INTEGRITAS
PEMERINTAH PROVINSI RIAU
Modul Muatan Lokal Diklat Teknis dan Fungsional
Tahun 2017
KATA PENGANTAR
ii
pembelajaran dan membetuk karakter pegawai negeri sipil
berintegritas dalam membangun budaya integritas di Provinsi Riau.
iii
TIM PENYUSUN
NARA SUMBER
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Melayani melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi birokrasi,
dan peningkatan kualitas pelayanan publik.
2
pembekalan integritas terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di
Lingkup Pemerintah Provinsi Riau pada suatu Diklat teknis.
C. Ruang Lingkup
3
BAB II
KONSEP PEMBANGUNAN BUDAYA INTEGRITAS
A. Konsep Integritas
4
kesadaran kebenaran dalam sikap kejujuran, yang
terdiri dari aspek empati (empathy), tidak mudah untuk
menuduh orang lain bersalah (lack of blame) dan rendah
hati (humility). Konsistensi (concistency) adalah dimensi
potensi integritas yang menunjukkan komponen
integritas pada konsistensi dalam perbuatan, yang
terdiri dari aspek pengendalian emosi (emotional
mastery), akuntabel (accountability), dan fokus
menyeluruh (focus on the whole).
1. Kejujuran
5
melihat persoalan kesesuaian antara fenomena (realitas)
dengan informasi yang disampaikan. Kejujuran merupakan
kualitas manusiawi melalui mana manusia
mengomunikasikan diri dan bertindak secara benar
(truthfully). Karena itu, kejujuran sesungguhnya berkaitan
erat dengan nilai kebenaran, termasuk di dalamnya
kemampuan mendengarkan, sebagaimana kemampuan
berbicara, serta setiap perilaku yang bisa muncul dari
tindakan manusia. Secara sederhana, kejujuran bisa
diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk mengekpresikan
fakta-fakta dan keyakinan pribadi sebaik mungkin
sebagaimana adanya. Sikap ini terwujud dalam perilaku, baik
jujur terhadap orang lain maupun terhadap diri sendiri (tidak
menipu diri), serta sikap jujur terhadap motivasi pribadi
maupun kenyataan batin dalam diri seorang individu.
Kualitas kejujuran seseorang meliputi seluruh perilakunya,
yaitu, perilaku yang termanifestasi keluar, maupun sikap
batin yang ada di dalam. Keaslian kepribadian seseorang bisa
dilihat dari kualitas kejujurannya.
6
demikian bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk
senantiasa bersikap selaras dengan nilai-nilai kebenaran (to
be thrutful), sebuah usaha hidup secara bermoral dalam
kebersamaan dengan orang lain.
7
keterpaksaan, kepercayaan, merupakan fakta dan tidak
berdusta.
2. Konsistensi
Konsistensi diartikan sebagai ketetapan dan
kemantapan (dalam bertindak); ketaatasasan: kebijakan
pemerintah mencerminkan suatu dalam menghadapi
pembangunan yang sedang kita laksanakan. Konsistensi
dalam ilmu logika adalah teori konsistensi. Konsistensi
merupakan sebuah sematik dengan sematik yang lainnya
tidak mengandung kontradiksi. Tidak adanya kontradiksi
dapat diartikan baik dalam hal semantik atau berhubung
dengan sintaksis. Definisi semantik yang menyatakan bahwa
sebuah teori yang konsisten memiliki model; ini digunakan
dalam arti logika tradisional Aristoteles walaupun dalam
logika matematika kontemporer terdapat istilah satisfiable
yang digunakan. Berhubungan dengan pengertian sintaksis
yang menyatakan bahwa sebuah teori yang konsisten jika
tidak terdapat rumus P seperti yang kedua P dan
penyangkalan adalah pembuktian dari aksioma dari teori yang
terkait di bawah sistem deduktif. Komponen integritas
pada konsistensi dalam perbuatan, yang terdiri dari
aspek pengendalian emosi (emotional mastery),
akuntabel (accountability), dan fokus menyeluruh
(focus on the whole).
