Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

AsKep pada pasien dengan Ostesarkoma

Disususn oleh :
1. Afery Adi Suhendra (1611010)
2. Agus Saparudin (1611011)
3. Ajeng Alfi Shahrina (1611012)
4. Desi Setya Ningrum (1611014)
5. Eka Yulis Styawati (1611015)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Blitar, 06 Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I ............................................................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................ 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 1

1.3 TUJUAN ................................................................................................ 2

BAB II.............................................................................................................................. 3

2.1 Definisi ................................................................................................... 3

2.2 Etiologi ................................................................................................... 3

2.3 Klasifikasi ............................................................................................... 4

2.4 Patofisiologi............................................................................................ 7

2.5 Manifestasi klinis ................................................................................... 8

2.6 Pemeriksaan Penunjang .......................................................................... 9

2.7 Komplikasi ........................................................................................... 11

2.8 Penatalaksanaan .................................................................................... 11

BAB III .......................................................................................................................... 14

a. Pengkajian ............................................................................................ 14

b. Diagnosa ............................................................................................... 16

c. Intervensi .............................................................................................. 16

BAB IV .......................................................................................................................... 19

1.1 Pengkajian ............................................................................................ 19

1.2 Pengkajian Fisik ................................................................................... 20

1.3 Analisis Data ........................................................................................ 20

1.4 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi ................................................. 22

ii
BAB V ........................................................................................................................... 26

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 26

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang.
Tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut. ( Price, 1962:1213 ).

Menurut badan kesehatan dunia ( World Health Oganization ) setiap


tahun jumlah penderita kanker ± 6.25 juta orang. Di Indonesia diperkirakan
terdapat 100 penderita kanker diantara 100.000 penduduk per tahun. Dengan
jumlah penduduk 220 juta jiwa terdapat sekitar 11.000 anak yang menderita
kanker per tahun. Di Jakarta dan sekitarnya dengan jumlah penduduk 12 juta
jiwa, diperkirakan terdapat 650 anak yang menderita kanker per tahun.

Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika


belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup
sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker
tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya
menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar
ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena
terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.

Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok


usia 15 – 25 tahun ( pada usia pertumbuhan ). ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-
rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak
laki-laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja
penyakit ini lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang
penyebab pasti belum diketahui

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep dasar penyakit osteosarkoma ?

1
2. Bagaimana konsep askep pada pasien yang menderita osteosarkoma ?
3. Bagaimana aplikasi kasus semu pada pasien osteosarkoma ?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui konsep dasar penyakit osteosarkoma.
2. Memahami konsep askep pada pasien yang menderita osteosarkoma.
3. Memahami melalui aplikasi kasus semu pasien osteosarkoma.

2
2 BAB II
Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Sarcoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung
(Danielle. 1999: 244 ). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari
sel anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai
ke sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong. 2003: 595 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) adalah tumor yang muncul dari
mesenkim pembentuk tulang. ( Wong. 2003: 616 ).
Sarkoma osteogenik ( Osteosarkoma ) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang
tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut. ( Price. 1998: 1213 ).
Osteosarkoma ( sarkoma osteogenik ) merupakan tulang primer
maligna yang paling sering dan paling fatal. Ditandai dengan metastasis
hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi karena
sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali berobat.(
Smeltzer. 2001: 2347 ).

2.2 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir
ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu
C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang. Radiasi sinar radio aktif
dosis tinggi, Keturunan, Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya
seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer. 2001).
Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma
antara lain :
1. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap

