPS,
integritas nasional, indeks RB dari Kemenpan RB, Indeks
indeks spiritualitas dari PT.Telkom, indeks
kepemimpinan dan kepemimpinan nasional dari Lemhanas,
indeks nilai) indeks perilaku anti korupsi dan BPS.

B. Destiny

Destiny merupakan rangkaian rencana aksi untuk


mewujudkan setiap target tahunan. Panduan ini akan
menguraikan destiny untuk tahun 2016 Road Map untuk
mencapai kondisiter sebut disajikan dalam tabels
ebagaiberikut:

No Indikator Inisiatif 2016 2017 2018 2019 2020


1 Prioritas Panduan 40 KLOP 100 KLOP 300 400 500
pengendalian pengendalian KLOP KLOP KLOP
strategis KKN

Pembentukan 2 pilar 4 pilar 4 pilar 4 pilar 4 pilar


Nasional dan nasional nasional nasional nasional nasional
sectoral dan 5 dan 10 dan 15 dan 20 dan 25
integrity panel sektoral sektoral sektoral sektoral sektoral

Implementasi 40 KLOP 100 KLOP 300 400 500


dan KLOP KLOP KLOP
monitoring
pengendalian
strategis KKN

51
Deklarasi dan 2 KLOP 10 KLOP 50 KLOP 250 500
awarding anti KLOP KLOP
KKN

2 Tingkat Reframing 2 KLOP 10 KLOP 50 KLOP 250 500


Budaya culture KLOP KLOP
Integritas

Internalisasi 2 KLOP 10 KLOP 50 KLOP 250 500


budaya KLOP KLOP
integritas
3 Filter Integrity 1 1 1 1 1
masyarakat Olimpiade Nasional Nasional, Interna- Internasi Interna-
terhadap 3 6 sional, onal, sional,
budaya Provinsi Provinsi 1 1 1
negative Nasional, Nasional, Nasional
12 18 24
Provinsi Provinsi Provinsi
Mengembang- 25 juta 50 juta 75 juta 100 juta 150 juta
kan jejaring keluarga keluarga keluarga keluarga keluarga
keluarga
integritas
4 Tingkat Pertemuan 120 140 KLOP 200 240 300
sinergi antar kolaborasi KLOP KLOP KLOP KLOP
KLOP KLOP (2 kali
setahun)

Rembuk 60 KLOP 80 KLOP 100 120 150


integritas KLOP KLOP KLOP
nasional (1
tahun sekali)

5 Level Benchmark, 3 3 3 4 4
integritas pendamping-
KLOP an, magang
(level of
sharing
anggota
kolaborasi
KLOP)
Jumlah
KLOP dengan
Grade A 120 KLOP 140 KLOP 200 240 300
KLOP KLOP KLOP

6 Ukuran- Peningkatan - 60 65 70 75
ukuran Indeks
kuantitatif integritas
integritas
nasional
(indeks
integritas
nasional,
indeks
kepemimpinan
dan indeks
nilai)

52
Peningkatan 60 65 70 75
indeks kepe- -
mimpinan

Peningkatan - 60 65 70 75
matury scale
komponen
integritas
organisasi

Peningkatan - 60 65 70 75
indeks skalai
ntegritas
organisasi

Peningkatan 1% Total 2% Total 3% Total 5% Total 10%


jumlah tunas pegawai pegawai pegawai pegawai Total
integritas pada pada pada pada pegawai
(pareto setiap setiap setiap setiap pada
20:80) KLOP KLOP KLOP KLOP setiap
KLOP

Peningkatan 3% dari 3% dari 4% dari 4% dari 5% dari


kualitas total TI total TI total TI total TI total TI
tunas KLOP KLOP KLOP KLOP KLOP
integritas lulus lulus lulus lulus lulus
assess- assess- assess- assess- assess-
ment ment ment ment ment

53
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari proses pembelajaran pembangunan budaya


integritas ini dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian PNS
yang berintegritas dan sesuai peraturan yang berlaku, perlu
peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan
moral peserta melalui pendidikan dan pelatihan. Pendekatan
Pembelajaran yang digunakan dalam Modul Pembangunan
Budaya Integritas ini adalah:

1. Pemahaman terhadap Pegawai Negeri Sipil tentang konsep


integritas, budaya integritas, rambu-rambu dan
pelenggaran integritas serta aktualisasi integritas terhadap
nilai budaya melayu.
2. Pembentukan karakter integritas individu yaitu
pembentukan karakter integritas pada seluruh individu
yang menjadi penyelenggara Pemerintahan di Provinsi Riau.
3. Pembentukan karakter integritas organisasi merupakan
pembentukan karakter integritas pada unit organisasi yang
menjadi penyelenggara pemerintahan di Provinsi Riau.
4. Pembentukan karakter integritas nasional, dimana
pembentukan karakter integritas ini adalah seluruh unsur
yang terkait baik penyelenggara pemerintahan, masyarakat
maupun skteakholder bidang usaha/ organisasi di luar
pemerintahan untuk menciptakan integritas pada level
nasional.
5. Pengaktualisasian nilai budaya integritas dan nilai budaya
melayu untuk meningkatkan kinerja Pegawai Negeri Sipil

54
dan mencapai tujuan organisasi dengan pendekatan
discovery (pemetaan) dan destiny (rencana aksi).

B. Saran

Dalam memaknai pembangunan budaya integritas di


Provinsi Riau, adapun saran dan masukan yang diberikan
terhadap pembangunan budaya integritas ini adalah:
1. Perlunya dikembangkan media-media pembangunan
budaya integritas bagi seluruh lapisan masyarakat di
Provinsi Riau terhadap pentingnya integritas nasional
dalam sosialisasi atau workshop melalui organisasi
kemasyarakatan yang ada pada saat ini;

2. Untuk lebih optimalnya pengembangan media


pembangunan integritas perlu pula meningkatkan
kuantitas Training of Trainers (TOT) Integritas bagi Pegawai
Negeri Sipil maupun pengampu mata diklat integritas;

3. Perlunya dilakukan workshop penerapan wilayah Zona


Integritas (ZI) terhadap Organisasi Perangkat Daerag (OPD)
di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau dan
Kabupaten/Kota se Provinsi Riau;

4. Perlunya dilakukan sosialisasi dan workshop aktualisasi


tentang anti gratifikasi dan pungli kepada aparatur
pemerintahan dan steakholder bidang usaha.

55
PENILAIAN PESERTA BERINTEGRITAS
Pelatihan :
Tahun :
Hari ke :

KEJUJURAN KONSISTENSI KEBERANIAN


Kebersihan JUMLAH
NO NAMA Berbicara Pakaian Sesuai Menyampaikan
Jujur saat Ujian Lingkungan Disiplin Waktu NILAI
Sopan Aturan Pendapat
Belajar

Pekanbaru,
Panitia ,
DAFTAR PUSTAKA

Arbuthnot & Faust, 1980. Teaching Moral Reasoning : Theory and


Practice.

Brown et al, 2005. Nutrition Trough The life cycle.

Elizabeth B., Hurlock. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu


Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Gramedia.

Foster, E. M. dalam Kohlberg, L. 1995. Tahap-tahap Perkembangan


Moral, diterjemahkan oleh Drs. John de Santo dan Drs. Agus
Cremers SVD, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Cetakan Pertama.

Haji, Raja Ali. Gurindam Dua Belas.

http://kpk.go.id

Paine. 1994. managing for organizational integrity.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000. Pendidikan dan


Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010. Grand Design Reformasi


Birokrasi yang mengatur tentang pelaksanaan program reformasi
birokrasi.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 Tahun 2014. Pedoman
Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi
dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan Instansi
Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, Tentang Aparatur Sipil


Negara.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Tentang Pemerintahan


Daerah,

W. Amann,A. Stachowicz-Stanusch. 2012. Integrity in Organizations:


Building the Foundations for Humanistic Management

Wisesa, Anggara. 2009. Integritas Moral dalam Konteks Pengambilan


Keputusan Etis

Anda mungkin juga menyukai