8
berbagai situasi nyata maka sebenarnya tidak ada emosi baik
atau emosi buruk. Hurlock (1990), individu yang dikatakan
matang emosinya yaitu:
9
n. hindari kebiasaan buruk;
o. jalin komunikasi;
p. berpikirlah bahwa anda tidak sendirian;
q. hindari stress.
3. Keberanian
10
Komponen integritas pada keberanian
menegakan kebenaran secara terbuka, yang terdiri
dari aspek keberanian (courage), dan percaya diri (self
confidence). Berani menyampaikan sesuatu yang benar. Benar
berarti sudah sesuai aturan dan nilai. Sedangkan percaya diri
menurut Lauter (2002:4) kepercayaan diri merupakan suatu
sikap atau keyakinan atas kemampuan diri sendiri sehingga
dalam tindakan-tindakannya tidak terlalu cemas, merasa
bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai keinginan dan
tanggung jawab atas perbuatannya, sopan dalam berinteraksi
dengan orang lain, memiliki dorongan prestasi serta dapat
mengenal kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Lauster
menggambarkan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan
diri memiliki ciri-ciri tidak mementingkan diri sendiri
(toleransi), tidak membutuhkan dorongan orang lain, optimis
dan gembira. Sikap percaya diri PNS adalah sikap PNS yang
yakin akan kemampuannya sendiri untuk bertingkah laku
sesuai dengan yang diharapkannya sebagai suatu perasaan
yang yakin pada tindakannya, bertanggung jawab terhadap
tindakannya dan tidak terpengaruh oleh orang lain. Orang
yang memiliki kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri: toleransi,
tidak memerlukan dukungan orang lain dalam setiap
mengambil keputusan atau mengerjakan tugas, selalu
bersikap optimis dan dinamis, serta memiliki dorongan
prestasi yang kuat.
1. Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara.
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, kepala daerah merupakan sebagai
11
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
c. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia nomor 52 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas
Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi
Bersih Melayani di Lingkungan Instansi Pemerintah.
12
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
13
Zona Integritas dengan instrumen evaluasi Reformasi
Birokrasi, serta (2) Penyederhanaan pada indikator proses dan
indikator hasil yang lebih fokus dan akurat.
14
kepada pimpinan instansi untuk ditetapkan sebagai calon
unit kerja berpredikat Zona Integritas menuju
WBK/WBBM. Selanjutnya dilakukan penilaian mandiri
(self assessment) oleh Tim Penilai Internal (TPI). Setelah
melakukan penilaian, TPI melaporkan kepada Pimpinan
instansi tentang unit yang akan di usulkan ke Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
sebagai unit kerja berpredikat Menuju WBK/WBBM.
Apabila unit kerja yang diusulkan memenuhi syarat
sebagai Zona Integritas Menuju WBK/WBBM, maka
langkah selanjutnya adalah penetapan.
b. Komponen Pengungkit
Komponen pengungkit merupakan komponen yang
menjadi faktor penentu pencapaian sasaran hasil
pembangunan Zona Integritas menuju WBK/WBBM.
Terdapat enam komponen pengungkit, yaitu Manajemen
Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Manajemen
SDM, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan
Pengawasan, dan Peningkatan Kualitas Pelayanan
15
Publik. Di bawah ini adalah rincian bobot komponen
pengungkit penilaian unit kerja Berpredikat Menuju
WBK/Menuju WBBM.
1 Manajemen Perubahan 5%
2 Penataan Tatalaksana 5%
16
moral disebut sebagai integritas moral. Kohlberg (1995)
menekankan pentingnya perhatian kepada kesadaran moral ini
untuk memahami bagaimana keputusan etis diambil dan juga
alasan etis mengapa seseorang mengambil keputusan tertentu
(Rest, 1986; Trevino, 1992). Satu hal yang mendasar dari
konsep ini adalah bahwa kesadaran moral tidak ditentukan
oleh perasaan, melainkan oleh kemampuan intelektual, yaitu
kemampuan untuk memahami dan mengerti sesuatu secara
rasional (Magnis-Suseno, 2000).
17
Secara ringkas, tahap pertama digambarkan sebagai orientasi
terhadap kepatuhan dan hukuman. Pada tahap pertama,
seseorang mengasosiasikan penilaian baik dan buruk dengan
konsekuensi fisik dari suatu tindakan.