3
sebagai penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan
maupun parah jarang menyebabkan osteosarcoma.
2. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radioaktif dalam jangka waktu lama dan melebihi
dosis juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah
satu contoh adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang
seperti kista tulang aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat
mengakibatkan osteosarcoma.
3. Karsinogenik kimia
Ada dugaan bahwa penggunaan thorium untuk penderita tuberculosis
mengakibatkan 14 dari 53 pasien berkembang menjadi osteosarcoma.
4. Virus
Penelitian tentang virus yang dapat menyebabkan osteosarcoma baru
dilakukan pada hewan, sedangkan sejumlah usaha untuk menemukan
oncogenik virus pada osteosarcoma manusia tidak berhasil.
Walaupun beberapa laporan menyatakan adanya partikel seperti virus pada
sel osteosarcoma dalam kultur jaringan. Bahan kimia, virus, radiasi, dan
faktor trauma. Pertumbuhan yang cepat dan besarnya ukuran tubuh dapat
juga menyebabkan terjadinya osteosarcoma selama masa pubertas. Hal ini
menunjukkan bahwa hormon sex penting walaupun belum jelas bagaimana
hormon dapat mempengaruhi perkembanagan osteosarcoma.
5. Keturunan ( genetik )
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi menurut kemampuan infiltrasinya Osteosarkoma dapat
diklasifikasikan sebagi berikut
1. Local osteosarcoma
Kanker sel belum tersebar di luar tulang atau dekat jaringan di mana kanker
berasal.
2. Metastatic osteosarcoma
Kanker sel telah menyebar dari tulang yang kanker berasal, ke bagian tubuh
yang lain. Kanker yang paling sering menyebar ke paru-paru. Mungkin juga
menyebar ke tulang lain. Tentang satu dari lima pasien dengan

4
osteosarkoma dengan kanker yang telah metastasized pada saat itu dapat
terdiagnosa. Dalam multifocal osteosarkoma, tumor muncul dalam 2 atau
lebih tulang, tetapi belum menyebar ke paru-paru.
3. Berulang
Penyakit berulang berarti kanker telah datang kembali (recurred) setelah itu
telah dirawat. Hal itu dapat datang kembali dalam jaringan dimana pertama
kali atau mungkin datang kembali di bagian lain dari tubuh. Osteosarkoma
paling sering terjadi dalam paru-paru. Ketika osteosarkoma ditemukan,
biasanya dalam waktu 2 sampai 3 tahun setelah perawatan selesai. Nanti
kambuh lagi adalah mungkin terjadi, tetapi langka.
Sedangkan klasifikasi menurut sifatnya Osteosarkoma dapat
diklasifikasikan sebagi berikut :
1. Osteokondroma
Osteokondroma (eksostosis Osteokartilagionous) merupakan tumor tulang
jinak yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10 – 20
tahun. Tumor ini tumbuh pada permukaan tulang sebgai benjolan yang
keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa benjolan. 10% dari
penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, tetapi penderita yang
hanya memiliki satu osteokondroma, tidak akan menderita kondrosarkoma.
2. Kondroma Jinak
Kondroma jinak biasanya terjadi pada usia 10 – 30 tahun, timbul di bagian
tengah tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tdak
menimbulkan nyeri, tidak perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau
perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika tumor tidak dapat di
diagnosis melalui foto rontren atau jika menyebabkan nyeri, mungkin perlu
dilakukan biopsy untuk menentukan apakah tumor tersebut bias
berkembang menjadi kanker atau tidak.

5
3. Kondroblastoma
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada
ujung tulang.biasanya timbul pada usia 10 -20 tahun. Tumor ini dapat
menimbulkan nyeri, yang merupakan petunjuk adanya penyakit ini.
Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui pembedahan ; kadang setelah
dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.\
4. Fibroma Kondromiksoid
Fibroma kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi
pada usia kurang dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa
dikeluhkan. Tumor ini akan memberikan gambaran yang khas pada foto
rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan melalui pembedahan.
5. Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh di
lengan atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan
menimbulkan nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan
pemberian aspirin dosis rendah. Kadang otot disekitar tumor akan mengecil
( atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor diangkat. Scaning
tulang menggunakan pelacak radioaktif bias membantu menentukan lokasi
yang tepatdari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan
lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT-scan dan
foto rontgen dengan tehnik yang khusus. Pengangkatan tumor melalui
pembedahan merupakan satu-satunya cara untuk mengurangi nyeri secara
permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk
mengurangi nyri bias diberikan aspirin.
6. Tumor sel raksasa
Tumor sel raksasa biasanya terjadi pada usia 20 dan 30 tahun. Tumor ini
umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan
disekitarnya. Biasanya menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari
ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui pembedahan dan lubang yang
terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau semen tulang buatan agar
struktur tulang tetap terjaga. Pada tumor yang sangat luas kadang perlu
dilakukan pengangkatan satu segmentulang yang terkena. Sekitar 10%

6
tumor akan muncul kembali setelah pembedahan. Walaupun jarang, tumor
ini biasa tumbuh menjadi kanker.

