Anda di halaman 1dari 4

ANALISIS: PENGGUGURAN KANDUNGAN SEBELUM DAN

SESUDAH PENIUPAN RUH

Oleh:
Nama: Putra Ramadani
NIM: 1774201179
Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning
E-mail: putraramadani111@gmail.com

PENDAHULUAN

Pengguguran kandungan (Aborsi) merupakan realitas sosial yang menggejala


di kalangan masyarakat. Maraknya praktek pengguguran kandungan dalam
masyarakat mengakibatkan kecendrungan adanya pergeseran nilai dimana
fenomena tersebut dianggap sebagai sesuatu yang lumrah.1

Tindakan pengguguran kandungan bukanlah semata masalah medis atau


kesehatan masyarakat, melainkan lebih pada problem sosial yang terkait dengan
paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat. Paham asing
ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus
pengguguran kandungan dalam masyarakat manapun. Data-data statistik yang ada
telah membuktikannya. WHO memperkirakan angka pengguguran kandungan
tidak aman (unsafeobortion) memang tergolong tinggi. Diperkirakan setiap tahun
di dunia terjadi 20 juta pengguguran kandungan (aborsi) tidak aman, 26% dari
jumlah tersebut tergolong legal dan lebih dari 70.000 kasus aborsi tidak aman di
negara berkembang berakhir dengan kematian ibu.2 Mengingat besarnya bahaya
yang timbul dari tindakan tersebut, maka para ulama berusaha menjelaskan
keberadaan pengguguran kandungan dalam perspektif islam.3

PEMBAHASAN

Pengguguran kandungan yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah:


menggugurkan secara paksa janin yang belum sempurna penciptaannya atas
permintaan atau kerelaan ibu yang mengandungnya . Adapun dasar dari
pembahasan ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud bahwasanya

1
Nelly Yusra,“Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam”, Jurnal Perempuan, Agama dan Gender,
Vol. 11 No. 1, 2012, hal. 1
2
Budi Utomo dkk, Angka Aborsi dan Aspek Psiko-Sosial di Indonesia, Studi di 10 kota Besar
dan 6 Kabupaten, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta,2002, h. 7
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya seseorang dari kamu dikumpulkan
penciptaannya di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat
puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku. Ketika genap empat puluh
hari ketiga , berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus
malaikat untuk meniupkan ruh, serta memerintahkan untuk menulis empat perkara,
yaitu penentuan rizki, waktu kematian, amal, serta nasibnya, baik yang celaka,
maupun yang bahagia.” (Bukhari dan Muslim)

Untuk memudahkan pemahaman, pembahasan ini dibagi dalam beberapa


bagian sebagai berikut:

1. Menggugurkan kandungan/janin sebelum peniupan ruh

Dalam hal ini, para ulama berselisih tentang hukumnya dan terbagi menjadi
tiga pendapat:

a. Pendapat Pertama:

Menggugurkan janin sebelum peniupan ruh hukumnya boleh. Bahkan


sebagian dari ulama membolehkan menggugurkan janin tersebut dengan obat.
Pendapat ini dianut oleh para ulama dari madzhab Hanafi, Syafi’I, dan Hambali.
Tetapi kebolehan ini disyaratkan adanya izin dari kedua orang tuanya. 4 Adapun
dalilnya adalah hadist Ibnu Mas’ud di atas yang menunjukkan bahwa sebelum
empat bulan, ruh belum ditiup ke janin dan penciptaan belum sempurna, serta
dianggap benda mati, sehingga boleh digugurkan.

b. Pendapat kedua:

Menggugurkan janin sebelum peniupan ruh hukumnya makruh. Dan jika


sampai pada waktu peniupan ruh, maka hukumnya menjadi haram. Dalilnya bahwa
waktu peniupan ruh tidak diketahui secara pasti, maka tidak boleh menggugurkan
janin jika telah mendekati waktu peniupan ruh, demi untuk kehati-hatian. Pendapat
ini dianut oleh sebagian ulama madzhab Hanafi dan Imam Romli, salah seorang
ulama dari madzhab Syafi’i.

c. Pendapat ketiga:

Menggugurkan janin sebelum peniupan ruh hukumnya haram. Dalilnya


bahwa sperma sudah tertanam dalam rahim dan telah bercampur dengan ovum

4
Maria Ulfah Ansor, Fikih Aborsi : Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan, Kompas,
2006, hlm. 93
wanita sehingga siap menerima kehidupan, maka merusak wujud ini adalah
tindakan kejahatan. Pendapat ini dianut oleh Ahmad Dardir, Imam Ghazali, dan
Ibnu Jauzi.5