18
kewajiban yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat
dengan tujuan mempertahankan kelompok sosial sebagai satu
kesatuan. Mereka yang ada di tahap keempat ini memahami
bahwa tanpa ada standar hukum yang sama, kehidupan
manusia akan kacau balau, di mana ia sudah dapat
menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang
lebih luas. Hukum dipandang sebagai jaminan atas interaksi
interpersonal, kenyamanan, dan hak-hak personal.
19
sama yang dilakukan dapat dilatari oleh kesadaran moral yang
berbeda. Misalnya perilaku tidak mencontek yang dilakukan
oleh mahasiswa dapat disebabkan oleh rasa takut akan
konsekuensi nilai nol, teman-teman yang tidak mencontek,
kesadaran akan tanggung jawab sebagai mahasiswa,
penghargaan hak intelektual, dll (Wisesa, 2009). Artinya,
analisa perilaku individu di dalam pengambilan keputusan etis
tidak dapat dilakukan hanya dengan melihat perilaku yang
ditunjukkan, tetapi juga prinsip moral yang dipegangnya yang
melatarbelakangi perilakunya tersebut. Hal ini juga penting
untuk dilakukan untuk menilai integritas moral individu.
20
kuat dalam setiap pribadi, dan ditunjukkan dalam
perilaku keseharian.
Kedua, Proses Pembangunan Integritas; sebagai
upaya menjaga organisasi berintegritas tinggi,
yang digerakkan oleh kumpulan individu yang
berintegritas tinggi supaya seluruh elemen
organisasi menjadi satu kesatuan untuk mencapai
tujuan organisasi.
Ketiga, Proses Penyelarasan Atau Sinergi Pilar;
sebagai upaya untuk terjadinya sinergi dari
berbagai K/L/ O/P pada setiap sasaran (pilar)
sehingga terbentuk integritas pilar.
Keempat, Proses Penyelarasan Atau Sinergi
Berbagai Elemen Bangsa, merupakan upaya
mensinergikan berbagai pilar, sehingga
membentuk kekuatan berupa integritas nasional
yang dapat menjadi modal berarti bangsa dalam
memberantas korupsi.
1. Rambu-rambu Integritas
a. Peraturan Perundangan
21
Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di Lingkungan
Instansi Pemerintah;
22
memelihara prilaku Profesional Praktisi PNS. Sanksai yang
akan dijatuhkan bagi pelaggaran kode etik ini berupa
sebuuah teguran lesan atau tertulis dari Badan
Kehormatan Profesi. Pelanggaran yang lebih berat akan
mendapat sanksi di skorsing, jika masi belum berprilaku
baik makan badan kehormatan profesi dapat memecat
atau mengeluarkan mereka dari keanggotaan profesi.
Karena dianggap tidak layak lagi dudduk sebagai anggota
profesi.
23
Dalam hubungan sesama PNS yang perlu
diperhatikan ada 2 yaitu perilaku terhadap sejawat dan
menjalin hubungan sesame profesi. Perilaku PNS terhadap
sejawat harus jujur dalam hubungan dengan klien atau
atasan waktu menjalankan tugas. Kejujuran merupakan
kunci seseorang PNS mendapat kepercayaan oleh teman
sejawat (PNS lainnya). Kepercayaan harus dibangun sejak
dini. Kepercayaan perhadap seseorang PNS memudahkan
jalannya interaksi tugas.
24
dengan saling bertukar informasi akan menambah/
memepererat jalinan persaudaraan antar profesi. Apalagi
zaman medern ini teknologi informasi dan komunikasi
sudah sangat maju seperti internet, handpon sangat
membantu praktisi PNS dalam melakukan komunikasi
atau saling bertukar informasi, walapun jaraknya sangat
jauh. Dengan mudahnya praktisi PNS menjalin hubungan
dengan sesama profesi akan membawa kemajuan,
perkembangan wawasan pengetahuan guna menunjang
pelaksanaan tugas yang profesional.