2.4 Patofisiologi
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh
sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu
proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau
proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan
tulang yang abortif.
Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang panjang dan biasa
ditemukan pada ujung bawah femur, ujung atas humerus dan ujung atas tibia.
Secara histolgik, tumor terdiri dari massa sel-sel kumparan atau bulat yang
berdifferensiasi jelek dan sring dengan elemen jaringan lunak seperti jaringan
fibrosa atau miksomatosa atau kartilaginosa yang berselang seling dengan
ruangan darah sinusoid. Sementara tumor ini memecah melalui dinding
periosteum dan menyebar ke jaringan lunak sekitarnya; garis epifisis
membentuk terhadap gambarannya di dalam tulang.
Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang penyebab pastinya
tidak diketahui. Ada beberapa factor resiko yang dapat menyebabkan
osteosarkoma.Sel berdiferensiasi dengan pertumbuhan yang abnormal dan
cepat padatulang panjang akan menyebabkan munculnya neoplasma
(osteosarkoma). Penampakan luar dari osteosarkoma adalah bervariasi. Bisa
berupa:
1. Osteolitik dimana tulang telah mengalami perusakan dan jaringan
lunak diinvasi oleh tumor.
2. Osteoblastik sebagai akibat pembentukan tulang sklerotik yang
baru.
Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi, dan
pada hasil pemeriksaan radigrafi menunjukkan adanya suatu bangunan yang

7
berbentuk segitiga. Walaupun gambaran ini juga dapat terlihat pada
berbagai bentuk keganasan tulang yang lain, tetapi bersifat khas untuk
osteosarkoma; tumor itusendiri dapat menghasilkan suatu pertumbuhan
tulang yang bersifat abortif. Gambaran seperti ini pada radiogram akan
terlihat sebagai suatu “sunburst”(pancaran sinar matahari).
Reaksi tulang normal dengan respon osteolitik dapat bermetastase ke
paru- paru dan keadaan ini diketahui ketika pasien pertama kali berobat.
Jika belumterjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup
mencapai 60%. Tetapi jika sudah terjadi penyebaran ke paru-paru
merupakan angka mortalitastinggi.Tumor bisa menyebabkan tulang
menjadi lemah. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut fraktur
patologis dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Dapat juga
terjadi pembengkakan, dimana pada tumor mungkin teraba hangat dan agak
memerah (Smeltzer, Suzanne C,2001)

2.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis pada pasien dengan Osteosarkoma menurut
Smeltzer Suzanne C (2001) adalah sebagai berikut :
1. Nyeri pada ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Pembekakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan
yang terbatas
3. Keterbatasan gerak
4. Kehilangan berat badan (dianggap sebagai temuan yang mengerikan).
5. Masa tulang dapat teraba, nyeri tekan, dan tidak bisa di gerakan, dengan
peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena.
6. Kelelahan, anoreksi dan anemia.
7. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling
sering adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus
8. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam,
berat badan menurun dan malaise

