Anda di halaman 1dari 11

2.

1 Konsep Hipertensi

2.1.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih

dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam selang

waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang (Kemenkes RI, 2014). Menurut

Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), sesorang dikatakan hipertensi jika memeliki tekanan

darah sistole 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolenya 90 mmHg atau lebih

(Chobanian, 2003). Sehingga dapat disimpulkan hipertensi merupakan peningkatan tekanan

darah sistole mencapai 140 mmHg atau lebih dan diastolenya mencapai 90 mmHg.

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dapat diklarifikasikan menjadi :

a. Hipertensi menurut Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (Chobanian,

2003) :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Menurut JNV 7

Klasifikasi tekanan Tekanan darah sistolik Tekanan darah


darah (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stage 1 140-159 90-99
Hipertensi stage 2 160 atau >160 100 atau > 100
Sumber : Chobanian, 2003

b. Hipertensi menurut Eighth Joint National Committee (JNC 8) (Paul et al, 2014)

Tabel 2.2 Klarifikasi Hipertensi Menurut JNC 8

Klasifikasi Tekanan sistolik Tekanan diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal <120 <80
> 60 tahun > 150 > 90
< 60 tahun > 140 > 90
> 18 tahun (dengan CKD ≥140 ≥ 90
dan DM)
Sumber : Paul et al, 2014
c. Berdasarkan penyebabnya :

- Hipertensi Primer/ Hipertensi Esensial

Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun dikaitkan

dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan

pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.

- Hipertensi Sekunder/ Hipertensi Non Esensial

Hipertensi yang diketahui penyebabnya, sekitar 5-10% penderita hipertensi,

disebabkan oleh penyakit ginjal dan sekitar 1-2%, penyebabnya adalah

kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB) (Kemenkes

RI, 2014).

d. Hipertensi berdasarkan bentuknya


Hipertensi sistolik, hipertensi diastolik dan hipertensi campuran (terjadi

peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik) (Kemenkes RI, 2014).

2.1.3 Faktor Resiko Hipertensi

Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan hipertensi :

a. Faktor yang tidak dapat diubah :

- Keturunan atau riwayat keluarga :

Hipertensi merupakan salah satu gangguan genetik yang besifat kompleks.

Seseorang yang memiliki riwayat keluarga sebagai pembawa (carrier)

hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk terkena hipertensi

(Sani, 2008)

- Jenis kelamin :

Pria memiliki resiko lebih tinggi mengalami hipertensi dari pada wanita.

Hipertensi berdasarkan gender dapat dipengaruhi oleh faktor psikologi

(Puspitorini, 2008).
- Usia :

Hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah ketika usianya

semakin bertambah tua. Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80

tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun

(Puspitorini, 2008).

b. Faktor yang dapat diubah :

- Obesitas/ kegemukan :

Individu yang mengidap obesitas jumlah darah yang beredar akan meningkat,

sehingga dapat meningkatkan curah jantung dan pada akhirnya dapat

meningkatkan tekanan darah (William & Hopper, 2007).

- Konsumsi garam berlebih:

Garam dapur mengandung 40% natrium dan 60% klorida . asupan natrium

yang berlebih menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga dapat

meningkatkan volume darah (William & Hopper, 2007) .

- Aktifitas fisik (olahraga):

Individu yang memiliki aktifitas yang kurang akan cendrung memiliki curah

jantung yang tinggi. Semakin tinggi curah jantung maka semakin keras kerja

setiap kontraksi sehingga semakin besar oksigen yang dibutuhkan oleh sel-sel

tubuh. Kurang aktivitas fisik juga risiko meningkatkan kelebihan berat badan

(Suiraoka, 2012; Wahiduddin, dkk., 2013). Beberapa penelitian menunjukan

terdapat hubungan kurangnya aktifitas fisik dengan terjadinya hipertensi

(Aripin, 2015).

- Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi

sebab merokok mengandung nikotin. Mengisap rokok menyebabkan nikotin

terserap oleh pembuluh kecil yang ada di paru-paru, lalu dibawa ke otak. Di
otak, nikotin akan merangsang kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau

adrenalin yang dapat menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung

untuk bekerja lebih keras, sehingga terjadi pengingkatan tekanan darah

(William & Hopper, 2007).

- Stres :

Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka pendek dengan cara

mengaktifkan bagian otak dan saraf yang biasanya mengendalikan tekanan

darah secara otomatis (Sumi, 2007).

2.1.4 Manifestasi Klinis Hipertensi

Hipertensi sering disebut the silent killer karena gejala pada tahap awal penyakit bersifat

asimpomatik, tetapi dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen pada organ-organ vital

tubuh. Manifestasi klinis yang dirasakan pada hipertensi tahap lanjut diantaranya sakit kepala

terutama ketika bagun pagi, penglihatan kabur, epistaksis dan depresi (Baredero, 2008).