25
c. Nilai Budaya Melayu
26
Keterbukaan budaya Melayu tidak bermakna
terdedah tanpa penapis, sebab adat istiadat Melayu
menjadi salah satu penapis utama dari masuknya unsur-
unsur negatif budaya luar. Nilai-nilai adat yang Islami
itulah yang senantiasa menyaring dan memilah setiap
unsur budaya luar yang masuk. Unsur yang baik mereka
serap dengan kearifan yang tinggi, sedangkan yang buruk
merka buang dan jauhkan.
27
Melayu, dan beragama Islam. Adat Melayu di Riau dapat
dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu adat sebenar adat, adat
yang diadatkan, dan adat yang teradat.
28
perkembangan zaman, sehingga dapat disamakan
dengan peraturan pelaksanaan dari suatu ketentuan
adat. Perubahan terjadi karena menyesuaikan diri
dengan perkembangan zaman dan perkembangan
pandangan pihak penguasa, seperti kata pepatah Sekali
air bah, sekali tepian beralih. Dalam ungkapan
disebutkan:
Pasal lima
29
pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara, dan
larangan bagi rakyat biasa untuk memakai atau
mempergunakan jenis yang sama. Dengan demikian
tercipta ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan dan
pantangan. Di samping itu juga tercipta kelas-kelas
dalam masyarakat yang pada umumnya terdiri dari raja
dan anak raja-raja, orang baik-baik, dan orang
kebanyakan.
30
nilai-nilai baru yang berkembang. Tingkat adat nilai-nilai
baru yang berkembang ini kemudian disebut sebagai
tradisi.
31
4) Adat-Istiadat Dalam Pergaulan Orang Melayu Di Riau
32
bahasa, kesopanan berpakaian, serta sikap menghadapi
orang tua/orang sebaya, orang yang lebih muda, para
pembesar, dan sebagainya. Tingkah-laku yang terpuji
adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana
yang dicanangkan oleh pemerintah Republik Indonesia
sejalan dengan sifat ideal orang Melayu.
33
“orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga
disebut “orang berbangsa”. Orang baik tentu
mengeluarkan kata-kata yang baik dan tekanan
suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang
yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak
senonoh, dia tentu orang yang “tidak berbangsa” atau
derajatnya rendah. Bahasa selalu dikaitkan dengan
budi, oleh karena itu selalu disebut “budi bahasa”.
Dengan demikian, ketinggian budi seseorang juga
diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan:
b) Sopan-Santun Berpakaian
34
menurut Islam telah menyatu dengan adat. Orang
yang sopan, pakaiannya sempurna, tidak
bertelanjang dada, dan lututnya tidak terbuka,
seperti dinyatakan dalam ungkapan:
35
Elok sanggam menutup malu
36
Karena begitu banyaknya ungkapan, maka tidak
mungkin jika semuanya dikemukakan di sini. Yang
jelas, dalam masyarakat Melayu Riau etika pergaulan
sangat dipentingkan.
2. Pelanggaran Integritas
37
Hidup sekandang sehalaman
tidak boleh tengking-menengking
tidak boleh tindih-menindih
tidak boleh dendam kesumat
38
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari
39
BAB III
KARAKTERISTIK PNS YANG BERBUDAYA INTEGRITAS
A. Integritas Individu
40
3. Ketika berbicara tentang integritas, kita berbicara tentang
menjadi orang yang utuh, yang terpadu, dan seluruh bagian
diri kita yang berlainan bekerja dengan baik dan berfungsi
sesuai rancangan (Henry Cloud, 2007);
5. I = C1 + A + E – C2 ; I : Integrity, C1 : Competency, A :
Accountability, E : Ethics, C2 : Corruption (Fredrick
Galtung, 2005).
41
formulasi makro yang mencakup kumpulan nilai kebajikan,
integritas mengacu pada hubungan diantara
serangkain/suatu set nilai moral, dimana nilai moral ini
konsisten dengan serangkan/satu set dengan nilai sosial,
dan integritas lebih jauh membutuhkan keselarasan antara
perilaku dengan serangkan/satu set nilai moral/sosial
disepanjang waktu dan berbagai konteks sosial (Dunn,
2009).
42
konsep EBA terdapat delapan aspek yang dinilai kemudian
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) cluster yaitu integritas primer,
integritas skunder, dan integritas tersier. Dengan pendekatan
EBA, proses assessment untuk seleksi penggerak integritas,
agen pengeerak integritas serta duta integritas menjadi lebih
terukur.