8
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Biasanya gambaran radiogram dapat membantu untuk menentukan
keganasan relatif daritumor tulang. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan
untuk membantu menegakkan diagnosis meliputi foto sinar-x lokal pada
lokasi lesi atau foto survei seluruh tulang ( bone survey ) apabila ada
gambaran klinis yang mendukung adanya tumor ganas/ metastasis. Foto
polos tulang dapat memberikan gambaran tentang:
a. Lokasi lesi yang lebih akurat, apakah pada daerah epifisis, metafisis,
diafisis, ataupada organ-organ tertentu.
b. Apakah tumor bersifat soliter atau multiple.
c. Jenis tulang yang terkena.
d. Dapat memberikan gambaran sifat tumor, yaitu:
e. Batas, apakah berbatas tegas atau tidak, mengandung kalsifikasi atau
tidak.
f. Sifat tumor, apakah bersifat uniform atau bervariasi, apakah
memberikanreaksi pada periosteum, apakah jaringan lunak di
sekitarnya terinfiltrasi.
g. Sifat lesi, apakah berbentuk kistik atau seperti gelembung sabun.
Pemeriksaan radiologi lain yang dapat dilakukan, yaitu:

a. Pemindaian radionuklida.
Pemeriksaan ini biasanya dipergunakan pada lesi yang kecil seperti
osteoma.
b. CT-scan.
Pemeriksaan CT-scan dapat memberikan informasi tentang
keberadaantumor, apakah intraoseus atau ekstraoseus.
c. MRI
MRI dapat memberika informasi tentang apakah tumor berada dalam
tulang,apakah tumor berekspansi ke dalam sendi atau ke jaringan
lunak.

9
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang
dalam membantumenegakkan diagnosis tumor.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi:
a. Darah. Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan laju endap darah,
haemoglobin,fosfatase alkali serum, elektroforesis protein serum,
fosfatase asam serum yangmemberikan nilai diagnostik pada tumor
ganas tulang.
b. Urine . Pemeriksaan urine yang penting adalah pemeriksaan protein
Bence-Jones.
3. Biopsi
Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk
pemeriksaanhistologist, untuk membantu menetapkan diagnosis serta
grading tumor. Waktu pelaksanaanbiopsi sangat penting sebab dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologi yangdipergunakan pada
grading. Apabila pemeriksaan CT-scan dilakukan setelah biopsi, akan
tampak perdarahan pada jaringan lunak yang memberikan kesan gambaran
suatu keganasanpada jaringan lunak.
Ada dua metode pemeriksaan biopsi, yaitu :
1. Biopsi tertutup
Dengan menggunakan jarum halus ( fine needle aspiration, FNA)
dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk
melakukandiagnosis pada tumor.
2. Biopsi terbuka.
Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif.
Keunggulan biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu
dapat mengambil jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan
histologis dan pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan
pengambilan jaringan, dan mengurangikecenderungan perbedaan
diagnostik tumor jinak dan tunor ganas (seperti antara enkondroma dan
kondrosakroma, osteoblastoma dan osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak

10
boleh dilakukan bila dapat menimbulkan kesulitan pada prosedur
operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block.

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul,antara lain gangguan produksi
anti- bodi,infeksi yang biasa disebabkan oleh kerusakan sumsum tulang yang
luas dan merupakan juga efek dari kemoterapi,radioterapi,dan steroid yang
dapat menyokong terjadinya leucopenia dan fraktur patologis,gangguan
ginjal dan system hematologis,serta hilangnya anggota ekstremitas.
Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda – tanda apatis dan kelemahan.
Menurut (Gale,1999) komplikasi sarkoma dari proses penyakit
meliputi metastase pada paru-paru dan nodus limfa dan perlu dilakukan
amputasi. Komlikasi pembedahan meliptui alograf yang tidak bersatu,
kondisi tipe artritis, fraktur iatrogenik, dislokasi sendi, dan infeksi. Jika
dilakukan radiasi mungkin terjadi perlambatan penyebuhan luka dan nekrosis
jaringan setelahnya. Kompilkasi dari kemoterapi meliputi, mual, muntah,
stomatitis, myopati ginjal, sistisis, hemoragik, neuropatik perifer dan
kerusakan hepatitik.