Sebegian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun.

manifestasi klinis yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang

disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur

akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan saraf,

nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus, edema dependen akibat

peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau

serangan iskemik transien yang bermanifestasi paralisis sementara pada satu sisi atau

hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan (Nugroho, 2008).

2.1.5 Penatalaksanaan Hipertensi

Penatalaksanaan hipertensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan garam tidak

lebih dari sendok teh (6 gram/hari), menurunkan berat badan, menghindari


minuman berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan

bagi penderita hipertensi, dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-

25 menit dengan frekuensi 3-5 x per minggu. Penting juga untuk cukup istirahat (6-

8 jam) dan mengendalikan stress (Kemenkes RI, 2014).

Tabel 2.3 Modifikasi Gaya Hidup untuk Mencegah dan Mengatasi Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Penurunan Potensi TD

Sistolik

Diet natrium Membatasi diet natrium tidak 2-8 mmHg

lebih dari 2400 mg/hari atau

100 meq/hari

Penurunan berat Menjaga berat badan normal; 5-20 mmHg per 10 kg

badan BMI = 18,5-24,9 kg/m2 penururnan berat

badan

Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara 4-9 mmHg

teratur, bertujuan untuk

melakukan aerobik 30 menit

Latihan sehari-hari dalam

seminggu. Disarankan pasien

berjalan-jalan 1 mil per hari di

atas tingkat aktivitas saat ini

Diet DASH Diet yang kaya akan buah- 4-14 mmHg

(Dietary buahan, sayuran, dan

Approaches to mengurangi jumlah lemak jenuh

Stop dan total


Hypertension)

Membatasi Pria ≤2 minum per hari, wanita 2-4 mmHg

konsumsi alkohol ≤1 minum per hari

Sumber : National Institutes of Health, 2003

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan darah,

mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan efikasi obat

antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular (National Institutes of

Health, 2003).

b. Penatalaksanaan farmakologi

Obat-obat antihipertensi yang dapat digunakan sebagai obat tunggal atau

dicampur denngan obat lain. Obat-obatan ini diklasifikasikan menjadi lima katagori,

diantaranya :

a. Diuretik

Obat yang sering diresepkan untuk hipertensi ringan adalah hidroklorotiazid.

Obat hipertensi sering menyebabkan retensi cairan sehingga sering diberikan

diuretik.

b. Menekan simpatetik (simpatotik)

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral simpatolitik), penghambat

adrenergic alfa dan penghambat neuron adrenergic diklasifikasikan sebagai

penekan simpatetik atau simpatotik. Penghambat adrenergik beta, juga

dianggap sebagai simpatolitik dan menghambat respon beta.

- Penghambat adrenergik alfa

Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa 1, menyebabkan

vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah. Penghambat beta juga

merupakan lipoprotein berdensitas sagat rendah dan lipoprotein berdesitas


rendah yang bertanggung jawab dalam penimbunan lemak di arteri

(arteriosclerosis).

- Penghambat neuro adrenergik (simpatotik yang bekerja perifer)

Penghambat neuro adrenergik merupakan obat antihipertensi yang kuat

yang menghambat norepinefrin dari ujung saraf simpatis sehingga

pelepasan norepinefrin berkurang sehingga menurunkaan curah jantung

dan tahanan vaskuler. Resepin dan guanetidin dipakai untuk

mengendalikan hipertensi berat. Efek samping dari obat ini adalah

hipotensi ortostatik dan obat-obatan ini dapat menyebabkan retensi natrium

dan air.

c. Vasodilator arteriol yang bekerja langsung

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan

merelaksasikan otot-otot polos pembuluh darah, terutama arteri sehingga

menyebabkan vasodilatasi sehingga tekanan darah akan turun dan terjadi

retensi natrium dan air sehingga terjadi edema perifer. Diuretik dapat diberikan

bersama-sama dengan vasodilator yang bekerja langsung mengurangi edema.

Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan enurunnya tekanan darah

d. Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)

Golongan obat ini menghambat enzin pengubah angiostensin I menjadi

angiostensin II (vasodilator) (ACE) dan menghambat pembentukan aldosteron.

Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Jika aldosteron

dihambat natrium akan dieksresi bersama-sama dengan air. Katropil, enalaprin

dan lisinopril merupakan golongan antagonis angiostensin. Obat-obatan ini

dipakai pada klien dengan kadar renin serum yang tinggi

e. Penghambat salura kalsium (blocker calcium antagonis) (Muttaqin, 2009).