B. Integritas Organisasi
43
keputusan transparan kepada publik dan pengukuran
dilakukan agar publik dapat melihat (OECD, 2000).
44
9. Post Employment
10. Pengungkapan isu dan uji integritas
11. Manajemen SDM
12. Akuntabilitas Keuangan dan Kinerja
13. Pengadaan Barang dan Jasa
14. Kehandalan SOP
15. Keterbukaan Informasi Publik
16. Pengelolaan Aset
C. Integritas Nasional
45
Sistem Integritas Nasional berdasarkan teori Jeremy
Pope (2000) mengilustarasikan Integritas Nasional dengan
gambar bangunan yang bertujuan menopang tatanan hukum,
pembangunan berkelanjutan, dan kualitas hidup. Dalam
konsep road map KPK bangunan tersebut ditopang oleh pilar-
pilar institusi yaitu:Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Layan Publik,
Penegak Hukum, Penyelenggara Pemilu, Ombudsman,
Lembaga Audit, KPK, Partai Politik, Media, Masyarakat Sipil,
dan Swasta/Binis. Pilar-pilar tersebut berdiri di atas pondasi
Politik, Ekonomi, Sosoal, dan Budaya.
46
dengan terbangunnya komite integritas disetiap organisasi
maka yang akan berkembang adalah pemahaman power to
integrity (kekuasaan cenderung berintegritas).
47
board masing-masing organisasi serta ditindaklanjuti
untuk saling belajar (studi banding), pendampingan,
magang, peyediaan tenaga ahli (coaching). Integrity dash
board yang dimaksud adalah tingkatan pembangunan
integritas yang dicapai oleh masing-masing organisasi yang
terdiri dari:
48
kolaborasi yang efektif melalui proses bertahap secara
gradual melalui pendekatan Indonesia Corporate
University (I-CORPU).
49
BAB IV
AKTUALISASI BUDAYA INTEGRITAS DAN BUDAYA MELAYU
A. Discovery
50
4 Tingkat sinergi antar Terbangunnya kolaborasi secara pro
KLOP aktif dan periodik untuk saling
memberdayakan antar KLOP
5 Level integritas KLOP Saat ini sudah 2 (dua) KLOP yang
mencapai grade A dari 40 KLOP yang
tergabung dalam kolaborasi
pembangunan integritas nasional
6 Ukuran-ukuran Terdapat beberapa pengukuran yang
kuantitatif integritas dilakukan oleh KLOP penanggungjawab
nasional (indeks misalnya indeks kebahagiaan dari BPS,
integritas nasional, indeks RB dari Kemenpan RB, Indeks
indeks spiritualitas dari PT.Telkom, indeks
kepemimpinan dan kepemimpinan nasional dari Lemhanas,
indeks nilai) indeks perilaku anti korupsi dan BPS.
B. Destiny
51
Deklarasi dan 2 KLOP 10 KLOP 50 KLOP 250 500
awarding anti KLOP KLOP
KKN
5 Level Benchmark, 3 3 3 4 4
integritas pendamping-
KLOP an, magang
(level of
sharing
anggota
kolaborasi
KLOP)
Jumlah
KLOP dengan
Grade A 120 KLOP 140 KLOP 200 240 300
KLOP KLOP KLOP
6 Ukuran- Peningkatan - 60 65 70 75
ukuran Indeks
kuantitatif integritas
integritas
nasional
(indeks
integritas
nasional,
indeks
kepemimpinan
dan indeks
nilai)
52
Peningkatan 60 65 70 75
indeks kepe- -
mimpinan
Peningkatan - 60 65 70 75
matury scale
komponen
integritas
organisasi
Peningkatan - 60 65 70 75
indeks skalai
ntegritas
organisasi
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
54
dan mencapai tujuan organisasi dengan pendekatan
discovery (pemetaan) dan destiny (rencana aksi).
B. Saran
55
PENILAIAN PESERTA BERINTEGRITAS
Pelatihan :
Tahun :
Hari ke :
Pekanbaru,
Panitia ,
DAFTAR PUSTAKA
http://kpk.go.id