2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan
tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi
secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi:
a. Pembedahan
Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan biasanya diperlukan
tindakan amputasi pada ekstrimitas yang terkena, dengan garis amputasi
yang memanjang melalui tulang atau sendi di atas tumor untuk control
lokal terhadap lesi primer. Beberapa pusat perawatan kini
memperkenalkan reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan

11
menggunakan prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali
penempatan tulang-tulang.
b. Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat yang dilawan
dengan factor citrovorum, adriamisin, siklifosfamid, dan vinkristin.
c. Radioterapi, atau terapi kombinasi
Terapi radiasi menggunakan energi pancaran atau partikel-partikel yang
terionisasi tinggi untuk mengobati kanker. Terapi ini merupakan terapi
lokal yang digunakan sendiri maupun secara kombinasi dengan terapi
lainnya seperti pembedahan, kemoterapi, dan keduanya.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau
radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya
meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid)
atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin
digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi. Bila terdapat
hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan
normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat,
mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 ).
2. Tindakan keperawatan
Menurut Smeltzer, 2001 : 2350
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi
napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi
(pemberian analgetika).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka,
dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk
berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi

12
gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai
dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka di rumah.
e. Jika diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi
1) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan
punggung) dan aktivitas terapeutik.
2) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4) Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan
indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh:
bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik,
contoh: edema, eritema.

13
BAB III
KONSEP ASKEP

a. Pengkajian
Data pasien yang harus dikaji mencakup beberapa hal yaitu:
1. Identitas Pasien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa/ras, pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,
penghasilan dan alamat.
2. Riwayat Penyakit Terdahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita suatu penyakit yang
berat/penyakit tertentu yang memungkinkan berpengaruh pada kesehatan
sekarang, kaji adanya trauma prosedur operatif dan penggunaan obat-
obatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena, Klien
mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak,
Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien/gangguan tertentu yang berhubungan secara
langsung dengan gangguan hormonal seperti gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
5. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual yang Mungkin Terganggu
a. Bernapas
Gejala: Napas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan
atau tanpa sputum.
Tanda: Takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul, batuk produktif.
b. Makan dan Minum

14
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya : rendah serat, tinggi lemak,
aditif, dan bahan pengawet), Anoreksia, mual/muntah, Intoleransi
makanan.
Tanda: Perubahan berat badan (BB), penurunan BB hebat, kaheksia,
berkurangnya massa otot, Perubahan pada kelembapan/turgor kulit,
edema.
c. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola defikasi, misalnya : darah pada feses, nyeri
saat defikasi. Perubahan eliminasi urinearius misalnya : nyeri atau
rasa terbakar pada saat berkemih, hematuria, sering berkemih.
Tanda: Perubahan bising usus, distensi abdomen.
d. Aktifitas
Gejala: Kelemahan, malaise.
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak,
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen, tingkat stress
tinggi
e. Istirahat Tidur
Gejala : Perubahan pada pola tidur dan waktu tidur pada malam hari
Tanda : nyeri, ansietas, dan berkeringat malam.
f. Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh pasien biasanya meningkat pada infeksi.
g. Kebersihan/Hygiene
Pasien tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri
akibat kelemahan yang dialami.
h. Nyaman
Gejala: Nyeri tekan/nyeri lokal pada sisi yang sakit, mungkin hebat
atau dangkal.
Tanda : Perilaku hati – hati (distraksi), gelisah, jalan pincang
i. Keamanan
Gejala: Berulangnya infeksi. Pemajanan pada kimia toksik,
karsinogen, pemajanan matahari lama/berlebihan.

15
Tanda: Fraktur tulang, kalsifikasi metastasik, keterbatasan gerak
sendi, Ruam kulit, ulserasi.

Pengkajian Fisik
a. Pada palpasi teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas
massa serta adanya pelebaran vena.
b. Pembengkakkan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakkan yang terbatas.
c. Pengkajian status neurovaskuler : Nyeri tekan atau nyeri lokal pada
sisi yang sakit.
1) Mungkin hebat atau dangkal
2) Sering hilang dengan posisi fleksi
3) Anak berjalan pintar, keterbatasan dalam melakukan aktivitas,
tidak mampu menahan objek berat.
d. Kaji status fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi,
nodus limfe regional

b. Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Ansietas

c. Intervensi
Diagnose NOC NIC
Nyeri akut Kontrol nyeri Pemberian Analgesik
Indicator : Aktivitas-aktivitas :
1. Menggambarkan factor 1. Temukan lokasi,
penyebab karakteristik, kualitas, dan
2. Menggunakan tindakan keparahan nyeri sebelum
pengurangan nyeri tanpa mengobati pasien
analgesic 2. Cek perintah pengobatan
meliputi obat, dosis, dan