Adapun status janin yang gugur sebelum ditiup ruhnya (empat bulan) , telah
dianggap benda mati, maka tidak perlu dimandikan, dikafani, ataupun disholati.
Sehingga bisa dikatakan bahwa menggugurkan kandungan dalam fase ini tidak
dikatagorikan pembunuhan, tapi hanya dianggap merusak sesuatu yang
bermanfaat.6

2. Menggugurkan kandungan/janin setelah peniupan ruh

Secara umum, para ulama telah sepakat bahwa menggugurkan janin setelah
peniupan ruh hukumnya haram. Peniupan ruh terjadi ketika janin sudah berumur
empat bulan dalam perut ibu. Ketentuan ini berdasarkan hadist Ibnu Mas’ud di atas.
Janin yang sudah ditiupkan ruh dalam dirinya, secara otomatis pada saat itu, dia
telah menjadi seorang manusia, sehingga haram untuk dibunuh. Namun jika ada
sebab-sebab darurat, seperti jika janin nantinya akan membahayakan ibunya jika
lahir nanti, maka dalam hal ini, para ulama berbeda pendapat:

a. Pendapat pertama:

Menyatakan bahwa menggugurkan janin setelah peniupan ruh hukumnya


tetap haram, walaupun diperkirakan bahwa janin tersebut akan membahayakan
keselamatan ibu yang mengandungnya. Pendapat ini dianut oleh mayoritas ulama.
Dalilnya adalah firman Allah swt:

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah


(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar..........“ ( Q.S. Al
Israa’: 33 ).

Kelompok ini juga mengatakan bahwa kematian ibu masih diragukan, maka
tidak boleh membunuh janin yang sudah ditiup ruhnya, hanya karena sesuatu yang
meragukan. Selain itu, mereka memberikan permisalan bahwa jika sebuah perahu
akan tenggelam, sedangkan keselamatan semua perahu tersebut bisa terjadi jika
sebagian penumpangnya dilempar ke laut, maka hal itu juga tidak dibolehkan.

5
ibid., hlm.95
6
Ahmad Zain An-Najah, “Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Ruh, Haram ?”, diakses dari
https://www.hidayatullah.com/konsultasi/fikihkontemporer/read/2010/01/29/5355/menggugurka
n-janin-sebelum-peniupan-ruh-haram.html , pada tanggal 25 September 2017 pukul 19.15.
b. Pendapat Kedua:

Dibolehkan menggugurkan janin walaupun sudah ditiupkan ruh kepadanya,


jika hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk menyelamatkan ibunya dari
kematian. Karena menjaga kehidupan ibu lebih diutamakan dari pada menjaga
kehidupan janin, karena kehidupan ibu lebih dahulu dan ada secara yakin,
sedangkan kehidupan janin belum yakin dan keberadaannya terakhir. Prediksi
tentang keselamatan ibu dan janin bisa dikembalikan kepada ilmu kedokteran,
walaupun hal itu tidak mutlak benarnya.

KESIMPULAN

Pengguguran kandungan (Aborsi) adalah fenomena yang hidup dalam


masyarakat Indonesia. Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan
masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor
pada peradaban Barat.

Islam menegaskan keharaman praktek aborsi. Namun demikian terdapat


kebolehan aborsi apabila memenuhi beberapa unsur: pertama, melakukan aborsi
sebelum ditiupkan ruh; kedua, melakukan aborsi setelah ditiupkan ruh hanya boleh
dilakukan apabila: (1) jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si
ibu; dan (2) alasan yang lain yang dibolehkan syariat Islam. Perlu dingat bahwa
Islam memiliki prinsip bahwa pencegahan lebih diutamakan. Oleh karena itu,
melarang aborsi lebih diutamakan, karena jika aborsi dibolehkan, sama artinya
dengan memberikan kesempatan untuk melakukan perzinaan dan seks bebas.

DAFTAR PUSTAKA

Anshor, Maria Ulfah. 2006. Fikih Aborsi : Wacana Penguatan Hak Reproduksi
Perempuan. t.tp :Penerbit Kompas.
Utomo, Budi dkk, 2002. Angka Aborsi dan Aspek Psiko-Sosial di Indonesia: Studi
di 10 Kota Besar dan 6 Kabupaten. Jakarta: Pusat Penelitian Kesehatan
Universitas Indonesia.
Yusra, Nelly. 2012. Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam: Jurnal Perempuan,
Agama dan Gender, Vol. 11, No. 1, hlm. 1-19.
Zain An-Najah, Ahmad. 2010. Menggugurkan Janin Sebelum Peniupan Ruh,
Haram ?. Diambil dari: https://www.hidayatullah.com/konsultasi/fikih
kontemporer/read/2010/01/29/5355/menggugurkan-janin-sebelumpeniupan-
ruh-haram.html. (25 September 2017)

Anda mungkin juga menyukai