Menurut JNC 8 dalam Evidence-Based Guideline for the Management of High

Blood Pressure in Adults Report from the Panel Members Appointed to the Eighth

Joint National Committee (JNC 8), menunjukan rekomendasi pengobatan pada

pasien hipertensi sebagai berikut

a. Rekomendasi 1

Penderita hipertensi berusia 60 tahun, pengobatan farmakologi untuk

menurunkan tekanan darah dengan harapan tekanan darah sistolik <150

mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg.

b. Rekomendasi 2

Penderita hipertensi yang berusia di bawah 60 tahun, pengobatan farmakologi

untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan diastolik <90 mmHg

c. Rekomendasi 3

Penderita dibawah umur 60 tahun, pengobatan farmakologi untuk menurunkan

tekanan darah dengan harapan tekanan darah siastolik <140 mmHg.

d. Rekomendasi 4

Penderita hipertensi berusia 18 tahun dengan chronic kidney disease (CKD),

pengobatan farmakologi untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan

tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.

e. Rekomendasi 5

Penderita hipertensi berusia 18 tahun dengan diabetes pengobatan

farmakologi diharapkan dapat menurunkan tekanan darah sistolik <140 mmHg

dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.

f. Rekomendasi 6
Populasi umum termasuk dengan diabetes, pengobatan antihipertensi meliputi

diuretic triazide-type, calcium channel blocker (CCB), angiostensin-converting

enzyme inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).

g. Rekomendasi 7

Populasi umum termasuk dengan diabetes, pengobatan antihipertensi meliputi

diuretic thiazide-type atau CCB

h. Rekomendasi 8

Penderita hipertensi berusia 18 tahun dengan CKD, pengobatan antihipertensi

harus termasuk dengan ACEI atau ARB untuk meningkatkan kerja ginjal.

Pengaplikasian ini untuk semua pasien CKD dengan/tanpa hipertensi atau

status diabetic.

i. Rekomendasi 9

Tujuan utama dari pengiobatan hipertensi ada;ah untuk mencapai dan

mempertahankan sasaran tekanan darah. Jika tekanan darah tidak mencapai

harapan yang diinginkan dengan beberapa pengobatan, maka

direkomendasikan untuk meningkatkan dosis obat atau menambah pilihan obat

kedua dari satu kelas. Jika tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai

dengan dua obat, maka akan ditambahkan dan ditetapkan obat jenis ketiga.

Jangan gunakan ACEI dan ARB secara bersamaan pada satu pasien yang

sama. Jika targer tekanan darah yang diharapkan tidak tercapai dengan obat

dalam rekomendasi 6 karena kontraindikasi atau kebutuhan lebih dari tiga jenis

obat, obat antihipertensi dari kelas lain dapat digunakan (Paul et al, 2013).
Penatalaksanaan farmakalogi sangat penting dalam menjaga tekanan darah agar

tetap terkontrol, untuk itu diperlukannya kepatuhan dalam meminum obat

antihipertensi bagi individu yang memiliki hipertensi.

2.1.6 Komplikasi Hipertensi

Risiko hipertensi jangka panjang adalah kerusakan target organ, diantaranya:

a. Penyakit serebrovaskular : stroke trombotik dan hemoragik

b. Penyakit vascular : penyakit jantung koroner

c. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy) atau LVH adalah mekanisme

kompensasi terhadap peningkatan tekanan darah kronis. Hal ini merupakan

prediktor independen dari kematian dini (aritmia ventrikel, gagal jantung, infark

miokard, cedera serebrovaskular, gagal jantung biasanya berhubungan dengan

LVH (hipertropi otot telah berlangsung lama menyebabkan kegagalan kontraktil

sistolik).

d. Gagal ginjal : hipertensi menyebabkan kerusakan renovaskular dan kerusakan

glomerulus (Patrick, 2005).


Sumber :

Astawan. 2002. Cegah Hipertensi Dengan Pola Makan.


www.kompas.com/health/news/0203/11/004951.htm. Diakses pada 24 Oktober 2016.

Baradero, M. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo Jr JL, et al. Seventh report
of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206–52.

Dunitz,M. 2001. Treatrment of Hypertension in General Practice. Dallas : Blok Well Sciens Inc.

Gamez GG, Nieto-Roales JG, Lucino AG, San Pedro EM, Hernandez VV. A Longitudinal Study
of Symptoms Beliefs in Hypertension. 2015, 15.

Herlambang. 2013. Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta : Tugu Publisher.

Kemenkes RI. 2014. Infodantin Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Hipertensi.
Jakarta.

Muttaqin A. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sisten


Kardiovaskular. Jakarta: Selemba Medika

Patrick D. 2005. At a Glance Medicin. Jakarta : Erlangga.

Paul A. James, MD; Suzanne Oparil, MD; Barry L. Carter, PharmD; William C. Cushman, MD;
Cheryl Dennison-Himmelfarb, RN, ANP, PhD; Joel Handler, MD; Daniel T. Lackland,
DrPH; Michael L. LeFevre,MD, MSPH; Thomas D. MacKenzie,MD, MSPH; Olugbenga
Ogedegbe,MD, MPH, MS; Sidney C. Smith Jr, MD; Laura P. Svetkey,MD, MHS; Sandra J.
Taler, MD; Raymond R. Townsend, MD; Jackson T.Wright Jr,MD, PhD; Andrew S. Narva,
MD; Eduardo Ortiz, MD, MPH. Evidence-Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint
National Committee (JNC 8). 2014.

Puspitorini, M. 2008. Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jogjakarta :
Image Press.

Anda mungkin juga menyukai