16
3. Melaporkan gejala yang tidak frekuensi obat analgesik yang
terkontrol pada professional diresepkan
kesehatan 3. Cek adanya riwayat alergi
4. Mengenali apa yang terkait obat
dengan gejala nyeri 4. Pilih analgesik atau
kombiansi analgesik yang
sesuai ketika lebih dari satu
diberikan
5. Monitor tanda vital sebelum
dan setelah memberikan
analgesik narkotik pada
pemberian dosis pertama kali
atau jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasanya
6. Berikan analgesik sesuai
waktu paruhnya, terutama
pada nyeri yang berat
Gangguan mobilitas Pergerakan Terapi latihan : Kontrol Otot
fisik Indikator : Aktivitas-aktivitas :
1. Keseimbangan 1. Tentukan kesiapan pasien
2. Koordinasi untuk terlibat dalam aktivitas
3. Cara berjalan atau protocol latihan.
4. Gerakan otot 2. Kolaborasikan dengan ahli
5. Gerakan sendi terapi fisik, okupasional dan
rekreasional dalam
mengembangkan dan
menerapkan program latihan,
sesuai kebutuhan.
3. Beri pakaian yang tidak
menghambat pergerakan
pasien.

17
4. Evaluasi fungsi sensori ( mis
penglihatan, pendengaran,
dan perabaan ).
5. Konsultasikan dengan ahli
terapi fisik untuk menentukan
posisi optimal bagi pasien
selama latihan dan jumlah
pengulangan untuk setiap
pola pergerakan.
6. Evaluasi ulang kebutuhan
terhadap alatbantu saat
jedarutin dengan
berkolaborasi dengan ahli
terapi fisik, terapi
okupasional, atau terapis
pernapasan.
Ansietas Tingkat kecemasan Pengurangan kecemasan
Indikator : Aktivitas-aktivitas :
1. Tidak dapat beristirahat 1. Gunakan pendekatan yang
2. Berjalan mondar mandir tenang dan meyakinkan.
3. Meremas-remas tangan 2. Nyatakan dengan jelas
4. Distress harapan terhadap perilaku
5. Perasaan gelisah klien
6. Wajah tegang 3. Berikan informasi factual
terkait diagnosa, perawatan
dan prognosis
4. Berikan objek yang
menunjukkan perasaan aman
5. Dengarkan klien
6. Dorong aktivitas yang tidak
kompetitif secara tepat

18
BAB IV
APLIKASI KASUS SEMU

An. BO 17 tahun merupakan anak yang aktif mengikuti ekstra kurikuler di


sekolahnya, kurang lebih 3 bulan yang lalu klien mengeluh ada benjolan di tungkai
kanannya, terasa panas dan nyeri. Kemudian klien ke RS dan kemudian dilakukan
biopsy pada benjolan di kaki kanannya. Dengan hasil T3N3M1. Dan sekarang klien
dirawat di ruang orthopedi dengan keluhan tungkai bawah kanan yang mengalami
pembengkakan. Klien mengatakan nyeri pada kakinya dirasakan terus menerus,
pada skala 9 (0-10). Klien tampak menggigit sarung bantal dan sesekali menangis.
Tampak massa sebesar bola tenis ditungkai kanan, kemerahan, mengkilap. Kulit
sekitar benjolan tampak merah, dibagian puncak benjolan tampak luka terbuka
berukuran 2x3 cm yang mengeluarkan pus berwarna hijau dan bau. Klien
mengatakan disentuh dan bergesekan kain saja akan menyebabkan nyeri
bertambah, karena nyeri tersebut gerakan klien menjadi terbatas. Fisik klien tampak
lemah. Klien saat ini dipersiapkan untuk dilakukan tindakan amputasi. Keluarga
belum memberitahukan penyakit klien.

1.1 Pengkajian
a. Biodata
Nama : An. BO
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Pahlawan Kel. Jua-Jua, Kayu Agung.
No RM : 16-46-20
Diagnosa Medis : Osteosarkoma
b. Riwayat Kesehatan
2) Keluhan Utama : Nyeri pada tungkai kanan
3) Riwayat Penyakit Sekarang : Kurang lebih 3 bulan lalu klien
mengeluh ada benjolan di tungkai kanannya, terasa panas dan

19
nyeri dengan skala 9 pada rentan 01-10. Nyeri bertambah
apabila disentuh dan bergesekan dengan kain saja.
4) Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
5) Riwayat Kesehatan Keluarga : Tidak ada

1.2 Pengkajian Fisik


1) Inspeksi
Tampak massa sebesar bola tenis di tungkai kanan, kemerahan,
dan mengkilap. Kulit sekitar benjolan tampak merah, dibagian
puncak benjolan tampak luka terbuka berukuran 2x3 cm yang
mengeluarkan pus berwarna hijau dan bau.
2) Palpasi
Ada pembesaran local (benjol) dengan ukuran sebesar bola tenis
dan terasa panas. Kaji juga karakteristik benjolan serta lihat
apakah ada atrofi pada otot atau spasme otot yang menunjukkan
tingkat kemampuan aktivitas
3) Tanda-Tanda Vital
TD : 130/90 mmHg
RR : 18 x/menit
Nadi : 103 x/menit
Suhu : 36,50C

1.3 Analisis Data

No. Data Etiologi Masalah Keperawatan


1. DS : Mediator kimia kapiler Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri
pada kakinya, dirasakan
terus-menerus Bradikinin, prostaglandin
DO : intrastisia
Klien tampak menggigit
sarung bantal dan sesekali
menangis Nosiseptor

20
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 103x/menit
Skala nyeri 9 Medulla Spinalis

Cortex Serebri saraf


perifer

Persepsi Nyeri

Nyeri Akut
2. DS : Pereganngan kulit Resiko infeksi
DO :
Dibagian puncak benjolan
tampak luka terbuka Laserasi kulit
berukuran 2x3 cm yang
mengeluarkan pus hijau
dan bau Timbul luka terbuka

Resiko infeksi
3. DS : Klien mengatakan Permeabilitas kapiler Gangguan mobilitas fisik
nyeri bertambah ketika
disentuh dan bergesekan
dengan kain saja Shift cairan ke intrastisial
DO :
Tampak ada masa sebesar
bola tenis Edema
Gerakan klien menjadi
terbatas

21
Fisik klien tampak lemah Tumor

Menekan saraf perifer

Gangguan mobilitas fisik

1.4 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

No. Masalah NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri akut Kontrol nyeri Pemberian Analgesik
Indicator : Aktivitas-aktivitas :
1. Menggambarkan factor 1. Temukan lokasi, karakteristik,
penyebab kualitas, dan keparahan nyeri
2. Menggunakan tindakan sebelum mengobati pasien
pengurangan nyeri 2. Cek perintah pengobatan
tanpa analgesic meliputi obat, dosis, dan
3. Melaporkan gejala yang frekuensi obat analgesik yang
tidak terkontrol pada diresepkan
professional kesehatan 3. Cek adanya riwayat alergi obat
4. Mengenali apa yang 4. Pilih analgesik atau kombiansi
terkait dengan gejala analgesik yang sesuai ketika
nyeri lebih dari satu diberikan
5. Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik
narkotik pada pemberian dosis
pertama kali atau jika ditemukan
tanda-tanda yang tidak biasanya

22
6. Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
7. Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan adanya
efek samping
8. Lakukan tindakan-tindakan
untuk menurunkan efek
samping analgesik (misalnya,
konstipasi dan iritasi lambung)
9. Ajarkan tentang penggunaan
analgesik, strategi untuk
menurunkan efek samping dan
harapan terkait dengan
keterlibatan dalam keputusan
pengurangan nyeri.
2. Resiko infeksi Kontrol Resiko: Proses Perlindungan Infeksi
Infeksi Aktivitas:
Dipertahankan ke 4 1. Monitor adanya tanda dan gejala
1. Mengidentifikasi infeksi sistemik dan local.
tanda dan gejala 2. Monitor kerentanan terhadap
infeksi infeksi.
2. Mengidentifikasi 3. Berikan perawatan kulit yang
strategi untuk tepat untuk area yang
melindungi diri dari mengalami infeksi.
orang lain yang 4. Periksa kulit dan selaput lendir
terkena infeksi untuk adanya kemerahan,
3. Memonitor perilaku kehangatan ekstrim, atau
diri yang berhubungan drainase.
dengan resiko infeksi 5. Anjurkan istirahat .
4. Memonitor factor di
lingkungan yang

23
berhubungan dengan 6. Instruksikan pasien untuk
resiko infeksi minum antibiotic yang
5. Mempraktikan strategi diresepkan.
efektif untuk 7. Ajarkan pasien dan anggota
mengontrol infeksi keluarga bagimana cara
6. Memonitor perubahan menghindari infeksi.
status kesehatan 8. Lapor dukaan infeksi pada
7. Melakukan tindakan personil pengendali infeksi dari
segera untuk air, udara.
mengurangi resiko
3. Gangguan Pergerakan Terapi latihan : Kontrol Otot
mobilitas fisik Indikator : Aktivitas-aktivitas :
1. Keseimbangan 1. Tentukan kesiapan pasien untuk
2. Koordinasi terlibat dalam aktivitas atau
3. Cara berjalan protocol latihan.
4. Gerakan otot 2. Kolaborasikan dengan ahli
5. Gerakan sendi terapi fisik, okupasional dan
rekreasional dalam
mengembangkan dan
menerapkan program latihan,
sesuai kebutuhan.
3. Beri pakaian yang tidak
menghambat pergerakan pasien.
4. Evaluasi fungsi sensori ( mis
penglihatan, pendengaran, dan
perabaan ).
5. Konsultasikan dengan ahli
terapi fisik untuk menentukan
posisi optimal bagi pasien
selama latihan dan jumlah
pengulangan untuk setiap pola
pergerakan.

24
6. Evaluasi ulang kebutuhan
terhadap alatbantu saat jedarutin
dengan berkolaborasi dengan
ahli terapi fisik, terapi
okupasional, atau terapis
pernapasan.

25
BAB V

5.1 Kesimpulan
Osteosarcoma (Sarkoma osteogenik) merupakan neoplasma
tulang primer yang sangat ganas. Tempat yang paling sering terserang
tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama lutut (femur
distal, tibia proksimal dan humerus proksimal). Penyebab pasti
terjadinya tumor tulang tidak diketahui, namun ada beberapa factor
yang dicurigai, diantaranya: radiasi sinar radio aktif dosis tinggi,
keturunan, beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya seperti
penyakit paget (akibat pajanan radiasi).
Tanda dan gejala yang dapat ditemui pada pasien dengan
osteosarcoma adalah nyeri atau pembengkakan ekstremitas yang
terkena, pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakannya terbatas

5.2 Saran
Dengan dibuat makalah asuhan keperawatan osteosarcoma ini,
diharapkan nantinya akan memberikan manfaat bagi pembaca terutama
pemahaman yang berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah
proses asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami kanker tulang.

Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari


sempurna, oleh karena ity saran maupun kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulis
makalah ini, denngan demikian penulis makalah ini bisa bermanfaat
bagi penulis atau pihak lain yang membutuhkannya.

26
Daftar Pustaka

1. Budianti WK. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K,


Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th ed. Badan
Penerbit FKUI: Jakarta;2015:190-3.

2. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi


W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed. Badan Penerbit FKUI:
Jakarta; 2007:154-8.

3. SDKI

4. NOC. Edisi 5

5. NIC. Edisi 6

27

Anda mungkin juga menyukai